BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kader Penyuluh Anti Narkoba Kader adalah seseorang yang dipandang mempunyai kemauan dan
kemampuan yang meningkat dalam hal membentuk suatu proses perubahan. Kader juga merupakan sumber daya manusia yang bisa diandalkan untuk mencapai suatu perbaikan ke arah yang lebih baik.
2.1.1
Kriteria Kader Penyuluh Anti Narkoba 1. Kriteria Umum Adapun kriteria umum untuk dapat menjadi kader/petugas penyuluh anti narkoba/ P4GN diantaranya yaitu (Badan Narkotika Nasional, 2009): a. Memiliki
komitmen/
kepedulian
terhadap
permasalahan
penyalahgunaan narkoba. b. Mempunyai pengetahuan tentang narkoba dan permasalahannya. c. Mempunyai keterampilan dalam berkomunikasi dan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan terkait P4GN. d. Mempunyai kemampuan untuk dapat memotivasi dan menggerakkan lingkungan masyarakat/ sekitarnya untuk melaksanakan pencegahan penyalahgunaan narkoba. 2. Kriteria Khusus Telah mendapatkan pelatihan dan mempunyai sertifikasi sebagai fasilitator/ kader penyuluh pencegahan penyalahgunaan narkoba baik 8
9
yang dikeluarkan oleh BNN di tingkat Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/ Kota.
2.1.2
Peran, Fungsi dan Tugas Kader Penyuluh Anti Narkoba/ P4GN 1. Peran Penyuluh Anti Narkoba/ P4GN Peran utama penyuluh anti narkoba/ P4GN atau relawan anti narkoba yaitu sebagai penggerak/ pengelola atau pelaksana program P4GN di wilayah setempat yang dioperasionalkan melalui fungsi dan tugasnya (Badan Narkotika Nasional, 2009). 2. Fungsi Penyuluh Anti Narkoba/ P4GN Fungsi dari penyuluh/ fasilitator atau relawan anti narkoba yakni merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, mengembangkan, melaporkan dan mengevaluasi kegiatan P4GN yang dilaksanakan di wilayah setempat (Badan Narkotika Nasional, 2009). 3. Tugas Kader Penyuluh Anti Narkoba/ P4GN a. Perencanaan Dalam bidang perencanaan, tugas penyuluh anti narkoba/ P4GN atau relawan anti narkoba meliputi penguasaan potensi wilayah tempat tinggalnya yang diawali dengan pengumpulan data, pengelolaan dan analisis serta penentuan prioritas sasaran, sampai pada penyusunan rencana dan jadwal kegiatan pencegahan bahaya narkoba yang akan dilaksanakan. b. Pengorganisasian Dalam pengorganisasian, penyuluh anti narkoba/ P4GN atau relawan anti narkoba mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk
10
berperan aktif dalam memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dan menciptakan jejaring yang memungkinkan pihak-pihak terkait baik secara individu maupun kelembagaan untuk saling bersinergi mengembangkan jati diri masing-masing sesuai dengan kapasitas kemasyarakatan di wilayah setempat. c. Pelaksanaan Melaksanakan berbagai
kegiatan terutama yang bersifat
pencegahan baik yang bersifat pemberian informasi, advokasi dan edukasi (KIE). d. Pengembangan Mengajak seluruh komponen/ lapisan masyarakat untuk mengembangkan kapabilitasnya dalam memahami, menerapkan, menata kemampuan individu, keluarga, kelembagaan dan sistem sumber-sumber kemasyarakatan yang ada di wilayah setempat dan menggali potensi yang ada untuk diberdayakan sebagai sarana dalam memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba melalui berbagai kegiatan alternatif sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. (Badan Narkotika Nasional, 2009).
2.1.3
Prinsip-Prinsip Kader Penyuluh Anti Narkoba/ P4GN 1. Sebagai sebuah proses penyebarluasan informasi, maka kegiatan kader hendaknya dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat/ kelompok/ individu agar memiliki pengetahuan tentang bahaya penyalahgunaan narkoba.
11
2. Sebagai sebuah proses penerangan, maka kegiatan kader hendaknya dapat memberikan penjelasan tentang sesuatu yang belum tahu menjadi jelas. 3. Sebagai sebuah proses perubahan perilaku, maka kegiatan kader hendaknya dapat menjadikan perubahan perilaku yang didasarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk menolak dan menghindari penyalahgunaan narkoba. 4. Sebagai sebuah proses pendidikan, maka kegiatan kader hendaknya mengandung maksud : a. Menyampaikan
pemahaman/
pengetahuan
tentang
bahaya
penyalahgunaan narkoba dan perilaku sehat tanpa narkoba b. Dilakukan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun c. Adanya kemauan dan kemampuan untuk memberdayakan potensi yang ada dalam upaya P4GN (Badan Narkotika Nasional, 2009).
2.2
Kader Penyuluh Anti Narkoba/ P4GN di Lingkungan Sekolah Merupakan seorang siswa yang mempunyai peran untuk memberikan
informasi dan pemahaman mengenai dampak buruk penyalahgunaan narkoba kepada kelompok sebaya/ sesama guna terciptanya area (sekolah) bebas narkoba. Definisi lain dari kader penyuluh narkoba di lingkungan sekolah yaitu seseorang/ sekelompok siswa yang difungsikan dalam program pencegahan penyalahgunaan narkoba di lingkungan sekolah.
12
2.2.1
Peran Kader Penyuluh Anti Narkoba di Lingkungan Sekolah Adapun beberapa peran dari kader penyuluh anti narkoba di lingkungan
sekolah, diantaranya : 1. Peran sebagai Peer Counseling Beberapa penelitian dilapangan menemukan bahwa banyak remaja segan menemui konselor atau orang tua jika memiliki masalah. Mereka lebih memilih bercerita atau meminta pendapat teman sebaya. Oleh karena itu peran pelajar/ mahasiswa yang cukup dikenal/ disukai diperlukan sebagai kader yang akan membantu teman yang bermasalah mengatasi perasaan negatif yang dirasakan, seperti kecemasan, ketakutan, ketegangan dan frustasi. 2. Peran sebagai Peer Educator Kader penyuluh anti narkoba/ P4GN, melalui pelatihan dapat memberi pengetahuan faktual kepada teman sebaya, disertai informasi yang jelas mengenai pencegahan dan akibat penyalahgunaan narkoba terhadap pemakai/ penyalahguna narkoba. Selain itu, kader dari kalangan pelajar juga dapat membantu teman sebayanya melakukan kegiatan pengembangan diri untuk membuka dan mengenal diri dalam upaya membantu pencarian identitas diri. 3. Peran sebagai Peer Leadership Program kepemimpinan meliputi beberapa elemen : a. Sebagai teladan (role model). Orang yang menjadi role model dapat menyampaikan kepada teman sebaya alasan mengapa dirinya memilih untuk tidak menyalahgunakan narkoba. b. Mengajarkan keterampilan sosial (misal : menolak hal yang buruk)
13
c. Mengajarkan keterampilan mengatasi kesulitan d. Mengajarkan keterampilan mengatasi tekanan (Badan Narkotika Nasional 2009).
2.2.2
Pelajar dalam Upaya P4GN 1. Mempelajari bahaya penyalahgunaan narkoba dan mengembangkan potensi diri dalam upaya menghindarkan diri dari pengaruh buruk narkoba 2. Menjadi sukarelawan tenaga fasilitator penyuluh P4GN bagi teman sebaya dan juniornya 3. Membuat komunitas yang bergerak dalam bidang pencegahan anti narkoba dan konselor untuk sebaya 4. Berpartisipasi
aktif
dalam
melaksanakan
kegiatan
pencegahan
penyalahgunaan narkoba yang dilaksanakan di lingkungan sekolah 5. Melaporkan segala bentuk kepemilikan, peredaran atau penyalahgunaan narkoba yang terjadi di lingkungan sekolah kepada kader anti narkoba yang ada di lingkungan sekolahnya 6. Aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan seperti penyuluhan maupun seminar tentang pencegahan penyalahgunaan narkoba baik yang dilaksanakan oleh pihak sekolah maupun dari pihak luar sekolah 7. Menjalin komunikasi yang baik dengan teman sebaya dan warga di lingkungan sekolah lainnya (Kepala sekolah, guru dan petugas keamanan sekolah) (Badan Narkotika Nasional, 2013).
14
2.3
Evaluasi
2.3.1
Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah kegiatan untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektivitas
dan dampak dari kegiatan program atau proyek yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai secara sistematis dan objektif dengan mendeteksi masalah secara dini dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, agar dapat dilakukan tindakan perbaikan dengan segeram (Muninjaya, 2012).
2.3.2
Fungsi Evaluasi Adapun fungsi dilakukannya evaluasi yaitu, memberi informasi yang valid
dan dapat dipercaya mengenai kinerja suatu program, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan-tindakan yang direncanakan. Selain itu fungsi pengawasan dan pengendalian adalah fungsi yang erat kaitannya dengan fungsi perencanaan. Untuk menerapkan fungsi pengawasan dan pengendalian diperlukan standar meliputi input, proses, output dan outcome yang dituangkan dalam bentuk-bentuk target atau prosedur kerja. Standar input digunakan untuk menilai keberhasilan persiapan dan pelaksanaan program. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan (Muninjaya, 2012).
2.3.3
Jenis Evaluasi Jenis
evaluasi
yang
dibedakan
berdasarkan
sasaran
dan
waktu
pelaksanaannya menurut Muninjaya (2012) dapat dibedakan menjadi tiga jenis yang meliputi :
15
1.
Evaluasi input Evaluasi dilaksanakan sebelum kegiatan program dimulai untuk mengetahui ketepatan jumlah, mutu sumber daya, metode, standar prosedur pelaksanaan disesuaikan dengan sumber daya yang dimanfaatkan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan program. Evaluasi ini bersifat pencegahan (preventive evaluation) karena kegiatan evaluasi ini mengkaji persiapan kegiatan sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan sedini mungkin.
2.
Evaluasi proses Evaluasi proses dilaksanakan pada saat kegiatan sedang berlangsung. Tujuannya untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan kegiatan program atau metode yang digunakan, meningkatkan motivasi staf dan memperbaiki komunikasi di antara staf dan sebagainya. Evaluasi ini disebut formative evaluation.
3.
Evaluasi output Evaluasi output dilaksanakan pada hasil kegiatan program. Kegiatan evaluasi ini disebut summative evaluation atau impact evaluation. Dilaksanakan setelah pekerjaan selesai untuk mengetahui ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan. Output dibandingkan dengan target, efek atau outcome untuk mengetahui pengaruh kegiatan program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga dilakukan untuk mengetahui mutu layanan kesehatan dibandingkan dengan standar mutu yang sudah ada ditetapkan pada saat penyusunan perencanaan.
16
2.4
Evaluasi Program
2.4.1
Pengertian Evaluasi Program Ralp Tyler,1950 (dalam Suharsimi, 2007) mendefinisikan bahwa evaluasi
program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan program sudah dapat terealisasi. Sedangkan Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Evaluasi program adalah proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektifitas atau kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Suharsimi Arikunto dan Abdul Jabar 2007). Proses penetapan keputusan itu didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap data yang diobservasi dengan menggunakan standar tertentu yang telah dibakukan. Dari berbagai definisi yang ditelah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi program adalah kegiatan mengumpulkan informasi tentang bekerjanya suatu program pemerintah di mana informasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan pilihan alternatif atau pilihan yang tepat di dalam mengambil sebuah keputusan.
2.4.2
Kegiatan Pembentukan Kader Penyuluh Anti Narkoba Pembentukan kader penyuluh anti narkoba merupakan suatu kegiatan
memilih dan membentuk orang-orang yang mampu memberikan penyuluhan anti narkoba di lembaga mereka sendiri, agar lingkungan mereka menjadi terhindar (imun) terhadap bahaya penyalahgunaan narkoba. Pembentukan kader penyuluh anti narkoba dipandang sebagai suatu kegiatan yang dalam pelaksanaan dilapangan dibentuk
tahapan-tahapan
kegiatan
yang
sesuai
dengan
tujuan
program.
17
Menurut (Setiawan, 1999) dimensi utama evaluasi diarahkan kepada hasil, manfaat dan dampak dari suatu program. Pada prinsipnya diperlukan perangkat evaluasi yang dapat diukur melalui empat dimensi, yaitu indikator masukan (input), proses (process), keluaran (output) dan indikator dampak atau (outcome). Selain mengevaluasi indikator input, proses dan output, sangat penting juga melakukan penilaian terhadap efektivitas dari shorterm outcome guna mengetahui keberhasilan suatu program yang dapat diukur melalui pengukuran pengetahuan dari sasaran program.
2.5
Pengetahuan
2.5.1
Pengertian Pengetahuan Pengertian pengetahuan menurut Notoadmodjo adalah hasil pengindraan, atau
hasil seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya seperti mata, hidung, telinga dan sebagainya sehingga dengan sendirinya pengindraan tersebut menghasilkan pengetahuan yang dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2010a).
2.5.2
Tingkat Pengetahuan Menurut Notoadmodjo, pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai
intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besar tingkat pengetahuan dapat dibedakan menjadi 6 yang meliputi : 1.
Tahu (know) Tahu adalah sebagai memanggil ingatan yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Cara mengetahui atau untuk mengukur pengetahuan
18
seseorang terhadap sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan hal yang akan diukur. 2.
Memahami (comprehension) Memahami suatu objek tidak sebatas tahu atau dapat menyebutkan objek tersebut tetapi orang tersebut dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya sehingga bukan dapat menyebutkan saja tetapi harus dapat menjelaskan mengenai objek tersebut.
3.
Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan dan mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4.
Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
5.
Sintesis (synthesis) Sintesis merupakan seseorang memiliki kemampuan merangkum atau merumuskan
dalam
suatu
hubungan
logis
dari
komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. 6.
Evaluasi (evaluation) Evaluasi merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang direncanakan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
(Notoatmodjo, 2010).
19
2.5.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Adapun
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan
menurut
Notoatmodjo adalah : 1.
Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan di mana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.
Namun perlu ditekankan bahwa seorang
yang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut. 2.
Informasi/ Media massa Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan
20
tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. Perolehan sumber informasi penyalahgunaan narkoba melalui media didapatkan dari internet, handphone, media cetak, media elektronik maupun melalui seminar dan penyuluhan. Masih kurangnya tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tentang narkoba dapat menunjukkan bahwa dianggap masih belum mengetahui dan memahami tentang penyalahgunaan narkoba walaupun sarana pemberian informasi seperti penyuluhan atau sarana media informasi lain sudah dijangkau dengan mudah (Esakaniruppiah, 2009). 3.
Sosial Budaya dan Ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk, dengan demikian seorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukannya. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
4.
Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan
21
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. 5.
Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran
pengetahuan
dengan
cara
mengulang
kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari maslah nyata dalam bidang kerjanya. 6.
Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup yaitu, semakin tua usia seseorang maka akan semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang
22
sudah tua karena mengalami kemunduran fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia. (Notoatmodjo, 2010a).
2.5.4
Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ukur atau kita ketahui dapat kiat sesuaikan dengan tingkatan-tingkatannya. Adapun pertanyaan yang dapat digunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: 1.
Pertanyaan subyektif, misalnya jenis pertanyaan essai.
2.
Pertanyaan objektif, misalnya pertanyaan pilihan ganda (multiple choice), betul salah, dan pertanyaan menjodohkan.
Pertanyaan essai disebut pertanyaan subjektif karena penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan faktor-faktor subjektif dari penilai, sehingga nilainya akan berbeda dari seseorang penilai satu dibandingkan dengan yang lain dari satu waktu ke waktu lainnya. Sedangkan pertanyaan objektif lebih disukai karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat dinilai secara pasti oleh penilai.
23
2.6
Penelitian Terdahulu 1. Menurut Lufthiani (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kelompok
sebaya
terhadap
pengetahuan
remaja
tentang
risiko
penyalahgunaan narkoba dengan nilai ρ value 0,000 (ρ<0,05) dan adanya pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba dengan nilai ρ value 0,002 (ρ<0,05) (Lufthiani, 2011). 2. Menurut Prisaria, N (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Lingkungan Sosial terhadap Tindakan Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA pada Siswa SMA Negeri 1 Jepara”. Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan cross sectional bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan dan lingkungan sosial terhadap tindakan pencegahan penyalahgunaan NAPZA pada siswa SMA Negeri 1 Jepara. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan positif antara pengetahuan siswa SMA tentang NAPZA terhadap tindakan pencegahan NAPZA (p=0,0001; r=0,226) dan ada hubungan positif antara lingkungan sosial terhadap tindakan pencegahan penyalahgunaan
NAPZA
(p=0,028;
r=0,226).
Semakin
tinggi
24
pengetahuan tentang NAPZA dan lingkungan sosial yang baik maka semakin tinggi pula pencegahan terhadap NAPZA (Prisaria, 2012). 3. Penelitian yang dilakukan oleh Sukini dan Arif Widodo (2010) yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang NAPZA terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa Kelas III SMK Muhammadiyah Kartasura” dengan menggunakan metode penelitian quasi eksperiment dengan rancangan pretest-post test with control design yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pendidikan kesehatan tentang NAPZA terhadap pengetahuan dan sikap siswa SMK Muhammadiyah Kartasura tentang NAPZA. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara pengetahuan siswa tentang narkoba dari kelompok kontrol yang tidak mendapat pendidikan kesehatan dengan kelompok eksperimen yang mendapat pendidikan kesehatan dan bimbingan pada pre-test dengan pengetahuan pada saat post-test dengan hasil uji statistik perbedaan mean menggunakan uji statistik T-test (p value = 0,000) serta terdapat perbedaan yang bermakna antara sikap siswa tentang narkoba dari kelompok kontrol yang tidak mendapat pendidikan kesehatan dengan kelompok eksperimen yang mendapat pendidikan kesehatan dan bimbingan dengan hasil uji statistik perbedaan mean menggunakan ujistatistik T-test (p value = 0,000) (Sukini dan Widodo, A., 2010).