BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Jenis A. cadamba Miq. ini bersinonim dengan A.chinensis Lamk. dan A.
indicus A. Rich. Jabon (A. cadamba Miq.) merupakan pohon yang dapat mencapai tinggi sampai 45 meter, mempunyai batang yang lurus dan silindris dengan batang bebas cabang lebih dari 25 meter. Diameter batang dapat mencapai 100–160 cm, batang berbanir dengan tinggi banir hingga 2 meter dan lebar sampai 60 cm. Jabon mempunyai daun tunggal dengan ujung daun berbentuk runcing sampai meruncing serta berdaun penumpu (Soerianegara dan Lemmens 1994). Pohon jabon merupakan jenis pohon yang dapat digunakan untuk pohon ornamental dan naungan atau untuk reforestasi dan agroforestri, sedangkan kayunya dapat digunakan untuk berbagai macam kegunaan, diantaranya adalah untuk korek api, peti pembungkus, cetakan beton, mainan anak-anak, venir, kayu lapis, pulp dan kertas, kayu lamina, serta konstruksi darurat yang ringan (Martawijaya et al. 1992), obat tradisional (daun dan kulit kayu), serta bunga dan buahnya dapat dimakan (Soerianegara dan Lemmens 1994).
2.2 Mikoriza Mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan fungi. Asosiasi antara akar tanaman dengan fungi ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat fungi tersebut tumbuh dan berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar (2001) dalam Christina 2010). Mikoriza merupakan salah satu dari jenis fungi. Fungi merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau daun sehingga bersifat heterotrof, terdiri dari satu sel atau banyak sel dan mampu berkembang biak secara generatif dan vegetatif. Pada dasarnya asosiasi mikoriza terbentuk sebagai hasil hubungan simbiosis mutualisme antara fungi pembentuk mikoriza dengan perakaran
5
tanaman. Akar tanaman mengeluarkan cairan karbohidrat dan dimanfaatkan oleh fungi pembentuk mikoriza sebagai sumber energi. Fungi pembentuk mikoriza membantu penyerapan berbagai unsur hara dan air kepada akar yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman (Fakuara 1988).
2.2.1 Tipe-tipe mikoriza Mikoriza secara umum terbagi atas 2 (dua) golongan, yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Pembagian ini didasarkan pada tempat mikoriza bersimbiosis pada akar. Ektomikoriza merupakan mikoriza yang menginfeksi permukaan luar tanaman dan di antara sel-sel apeks akar, sedangkan endomikoriza merupakan mikoriza yang menginfeksi bagian dalam akar tanaman di dalam dan di antara selsel apeks akar (Wikipedia 2006). Menurut Fakuara (1990) berdasarkan infeksinya serta bentuk dan tidak terbentuknya selubung hifa dapat dibedakan tiga bentuk mikoriza, yaitu: 1.
Ektomikoriza yaitu mikoriza yang pada permukaan luar akar terbentuk selubung jalinan hifa fungi.
2.
Endomikoriza yaitu fungi pembentuk mikoriza berkembang hanya dalam selsel korteks akar dan tidak terbentuk selubung hifa pada akar.
3.
Ektendomikoriza yaitu struktur yang memiliki kedua ciri-ciri tersebut. Adanya fungi di sel-sel korteks dan juga terbentuknya hifa pada permukaan akar.
2.2.2 Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Fungi Mikoriza Arbuskula adalah salah satu tipe fungi mikoriza dan termasuk ke dalam golongan endomikoriza, yaitu fungi pembentuk mikoriza yang berkembang di dalam sel-sel akar, tidak membentuk mantel hifa pada permukaan akar maupun jala Hartig dalam jaringan epidermis dan korteks akar, dan mempunyai organ berupa arbuskula. Beberapa genus FMA juga memiliki organ yang disebut vesikula (Smith dan Read 1997). FMA ialah simbion obligat yang artinya fungi tersebut tidak bisa dikulturkan tanpa adanya akar tanaman sebagai inang (Smith dan Read 1997). Peranan FMA untuk tanaman adalah : (1) perbaikan nutrisi tanaman dan
6
peningkatan pertumbuhan, (2) sebagai pelindung hayati (bio-protection), (3) meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan, (4) terlibat dalam siklus biogeokimia, (5) sinergis dengan mikroorganisme lain, dan (6) mempertahankan keanekaragaman tumbuhan (Setiadi 2006). Kapasitas pengambilan hara dapat ditingkatkan jika terjadi kolonisasi mikoriza pada akar karena waktu hidup akar yang dikolonisasi FMA menjadi lebih panjang, ukuran percabangan serta diameter akar diperbesar dan luas permukaan absorpsi akan diperluas (Delvian 2003). Abbott dan Robson (1992) dalam Christina (2010) mengatakan alasan mengapa FMA dapat meningkatkan penyerapan hara dalam tanah yaitu karena FMA dapat mengurangi jarak bagi hara untuk memasuki akar tanaman, meningkatkan ratarata penyerapan hara dan konsentrasi hara pada permukaan penyerapan, dan merubah secara kimia sifat-sifat hara sehingga memudahkan penyerapannya ke dalam akar tanaman. Semua FMA tidak mempunyai sifat morfologi dan fisiologi yang sama oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui identitasnya. Walaupun fungi ini mempunyai sebaran inang yang sangat luas, fungi ini mempunyai pengaruh yang spesifik juga terhadap jenis tanaman yang terinfeksi. Disamping itu fungi ini juga mempunyai pengaruh yang bervariasi pada kultivar dalam satu jenis tanaman dan dapat pula berbeda pengaruh terhadap tanaman dalam ekosistem dan jenis tanah yang berbeda serta dalam jenis tanah yang sama tapi berbeda sifat biologinya, kimia, dan fisiknya (Brundrett et al. 1996). Menurut Fakuara (1988), bahwa infeksi FMA dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi: pemupukan, nutrisi tanaman, pestisida, intensitas cahaya, musim dan kelembaban tanah, pH, kepadatan inokulum, dan kerentanan tanaman. Efektivitas FMA tergantung pada kesesuaian antara faktor jenis FMA, tanaman, dan tanah, serta interaksi ketiga faktor tersebut. 2.3 “Mycorrhiza Helper Bacteria” (MHB) Proses simbiosis antara fungi mikoriza dan akar tanaman dipengaruhi oleh berbagai macam mikroorganisme yang hidup di sekitar perakaran tanaman di dalam tanah (rhizospere), khususnya oleh bakteri (Garbaye 1994). Bakteri yang meningkatkan perkembangan mikoriza disebut Mychorrizal Helper Bacteria
7
(MHB). MHB mempunyai kemampuan menstimulir perkembangan FMA dan mempunyai fungsi sebagai fungisida sehingga dapat menekan tumbuhnya bibit penyakit pada produksi inokulum FMA. Penelitian ultrastruktur dengan menggunakan mikroskop elektron telah membuktikan adanya bakteri-bakteri yang terdapat pada hifa dan mantel ektomikoriza, dinding spora dan sporokarp FMA. Bakteri ini termasuk dalam golongan Burkholderia yang merupakan golongan bakteri pengikat nitrogen. Penambahan MHB pada inokulum fungi dapat meningkatkan keberhasilan inokulasi. Mamatha et al. (2002) mengatakan bahwa efek dari inokulasi tanah dengan FMA dan MHB telah diteliti pada tanaman Mulberry dan Papaya yang sudah diujicobakan di lapangan. Inokulasi Bacillus coagulans meningkatkan permukaan mikoriza dalam inokulasi tanaman-FMA, ini mungkin termasuk dalam golongan MHB. Isolat-isolat
bakteri
yang
mempunyai
kemampuan
meningkatkan
perkembangan mikoriza, pada pengujian lanjutan mempunyai kemampuan juga terhadap penghambatan perkembangan patogen akar baik secara in vitro maupun in vivo. Dengan demikian MHB berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai agen biofungisida dan sekaligus biostimulan (Budi 2006). Secara keseluruhan formasi MHB sangat mungkin sekali bersama-sama dalam mekanisme simbiosis mikoriza dan bakteri di dalam tanah sekitar perakaran tanaman, simbiosis ini selalu ditemukan setiap waktu, walaupun dalam situasi dan kondisi yang sangat berbeda dan pada tanaman dengan kombinasi mikoriza yang sangat beraneka ragam (Garbaye dan Duponnois 1991).
2.4 Podsolik Merah Kuning (Ultisol) Ultisol hanya ditemukan di daerah-daerah dengan suhu rata-rata lebih dari 8ºC. Ultisol adalah tanah dengan horison argilik atau kandik bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah (Hardjowigeno 2003). Podsolik Merah Kuning adalah tanah yang sangat tercuci, lapisan atas berwarna abu-abu muda sampai kekuningan, lapisan bawah merah atau kuning, terdapat akumulasi liat hingga tekstur relatif berat, struktur gumpal, permeabilitas rendah, stabilitas agregat rendah, bahan organik rendah, kejenuhan basa rendah,
8
ph rendah 4,2–4,8. Horison eluviasi tidak terlalu jelas (Hardjowigeno 2003). Dikatakan juga dalam Hardjowigeno (2003) bahwa bahan induk podsolik merah kuning kadang-kadang mempunyai karatan kuning, merah dan abu-abu. Bahan induk adalah batuan endapan bersilika, napal, batu pasir, batu liat. Ditemukan pada ketinggian antara 50–350 m, iklim tropika basah dengan curah hujan antara 2500–3500 mm (Hardjowigeno 2003).