4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keripik Tempe Benguk 1. Keripik Tempe Benguk Keripik merupakan makanan kegemaran masyarakat Indonesia pada umumnya. Keripik harus diolah dengan baik sehingga tekstur, warna, citarasa dan kerenyahan dapat menghasilkan kualitas terbaik. Kerenyahan merupakan hal utama yang diharapkan dalam menentukan kualitas keripik. Keripik yang baik, jika digigit akan renyah, tidak keras, tidak lembek, dan tidak mudah hancur. Kerenyahan ditentukan oleh kadar air yang terkandung di dalam bahan. Jika kadar air bahan tinggi, maka keripik yang dihasilkan kurang renyah, sebaliknya jika kadar air rendah, maka keripik yang dihasilkan akan renyah. Untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam bahan maka dilakukan proses pengeringan (Nofrianti, 2013). Keripik tempe goreng adalah makanan yang dibuat dari tempe kedelai (Glycine max) berbentuk lempengan atau irisan tipis yang digoreng dengan atau tanpa penambahan tepung dan bumbu. Sifat-sifat sensoris penting yang menentukan penilaian seseorang terhadap produk yang digoreng seperti keripik tempe adalah kenampakan, flavor, dan tekstur. Rasio antara kandungan amilopektin dengan amilosa dalam pati merupakan faktor utama yang sangat penting dalam menentukan mutu rasa, kualitas makan dan tekstur (Kusumaningsih, 2005). Keripik tempe benguk adalah makanan tradisional yang dibuat dari kacang koro benguk. Koro benguk merupakan salah satu jenis tanaman kacang-kacangan dari daerah tropis yang banyak ditemukan di wilayah Indonesia. Berdasarkan penelitian, manfaat nilai gizi dan ekonominya bisa digunakan sebagi alternatif bahan baku tempe menggantikan kacang kedelai. Salah satu produk olahan kacang koro benguk adalah keripik tempe benguk (Anonima, 2013).
4
5
Menurut SNI 01-2602-1992, keripik tempe goreng adalah makanan yang dibuat tempe kedelai berbentuk lempengan/irisan tipis yang digoreng dengan atau tanpa penambahan tepung dan bumbu. Syarat mutu keripik tempe benguk mengacu pada syarat mutu keripik tempe goreng untuk makanan olahan menurut SNI 01-2602-1992 dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Syarat Mutu Keripik Tempe Goreng No Kriteria uji mutu Satuan 1 Keadaan 1.1 Penampakan 1.2 Ukuran 1.3 Bagian yang tidak utuh (% b/b) 1.4 Tekstur 1.5
Warna
1.6 2 3 4
Ganda rasa Jamur Air (% b/b) Protein (% b/b) Asam lemak bebas dihitung 5 sebagai asam laurat (% b/b) 6 Abu (% b/b) 7 Serat kasar (% b/b) 8 Cemaran logam 8.1 Pb 8.2 Cu 8.3 Zn 8.4 Raksa (Hg) Timah (Sn) (bila dikemas dalam 8.5 kaleng) 9 Arsen 10 Cemaran logam 10.1 Total bakteri 10.2 E. coli 10.3 Kapang/khamir Sumber: SNI 01-2602-1992
Persyaratan
-
kering seragam maks. 5 Renyah Kuning sampai kuning kecoklatan Normal tidak ternyata maks. 3 min. 20
-
maks. 1
-
maks. 3,0 maks. 3,0
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
maks. 0,5 maks. 5 maks. 40 maks. 0,01
mg/kg
maks. 150
mg/kg
maks. 0,5
koloni/g koloni/g koloni/g
maks. 105 maks. 0 maks. 104
-
B. Bahan Baku Pembuatan Tempe Benguk 1. Bahan Baku Utama a. Koro Benguk Menurut Supriyono (2010), di dalam bahasa Inggris karabenguk dikenal dengan sebutan Velvet bean, sedangkan nama ilmiah adalah
6
Mucuna pruriens (L). DC. Karabenguk berasal dari Asia Selatan dan Tenggara. Tanaman ini didatangkan ke Florida pada tahun 1876, kemudian dipindahtanamkan lagi ke daerah tropik dan subtropik. Di Indonesia, tanaman ini ada sejak jaman dulu kala terutama untuk forma utilitis
sedangkan
tahun
enam
puluhan
didatangkan
forma
cochinchinensis sebagai tanaman penutup tanah. Didalam klasifikasi tumbuhan,
karabenguk
termasuk
kedalam
Divisi
Spermatophyta
(menghasilkan biji), Subdivisi Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup) Kelas
Dicotyledonae
(berbiji
belah),
Bangsa
Rosales,
Suku
Papilionaceae (berbunga kupu-kupu), Marga Mucuna dan jenis atau spesies Mucuna pruriens (L). DC. Tanaman karabenguk bermanfaat karena bijinya dapat digunakan sebagai bahan pangan, sebagai tanaman penutup tanah dan pakan ternak, serta digunakan sebagai tanaman perintis pada lahan-lahan tandus. Biji dapat digunakan sebagai bahan obat karena mengandung L-Dopa. Senyawa racun termasuk HCN yang terkandung hilang dengan perebusan dan perendaman selama 3 hari dengan pergantian air tiap hari. Zat-zat yang merugikan kesehatan seperti alkaloida, saponin, sianoglukosida dan asam-asam amino tertentu, sebagian besar rusak oleh pemanasan dan sebagian lagi larut dalam air (Supriyono, 2010). b. Kandungan Nutrisi Karabenguk Menurut Supriyono (2010), biji karabenguk mengandung protein yang dibutuhkan masyarakat di lahan tandus sebagai sumber bahan pangan penghasil protein disamping L-Dopa atau levodopa sebagai bahan obat. Sebagai tanaman kacang-kacangan, karabenguk juga mampu menambat N2 bebas dari udara akibat bersimbiosis dengan rhizobium. Sebagai bahan pangan, biji karabenguk dapat dibuat tempe serta berbagai hasil olahan yang lain. Protein yang terkandung penting untuk mencukupi kebutuhan bagi masyarakat di lahan kering. Kandungan nutrisi karabenguk dapat dilihat pada Tabel 2.2.
7
Tabel 2.2 Kandungan Nutrisi pada Biji Karabenguk setiap 100 g No Kandungan Jumlah 1 L-Dopa 3,1-6,7 % 2 Kadar air 10 % 3 Protein 23,4 % 4 Lemak 5,7 % 5 Karbohidrat 59,5 % 6 Ekstrak N bebas 51,5 % 7 Serat 6,4 % 8 Abu 3% 9 Ca 0,18 % 10 P 0,99 % 11 K 1,36 % 12 Vitamin A 50IU 13 Thiamine 0,50 mg 14 Riboflavin 0,20 mg 15 Niacin 1,7 mg Nutrisi total dapat 16 81,7 % dicerna 17 Protein dapat dicerna 19 % Kandungan asam 18 amino 18.1 Isoleusin 300 18.2 Leusin 475 18.3 Lisin 388 18.4 Metionin 75 18.5 Sistin 56 18.6 Fenilalanin 300 18.7 Tirosin 319 18.8 Treonin 250 18.9 Valin 344 18.10 Arginin 494 18.11 Histidin 131 18.12 Alanin 219 18.13 Asam aspartat 794 18.14 Asam glutamat 763 18.15 Glisin 288 18.16 Prolin 369 18.17 Serin 306 Sumber: Supriyono, 2010
c. Panen dan Pasca Panen Karabenguk Karabenguk di pulau Jawa yang ditanam pada musim penghujan akan menyebabkan umurnya sangat panjang karena tanaman butuh hari
8
pendek untuk inisiasi berbunga, dan hal tersebut terjadi pada bulan Juni ketika matahari paling jauh dari lokasi penanaman yaitu 23 ½ oLU. Panen karabenguk dilakukan ketika polong telah menua dicirikan dengan warna berubah kecoklatan, mengeras dan bahkan mulai ada yang pecah dan biji menyebar. Polong dipanen beserta tangkai dan dilepaskan dari bagian brangkasan. Rangkaian polong dijemur diatas lantai semen atau anyaman bambu hingga mengeras sehingga dengan dipukul pelan saja polong terbuka dengan sendirinya dan biji lepas dari polong. Seresah bekas kulit polong dan tangkai kering dipisahkan dari biji dan disingkirkan. Cara penyimpanan biji dibedakan bila biji diarahkan untuk konsumsi dengan bila biji akan digunakan untuk benih. Bila biji diarahkan untuk konsumsi, maka biji dikumpulkan dan disimpan dalam kantong plastik dalam kondisi kering. Apabila biji diarahkan untuk tujuan benih, maka perlu pengawasan dari lapangan mulai saat tanam dari kemurnian benih, proses budidaya hingga panen dan pasca panen. Untuk benih tentu tidak cukup penyimpanan dalam kondisi kering, kadar air tentu lebih rendah dibanding untuk tujuan konsumsi serta bila perlu menyimpan suhu rendah. Penyimpanan pada kondisi kering serta suhu rendah diarahkan agar proses respirasi dapat ditekan, proses pemecahan bahan dalam cadangan makanan dapat dibuat mungkin sehingga umur hidup biji menjadi lebih panjang (Supriyono, 2010). d. Kacang Kedelai Menurut Prihatman (2000), kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika. Sistematika tanaman kedelai adalah sebagai berikut:
9
Familia
: Leguminosae
Subfamili : Papilionoidae Genus
: Glycine
Species
: Glycine max (L)
Kedelai berperan penting sebagai sumber protein, karbohidrat dan minyak nabati. Setiap 100 g biji kedelai mengandung 18% lemak, 35% karbohidrat, 8% air, 330 kalori, 35% protein dan 5,25% mineral. Kedelai merupakan bahan makanan penting, dan telah digunakan sebagai bahan dasar pembuatan tempe, tahu, tauco, kecap, tauge dan sebagai bahan campuran makanan ternak (Suprapto, 1985 dalam Marliah dkk., 2012). Syarat mutu kacang kedelai menurut SNI 01- 3144-2009 dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Syarat Mutu Kacang Kedelai No
Jenis Uji
Satuan
1 2 3
Kadar air Butir rusak Butir belah Butir warna lain Kotoran Butir keriput
(%) (%) (%)
4 5 6
(%) (%) (%)
Persyaratan Umum I II III maks.13 maks.14 maks.16 maks.1 maks.2 maks.5 maks .1 maks. 2 maks. 5 maks . maks .1 maks. 3 10 maks.0 maks .1 maks.3 maks.0 maks.1 maks.3
Sumber: SNI 01- 3144-2009
2. Bahan Tambahan a. Ragi Tempe Kunci sukses pembuatan tempe adalah saat pemberian ragi tempe. Ragi inilah yang kemudian bertugas melakukan fermentasi hingga menjadi tempe. Peragian dilakukan setelah kering dan masih dalam keadaan agak hangat. Apabila terlalu panas akan mematikan ragi tempe, sedangkan terlalu dingin akan menghambat pertumbuhan ragi atau kapang (Miskah dkk., 2009). Ragi tempe merupakan sediaan fermentasi atau dikenal dengan stater yang mengandung mikroorganisme yang mempunyai peran penting
10
dalam fermentasi tempe, mikroorganisme tersebut berasal dari jenis kapang Rhizopus diantaranya Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzhae, dan Rhizopus stolonifer. Beberapa sifat spesifik dari ordo Rhizopus ini antara lain menggunakan sucrose, stachyose atau raffinose dalam metabolisme, memerlukan oksigen atau bersifat aerobic, tumbuh dengan cepat membentuk mycelia pada suhu 300 – 420C, bersifat proteolytic dan lipolytic serta menggunakan asam lemak (fatty acids) yang merupakan turunan dari lipids sebagai sumber energi. Ragi tempe dengan kualitas yang baik akan menghasilkan tempe yang berkualitas antara lain berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas tempe. Ragi tempe yang berkualitas baik harus mengandung mikroflora 107 sampai 108 cfu (colony forming units) per gram ragi tempe (Mujianto, 2013). b. Air Air adalah molekul yang terdiri atas 1 atom O dan 2 atom H dan berikatan molekul ikatan kovalen. Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan, di dalam tubuh berperan sebagai pembawa zat gizi, oksigen, dan hasil metabolisme ke seluruh tubuh, sebagai media reaksi metabolisme dalam tubuh dan dalam pangan berperan menentukan bentuk, kenampakan, kesegaran, citarasa, dan daya simpan serta derajat penerimaan
konsumen
terhadap
suatu
produk
pangan
(Handajani dkk., 2010). Air merupakan unsur penting dalam makanan. Adanya air dalam bahan makanan dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur dan citarasa makanan serta dapat mempengaruhi daya tahan bahan makanan dari serangkaian serangan mikrobia yang dinyatakan dengan aw (water activity),
yaitu jumlah air bebas
yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme untuk tumbuh (Winarno, 1984). Adapun persyaratan air untuk industri bahan pangan menurut Depkes RI terdapat pada Tabel 2.4.
11
Tabel 2.4 Persyaratan Air untuk Industri Bahan Pangan menurut Depkes RI Kriteria Syarat Warna Jernih Rasa dan bau Normal Nitrit Nitrat Maksimum 20 mg/L Klorida Maksimum 250 mg/L Sulfat Maksimum 250 mg/L Besi Maksimum 0,2 mg/L Mangan Maksimum 0,1 mg/L Timbal Maksimum 0,5 mg/L Tembaga Maksimum 3 mg/L pH 6,5-7,0 Kesadahan 5-10 oD (*) Bakteri E. coli 0 m.o/ml Keterangan: (*)oD ≈ 10 mg CaO/L Sumber: Hadiwiyoto, 1993
c. Abu Dapur/Gosok Abu gosok merupakan bahan yang sangat potensial sebagai bahan penyerap zat racun yang ada pada tumbuhan mangrove dan keberadaannya cukup melimpah di Indonesia. Abu gosok ini merupakan sumber KOH yang bersifat alkali yang murah, mudah didapat dan tidak polusif terhadap lingkungan (Ilminingtyas dan Kartikawati, 2009 dalam Permadi, 2012). Menurut Wibowo et al. (2009) dalam Permadi (2012), pada buah A.marina
terdapat
kandungan
tannin
yang
cukup
kuat
yang
keberadaannya terikat dengan senyawa protein. Diduga perebusan dengan abu gosok menyebabkan protein akan terhidrolisis yang menyebabkan ikatan kompleks protein dengan tannin akan terlepas sehingga semakin tinggi konsentrasi abu gosok maka semakin tinggi kadar proteinnya. Menurut Sudarmadji (2003) dalam Permadi (2012) hidrolisis protein akan melepas asam-asam amino penyusunnya. Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein. Abu kayu mengandung kalsium karbonat sebagai komponen utamanya, mewakili 25-45% massa abu kayu. Kalium terdapat pada
12
jumlah kurang dari 10% dan fosfat kurang dari 1%. Terdapat juga besi, mangan, seng, tembaga dan beberapa logam berat lainnya (Fengel, 1984 dalam Alma’arif, 2012). Abu sekam merupakan limbah atau abu dari sekam padi. Abu sekam banyak digunakan untuk mencuci peralatan rumah tangga untuk menghilangkan noda hitam pada bagian bawah panci atau wajan. Hal ini karena abu mengandung kalium (Ismunandji, 1988 dalam Alma’arif, 2012). C. Bahan Baku Pembuatan Keripik Tempe Benguk 1. Bahan Baku Utama a. Tempe Koro Benguk Tempe merupakan makanan yang terbuat biji kedelai atau beberapa bahan lain yang diproses melalui fermentasi dari apa yang secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”. Lewat proses fermentasi ini, biji mengalami proses penguraian menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna. Kata “tempe” diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada masyarakat Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Makanan bernama tumpi tersebut terlihat memiliki kesamaan dengan tempe segar yang juga berwarna putih. Boleh jadi, ini menjadi asal muasal dari mana kata “tempe” berasal (BSN, 2012). Tempe koro benguk adalah hasil fermentasi dari biji Mucuna pruriens DC yang sudah matang. Di dalam tempe, biji yang sudah dikuliti diikat bersama ke dalam sesuatu yang padat oleh jaringan hypha, dimana mikroorganisme-mikroorganisme yang terlibat di dalam proses fermentasi harus membentuk filamen (Ganjar, 1975 dalam BPOM RI, 2005). 2. Bahan Tambahan a. Tepung Beras Tepung beras terdiri dari tepung beras pecah kulit dan tepung beras sosoh. Tepung beras banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti bihun dan bakmi, macaroni, aneka snacks, aneka kue kering
13
(“cookies”), biscuit, “crackers”, makanan bayi, makanan sapihan untuk Balita, tepung campuran (“composite flour”) dan sebagainya. Tepung beras juga banyak digunakan dalam pembuatan “pudding micxture” atau “custard”. Proses pembuatan tepung beras dimulai dengan penepungan kering dilanjutkan dengan penepungan beras basah (beras direndam dalam air semalam, ditiriskan, dan ditepungkan). Alat penepung yang digunakan adalah secara tradisional (alu, lesung, kincir air) dan mesin penepung (hammer mill dan disc mill) (Koswara, 2009). Syarat mutu tepung beras untuk makanan olahan menurut SNI 3549-2009 dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Syarat Mutu Tepung Beras No Kriteria uji mutu 1 Keadaan 1.1 Bentuk 1.2 Bau
Satuan
Persyaratan
-
1.3
Warna
-
2
Benda asing Serangga dalam semua bentuk stadia dan potonganpotongannya yang tampak Jenis pati lain selain pati beras Kehalusan, lolos ayakan 80 mesh (b/b) Kadar air (b/b) Kadar abu (b/b) Belerang dioksida (SO2) Silikat pH Cemaran logam Kadmium (Cd) Timbal (Pb) Merkuri (Hg) Cemaran arsen (As) Cemaran mikroba Angka lempeng total E. coli B. cereus Kapang
-
serbuk halus normal putih, khas tepung beras tidak boleh ada
-
tidak boleh ada
-
tidak boleh ada
%
min. 90
% % % -
maks. 13 maks. 1,0 tidak boleh ada maks. 0,1 5-7
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
maks. 0,4 maks. 0,3 maks. 0,05 maks. 0,5
koloni/g APM/g koloni/g koloni/g
maks. 1 x 106 maks. 10 maks. 1 x 104 maks. 1 x 104
3 4 5 6 7 8 9 10 11 11.1 11.2 11.3 12 13 13.1 13.2 13.3 13.4
Sumber: SNI 3549:2009
14
Beras yang akan dibuat tepung sebelumnya ditumbuk atau digiling lebih dulu direndam dalam air kapur selama satu jam. Tepung beras yang akan dipakai untuk adonan keripik tempe harus baru dan berasal dari beras padi berumur dalam (padi yang dipanen pada saat umur lebih dari 165 hari dan termasuk varietas lokal). Fungsi tepung adalah untuk memperkuat tempe yang sangat tipis dan untuk melekatkan bumbu. Tepung beras berperan supaya tempe keras dan kaku (Sarwono, 2005). b. Tepung Tapioka Tepung tapioka atau tepung kanji dibuat dari hasil penggilingan ubi kayu yang dibuang ampasnya. Ubi kayu tergolong polisakarida yang mengandung pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi tetapi lebih rendah dari pada ketan yaitu amilopektin 83% dan amilosa 17%, sedangkan buah-buahan termasuk polisakarida yang mengandung selulosa dan pektin. Penambahan tepung tapioka sebagai bahan pengikat (binding agent) terhadap bahan-bahan lain yang dapat menghasilkan tekstur keripik tempe yang renyah dan harga lebih murah daripada tepung beras (Winarno, 2004). Tapioka adalah pati yang berasal dari ekstraksi umbi ubi kayu (Manihot utilissima) yang telah dicuci dan dikeringkan. Besar granula pati tapioka berkisar antara 3–3,5 mikron dengan suhu gelatinisasi antara 52–64oC (Muchtadi et al., 1988). Syarat mutu tepung tapioka untuk makanan olahan menurut SNI 01-3451-2011 dapat dilihat pada Tabel 2.6.
15
Tabel 2.6 Syarat Mutu Tepung Tapioka No Kriteria uji mutu 1 Keadaan 1.1 Bentuk 1.2 Bau 1.3 Warna 2 Kadar air (b/b) 3 Kadar abu (b/b) 4 Kadar pati (b/b) 5 Kadar serat kasar (b/b) 6 Derajat putih (MgO=100) 7
Derajat asam
8 8.1 8.2 8.3 8.4 9 10
Satuan
Persyaratan
% % % % ml NaOH 1 N/100g
serbuk halus normal putih, khas maks. 14,0 maks. 0,50 maks. 75 maks. 0,40 min. 91
Cemaran logam Kadmium (Cd) mg/kg Timbal (Pb) mg/kg Timah (Sn) mg/kg Merkuri (Hg) mg/kg Cemaran arsen (As) mg/kg Cemaran mikroba Angka lempeng total (350C 48 10.1 koloni/g jam ) 10.2 E. coli APM/g
maks. 4 maks. 0,2 maks. 0,3 maks. 40,0 maks. 0,05 maks. 0,5 maks. 1 x 106 maks. 10
Sumber: SNI 01-3451-2011
c. Minyak Goreng Menurut Noriko dkk, (2012), Minyak goreng adalah minyak yang dipakai untuk menggoreng, seperti minyak kelapa, minyak jagung, minyak kacang. Minyak goreng tersusun atas asam lemak berbeda yaitu sekitar dua puluh jenis asam lemak. Setiap minyak atau lemak tidak ada yang hanya tersusun atas satu jenis asam lemak, karena minyak atau lemak selalu ada dalam bentuk campuran dari berberapa asam lemak. Asam lemak yang dikandung oleh minyak sangat menentukan mutu dari minyak, karena asam lemak tersebut menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak. Menurut Mahan dan Escott (2008) dalam Adicandra dan Teti (2016), minyak kelapa sawit adalah suatu trigliserida, yaitu merupakan senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam lemaknya, minyak kelapa sawit termasuk golongan minyak
16
asam oleat dan asam linoleat. Minyak kelapa sawit merupakan bahan baku untuk keperluan pangan (minyak goreng, margarin, lemak). Minyak kelapa sawit yang banyak digunakan di masyarakat, mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh. Lemak dikonsumsi dalam bentuk lemak atau minyak yang tampak (seperti gajih, mentega, margarin, minyak, santan dll) dalam bentuk padat cenderung mengandung lebih banyak asam lemak jenuh. Lemak berfungsi untuk mensuplai energi dalam tubuh. Lemak terutama trigliserida juga berfungsi menyediakan cadangan energi tubuh, isolator, pelindung organ dan menyediakan asam-asam lemak esensial. Fungsi minyak goreng dalam pangan adalah sebagai penghantar panas, menambah rasa gurih, dan menambah nilai gizi, khususnya kalori dari bahan pangan. Minyak goreng yang digunakan dapat pula menjadi faktor yang mempengaruhi umur simpan pangan (Fachrudin, 1997). Minyak goreng merupakan kebutuhan masyarakat yang saat ini harganya masih cukup mahal, akibatnya minyak goreng digunakan berkali-kali untuk menggoreng, terutama dilakukan oleh penjual makanan gorengan. Secara ilmiah minyak goreng yang telah digunakan berkali-kali, lebihlebih dengan pemanasan tinggi sangatlah tidak sehat, karena minyak tersebut asam lemaknya lepas dari trigliserida sehingga jika asam lemak bebas mengandung ikatan rangkap mudah sekali teroksidasi menjadi aldehid maupun keton yang menyebabkan bau tengik (Ketaren, 1986). Penggunaan minyak goreng dengan suhu tinggi akan mengalami kerusakan yaitu makanan menjadi gosong, sehingga rasanya pahit dan minyak yang digunakan untuk menggoreng menjadi berwarna hitam, akibatnya makanan yang digoreng dengan minyak tersebut di tenggorokan terasa gatal (Winarni dkk., 2010). Syarat mutu minyak goreng untuk makanan olahan menurut SNI 3741-2013 dapat dilihat pada Tabel 2.7.
17
Tabel 2.7 Syarat Mutu Minyak Goreng untuk Makanan Olahan No Kriteria uji mutu Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau normal 1.2 Warna normal 2 Kadar air dan bahan menguap % (b/b) maks. 0,15 3 Bilangan asam mg KOH/kg maks. 0,6 4 Bilangan peroksida mek O2/KG maks. 10 5 Minyak pelikan Negatif Asam linolenat (C18:3) dalam 6 % maks. 2 komposisi asam lemak minyak 7 Cemaran logam 7.1 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2 7.2 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,1 maks. 7.3 Timah (Sn) mg/kg 40,0/250,0* 7.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,05 8 Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 0,1 Sumber: SNI 3741:2013
d. Garam Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar natrium klorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti magnesium klorida, magnesium sulfat, kalsium klorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat /karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 8010C. Garam natrium klorida untuk keperluan masak dan biasanya diperkaya dengan unsur iodin (dengan menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) yang merupakan padatan kristal berwarna putih, berasa asin, tidak higroskopis dan apabila mengandung MgCl2 menjadi berasa agak pahit dan higroskopis (Subhan, 2014). Menurut Winarno (2002), fungsi garam dapur adalah untuk memberi rasa asin. Garam yang digunakan adalah garam beryodium. Garam yang biasanya digunakan untuk industri pangan yang memiliki rumus molekul NaCl. Garam dapur (NaCl) merupakan bahan tambahan yang hampir selalu digunakan dalam membuat masakan. Rasa asin yang ditimbulkan
18
oleh garam dapat berfungsi sebagai penegas rasa yang lainnya. Makanan tanpa dibubuhi garam akan terasa hambar. Garam dapat berfungsi pula sebagai pengawet karena berbagai mikrobia pembusuk khususnya bersifat proteolitik, sangat peka terhadap kadar garam meskipun rendah (kurang dari 6%) (Fachrudin, 1997). Menurut SNI 01-3556-2000, Garam konsumsi beryodium adalah produk makanan yang komponen utamanya natrium klorida (NaCl) dengan penambahan kalium yodat (KIO3). Syarat mutu garam konsumsi beryodium dapat dilihat pada Tabel 2.8. Tabel 2.8 Syarat Mutu Garam Konsumsi Beryodium No Kriteria uji mutu Satuan 1 Kadar air (H2O) % (b/b) 2 Jumlah klorida (Cl) % (b/b) adbk Yodium dihitung sebagai 3 mg/kg kalium yodat (KlO3) 4 Cemaran logam 4.1 Timbal (Pb) mg/kg 4.2 Tembaga (Cu) mg/kg 4.3 Raksa (Hg) mg/kg 5 Arsen (As) mg/kg
Persyaratan maks. 7 min. 94,7 min. 30 maks. 10 maks. 10 maks. 0,1 maks. 0,1
Sumber: SNI 01-3556-2000
Menurut Almatsier, (2003) dalam Kapantow dkk., (2013), Garam beriodium mempunyai bentuk, rasa dan bau sama seperti garam yang tidak ditambahkan kalium iodat, sehingga sulit untuk memastikan kecukupan kalium iodat dalam garam. Penambahan suatu senyawa iodium berupa kalium iodat dalam garam dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan tubuh manusia, karena tubuh tidak dapat memproduksi sendiri, sehingga harus diperoleh dari luar (Gunung, 2004 dalam Kapantow dkk., 2013). e. Bawang Putih Bawang putih termasuk dalam familia Liliaceae. Tanaman ini memiliki beberapa nama lokal, yaitu, dason putih (Minangkabau), bawang bodas (Sunda), bawang (Jawa Tengah), bhabang poote (Madura), kasuna (Bali), lasuna mawura (Minahasa), bawa badudo (Ternate), dan bawa fiufer (Irian Jaya). Bawang putih merupakan
19
tanaman herba parenial yang membentuk umbi lapis. Tanaman ini tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30-75 cm. Batang yang nampak di atas permukaan tanah adalah batang semu yang terdiri dari pelepah–pelepah daun. Dari pangkal batang tumbuh akar berbentuk serabut kecil yang banyak dengan panjang kurang dari 10 cm. Akar yang tumbuh pada batang pokok bersifat rudimenter, berfungsi sebagai alat penghisap makanan. Bawang putih membentuk umbi lapis berwarna putih. Sebuah umbi terdiri dari 8–20 siung (anak bawang). Antara siung satu dengan yang lainnya dipisahkan oleh kulit tipis dan liat, serta membentuk satu kesatuan yang kuat dan rapat. Di dalam siung terdapat lembaga yang dapat tumbuh menerobos pucuk siung menjadi tunas baru, serta daging pembungkus lembaga yang berfungsi sebagai pelindung sekaligus gudang persediaan makanan. Bagian dasar umbi pada hakikatnya adalah batang pokok yang mengalami rudimentasi (Hernawan dan Ahmad, 2003). Syarat mutu bawang putih menurut SNI 01-3160-1992 dapat dilihat pada Tabel 2.9. Tabel 2.9 Syarat Mutu Bawang Putih Syarat Karakteristik Mutu I Mutu II Kesamaan sifat Seragam Seragam varietas Tingkat ketuaan Tua Tua Kekompakan Kurang Kompak siung kompak Kebernasan Bernas Kurang bernas siung Sempurna Kurang Kekeringan menutupi sempurna umbi menutupi umbi Kulit luar pembungkus 5 8 umbi Busuk, % b/b 1 2 Diameter 3,0 2,5 minimum, cm Kotoran Tidak ada Tidak ada Sumber: SNI 01-3160-1992
Cara pengujian Organoleptik Organoleptik Organoleptik Organoleptik Organoleptik
SP-SMP-310-1981 SP-SMP-311-1981 SP-SMP-309-1981 Organoleptik
20
Bawang putih mempunyai nama latin Allium sativum Linn. Sativum berarti dibudidayakan, karena allium yang satu ini diduga merupakan keturunan dari bawang liar Allium longicurpis Regel. Keluarga atau genus Allium sebenarnya ada sekitar 500 jenis, lebih dari 250 jenis diantaranya termasuk bawang-bawangan (Syamsiah dkk., 2006 dalam Hendrawati dkk., 2014). Bawang putih merupakan salah satu komoditi pertanian yang dibutuhkan masyarakat terutama untuk penyedap makanan atau sebagai bumbu. Umbi bawang mengandung minyak atsiri yang berbau menyengat. Dengan adanya kandungan minyak atsiri tersebut bawang putih merupakan bumbu yang memberi aroma atau bau harum juga dapat memberikan rasa yang gurih pada kelezatan makanan (Winarno, 1994). f. Ketumbar Ketumbar (Coriandrum sativum L.) adalah tumbuhan rempahrempah
yang
populer.
Buahnya
yang
kecil
dikeringkan
dan
diperdagangkan, baik digerus maupun tidak. Bentuk yang tidak digerus mirip dengan lada, seperti biji kecil-kecil berdiameter 1-2 mm. manfaat yang diambil dari ketumbar adalah dari daun, biji, dan buah. Dari semua bagian itu terdapat kandungan berupa sabinene, myrcene, α-terpinene, ocimene, linalool, geraniol, dekanal, desilaldehida, trantridecen, asam petroselinat, asam oktadasenat, d-mannite, skopoletin, p-simena, kamfena, dan felandren (Hendrawati dkk., 2014). Ketumbar (Coriandrum sativum L.) adalah salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang sudah sangat dikenal di masyarakat sebagai bumbu masakan (Elshabrina, 2013 dalam Sogara dkk., 2014). Biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) sejak lama digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai obat atau untuk meningkatkan cita rasa bahan pangan (Purseglove et al.,1981 dalam Sogara dkk., 2014). Ketumbar mempunyai aroma yang khas, aromanya disebabkan oleh komponen kimia yang terdapat dalam minyak atsiri. Ketumbar mempunyai kandungan minyak atsiri berkisar antara 0,4-1,1%, minyak
21
ketumbar termasuk senyawa hidrokarbon beroksigen, komponen utama minyak ketumbar adalah linalool yang jumlahnya sekitar 60-70% dengan komponen pendukung yang lainnya adalah geraniol (1,6-2,6%), geranil asetat (2-3%), kamfor (2-4%) dan mengandung senyawa golongan hidrokarbon berjumlah sekitar 20% (α-pinen, β-pinen, dipenten, p-simen, α-terpinen dan γ-terpinen, terpinolen dan fellandren) (Guenther, 1990 dalam Handayani dan Eqi, 2012). g. Kemiri Kemiri (Aleurites moluccana ) merupakan tanaman pangan yang dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Bagian terpenting dari kemiri yaitu bijinya yang digunakan sebagai bumbu masak, penyedap dalam berbagai jenis makanan, sabun, obat, serta kosmetik. Inti biji kemiri dapat mengandung hingga 60% minyak. Kemiri mengandung gliserida, asam linoleat, palmitat, stearat, miristat, asam minyak, protein, vitamin B1 dan zat lemak (Arlene dkk., 2010). Menurut SNI 01-1684-1989, kemiri adalah biji atau daging biji kemiri (Aleurites meluccana Wild) yang telah dibersihkan dan dikeringkan. Syarat mutu kemiri dapat dilihat pada Tabel 2.10. Tabel 2.10 Syarat Mutu Kemiri Karakteristik Kadar minyak atas dasar kering mutlak, % (b/b)
Cara pengujian
min. 60 (+)
SP-SMP-13-1975 (BS 4325 Part. 4)
maks. 5 (+) maks. 5 (+) maks. 0
min. 60
maks. 0
SP-SMP-7-1975 ISO R.939-1969 (E) SP-SMP-30-1975 (BS 684-1958) SP-SMP-31-1975
maks. 0,5
maks. 0,5
SP-SMP-31-1975
maks. 0
maks. 5
SP-SMP-31-1975
Kadar air, % (b/b) Bilangan asam Benda asing, % (b/b) Kemiri cacat/rusak, % (b/b) Kemiri pecah, % (b/b)
Syarat Kemiri Kemiri biji daging biji
Sumber: SNI 01-1684-1989
maks. 5 maks. 5
22
h. Kunir Kunir atau kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan jenis temu-temuan yang mengandung kurkuminoid, yang terdiri atas senyawa kurkumin dan turunannya yang meliputi desmetoksikurkumin dan bisdesme toksikurkumin. Kunyit telah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas baik di perkotaan maupun di pedesaan terutama dalam rumah tangga karena berbagai macam kegunaannya. Bagian dari kunyit yang terutama dimanfaatkan adalah rimpangnya yaitu banyak dimanfaatkan untuk keperluan ramuan obat tradisional, bahan pewarna tekstil, bumbu penyedap masakan, rempah-rempah, dan bahan kosmetik. Kurkumin memberikan karakteristik warna kuning terang dan rasa yang kuat pada kunyit (Hartono, 2005). i. Penyedap Rasa Monosodium glutamat (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid yang digunakan sebagai bahan penyedap makanan untuk merangsang selera. MSG adalah hasil dari purifikasi glutamat atau gabungan dari beberapa asam amino dengan sejumlah kecil peptida yang dihasilkan
dari
proses
hirolisa
protein
(hydrolized
vegetable
protein/HVP). Asam glutamat digolongkan pada asam amino non essensial karena tubuh manusia sendiri dapat menghasilkan asam glutamat. Asam glutamat merupakan unsur pokok dari protein yang terdapat pada bermacam-macam sayuran, daging, ikan dan air susu ibu. Protein hewani mengandung 11-22% asam glutamat sedangkan protein nabati mengandung 40% glutamat. Pada protein hewani seperti keju, daging banyak mengandung asam glutamat yang terikat dengan protein lain. Sedangkan pada sayuran seperti tomat, kacang polong dan kentang banyak
mengandung
asam
glutamat
dalam
bentuk
bebas
(Septadina, 2014). Penyedap rasa digunakan untuk menambah rasa nikmat pada masakan yang diolah. Bahan ini digunakan untuk menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Zat penyedap rasa sintetis
23
berasal dari hasil sintesis zat-zat kimia, misalnya vetsin atau MSG. asaam glutamate digunakan dalam bentuk garamnya, yaitu monosodium glutamate (Cahyadi, 2006). Monosodium glutamat pada dasarnya tersusun dari dua penyusun pokok, yaitu sodium (Na) yang merupakan mineral dan asam glutamat yang merupakan asam amino. Asam amino adalah penyusun protein yang salah satu fungsinya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan, sedangkan sodium digunakan untuk menjaga tekanan osmotik sel (Muliani, 2006). D. Proses Pembuatan Keripik Tempe Benguk Keripik tempe benguk adalah makanan tradisional yang dibuat dari kacang koro benguk (Anonima, 2013). Menurut Anonimb (2009), biji-biji kara benguk dapat diolah menjadi tempe benguk dengan cara pengolahan sama seperti pembuatan tempe kedelai dan juga keripik tempe kedelai pada umumnya. Secara umum proses pembuatan keripik tempe benguk meliputi: 1.
Perebusan biji karabenguk dengan abu gosok/dapur
2.
Pengupasan kulit biji dan Pencucian
3.
Perendaman biji karabenguk
4.
Perebusan biji karabenguk
5.
Penirisan dan Pendinginan
6.
Pencampuran dengan biji kedelai
7.
Peragian
8.
Penginkubasian
9.
Penambahan bahan tambahan
10. Penggorengan 11. Penirisan 12. Pengemasan
24
Untuk lebih jelasnya tentang proses pembuatan keripik tempe benguk dapat dilihat pada Gambar 2.1. Biji karabenguk
Biji kedelai
Perebusan biji selama ± 1 jam dengan pencampuran abu gosok/dapur Pengupasan kulit biji
Perendaman selama 1-2 hari Pencucian Penghilangan kulit biji Perendaman selama 3 hari Pencucian Perebusan biji selama 5-10 menit Perebusan selama 5-10 menit
Kedelai
Penirisan dan pendinginan Pencampuran Peragian
Tepung beras, tepung tapioka, garam, bawang putih, ketumbar, kemiri, kunir, penyedap rasa
Penginkubasian selama 2 hari
Tempe benguk
Pencampuran Penggorengan Penirisan Pengemasan
Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Keripik Tempe Benguk
25
Menyiapkan benguk lalu rebus dengan air sampai mendidih kurang lebih 1 jam, terkadang dalam memasak dicampur dengan abu gosok, tujuannya adalah untuk menyerap getah yang ada di kulit beguk agar tidak terserap kedalam benguk itu sendiri, karena akan menimbulkan rasa pahit. Setelah dimasak kurang lebih 1 jam kemudian dikupas kulitnya, setelah itu benguk dicuci sampai bersih. Setelah itu menyiapkan wadah ditambah air untuk merendamnya selama 3 hari, setelah direndam dalam air selama 3 hari kemudian dilakukan perebusan selama 5-10 menit selanjutnya ditiriskan dan diangin-anginkan, diteruskan ke proses pencampuran biji kedelai, yang sebelumnya telah dilakukan proses perendaman selama 1-2 hari, pengupasan kulit serta pencucian dan direbus selama 5-10 menit, selanjutnya dilakukan proses peragian dengan mengunakan ragi tempe. Setelah proses peragian selesai, benguk dibungkus, biasanya dibungkus memakai daun pisang. Setelah dibungkus, diletakkan di tempat yang masih ada sirkulasi udaranya, setelah 2 hari biasanya tempe benguk sudah jadi dan siap untuk dimasak. Kemudian mencampurkan bahan tambahan keripik berupa tepung beras, tepung tapioka, penyedap rasa, garam, bawang putih, ketumbar, kemiri, kunir (yang sebelumnya sudah dihaluskan). Selanjutnya proses penggorengan dengan mengunakan minyak dan ditiriskan, kemudian dilakukan proses pengemasan menggunakan plastik (Anonimb, 2009). E. Pengemas Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan dan dengan demikian membutuhkan pemikiran dan perhatian yang lebih besar daripada yang biasanya diketahui. (Buckle dkk., 2013). Menurut SNI 01-2602-1992, keripik tempe goreng dikemas dalam wadah tertutup baik, tidak dipengaruhi dan mempengaruhi isi, aman dalam penyimpanan dan pengangkutan, serta memenuhi ketentuan berlaku. Kemasan
makanan
dapat
menghambat
kerusakan
produk,
mempertahankan menguntungkan efek pengolahan, memperpanjang rak-hidup, dan mempertahankan atau meningkatkan kualitas dan keamanan pangan.
26
Dalam melakukan hal itu, kemasan menyediakan perlindungan dari 3 hal utama pengaruh eksternal: kimia, biologi, dan fisik. Perlindungan kimia meminimalkan perubahan komposisi dipicu oleh pengaruh lingkungan seperti paparan gas (biasanya oksigen), kelembaban (keuntungan atau kerugian), atau cahaya (terlihat, inframerah, atau ultraviolet). Banyak bahan kemasan yang berbeda dapat memberikan penghalang kimia. Perangkat penutupan mungkin berisi
bahan
yang
memungkinkan
tingkat
minimal
permeabilitas
(Marsh and Betty., 2007). Selama proses pengemasan dan penyimpanan makanan, kemungkinan terjadi migrasi bahan plastik pengemas dari bungkusan ke makanan yang dikemas sehingga formulasi plastik akan terus berkembang. Faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi adalah sebagai berikut: luas permukaan yang berkontak, kecepatan migrasi, jenis bahan plastik dan temperatur serta waktu konek (Nasruddin dkk., 2009). F. Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) 1. Definisi CPPB Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan keamanan pangan yang ditetapkan untuk pangan. CPPB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar. Melalui CPPB ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan (BPOM, 2012).
27
2. Tujuan Penerapan CPPB Menurut BPOM (2012), dalam penerapan CPPB mempunyai tujuan diantaranya: a. Tujuan umum adalah menghasilkan pangan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen baik konsumen domestik maupun internasional. b. Tujuan khusus adalah : 1) Memberikan prinsip dasar dalam memproduksi pangan yang baik; 2) Mengarahkan IRT agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi yang baik seperti persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan
produksi,
pengendalian
hama,
higiene
karyawan,
pengendalian proses dan pengawasan. 3. Persyaratan CPPB Menurut BPOM (2012), CPPB-IRT menjelaskan persyaratanpersyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan pangan di seluruh mata rantai produksi mulai dari bahan baku sampai produk akhir yang mencakup : a. Lokasi dan Lingkungan Produksi; b. Bangunan dan Fasilitas; c. Peralatan Produksi; d. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air; e. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi; f. Kesehatan dan Higiene Karyawan; g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Karyawan; h. Penyimpanan; i. Pengendalian Proses; j. Pelabelan Pangan; k. Pengawasan Oleh Penanggungjawab; l. Penarikan Produk; m. Pencatatan dan Dokumentasi; n. Pelatihan Karyawan.