BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sastra pada hakikatnya adalah citra kehidupan, gambaran kehidupan. Citra kehidupan (image of life) dapat dipahami sebagai penggambaran secara konkret tentang model-model kehidupan sebagaimana yang dijumpai dalam kehidupan faktual sehingga mudah diimajinasikan sewaktu dibaca (Saxby, 1991: 14) dalam (Nurgiyantoro, 2005: 4). Dalam karya yang lebih luas seperti novel, struktur tidak hanya hadir melalui kata dan tata bahasa, melainkan dapat dikaji berdasarkan unsur-unsur pembentuknya seperti tema, plot, karakter, setting, point of view (Fananie, 2000:116). Dalam karya sastra, setting merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting, karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah karya (Abrams, 1981: 175) dalam (Fananie, 2000: 97). Setting pada hakikatnya tidaklah hanya sekedar menyatakan di mana, kapan dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung, melainkan berkaitan juga dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis (Fananie, 2000: 98). Menurut Lukens (2003: 147) dalam (Nurgiyantoro, 2005: 248) dalam karya sastra, latar dapat terjadi di mana saja termasuk di dalam benak tokoh, sehingga tidak terlalu banyak membutuhkan deskripsi tentang latar. Kajian tentang latar atau setting termasuk dalam unsur intrinsik sebuah karya sastra. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Setting harus mampu membentuk tema dan plot tertentu yang dalam dimensinya terkait dengan tempat, waktu, daerah dan orang-orang tertentu dengan watak-watak tertentu akibat situasi lingkungan atau zamannya, cara hidup dan cara berpikir (Fananie, 2000: 98).
Universitas Sumatera Utara
Dalam Kamus Al-Maurid (2003: 840) latar dalam bahasa Arab disebut
ﺧﻠﻔﻴﺔ/khalfiyyatun/, ﻣﻜﺎن و زﻣﺎن اﻟﻤﺸﻬﺪ
dengan
/makānun wa zamānu al-
masyhadi/,
وﺿﻊ/wad‘un/ sedangkan dalam Kamus Al-Asri (1999: 2024) وﺿﻊ
/wad‘un/
artinya
ﻣﻮﻗﻊ/mauqi‘un/
ﻂ ّ ﺣ/hattun/
‘peletakan’,
‘tempat keberadaan’,
ﻣﻜﺎن/makānun/
ﻣﻮﻗﻊ/mauqi‘un/
‘tempat’,
‘waktu keberadaan’,
ﻣﺮآﺰ/markazun/ ‘situasi’, ﻣﻮﺿﻊ/maudi‘un/ ‘posisi atau letak’. Jaudah (1991 : 41) mendefinisikan latar dalam bahasa Arab dengan
اﻟﺰﻣﺎن
و اﻟﻤﻜﺎن/al-zamānu wa al-makānu/. ﺗﺮﺗﺒﻂ ﺑﻈﺮوف,آﻞ ﺣﺎدﺛﺔ ﺗﻘﻊ ﻻﺑﺪ أن ﺗﺤﺪث ﻓﻰ ﻣﻜﺎن ﻣﻌﻴﻦ و زﻣﺎن ﻣﺤﺪود واﻻرﺗﺒﺎط ﺑﺬاﻟﻚ,ﻋﺎدات و ﻣﺒﺎدئ ﻣﺘﺼﻠﺔ ﺑﺎﻟﺰﻣﺎن و اﻟﻤﻜﺎن اﻟﻠﺬﻳﻦ وﻗﻌﺘﺎ ﻓﻴﻬﻤﺎ .ﺿﺮورى وﺣﻴﻮى ﻟﻠﻘﺼﺔ / kullu hādisatin taqa‘u lābudda an tahdusa fī makānin mu‘ayyanin wa zamānin mahdūdin, tartabitu bizurūfi ‘ādātin wa mabādi`in muttasilatin bi al-zamāni wa al-makāni al-lazaini waqa‘atā fīhimā, wa al-irtibātu bizālika darūriyyun wa hayawiyyun li al-qissati/ ‘setiap kejadian yang terjadi pada suatu tempat dan waktu tertentu, yang terikat dengan keadaan, kebiasaan dan aturan yang mengikat dengan waktu dan tempat, yang demikian itu mempunyai hubungan yang penting terhadap cerita agar cerita itu hidup’. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial-budaya. Ketiga unsur itu walaupun masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Di samping itu, latar juga dapat dilihat dari sisi fungsi yang lain, yang lebih menyaran pada fungsi latar sebagai pembangkit tanggapan atau suasana tertentu dalam cerita.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi latar yang dimaksud adalah : a. Latar sebagai Metaforik Penggunaan istilah metafora menyaran pada suatu pembandingan yang mungkin berupa sifat keadaan, suasana, ataupun sesuatu yang lain. Secara prinsip metafora merupakan cara memandang (menerima) sesuatu melalui sesuatu yang lain. Fungsi pertama metafora adalah menyampaikan pengertian,
pemahaman
(Lakoff
&
Johnson,
1980:
36)
dalam
(Nurgiyantoro 1998: 241). Contoh latar sebagai Metaforik adalah:
و, ﻓﻬﻲ ﺷﺨﺼﻴﺔ ﻣﺨﺘﻠﻔﺔ ﺗﻤﺎﻣﺎ,وﻟﻜﻨﻬﺎ ﻟﻴﺴﺖ آﺎﻟﻘﺎﺗﻼت اﻟﻤﻘﻴﻤﺎت هﻨﺎ ﻓﻲ اﻟﺴﺠﻦ .(5 :2002 ,ﻟﻦ ﺗﻘﺎﺑﻠﻲ واﺣﺪة ﻣﺜﻠﻬﺎ داﺧﻞ اﻟﺴﺠﻦ أو ﺧﺎرﺟﻪ)اﻟﺴﻌﺪاوي /wa lakinnahā laysat ka al-qātilāti al-muqīmāti hunā fī al-sijni, fahiya syakhşiyyatun mukhtalifatun tamāmān, wa lan tuqābilī wāhidata miślihā dākhila al-sijni aw khārijihi/ ‘tetapi ia tidak seperti wanita-wanita pembunuh lainnya yang ada di dalam penjara tersebut, anda tidak akan pernah menjumpai orang seperti dia di dalam maupun di luar penjara ini (Al-Sa’dawi, 2000: 3) b. Latar sebagai Atmosfer Istilah atmosfer mengingatkan kita pada lapisan udara tempat kehidupan dunia berlangsung. Manusia hidup karena menghirup udara atmosfer. Atmosfer dalam cerita merupakan “udara yang dihirup pembaca sewaktu memasuki dunia rekaan”. Ia berupa deskripsi kondisi latar yang mampu menciptakan suasana tertentu, misalnya suasana ceria, romantis, sedih, muram, maut, misteri, dan sebagainya. Akhirnya perlu dikemukakan bahwa atmosfer cerita adalah emosi yang dominan yang merasukinya, yang berfungsi mendukung elemen-elemen cerita yang lain untuk memperoleh efek yang mempersatukan (Alterberd & Lewis, 1966: 72) dalam (Nurgiyantoro, 1998: 245). Contoh latar sebagai Atmosfer adalah:
Universitas Sumatera Utara
ﻲ ﺑﻌﻴﻨﻴﻦ ﺣﺎﻧﻘﺘﻴﻦ وآﺄﻧﻨﻲ أﻧﺎ اﻟﺘﻲ ّ و ﻧﻈﺮت إﻟ,آﺎﻧﺖ ﻟﻬﺠﺔ اﻟﺴﺠﺎﻧﺔ ﻏﺎﺿﺒﺔ (7 :2002 ,ﺳﺄﺷﻨﻘﻬﺎ ﺑﻌﺪ أﻳﺎم)اﻟﺴﻌﺪاوي /kānat lahjatu al-sajjānati gādibatan wa nazarat ilayya bi‘ainaini hāniqataini wa ka`annanī anā al-latī sa`asynuquhā ba‘da ayyāmin/ ‘ada nada marah dalam suaranya, ia melihat pada saya dengan pandangan marah, seakan-akan sayalah yang akan menggantung Firdaus beberapa hari lagi’ (Al-Sa’dawi, 2000: 5). Disamping latar, tokoh juga merupakan unsur yang penting dalam sebuah novel, adanya tokoh dalam sebuah kisah memegang peranan penting, dikarenakan tokoh-tokoh tersebut mempunyai watak dan sifat tersendiri dalam melakoni atau cerita tertentu. Menurut Nurgiyantoro (1998: 165) tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dalam bahasa Arab tokoh disebut dengan
اﻟﺸﺨﺼﻴﺔ/al-syakhşiyyatu/.
Jaudah (1991 : 44) mendefinisikan tokoh sebagai berikut:
اﻟﺸﺨﺼﻴﺔ هﻰ اﻟﺘﻰ ﺗﺪور ﺣﻮﻟﻬﺎ اﻷﺣﺪاث /al-syakhşiyyatu hiya al-latī tadūru haulahā al-`ahdāśi/ ‘tokoh adalah yang memerankan suatu kisah dan kejadian-kejadian kisah itu’. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan (Nurgiyantoro 1998: 177). Aminuddin (2000: 80-81) menambahkan bahwasanya dalam memahami watak tokoh utama, pembaca dapat menelusurinya lewat (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, (2) gambaran yang diberikan pengarang lewat
Universitas Sumatera Utara
gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian, (3) menunjukkan bagaimana perilakunya, (4) melihat bagaimana bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, (5) memahami bagaimana jalan pikirannya, (6) melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, (7) melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya, (8) melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya, dan (9) melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya. Dalam bahasa Arab tokoh utama disebut
ﺷﺨﺼﻴﺔ اﻟﺒﻄﻞ/syakhşiyyatu al-
baţali/ . Jaudah (1991:46) mendefenisikan tokoh utama sebagai berikut:
ﺷﺨﺼﻴﺔ اﻟﺒﻄﻞ هﻮ ﻣﺤﺪود اﻻﺣﺪاث و اﻟﺮاﺑﻄﺔ ﺑﻴﻦ ﻣﺨﺘﻠﻒ اﻟﺸﺨﺼﻴﺎت / syakhşiyyatu al-baţali huwa mahdūru al-ahdāśi wa al-rābiţati baina mukhtalifi al-syakhşiyyāti/ ‘tokoh utama dalam tokoh yang sangat berperan dalam cerita dan terikat di antara tokoh-tokoh yang lain’ Menurut Nurgiyantoro (1998: 176-177) tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Pembedaan tokoh adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral Menurut Jaudah (1991: 45)
اﻟﺸﺨﺼﻴﺔ/al-syakhşiyyatu/ ‘tokoh’ terbagi ke
dalam dua bagian, yaitu:
ﺟﺎﻧﺐ ﻇﺎهﺮ واﺿﺢ اﻣﺎم اﻟﻨﺎس.1 /jānibu zāhiru huwa wādihun amāma al-nāsi/ ‘sisi terang adalah tokoh yang tampak secara jelas disebutkan dalam kisah’.
ﺟﺎﻧﺐ ﺧﻔﻰ هﻮ ﻻ ﻳﻜﺸﻔﻪ إﻻ اﻟﻤﻘﺮﺑﻮن.2 /jānibu khafī huwa lā yakshifuhu illa al-muqarrabūna/ ‘sisi tersembunyi adalah tokoh yang tidak disebutkan dalam kisah ataupun tersembunyi’. Jaudah (1991: 45) menambahkan pembagian tokoh berdasarkan aliran Romantis ada tiga yaitu:
Universitas Sumatera Utara
ﺷﺨﺼﻴﺔ اﻟﺒﻄﻞ/syakhşiyyatu al-baţali/ ‘tokoh utama’.
ﺷﺨﺼﻴﺔ ﻏﻴﺮ ﻣﻨﻄﻘﻴﺔ ﻓﻰ ﺳﻠﻮآﻬﺎ وﺻﻔﺎﺗﻬﺎ/syakhşiyyatun
gairu
manţiqiyyatu fī sulūkihā wa şifātihā/ ‘tokoh antagonis dan protagonis’.
ﺷﺨﺼﻴﺔ ﻣﺴﻄﺤﺔ أو ﻧﺎﻣﻴﺔ/syakhşiyyatun
musaţţahatun au nāmiyyatun/
‘tokoh datar dan tokoh berkembang’. Dari keseluruhan pembagian tokoh di atas, penulis mengkhususkan pada tokoh yang tampak secara jelas atau tokoh utama saja. Penulis menggunakan teori Nurgiyantoro dan didukung dengan teori Aminuddin dalam menganalisis latar dan tokoh utama, karena pendapatnya jelas dan mudah dimengerti. Adapun penulis ingin membahas tentang latar, fungsi latar dan tokoh utama dalam novel اﻟﺼﻔﺮ
إﻣﺮأة ﻋﻨﺪ ﻧﻘﻄﺔ/imra`atun ‘inda nuqtati
al-
sifri/. Contoh salah satu latar tempat, waktu, sosial-budaya dan tokoh utama dalam novel
إﻣﺮأة ﻋﻨﺪ ﻧﻘﻄﺔ اﻟﺼﻔﺮ
/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ adalah sebagai
berikut : 1. Latar Tempat Latar tempat menunjukkan pada pengertian tempat di mana cerita yang dikisahkan itu terjadi (Nurgiyantoro, 2005: 251).
ﻗﺎﺑﻠﺘﻬﺎ ﻓﻲ ﺳﺠﻦ اﻟﻘﻨﺎﻃﺮ ﻣﻨﺬ ﺑﻀﻌﺔ أﻋﻮام, هﺬﻩ اﻟﻤﺮأة ﺣﻘﻴﻘﻴﺔ ﻣﻦ ﻟﺤﻢ و دم (5 :2002 ,)اﻟﺴﻌﺪاوي /hāzihi al-mar`atu haqīqiyyatun min lahmin wa dammin, qābaltuhā fī sijni al-qanātiri munzu bid‘ati a‘wāmin/‘ini adalah wanita sejati, saya berjumpa dengannya di Penjara Qanatir beberapa tahun yang lalu(Al-Sa’dawi, 2000: 3). 2. Latar Waktu Latar waktu dapat dipahami sebagai kapan berlangsungnya berbagai peristiwa yang dikisahkan dalam cerita fiksi. Dalam banyak kasus masalah waktu lazimnya dikaitkan dengan waktu kejadian yang ada di dunia nyata,
Universitas Sumatera Utara
waktu faktual, waktu yang mempunyai referensi sejarah (Nurgiyantoro, 2005: 47).
و ﻓﻲ ﺻﺒﺎح اﻟﻐﺪ ﻟﻦ,ﻓﻲ اﻟﺴﺎﻋﺔ اﻟﺴﺎدﺳﺔ ﺗﻤﺎﻣَﺎ ﺑﻌﺪ اﻟﻈﻬﺮ ﺳﻴﺄﺗﻮن و ﻳﺄﺧﺬوﻧﻨﻲ إن هﺬﻩ اﻟﺮﺣﻠﺔ إﻟﻰ ﻣﻜﺎن ﻣﺠﻬﻮل. و ﻟﻦ أآﻮن ﻓﻲ أي ﻣﻜﺎن ﻳﻌﺮﻓﻪ أﺣﺪ,أآﻮن هﻨﺎ ﻳﺠﻬﻠﻪ آﻞ اﻟﻨﺎس ﻓﻮق هﺬﻩ اﻷرض ﺑﻤﺎ ﻓﻴﻬﻢ اﻟﻤﻠﻮك و اﻻﻣﺮاء و اﻟﺤﻜﺎم و رﺟﺎل .(15 :2002 , ﺗﻤﻸﻧﻲ ﺑﺎﻟﺰهﻮ)اﻟﺴﻌﺪاوي,اﻟﺒﻮﻟﻴﺲ /Fī al-sā‘ati al-sādisati tamāmān ba‘da al-zuhri saya`tūna wa ya`khuzūnanī, wa fī sabāhi al-gadi lan akūna hunā, wa lan akūna fī ayyi makānin ya‘rifuhu ahadun. Inna hāzihi al-rihlata ila makānin majhūlin yajhaluhu kullu al-nāsi fawqa hāzihi al-ardi bimā fīhim al-mulūku wa alumarā`u wa al-hukkāmu wa rijālu al-būlīsi, tamla`uni bi al-zahwi/ ‘Mereka akan menjemput saya pada pukul enam tepat setelah zuhur. Besok pagi saya tak akan berada di sini lagi. Tak seorang pun yang mengetahui di mana keberadaan saya. Sesungguhnya perjalanan ke suatu tempat ini tak seorang pun di dunia ini tahu letaknya, membuat saya merasa bangga’(Al-Sa’dawi, 2000: 15). 3. Latar Sosial-Budaya Latar sosial-budaya menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas. (Nurgiyantoro, 1998: 233-234).
و ﻷﻧﻨﻲ آﻨﺖ. ﻓﻘﺪ آﻨﺖ أﺧﻔﻲ ﺧﻮﻓﻲ ﺑﻄﺒﻖ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﺎﺣﻴﻖ,و ﻷﻧﻨﻲ آﻨﺖ ﻣﻮﻣﺴَﺎ آﻤﺴﺎﺣﻴﻖ اﻟﻨﺴﺎء اﻟﺸﺮﻳﻔﺎت ﻣﻦ, ﻓﻘﺪ آﺎﻧﺖ ﻣﺴﺎﺣﻴﻘﻲ ﺛﻤﻴﻨﺔ ﺟﻴﺪة اﻟﻨﻮع,ﻧﺎﺟﺤﺔ و ﺷﻌﺮي ﻣﺼﻔﻒ ﻋﻨﺪ ﺣﻼق ﻣﺘﺨﺼﺺ ﻓﻰ ﺷﻌﻮر ﻧﺴﺎء اﻟﻌﺎﺋﻼت.اﻟﻄﺒﻘﺔ اﻟﻌﻠﻴﺎ .(16 :2002,)اﻟﺴﻌﺪاوي /wa li`annanī kuntu mūmisan, faqad kuntu ukhfī khaufī biţabaqin min almasāhīqi. Wa li`annanī kuntu nājihatan, faqad kānat masāhīqī śamīnatan jayyidata al-naw‘i, kamasāhīqi al-nisā`i al-syarīfāti min al-tabaqati al-
Universitas Sumatera Utara
‘ulyā. Wa sya‘rī muşafafun ‘inda hallāqin mutakhaşşişin fī syu‘ūri nisā`I al-‘āilāti/ ‘dan karena saya seorang pelacur, saya sembunyikan rasa takut itu di bawah lapis-lapis solekan muka saya. Karena saya telah mencapai sukses, rias muka saya selalu yang paling baik dan jenis yang paling mahal, seperti rias wanita-wanita lapisan atas yang terhormat. Saya selalu merawat rambut saya di tempat penata rambut yang biasanya melayani para wanita dari kalangan atas masyarakat’(Al-Sa’dawi, 2000: 16). 4. Tokoh Utama
وﻗﺎل ﻟﻲ ﻃﺒﻴﺐ اﻟﺴﺠﻦ أن هﺬﻩ اﻟﻤﺮأة ﺣﻜﻢ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺑﺎﻹﻋﺪام ﻻﻧﻬﺎ ﻗﺘﻠﺖ رﺟﻼ .(5 :2002,)اﻟﺴﻌﺪاوي /wa qāla lī ţabībun anna hāżihi al-mar`ata hukima ‘alaihā bi al-a‘dāmi liannahā qatalat rajulan/ ‘dokter penjara, menceritakan kepada saya bahwa wanita ini telah dijatuhi hukuman mati karena telah membunuh seorang laki-laki’(Al-Sa’dawi, 2000: 3).
Universitas Sumatera Utara