BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Profesionalisme Profesionalisme adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam
bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Dalam bekerja, setiap manusia dituntut untuk bisa memiliki profesionalisme karena didalam profesionalisme tersebut terkandung kepiawaian atau keahlian dalam mengoptimalkan ilmu pengetahuan, skill, waktu, tenaga, sumber daya, serta sebuah strategi pencapaian yang bisa memuaskan semua bagian atau elemen. Profesionalisme juga bisa merupakan perpaduan antara kompetensi dan karakter yang menunjukkan adanya tanggung jawab moral. Profesional adalah seseorang yang memiliki 3 hal pokok dalam dirinya yaitu (Maruf dkk, 2013): 1. Skill, artinya seseorang itu benar-benar ahli dibidangnya. 2. Knowledge, tidak hanya ahli di bidangnya, tapi ia juga menguasai, minimal tahu dan berwawasan tentang ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan bidangnya. 3. Attitude, bukan hanya pintar dan cerdas, tapi dia juga punya etika yang diterapkan dalam bidangnya. Sedangkan menurut Harefa (2004), seorang profesional dapat dimengerti sebagai orang yang melakukan pekerjaan untuk mendapatkan nafkah dengan menunjukkan tingkat kemahiran atau keterampilan yang tinggi. Dimana tingkat kemahiran yang tinggi itu berasal tidak hanya dari pendidikan formal tapi juga berasal dari kemampuan untuk belajar sendiri. Tetapi betapapun setiap kemahiran profesional, hanya dapat dicapai melalui ketekunan dalam berlatih secara sistematis yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama dan memerlukan biaya. Terkait dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa definisi mengenai profesionalisme menurut beberapa ahli:
5
1. Menurut Kamus Webster Amerika dalam Anoraga (2006) menegaskan bahwa profesionalisme adalah suatu tingkah laku, suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang memadai atau melukiskan coraknya suatu “profesi” (The conduct, aims or qualities, that characterize a profesion). 2. Profesionalisme diartikan sebagai sikap dan perilaku seseorang dalam melakukan profesi tertentu, yang menampilkan kesungguhan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, pemakai jasa atau hasil karyanya (Ruky, 2002). Sementara itu menurut tata hubungan tersendiri profesionalisme juga terkait dengan etika dan moral. Sehingga prilaku yang tidak profesional sering disebut tidak etis. Keperdulian terhadap etika dalam berbagai profesi termasuk profesi rekayasa, sebenarnya bukanlah hal yang baru dikenal, bahkan sama tuanya dengan profesi itu sendiri. Karena etika sangat berperan pada semua pembahasan dan penjelajahan ilmu yang dianut oleh profesi-profesi tersebut. Etika adalah suatu cabang ilmu filsafat yang mempelajari tentang pandangan dan persoalan nilai-nilai moral dan kesusilaan, sehingga tersusun menjadi teori yang berkaitan dengan apa yang pada hakekatnya baik atau pantas, hak dan kewajiban moral serta mengenai prilaku serta akhlak yang terpuji. Selain itu harap diperhatikan bahwa permasalahan etika selalu terkait dengan apa yang patut dipercaya dan dihargai, bentuk formal atau kaidah normatif etika dapat berubah atau berkembang menurut proses kemajuan zaman dan masyarakat luas, meski nilai-nilai dasarnya tetap tidak berubah (Dipohusodo, 1996). Sehingga dapat dikatakan bahwa profesionalisme adalah sikap dalam melayani dan mengabdi kepada kepentingan orang-orang yang dilayani (klien, masyarakat) yang sesuai dengan kode etik profesi dan nilai moral seseorang. Seseorang yang dimaksud disini adalah profesional yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tinggi yang diperolehnya dengan menginvestasikan daya, dana, dan waktu selama bertahun-tahun, dimana pengetahuan dan keterampilannya tersebut dapat berkembang dari tingkatan awalnya. Selain itu profesionalisme juga mengindikasikan produktifitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu organisasi dalam memberikan pelayanan akan hasil akhir sesuai dengan apa yang diinginkan pelanggan atau pengguna jasa
6
dan produk yang dihasilkan. Menurut Danadjaja dalam Anoraga (2006) produktifitas sebagai tenaga kerja sebenarnya hanya sebagian dari seluruh produktifitas suatu usaha, namun demikian produktifitas tenaga kerja adalah bagian yang paling menentukan. Sedangkan arti sebenarnya dari produktifitas adalah menghasilkan lebih banyak, dan berkualitas lebih baik, dengan usaha yang sama. Dengan demikian produktifitas tenaga kerja adalah efisiensi proses menghasilkan dari sumber daya yang dipergunakan (Anoraga, 2006). Sehingga peningkatan produktifitas tenaga kerja lebih merupakan hasil dari perencanaan yang tepat dan efisien dari teknologi baru, bukannya membuat tenaga kerja bekerja dengan lebih keras dan waktu kerja yang lebih lama.
2.1.1 Ciri-Ciri Profesionalisme Anggapan bahwa profesionalisme dapat diharapkan muncul sekedar dengan
anjuran,
tidaklah
benar.
Berikut
dikemukakan
beberapa
ciri
profesionalisme (Anoraga, 2006): 1. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect results), sehingga kita dituntut untuk selalu mencari peningkatan mutu. 2. Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan. 3. Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tak mudah puas atau putus asa sampai hasil tercapai. 4. Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh “keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup. 5. Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan pikiran dan perbuatan, sehingga terjaga efektifitas kerja yang tinggi.
7
2.1.2 Sikap dan Sifat Profesional Untuk menjadi seorang pekerja yang profesional, maka seseorang harus mempersiapkan diri serta dituntut memiliki sikap dan sifat sebagai berikut: 1. Percaya diri Memiliki rasa percaya diri yang besar disini diartikan bahwa seseorang mengetahui akan kemampuan tertentu yang dimilikinya, dan optimis dapat melakukan pekerjaannya dengan kemampuan tersebut. Dalam sikap dan sifat percaya diri disini juga terdapat keyakinan untuk dapat memperbaiki kekurangan dan kelemahan diri sendiri. 2. Memiliki motivasi kerja Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya (Anoraga, 2006). Motivasi kerja seorang pekerja terlihat dari visi yaitu impian yang masuk akal tentang apa yang harus terjadi dengan perusahaannya tempatnya bekerja dan dengan dirinya sendiri. Dimana visi ini nantinya mempengaruhi seorang pekerja dalam mengambil keputusan, dengan memperhitungkan pengaruh tidak hanya pada saat pengambilan keputusan saja, melainkan juga harus dapat memperhitungkan tentang keadaan dimasa datang, termasuk perubahanperubahan yang mungkin terjadi akibat keputusannya tersebut. 3. Dapat diandalkan (reliabilitas) Reliabilitas berarti tidak sering membolos kerja, tidak suka terlambat, dan tidak terlalu banyak melakukan kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan yang sedang dilakoninya. Dapat diandalkan bisa juga berarti bekerja dengan baik, efisien, dan efektif; mengikuti prosedur, tata tertib, dan peraturan kerja yang sudah ditetapkan tanpa diawasi; mendatangkan hasil kerja yang bermutu; menyelesaikan dan menyerahkan hasil kerja pada waktunya (Hardjana, 2006). Untuk menjadi seorang pekerja yang dapat diandalkan juga diperlukan inisiatif, inovasi, dan kemauan untuk bekerja keras.
8
4. Bertanggung jawab (responsibilitas) Responsibilitas meliputi sikap-sikap seperti mau melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh, berminat dalam tugas yang diserahkan, memiliki kebiasaan kerja yang baik (yaitu teliti, tekun, ulet, tabah), mempunyai disiplin kerja, dan loyal terhadap lembaga. Orang yang bertanggung jawab akan menyerahkan hasil kerja yang tidak asal jadi, tetapi yang sudah sempurna. Ia tidak hanya memperhatikan pekerjaannya sendiri, tetapi juga ikut memikirkan pekerjaan rekan-rekan kerja yang lain, baik di dalam maupun di luar bagiannya (namun terkait dengan bagiannya). Ia siap untuk memberi pertanggung jawaban atau akuntabilitas hasil kerjanya. Jika terjadi kekurangan dan kegagalan dalam kerja, ia tidak akan mencari kambing hitam dan menyalahkan pihak lain (Hardjana, 2006). 5. Memiliki kredibilitas Pekerja yang mempunyai kredibilitas berarti mempunyai sikap dapat dipercaya (credible) oleh orang lain. Orang lain merasa bahwa pada diri pekerja ini ada prinsip-prinsip yang dapat dijadikan pegangan dan diikuti dengan setia. Ada kesatuan antara kata dan perbuatan. Janji dan kesungguhannya juga dapat dipegang. Selain itu perbuatannya selalu lurus, jujur, tidak manipulatif, dan ia tidak akan berbuat jahat kepada orang lain. Ia dapat diajak bekerja sama tanpa dikhawatirkan akan melakukan tipu daya. Untuk menjadi seorang yang dapat dipercaya, juga diperlukan watak atau karakter (disiplin diri), yang merupakan hasil hidup yang didasarkan pada prinsip-prinsip hidup yang benar dalam bekerja (Harefa, 2004). 6. Produktif Produktif merupakan sifat dimana pekerja mampu menghasilkan yang lebih baik dari segi kuantitas maupun kualitas dengan usaha yang sama. Dengan
demikian
produktifitas
pekerja
adalah
efisiensi
proses
menghasilkan dari pekerja itu sendiri.
9
7. Dedikasi terhadap klien Tenaga kerja yang berkualitas selalu melayani sepenuh hati. Ia lebih banyak memikirkan apa yang dapat saya berikan, apa yang dapat saya sumbangkan, dan bukan apa yang akan saya peroleh. Ia memberikan perhatian sungguh-sungguh terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat luas, termasuk kepuasan pelanggan, konsumen, atau klien yang menikmati jasa pelayanannya (Harefa, 2004). 8. Keberanian (courage) Seorang tenaga kerja juga perlu menunjukkan keberanian (courage) untuk menyatakan kebenaran. Ia tidak takut menderita, ia lebih takut tidak memberikan yang terbaik. Ia tidak takut mengalami kegagalan, ia lebih takut tidak melakukan apa-apa. Singkatnya, ia takut kepada hal-hal yang merusak dan menyesatkan jiwanya, dan bukan pada hal-hal yang mengancam tubuh dan pekerjaannya (Harefa, 2004).
2.1.3 Faktor-Faktor Profesionalisme Faktor-faktor
profesionalisme
seorang
supervisor
proyek
dalam
menjalankan pekerjaan sesuai dengan jabatannya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (Suputra, 2007): 1. Faktor Perencanaan Faktor perencanaan adalah salah satu faktor profesionalisme yang paling dasar bagi seorang supervisor proyek untuk dikatakan sebagai seorang profesional, karena dengan perencanaan terhadap langkah-langkah atau metode secara tepat dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan, akan mempercepat proses pekerjaan guna mencapai tujuan akan suatu hasil yang diinginkan. Penentuan langkah-langkah atau metode didasarkan atas fakta-fakta yang ada di lapangan dan membandingkannya dengan hasil yang ingin dicapai. 2. Faktor Pengaturan Dalam faktor pengaturan, kemampuan seorang supervisor proyek untuk dapat bekerja sama dan berkomunikasi dengan orang lain sangat dibutuhkan. Karena dalam faktor pengaturan seorang supervisor harus
10
dapat meneruskan langkah, metode, atau ide yang telah ditetapkan dalam perencanaan secara baik kepada pihak-pihak terkait, yang sifatnya sebagai pedoman yang membatasi, serta mengatur semua tindakan yang harus dilakukan oleh semua pekerja yang terlibat dalam pelaksanaan di lapangan, yang terkait dengan tugas dari supervisor itu sendiri. 3. Faktor Pengontrolan Faktor pengontrolan dilakukan untuk mengetahui perkembangan atau realisasi dari metode, atau ide yang telah ditetapkan dalam perencanaan, apakah sesuai dengan jalur yang direncanakan ataukah ada penyimpangan dalam implementasinya di lapangan. Sehingga supervisor proyek akan dapat menentukan langkah selanjutnya apabila dalam pelaksanaannya ada beberapa metode, atau ide tadi yang perlu untuk diperbaharui. 4. Faktor Pengkoordinasian Koordinasi dari supervisor proyek tidak sebatas pada pekerja saja, tetapi juga ada hubungannya dengan pihak-pihak yang terkait lainnya seperti dari pihak sub-kontraktor yang ada di proyek. Hal ini dilakukan agar segala proses pelaksanaan di lapangan tetap berada pada jalur yang tepat untuk mencapai keberhasilan proyek, karena dalam beberapa proyek konstruksi, terutama proyek berskala besar dapat ditemui beberapa sub-kontraktor.
2.2
Supervisor Proyek Supervisor adalah orang yang berhubungan langsung dengan manajer.
Namun dalam konteks tanggung jawab, supervisor mempunyai tugas yang tidak kalah berat. Dalam banyak kasus, supervisor memiliki tugas yang strategis karena langsung terjun di lapangan melaksanakan semua rencana dari manajer. Hal ini menyebabkan supervisor mempunyai kedudukan istimewa didalam perusahaan. Bersama dengan para staf, supervisor menentukan selesai tidaknya pekerjaan (proyek) yang menjadi rencana strategis perusahaan. Supervisor mengetahui betul seluk beluk pekerjaan yang harus selesai sesuai jadwal beserta dinamika yang ada di lapangan (Agung, 2013). Dalam hal ini supervisor harus menangani dua hal langsung yaitu tugas-tugas dari manajernya sekaligus mengelola bawahannya supaya tetap dalam kondisi prima bekerja dan menjaga keutuhan tim. Dengan
11
posisi di antara manajer dan staf, seorang supervisor harus mampu berperan optimal. Ibarat jembatan, supervisor harus mampu menjembatani kepentingan manajemen dan kepentingan staf sebagai pelaksana tugas di lapangan. Seorang supervisor juga dituntut untuk memiliki tiga keterampilan yaitu: 1. Keterampilan teknis Kemampuan untuk memahami dan mengerjakan aktifitas-aktiftas tertentu dengan baik, terutama memerlukan penguasaan mengenai cara, metode, proses, prosedur dan teknik tertentu. 2. Keterampilan manusiawi Kemampuan untuk bekerja dengan orang lain secara efektif sebagai anggota kelompok dan dapat membina kerjasama yang baik dalam kelompok yang dipimpinnya. 3. Keterampilan konseptual Kemampuan untuk melihat perusahaan secara keseluruhan, meliputi kemampuan
melihat
keterkaitan
antar
bagian,
dan
kemampuan
membayangkan hubungan antar perusahaan dengan industri dimana perusahaan terletak, serta hubungan perusahaan dengan masyarakat, keadaan politik, sosial dan ekonomi secara keseluruhan.
2.2.1 Tanggung Jawab Supervisor Proyek Tanggung jawab seorang supervisor secara umum memang sangat sulit, seorang supervisor harus memenuhi berbagai tanggung jawab kepada karyawan, kelompok kerja dan organisasi. Supervisor harus bertanggung jawab dalam memastikan semua pekerjaan dilaksanakan dengan baik sehingga tidak ada keamanan, keselamatan atau kesehatan yang terancam. Supervisor memiliki empat tanggung jawab yaitu (Rohmanah, 2013): 1. Planning, merencanakan kegiatan yang menjadi tugasnya.
Menentukan tujuan/sasaran yang hendak dicapai (kuantitas, kualitas dan waktu).
Mengembangkan
beberapa
alternatif/pilihan
kegiatan
serta
menentukan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran.
12
Memilih alternatif kegiatan yang terbaik ditinjau dari sasaran yang ingin dicapai dan kebutuhan sumber dayanya.
Menentukan/mempersiapkan
langkah-langkah
pencegahan
dan
pemecahan bila terjadi gangguan pada pelaksanaan rencana. 2. Coordinating, mengkoordinasikan kegiatan dan tugas agar berjalan lancar.
Mengkoordinasikan tentang kebutuhan sumber daya yang diperlukan.
Mengkoordinir kelompok kerja agar tetap berada pada jalur yang tepat.
3. Directing, mengarahkan dan mengatur bagaimana agar tugas dan pekerjaan tersebut dapat berjalan lancar.
Mengatur penggunaan alat, mesin serta fasilitas dan sumber daya yang lain.
Mengatur pelaksanaan tugas diantara anggota-anggota kelompok kerja (pembagian tugas).
4. Controlling, melakukan kontrol terhadap kegiatan dalam kelompok serta pekerjaan yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
Mengumpulkan informasi/data tentang kemajuan/hasil.
Membandingkan
pelaksanaan/hasil dengan
sasaran
yang telah
ditentukan dalam rencana serta melihat apakah terjadi penyimpangan.
Menganalisa penyimpangan yang terjadi serta mencari sebabsebabnya.
Mengambil tindakan yang perlu untuk memperbaiki kesalahan, mencegah semakin meluasnya penyimpangan ataupun meningkatkan hasil palaksanaan tugas.
2.2.2 Tugas Supervisor Proyek Konstruksi Supervisor diberi kepercayaan untuk memberikan instruksi kerja, pengawasan, dan monitoring serta melakukan pekerjaan dalam suatu kelompok. Berikut ini adalah beberapa tugas dari seorang supervisor didalam sebuah pelaksanaan pembangunan proyek konstruksi:
13
Memahami gambar desain dan spesifikasi teknis sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan di lapangan.
Bersama
dengan
bagian
enginering
menyusun
kembali
metode
pelaksanaan konstruksi dan jadwal pelaksanaan pekerjaan.
Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan pekerjaan di lapangan sesuai dengan persyaratan waktu, mutu dan biaya yang telah ditetapkan.
Membuat program kerja mingguan dan mengadakan pengarahan kegiatan harian kepada pelaksana pekerjaan.
Mengadakan evaluasi dan membuat laporan hasil pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
Membuat program penyesuaian dan tindakan turun tangan, apabila terjadi keterlambatan dan penyimpangan pekerjaan di lapangan.
Bersama dengan bagian teknik melakukan pemeriksaan dan memproses berita acara kemajuan pekerjaan di lapangan.
Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan program kerja mingguan, metode kerja, gambar kerja dan spesifikasi teknik.
Menyiapkan tenaga kerja sesuai dengan jadwal tenaga kerja dan mengatur pelaksanaan tenaga dan peralatan proyek.
Mengupayakan efisiensi dan efektifitas pemakaian bahan, tenaga dan alat di lapangan.
Membuat laporan harian tentang pelaksanaan dan pengukuran hasil pekerjaan di lapangan.
Mengadakan pemeriksaan dan pengukuran hasil pekerjaan di lapangan.
Membuat laporan harian tentang pelaksanaan pekerjaan, agar selalu sesuai dengan metode konstruksi dan instruksi kerja yang telah ditetapkan.
Menerapkan program keselamatan kerja dan kebersihan di lapangan. Supervisor dituntut memiliki wibawa sebagai seorang pemimpin yang siap
berkorban serta menjalankan tugas yang diemban agar visi dan misi perusahaan dapat tercapai. Tugas dan tanggung jawab supervisor memang sangat luas, pada intinya adalah bagaimana ia memastikan bahwa semua pekerjaan dapat dilakukan dengan baik. Supervisor juga dituntut dapat memberikan motivasi kepada
14
karyawan atau bawahannya agar kembali semangat kerja serta di jalur yang benar dalam melakukan pekerjaan.
2.3
Proyek Konstruksi Ada beberapa pengertian mengenai proyek konstruksi yang dikemukakan
oleh beberapa pihak yaitu sebagai berikut: 1. Soeharto (1995) memberikan pengertian kegiatan proyek merupakan suatu aktivitas sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas, yang sasaran atau tujuannya yang telah digariskan dengan jelas. 2. Proyek konstruksi adalah proyek yang berkaitan dengan upaya pembangunan suatu bangunan infrastruktur, yang umumnya mencakup pekerjaan pokok yang termasuk dalam bidang teknik sipil dan arsitektur. Meskipun tidak jarang melibatkan disiplin ilmu lain seperti teknik industri, mesin, elektro, geoteknik dan sebagainya (Listiawati, 2004). 3. Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, ada suatu proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam rangkaian kegiatan itu tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek dibedakan atas hubungan fungsional dan hubungan kerja (Ervianto, 2003).
2.3.1 Karakteristik Proyek Konstruksi Proyek
konstruksi
mempunyai
tiga
karakteristik,
adapun
ketiga
karakteristik tersebut adalah sebagai berikut (Ervianto, 2003): 1. Bersifat unik Keunikan dari proyek konstruksi adalah tidak pernah terjadi rangkaian kegiatan yang sama persis (tidak ada proyek identik, yang ada adalah
15
proyek sejenis), proyek bersifat sementara, dan selalu terlibat grup pekerja yang berbeda-beda. 2. Dibutuhkan sumber daya (resources) Setiap proyek konstruksi membutuhkan sumber daya, yaitu pekerja dan “sesuatu” (uang, mesin, metode, material). Pengorganisasian semua sumber daya dilakukan oleh manajer proyek. 3. Organisasi Setiap organisasi mempunyai keragaman tujuan dimana didalamnya terlibat sejumlah individu dengan keahlian yang bervariasi, perbedaan ketertarikan, kepribadian yang bervariasi, dan ketidak pastian. Langkah awal yang harus dilakukan oleh manajer proyek adalah menyatukan visi menjadi satu tujuan yang ditetapkan oleh organisasi. Sehingga suatu proyek konstruksi yang merupakan rangkaian kegiatan yang nantinya akan mewujudkan suatu hasil berupa bangunan, memiliki ciri-ciri pokok antara lain (Soeharto, 1995): 1. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir. 2. Jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan. 3. Bersifat sementara, dalam artian umumnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas. 4. Nonrutin, tidak berulang, jenis dan identitas kegiatan berubah sepanjang proyek langsung.
2.3.2 Jenis-Jenis Proyek Konstruksi Proyek-proyek konstruksi yang umumnya dikerjakan dapat dibedakan menjadi dua jenis kelompok bangunan, yaitu (Ervianto, 2003): 1. Bangunan gedung Yang termasuk dalam proyek konstruksi kelompok bangunan gedung adalah rumah, kantor, pabrik, dan lain-lain. Adapun ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah:
16
a. Proyek konstruksi menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal. b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit dan kondisi pondasi umumnya sudah diketahui. c. Dibutuhkan manajemen terutama untuk progressing pekerjaan. 2. Bangunan sipil Yang termasuk dalam proyek konstruksi kelompok bangunan sipil adalah jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya. Adapun ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah: a. Proyek konstruksi dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar berguna bagi kepentingan manusia. b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang luas atau panjang dan kondisi pondasi sangat berbeda satu sama lain dalam suatu proyek. c. Manajemen dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan.
2.4
Mutu Hasil Produksi Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang penilaiannya selalu berubah
dari waktu ke waktu. Dimana mutu hasil produksi yang baik merupakan syarat mutlak, sehingga proses produksi harus diarahkan pada upaya untuk memenuhi persyaratan dan segenap kebutuhan pemberi tugas akan standar mutu tadi. Proses produksi tersebut dinyatakan dalam bentuk perencanaan yang menjadi acuan dalam seluruh proses pelaksanaan. Penetapan mutu hasil produksi sendiri dilakukan melalui kegiatan pengawasan, pemeriksaan, pengukuran, dan pengujian laboratorium. Pelaksanaan kegiatan pengendalian mutu pada hakekatnya penentuan langkah demi langkah terhadap proses pelaksanaan suatu pekerjaan yang mencakup penilaian terhadap metode kerja, keterampilan kerja, pengadaan material, pengadaan peralatan, pengadaan tenaga kerja, keamanan dan keselamatan kerja demi hasil yang sesuai dengan yang direncanakan (Listiawati, 2004).
17
Adapun hal-hal yang ditinjau sesuai dengan kriteria mutu yang diisyaratkan seperti (Listiawati, 2004): 1. Kinerja dan kehandalan mengenai prosentase ketepatan dalam prediksi analisis telah sesuai dengan rencana. 2. Upaya penambahan karakteristik pelengkap untuk menambah estetika dan kehandalan bangunan seperti pembangunan pagar, taman, tempat parkir, dan lainnya. 3. Upaya pengukuran penyimpangan terhadap standar yang telah disepakati. 4. Pelaksanaan konstruksi yang dilaksanakan telah sesuai dengan spesifikasi teknis dan dokumen kontrak. 5. Penetapan jenis material dan metode konstruksi yang dipakai telah memenuhi syarat peraturan bangunan. 6. Tenaga kerja yang terampil dan mempunyai komitmen yang taat dan bertanggung jawab akan memberikan kualitas yang lebih baik. 7. Pengkajian kualitas dan kuantitas personil serta peralatan akan memberikan hasil yang lebih baik. 8. Pengendalian kemajuan pelaksanaan proyek secara keseluruhan agar sesuai dengan rencana dalam pelaksanaannya di lapangan. 9. Penyusunan jadwal rencana telah memperhitungkan estimasi kebutuhan sumber daya dan penggunaannya. 10. Pengendalian distribusi material dan peralatan.
2.5
Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi Penggolongan kualifikasi usaha jasa perencana konstruksi dan usaha jasa
pengawas konstruksi didasarkan pada kriteria tingkat/kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan usaha, serta kemampuan melakukan perencanaan dan pengawasan pekerjaan berdasarkan kriteria resiko atau kriteria penggunaan teknologi atau kriteria besaran biaya (nilai proyek/nilai pekerjaan). Kualifikasi Kecil (K1) dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 1 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi Kecil (K1) dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma atau Kopereasi dan Perseroan Terbatas (PT). 1 orang bersertifikat (SKTK) tingkat 3.
18
Kualifikasi Kecil (K2) dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 1,75 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi Kecil (K2) dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma atau Kopereasi dan Perseroan Terbatas (PT). 1 orang bersertifikat tenaga terampil (SKTK) tingkat 3. Kualifikasi Kecil (K3) dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 2,5 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi Kecil (K3) dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Firma atau Koperasi dan Perseroan Komanditer (CV). 1 orang bersertifikat tenaga terampil (SKTK) tingkat 1. Kualifikasi Menengah (M1) dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 10 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi Menengah (M1) harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi. Minimal 2 orang bersertifikat keahlian (SKA) ahli muda. Kualifikasi Menengah (M2) dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 50 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi Menengah (M2) harus berbentuk Perseroan Terbaras (PT) atau Koperasi. Minimal 2 orang bersertifikat keahlian (SKA) ahli madya. Kualifikasi Besar (B1) dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 250 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi Besar (B1) harus berbentuk Perseroan Terbaras (PT). Minimal 2 orang bersertifikat keahlian (SKA) ahli madya. Kualifikasi Besar (B2) dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) 0 sampai dengan tidak terbatas. Badan usaha untuk kualifikasi Besar (B2) permohonan baru hanya untuk badan usaha PT-PMA. Minimal 2 orang bersertifikat keahlian (SKA) ahli madya.
19
Tabei 2.1 Kualifikasi pekerjaan kontraktor Kualifikasi Kecil K1
Menengah
Besar
Nilai Proyek 0 s.d Rp. 1 milyar
K2
0 s.d Rp. 1,75 milyar
K3
0 s.d Rp. 2,5 milyar
M1
0 s.d Rp. 10 milyar
M2
0 s.d Rp. 50 milyar
B1
0 s.d Rp. 250 milyar
B2
0 s.d tidak terbatas
Tenaga Kerja 1 orang bersertifikat tenaga terampil (SKTK) tingkat 3 1 orang bersertifikat tenaga terampil (SKTK) tingkat 3 1 orang bersertifikat tenaga terampil (SKTK) tingkat 1 Minimal 2 orang bersertifikat keahlian (SKA) ahli muda Minimal 2 orang bersertifikat keahlian (SKA) ahli madya Minimal 2 orang bersertifikat keahlian (SKA) ahli madya Minimal 2 orang bersertifikat keahlian (SKA) ahli madya
Badan Usaha Badan usaha dapat berbentuk PT, CV, Firma atau Koperasi Badan usaha dapat berbentuk PT, CV, Firma atau Koperasi Badan usaha dapat berbentuk PT, CV, Firma atau Koperasi Badan usaha harus berbentuk PT atau Koperasi Badan usaha harus berbentuk PT atau Koperasi Badan usaha harus berbentuk PT
Permohonan baru hanya untuk badan usaha PT-PMA
Sumber : LPJK No. 10 (2013)
2.6
Kuesioner Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh
data dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal lain yang perlu diketahui. Penggunaan kuesioner adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan (angket) atau daftar isian terhadap objek yang diteliti (populasi atau sampel) (Sugiyono, 2012 dalam Susanta, 2013).
20
2.7
Teknik Sampling Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Sedangkan pengertian dari populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Teknik sampling sangatlah diperlukan dalam sebuah penelitian karena hal ini digunakan untuk menentukan siapa saja anggota dari populasi yang hendak dijadikan sampel. Untuk itu teknik sampling haruslah secara jelas tergambarkan dalam rencana penelitian sehingga jelas dan tidak membingungkan ketika terjun dilapangan. Menurut Sugiyono (2011) teknik sampling dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Probability Sampling dan Nonprobability Sampling. Berikut pemaparan masing-masing teknik sampling tersebut: 1. Probability Sampling Probability Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2011). Probability Sampling terdiri dari 4 macam yang akan dijelaskan sebagai berikut:
Simple Random Sampling Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2011).
Proportionate Stratified Random Sampling Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional (Sugiyono, 2011).
Disproportionate Stratified Random Sampling Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional (Sugiyono, 2011).
Cluster Sampling (Area Sampling) Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas (Sugiyono, 2011). Teknik
21
sampel ini terdiri dari 2 tahap, yaitu pertama tahap penentuan sampel daerah, dan kedua tahap penentuan orang-orang yang ada di daerah itu. 2. Nonprobability Sampling Nonprobability Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2011). Nonprobability Sampling terdiri dari 6 macam yang akan dijabarkan sebagai berikut ini:
Sampling Sistematis Sampling Sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut (Sugiyono, 2011).
Sampling Kuota Sampling Kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan (Sugiyono, 2011).
Sampling Insidental Sampling Insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2011).
Sampling Purposive Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Teknik ini paling cocok digunakan untuk penelitian kualitatif yang tidak melakukan generalisasi.
Sampling Jenuh Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2011). Hal ini sering digunakan untuk penelitian dengan jumlah sampel dibawah 30 orang, atau untuk penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan tingkat kesalahan yang sedikit atau kecil.
Snowball Sampling Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar (Sugiyono, 2011).
22
2.8
Tabulasi dan Pengolahan Data Tabulasi data dilakukan untuk mendapatkan hasil berupa data yang siap
digunakan pada tahap analisis berikutnya. Dalam tahap tabulasi dilakukan pengelompokan data kedalam parameter-parameter dalam tahap analisis, dari data awal yang masih berupa kumpulan kuesioner hasil pengisian di lapangan, dokumentasi dari laporan-laporan pekerjaan. Tabulasi data dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu data profesionalisme supervisor proyek, dan data mutu hasil produksi
proyek
konstruksi.
Data
dari
pengisian
kuesioner
mengenai
profesionalisme supervisor proyek, berupa lima pilihan jawaban yang telah ditetapkan (a, b, c, d, e) kemudian diberi nilai atau bobot menggunakan Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan, 2006). 1. Jawaban sangat baik (a) diberi nilai/bobot = 5 2. Jawaban baik (b) diberi nilai/bobot = 4 3. Jawaban cukup baik (c) diberi nilai/bobot = 3 4. Jawaban kurang baik (d) diberi nilai/bobot = 2 5. Jawaban sangat kurang baik (e) diberi nilai/bobot = 1 Sedangkan untuk data dari pengisian kuesioner mengenai mutu hasil produksi berupa lima pilihan jawaban yaitu SB, B, C, K dan SK. Data yang diperoleh dari kuesioner dengan lima pilihan jawaban yang telah ditetapkan tersebut kemudian diberi bobot dengan kriteria sebagai berikut: 1. Jawaban sangat baik (SB) diberi nilai/bobot = 5 2. Jawaban baik (B) diberi nilai/bobot = 4 3. Jawaban cukup baik (C) diberi nilai/bobot = 3 4. Jawaban kurang baik (K) diberi nilai/bobot = 2 5. Jawaban sangat kurang baik (SK) diberi nilai/bobot = 1
2.9
Pengujian Kuesioner Instrumen penelitian memegang peranan penting dalam penelitian, karena
kualitas data yang diperoleh dalam banyak hal ditentukan oleh kualitas instrumen yang digunakan. Jika instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat dipertanggungjawabkan, maka data yang diperoleh nantinya juga dapat
23
dipertanggungjawabkan. Artinya data yang bersangkutan dapat mewakili atau mencerminkan keadaan sesuatu yang diukur pada diri subjek penelitian atau sipemilik data (Nurgiyantoro et al., 2004). Sehingga instrumen-instrumen penelitian tadi harus memiliki kualifikasi secara ilmiah, yang mana persyaratan kualifikasi tersebut berupa aspek reliabilitas dan validitas.
2.9.1 Uji Reliabilitas Reliabilitas (reliability, kepercayaan) menunjuk pada pengertian apakah sebuah instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu (Nurgiyantoro et al., 2004). Salah satu metode pengujian reliabilitas adalah dengan menggunakan metode Alpha-Cronbach. Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel dan tidaknya suatu instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf signifikan 5%. Apabila dilakukan pengujian reliabilitas dengan metode AlphaCronbach, maka nilai r hitung diwakili oleh nilai Alpha (Triton, 2006). Menurut Santoso dalam Triton (2006) apabila Alpha hitung bernilai positif, maka suatu instrumen penelitian dapat disebut reliabel. Adapun rumus yang digunakan dalam metode ini adalah sebagai berikut: σi2 = ∑
−
(∑
)
N
(2.1)
Keterangan: σi2
: varians butir pertanyaan ke-n (misal ke-1, ke-2, ke-3, dan seterusnya)
∑
: jumlah skor jawaban subjek untuk butir pertanyaan ke-n
r=
(1-
∑
)
(2.2)
Keterangan: r
: koefisien reliabilitas
k
: jumlah butir pertanyaan (soal)
σi2
: varians butir pertanyaan (soal)
σ2
: varians skor test
Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach diukur berdasarkan skala Alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikelompokkan dalam lima kelas 24
dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan Alpha dapat diinterpretasi seperti tabel berikut (Triton, 2006): Tabel 2.2 Tingkat reliabilitas berdasarkan nilai Alpha Alpha
Tingkat Reliabilitas
0,00 s.d.0,20
Kurang reliabel
>0,20 s.d.0,40
Agak reliabel
>0,40 s.d.0,60
Cukup reliabel
>0,60 s.d.0,80
Reliabel
>0,80 s.d.1,00
Sangat reliabel
Sumber: Triton (2006)
2.9.2 Uji Validitas Validitas berkaitan dengan “apakah instrumen yang dimaksud untuk mengukur sesuatu itu memang dapat mengukur secara tepat sesuatu yang akan diukur tersebut”. Validitas sendiri terdiri dari dua jenis kategori validitas yakni (Nurgiyantoro et al., 2004): 1. Validitas berdasarkan analisa rasional Validitas berdasarkan analisa rasional terdiri dari: a. Validitas konstruk (construct validity) merupakan validitas yang mempertanyakan, apakah butir-butir pertanyaan dalam instrumen tersebut telah sesuai dengan konsep keilmuan yang bersangkutan. Sehingga menyusun butir-butir pertanyaan didasarkan pada teori-teori yang terkait dengan permasalahan yang diangkat. b. Validitas isi (content validity) adalah validitas yang mempertanyakan bagaimana kesesuaian antara instrumen dengan tujuan dan deskripsi bahan yang diajarkan atau deskripsi masalah yang akan diteliti. Untuk mengetahui kesesuaian kedua hal tersebut, penyusunan instrumen haruslah mendasarkan diri pada kisi-kisi yang sengaja disiapkan. Kisikisi tersebut memuat deskripsi bahan, indikator-indikator terhadap masalah yang diangkat tersebut.
25
2. Validitas yang bersifat empirik Validitas yang bersifat empirik memerlukan data-data di lapangan dari hasil penyebaran instrumen penelitian yang berupa data kuantitatif, jadi untuk keperluan analisa validitas ini memerlukan jasa statistik. Adapun bagian-bagian dari analisa validitas yang bersifat empirik adalah sebagai berikut: a. Validitas
sejalan
(concuren
validity)
mempertanyakan
apakah
kemampuan atau karakteristik subjek penelitian dalam suatu bidang sesuai dengan kemampuan atau karakteristik lain yang dalam bidang yang sama. Analisa pengujian ini menggunakan teknik korelasi Product Moment : ∑
r=
( ∑
(∑ )(∑ )
(∑ ) )( ∑
(∑ ) )
(2.3)
keterangan: r
= koefisien korelasi
N
= jumlah sampel
Nilai r selalu terletak antara -1 dan +1 (-1 < r < +1) r
= +1, berarti adanya korelasi positif sempurna
r
= -1, berarti adanya korelasi negatif sempurna
r
= 0, berarti tidak ada korelasi antara variabel
Kriteria yang digunakan untuk menentukan derajat pengaruh antara dua variabel adalah sebagai berikut (Usman et al., 1995): 0,00
tidak ada korelasi
0,01-0,20 korelasi yang sangat rendah 0,21-0,40 korelasi yang rendah 0,41-0,60 korelasi yang agak rendah 0,61-0,80 korelasi yang cukup 0,81-0,99 korelasi yang tinggi 1,00
korelasi yang sangat tinggi
b. Validitas ramalan (predictive validity) mempertanyakan apakah penampilan atau unjuk kerja subjek penelitian yang sekarang dapat digunakan untuk meramalkan penampilan atau unjuk kerja di waktu datang. 26
2.10
Teknik Analisis Data Pada penulisan tugas akhir ini menggunakan teknik analisis regresi linier
berganda. Analisis regresi linier berganda digunakan apabila variabel prediktor lebih dari satu, banyaknya variabel prediktor ini tergantung pada banyaknya variabel prediktor yang dimiliki dalam penelitian. Adapun langkah-langkah dalam teknik analisis regresi linier berganda dengan variabel prediktor lebih dari satu adalah sebagai berikut: 1. Perhitungan Persamaan Garis Regresi Hubungan antara variabel prediktor dengan variabel kriterium biasanya dilukiskan dalam sebuah garis, yaitu yang disebut sebagai garis regresi. Adapun rumus umum persamaan garis regresi adalah sebagai berikut: Ŷ = a + b1.X1 + b2.X2 + …… + bn.Xn
(2.4)
Rumus persamaan regresi tersebut dapat disederhanakan kedalam metode skor deviasi, yaitu y (y = Y- Y ), x1 (x1 = X1- X 1), x2 (x2 = X2- X 2),……., xn (xn = Xn- Xn ) Sehingga rumus (2.4) dapat ditulis sebagai berikut (Nurgiyantoro et al., 2004): y = b1.x1 + b2.x2 + ………. + bn.xn
(2.5)
keterangan : Ŷ
= Y yang diprediksikan
Y
= variabel kriterium
X
= variabel prediktor
b
= koefisien prediktor
a
= bilangan konstan
X
= rata-rata data variabel prediktor
Y
= rata-rata data variabel kriterium
Untuk menghitung nilai a, b1, b2,…., bn terlebih dahulu dilakukan perhitungan skor-skor deviasi dari data-data sampel yang diperoleh, berdasarkan rumus berikut (Nurgiyantoro et al., 2004): ∑X12 = ∑X12 –
(∑
)
∑Xn2 = ∑Xn2 –
(∑
)
(2.6) (2.7)
27
∑Y2 = ∑Y2 –
(∑ )
(2.8)
∑X1Xn = ∑ X1Xn – ∑X1Y = ∑ X1Y – ∑XnY = ∑ XnY –
(∑
)(∑
(∑
)(∑ )
(∑
)(∑ )
)
(2.9) (2.10) (2.11)
Keterangan: N = jumlah sampel Setelah perhitungan skor-skor deviasi di atas dilakukan perhitungan a, b1, b2,……, bn dengan menggunakan rumus-rumus berdasarkan skor deviasi sebagai berikut, (Nurgiyantoro et al., 2004): ∑x1y = b1∑x12 + b2∑x1.x2 +……+ bn∑x1.xn
(2.12)
∑x2y = b1∑x2.x1 + b2∑x22 +……+ bn∑x2.xn
∑xny = b1∑xn.x1 + b2∑xn.x2 +……+ bn∑xn2 2. Perhitungan Nilai F Regresi (Freg) Dalam analisis regresi berganda, salah satu cara untuk memperoleh nilai F regresi (Freg) adalah melalui perhitungan dari koefisien korelasi berganda (R). Langkah-langkah dalam mencari nilai F regresi (Freg) melalui perhitungan dari koefisien korelasi berganda adalah sebagai berikut (Nurgiyantoro et al., 2004): a. Perhitungan Koefisien Korelasi Berganda (R) Perhitungan ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel prediktor (X1, X2,…Xn) terhadap variabel kriterium (Y) secara serentak. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara variabel prediktor (X1, X2,……Xn) secara serentak terhadap variabel kriterium (Y). Nilai R berkisar antara 0 sampai 1, nilai semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya nilai semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah. Perhitungan koefisien korelasi berganda (R), menggunakan rumus sebagai berikut:
28
Ry-1n =
∑
.
∑
.
⋯
∑
.
∑
(2.13)
b. Analisis Determinasi (R2) Analisis determinasi dalam regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui prosentase sumbangan pengaruh variabel prediktor (X1, X2,……Xn) secara serentak terhadap variabel kriterium (Y). Koefisien ini menunjukkan seberapa besar prosentase variasi variabel prediktor yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel kriterium. R2 = 0, maka tidak ada sedikitpun prosentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel prediktor terhadap variabel kriterium, atau variasi variabel prediktor yang digunakan dalam model tidak menjelaskan sedikitpun variasi variabel kriterium. Sebaliknya R2 = 1, maka prosentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel prediktor terhadap variabel kriterium adalah sempurna, atau variasi variabel prediktor yang digunakan dalam model menjelaskan 100% variasi variabel kriterium. Perhitungan determinasi (R2) menggunakan rumus: R2 = R x R x 100%
(2.14)
c. Perhitungan Jumlah Kuadrat Total Regresi (JKreg) Perhitungan jumlah kuadrat total regresi (JKreg), menggunakan rumus sebagai berikut: JKreg = R2.(∑y2)
(2.15)
d. Perhitungan Jumlah Kuadrat Total Residu (JKres) Perhitungan jumlah kuadrat total residu (JKres), menggunakan rumus sebagai berikut: JKres = (1-R2).(∑y2)
(2.16)
e. Perhitungan Rata-Rata Hitung Kuadrat (RK) Perhitungan rata-rata hitung kuadrat (RK), menggunakan rumus sebagai berikut: RKreg =
(2.17)
RKres =
(2.18)
29
Derajat kebebasan (db) untuk: RKreg = jumlah variabel prediktor RKres = jumlah sampel – jumlah variabel prediktor – 1 f. Perhitungan Nilai F Regresi (Freg) Perhitungan nilai F regresi (Freg), menggunakan rumus sebagai berikut: Freg =
(2.19)
g. Konsultasi Tabel Nilai F Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel prediktor (X1,X2….Xn) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kriterium (Y). Atau untuk mengetahui apakah model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel kriterium atau tidak. Konsultasi tabel nilai-nilai F, dilakukan dengan membandingkan nilai F yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan tabel nilai-nilai kritis F pada taraf signifikan 5%. Apabila nilai F hitung > F tabel pada taraf signifikan 5% maka variabel prediktor berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kriterium. 3. Perhitungan Sumbangan Relatif Setelah didapatkan persamaan regresi dan nilai F regresi, analisis data dapat dilanjutkan dengan perhitungan besarnya sumbangan relatif dari masing-masing prediktor terhadap proses prediksi. Adapun analisis tersebut adalah sebagai berikut: a. Sumbangan Relatif (SR%X) Sumbangan relatif dihitung dalam bilangan persentase, yang menunjukkan besarnya sumbangan (secara relatif) tiap prediktor untuk keperluan prediksi dengan rumus sebagai berikut (Nurgiyantoro et al., 2004): SR%X =
∑
x 100%
(2.20)
30
2.11
Tingkat Signifikan Tingkat signifikan merupakan suatu nilai kemungkinan tertentu yang
dilambangkan dengan α. Nilai α ini berkaitan dengan kemunculan harga tertentu dari tes statistik sama dengan atau lebih kecil dari α. Tingkat yang dipilih dalam penentuan nilai α ditetapkan berdasarkan perkiraan tentang pentingnya atau makna praktis yang mungkin terkandung dalam temuan. Dalam tugas akhir ini tingkat signifikan atau alpha (α) yang digunakan adalah 5%.
31