BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri untuk kebutuhan sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berpikir dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungannya, mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan diri sendiri, dan memperoleh kepuasan dari usahanya. Kemandirian secara psikologis dan mentalis yaitu keadaan seseorang yang dalam kehidupannya mampu memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain. Kemampuan demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang berkemampuan memikirkan dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya atau diputuskannya, baik dalam segi-segi manfaat atau keuntungannya, maupun segi-segi negatif dan kerugian yang akan dialaminya (Basri, 2000). Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar berhasil sesuai keinginan dirinya maka diperlukan adanya kemandirian yang kuat. Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kemandirian merupakan sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan kemampuan mengatur diri 8
sendiri, sesuai dengan hak dan kewajibannya sehingga dapat menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapi tanpa meminta bantuan atau tergantung dari orang lain dan dapat bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai pertimbangan sebelumnya.
2.1.2. Ciri-ciri Kemandirian Ciri-ciri kemandirian menurut Lindzey & Ritter, (1975 dalam Basri, 2000) berpendapat bahwa individu yang mandiri mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. b. c. d.
Menunjukkan inisiatif dan berusaha untuk mengejar prestasi. Secara relatif jarang mencari pertolongan pada orang lain. Menunjukkan rasa percaya diri. Mempunyai rasa ingin menonjol.
2.1.3. Aspek-aspek Kemandirian Menurut Masrun, dkk (dalam Saiman, 2008) lima aspek penting dalam kemandirian antara lain: a. Bebas bertanggung jawab: Aspek ini ditunjukkan dengan adanya ciri-ciri yaitu tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri dan bukan karena orang lain dan tidak tergantung pada orang lain. b. Progresif dan ulet: Aspek ini ditunjukkan dengan adanya ciri-ciri suatu usaha untuk mengejar prestasi penuh ketekunan merencanakan serta mewujudkan harapan-harapanya. c. Inisiatif: Aspek ini ditunjukkan dengan adanya ciri-ciri yaitu kemampuan untuk berpikir dan bertindak secara original serta kreatif. d. Pengendalian diri: Aspek ini ditunjukkan dengan adanya perasaan mampu untuk mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikan tindakan serta mampu mempengaruhi lingkungan dan mengenal dirinya sendiri. e. Kemantapan diri: Aspek ini ditunjukkan dengan ciri-ciri yaitu merasa percaya pada kemampuan diri sendiri, dapat menerima dan memperoleh kepuasan dari usahanya sendiri.
9
Berdasarkan Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, diperbanyak oleh Jurdi PPB-FIP-UPI Bandung untuk Lingkungan Terbatas ABKIN. DepDikNas RI. 2008) terdapat sebelas aspek dalam kemandirian antara lain: a. Landasan hidup religius: berisi tentang mengkaji lebih dalam tentang makna kehidupan beragama, menghayati nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam berperilaku, ikhlas melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan. b. Landasan perilaku etis: berisi tentang menelaah lebih luas tentang nilainilai universal dalam kehidupan manusia, menghargai keyakinan nilai-nilai sendiri dalam keragaman nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, berperilaku atas dasar keputusan yang mempertimbangkan aspek-aspek nilai dan berani menghadapi resiko dan keputusan yang diambil. c. Kematangan emosi: berisi tentang mengkaji secara objektif perasaanperasaan diri dan orang lain, menyadari atau mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan konsekuensi atas ekspresi perasaan, mengekspresikan perasaan dalam cara yang bebas, terbuka dan tidak menimbulkan konflik dan mampu berpikir positif terhadap kondisi ketidakpuasan. d. Kematangan intelektual: antara lain mengembangkan cara pengambilan keputusan dan pemecahan masalah berdasarkan informasi yang akurat, menyadari pentingnya menguji berbagai alternatif keputusan pemecahan masalah secara objektif, mengambil keputusan dan pemecahan masalah atas dasar informasi/data secara objektif serta bermakna bagi dirinya dan orang lain. e. Kesadaran tanggung jawab sosial: mengembangkan pola-pola perilaku sosial berdasarkan prinsip kesamaan (equality), menghayati nilai-nilai kesamaan (equality) sebagai dasar berinteraksi dalam kehidupan masyarakat luas, memelihara nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan dalam berinteraksi dengan orang lain. f. Kesadaran gender: berisi tentang memperkaya perilaku kolaborasi antar jenis dalam ragam kehidupan, menjunjung tinggi nilai-nilai kodrati lakilaki atau perempuan sebagai dasar dalam kehidupan sosial, memelihara aktualisasi nilai-nilai kodrati gender dalam kehidupan sosial. g. Pengembangan pribadi: meliputi mempelajari berbagai peluang pengembangan diri, manyakini keunikan diri sebagai aset yang harus dikembangkan secara harmonis dalam kehidupan, mengembangkan aset diri secara harmonis dalam kehidupan. h. Perilaku Kewirausahaan (Kemandirian perilaku ekonomis): yaitu dengan memperkaya strategi dan mencari peluang dalam berbagai tantangan kehidupan, menyakini nilai-nilai hidup hemat, ulet, sungguh-sungguh dan
10
kompetitif sebagai aset untuk mencapai hidup mandiri dalam keragaman dan saling ketergantungan kehidupan. i. Wawasan dan kesiapan karier: yaitu dengan memperkaya informasi yang terkait dengan perencanaan dan pilihan karier, manyakini nilai-nilai yang terkandung dalam pilihan karier sebagai landasan pengembangan karier, mengembangkan dan memelihara penguasaan perilaku, nilai dan kompetensi yang mendukung pilihan karier. j. Kematangan hubungan dengan teman sebaya: yaitu mengembangkan strategi pergaulan yang lebih intensif sebagai upaya untuk menjalin persahabatan yang harmonis, menyakini nilai-nilai yang terkandung dalam persahabatan dengan teman sebaya, mengembangkan dan memelihara nilai-nilai pergaulan dengan teman sebaya yang lebih luas secara bertanggung jawab. k. Kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga: yaitu dengan mengkaji secara mendalam tentang norma pernikahan dan kehidupan berkeluarga, menyakini nilai-nilai yang terkandung dalam pernikahan dan berkeluarga sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat yang bermartabat, memiliki kesiapan untuk menikah atau berkeluarga dengan penuh tanggung jawab. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki kemandirian dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu seorang individu yang mampu dan berinisiatif sendiri untuk dapat menyelesaikan segala permasalahan tanpa bantuan yang menunggu orang lain untuk mengatasi keadaan yang terjadi. Selain itu individu akan merasa puas dengan hasil usahanya sendiri dan selalu berinifatif dan kreatif. Tentunya jika mengeluarkan keputusan sudah dipikir dengan matang konsekuensinya, sehingga saran dan pendapatnya dapat diterima oleh orang lain.
2.1.4. Proses Terbentuknya Kemandirian Lingkungan kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, baik segi-segi positif maupun negatif. Lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadiannya, dalam hal ini adalah kemandiriannya. Lingkungan sosial yang mempunyai kebiasaan yang baik dalam 11
melaksanakan tugas-tugas dalam kehidupan individu, demikian pula keadaan dalam
kehidupan keluarga
akan
mempengaruhi perkembangan keadaan
kemandirian anak. Sikap orang tua yang tidak memanjakan anak akan menyebabkan anak berkembang secara wajar dan menggembirakan. Sebaliknya anak yang dimanjakan akan mengalami kesukaran dalam hal kemandiriannya. Pola pendidikan yang baik selalu ditegakkan dengan prinsip-prinsip memberi hadiah dan memberi hukuman yang akan menyebabkan anak-anak dalam keluarga memiliki taraf kesadaran dan pengalaman nilai-nilai kehidupan yang lebih baik. Kehidupan yang terkesan amburadul, anormatif dan gersang dari keteladanan yang terpuji, menyebabkan anak-anak didik yang tumbuh dalam keluarga tersebut akan menunjukkan keadaan kepribadian yang kurang bahkan tidak menggembirakan. Lingkungan keluarga yang mempunyai nilai-nilai yang baik akan memungkinkan anak berkemampuan untuk melakukan pilihan terhadap sesuatu secara baik. Sebaliknya keluarga yang tidak mempunyai nilai-nilai baik akan membiarkan anaknya. Orang tua yang baik tentu akan menuntun anak-anaknya agar selalu memperhatikan teman sepergaulannya. Dianjurkan untuk selalu mencari teman yang baik akhlaknya, bukan sekedar mempunyai teman dalam kehidupan tanpa memperhatikan taraf kebaikan sikap dan tingkah lakunya (Basri, 2000). Individu yang memiliki konsep diri positif akan menilai dirinya mampu, cenderung memiliki kemandirian dan sebaliknya individu yang memiliki konsep diri negatif akan menilai dirinya sendiri kurang atau cenderung menggantungkan dirinya pada orang lain.
12
2.2.
Konsep Diri
2.2.1. Pengertian Konsep Diri Burns (1993), mengatakan bahwa konsep diri adalah total keseluruhan dari persepsi seseorang tentang dirinya dan didasarkan pada kepercayaan, evaluasi dan kecenderungan bertingkah laku. Konsep diri menurut Rakhmat (1996) tidak hanya merupakan gambaran deskriptif semata, akan tetapi juga merupakan penilaian individu mengenai dirinya sendiri, sehingga konsep diri merupakan sesuatu yang dipikirkan dan dirasakan oleh individu. Ada dua komponen dari konsep diri yaitu, komponen kognitif (self image) dan komponen afektif (self esteem). Komponen kognitif (self image) merupakan pengetahuan individu tentang dirinya yang mencakup pengetahuan “who am I”, dimana hal ini akan memberikan gambaran sebagai pencitraan diri. Adapun komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap dirinya yang akan membentuk bagaimana penerimaan akan diri dan harga diri individu yang bersangkutan. Kesimpulan yang bisa diperoleh dari pernyataan Rakhmat (1996) yakni konsep diri merupakan sesuatu yang dirasakan dan dipikirkan oleh seorang individu berkaitan dengan dirinya sendiri. Sementara itu, Burns (1993) mengatakan bahwa konsep diri sebagai obyek yang paling penting dan terpusat di dalam pengalaman masing-masing individu karena keunggulanya, sentralisasinya, kontinuitasnya dan selalu berada dimanamana di dalam semua aspek tingkah laku, bertindak menengahi baik sebagai perangsang maupun respon.
13
2.2.2. Faktor-faktor Konsep Diri Menurut Burns (1993) konsep diri dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: a. Citra diri: Berisi tentang kesadaran dan citra tubuh, yang pada mulanya dilengkapi melalui persepsi inderawi. Hal ini merupakan inti dan dasar dari acuan dan identitas diri yang terbentuk. b. Kemampuan bahasa: Bahasa timbul membantu proses diferensiasi terhadap orang lain yang ada di sekitar individu dan juga untuk memudahkan atas umpan balik yang dilakukan oleh orang-orang terdekat (significant others). c. Umpan balik dari lingkungan khususnya dari orang-orang terdekat (significant others): Maksudnya adalah, individu yang citra tubuhnya mendekati ideal masyarakatatau sesuai dengan yang diinginkan oleh orang lain yang dihormatinya akan mempunyai harga diri yang akan tampak melalui penilaian-penilaian yang terefleksikan. d. Identifikasi dengan peran jenis yang sesuai dengan streotip masyarakat: Maksudnya adalah, identifikasi berdasarkan penggolongan seks dan peranan seks yang sesuai dengan pengalaman masing-masing individu akan berpengaruh terhadap sejauh mana individu memberi label maskulin atau feminim kepada dirinya sendiri. e. Pola asuh, perlakuan, dan komunikasi orang tua: Hal ini berpengaruh terhadap harga diri individu karena ada ketergantungan secara fisik, emosional dan sosial kepada orang tua individu, selain karena orang tua juga merupakan sumber umpan balik bagi individu. Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, individu tidak lahir dari konsep diri. Proses belajar yang dilakukan individu dalam pembentukan konsep dirinya diperoleh dengan reaksi-reaksi orang lain terhadap perbuatan yang telah dilakukan, melakukan perbandingan dirinya dengan orang lain, memenuhi harapan-harapan orang lain atas peran yang dilakukan, serta melakukan identifkasi terhadap orang yang dikagumi oleh individu. 2.2.3. Isi Konsep Diri Konsep diri adalah aspek diri yang paling penting, konsep diri bukanlah faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dibentuk dan dipelajari dari pengalaman individu dan berhubungan dengan orang lain. Seperti yang telah
14
dikemukakan oleh para ahli, bahwa konsep diri merupakan persepsi, pandangan atau pendapat individu mengenai diri individu sendiri yang meliputi dimensi fisik, karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kegagalan dan kepandaian. Hal tersebut diatas juga dikemukakan oleh Burns (1993) bahwa isi konsep diri mencakup karakteristik fisik, kesehatan dan kondisi fisik, status intelektual, kecerdasan, cara berpakaian, model rambut, ide religius dan minat religius, keyakinan, hubungan keluarga, kepemilikan benda-benda yang dipunya, bakat khusus dan kemampuan khusus, ciri kepribadian, kemandirian, sikap dan hubungan sosial. Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa konsep diri berkembang bukan hanya mengenai perilaku atau sikap individu, namun membayangkan gambaran tentang diri kita yang bersifat fisik misalkan berupa penampilan, cara individu berpakaian, atau ciri-ciri pribadi lain yang dimiliki.
2.2.4. Aspek-aspek Konsep Diri Aspek konsep diri menurut pandangan Berzonsky (dalam Burns, 1993) terdiri atas: a. Aspek fisik; meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya. b. Aspek sosial; meliputi bagaimana peranan sosial yang dimainkan oleh individu dan sejauhmana penilaian terhadap kerjanya. c. Aspek moral; meliputi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang. d. Aspek psikis; meliputi pikiran, perasaan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri.
15
2.3.
Penelitian yang Relevan Maharani (2005) yang menunjukkan rata-rata konsep diri anak asuh di
panti asuhan Wira Adi Karya Ungaran mencapai 67,34% dan termasuk kategori cukup baik. Rata-rata kemandirian anak asuh mencapai 64,42% dan termasuk kategori cukup baik pula. Hasil analisa Spearman Rank diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,6106. Uji keberartian Koefisien Korelasi dengan uji z diperoleh Zhitung = 5,43> Ztabel = 1,96 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kemandirian pada anak asuh angkatan 1 di Panti Asuhan Wira Adi Karya Ungaran Tahun 2005. Herawati (2009) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kemandirian aktivitas dasar sehari-hari dengan konsep diri lansia di Desa Bangunjiwo Kasihan Bantul Yogyakarta yang ditunjukkan bahwa sebagian lansia memiliki kemandirian aktifitas dasar sehari-hari dalam kategori mandiri sebanyak 80 responden dengan prosentase (90,3%) dan konsep diri lansia terbanyak termasuk dalam kategori tinggi yaitu 68 responden (73,1%) dengan nilai signifikansi (p)=0,445 dan nilai koefisienya (r)=0,12.
2.4.
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang
signifikan antara konsep diri dengan kemandirian mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2009 dan 2010 di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
16