BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sungai CBL
Sungai CBL (Cikarang Bekasi Laut) merupakan sudetan yang direncanakan pada tahun 1973 dan dibangun pada tahun 1980 oleh proyek irigasi Jatiluhur untuk mengalihkan banjir dari Kali Bekasi, Kali Cisadang, dan Kali Cikarang. Sungai CBL mempunyai daerah tangkapan (catchment area) sebesar 915 km2 yang merupakan gabungan sebagian DAS Kali Bekasi dan DAS Kali Cikarang dengan panjang sungai sekitar 28 km. (Geodinamik Konsultan, 2008) Di samping itu, Sungai CBL merupakan tempat bermuaranya beberapa anak sungai seperti Kali Jambo, Kali Jambe, Kali Baru, Kali Srengseng, dan Kali Bojongkoneng. Hilir pada Kali Bekasi berfungsi sebagai long storage pada saat terjadi banjir sedangkan hilir Kali Cikarang berfungsi untuk mengalirkan sebagian debit banjir.
Gambar 2.1 Sketsa Jaringan Sungai CBL (Geodinamik Konsultan, 2008) II-1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2
Analisis Debit Banjir
Bambang Triatmodjo (2006) mengemukakan bahwa jumlah zat cair yang mengalir melalui tampang lintang aliran tiap satuan waktu disebut Debit Aliran dan diberi notasi Q. Debit Aliran biasanya diukur dalam volume zat cair tiap satuan waktu, sehingga satuannya adalah meter kubik per detik (m 3/detik) atau satuan lain (liter/detik, liter/menit, dsb.). 2.2.1
Pengolahan Data Hujan
Kegiatan pengumpulan data curah hujan merupakan kegiatan pokok dalam pengelolaan data curah hujan, keberhasilan suatu perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian Sumber Daya Air (SDA) yang berhubungan dengan data curah hujan. Sesuai dengan visi dan misi dari pengelolaan hidrologi, maka hasil dari pengolahan data curah hujan yang diharapkan adalah dapat menyajikan data curah hujan yang akurat, menerus, dan berkelanjutan sesuai dengan kondisi lapangan, tersusun dalam database dan dapat menyediakan informasi yang tepat waktu sesuai dengan kebutuhan. Data-data yang tercakup dalam database meliputi data curah hujan harian (mm), data curah hujan per jam (mm), dan lain-lain. Data curah hujan yang didapatkan kemudian dipergunakan untuk menghitung debit aliran sungai dalam perencanaan profil muka air sungai untuk memperoleh hasil debit banjir sungai khususnya Sungai CBL di Kabupaten Bekasi. Hujan maksimum tahunan adalah satu nilai curah hujan tertinggi yang terjadi dalam periode satu tahun. Hujan maksimum tahunan (R24) tiap tahun dapat berbeda satu
II - 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dengan yang lain. Data yang diambil dari R24 dipergunakan dalam analisis debit banjir rencana dengan metode yang telah ada. 2.2.2
Pengukuran Dispersi
Analisis frekuensi adalah istilah yang merujuk pada teknik menganalisis probabilitas kejadian vaiabel hidrologi dalam lingkup statistik. Analisis ini dibutuhkan untuk menentukan debit banjir dengan periode ulang rencana tertentu. (Ponce, 1989) Soewarno (1995) mengatakan bahwa dalam analisis frekuensi curah hujan data hidrologi dikumpulkan, dihitun, disajikan dan ditafsirkan dengan menggunakan prosedur tertentu, yaitu metode statistik. Pada kenyataannya bahwa tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya. Cara mengukur besarnya variasi disebut dengan pengukuran dispersi. Adapun cara yang dilakukan dalam pengukuran dispersi, antara lain: a. Standar Deviasi (Sd) Standar deviasi dan varian merupakan ukuran dispersi yang paling banyak digunakan. Varian dihitung sebagai nilai kuadrat dari standar deviasi. Apabila penyebaran data sangat besar terhadap nilai rata-rata maka nilai standar deviasi akan besar, akan tetapi bila penyebaran data sangat kecil terhadap nilau rata-rata maka standar deviasi akan kecil. ∑
Sd = √
̅
(2.1)
Di mana: Sd = Standar deviasi
II - 3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Xi = Nilai variabel ̅ = Nilai rata-rata n
= Jumlah data
b. Koefisien Skewness (Cs) Kemencengan (skewness) merupakan suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidaksimetrisan (asymmetry) dari bentuk distribusi. Ukuran kemencengan tersebut umumnya dinyatakan dengan besarnya koefisien kemencengan (coefficient of skewness) dengan rumus: ∑
̅
(2.2)
Di mana: Cs = Koefisien kemencengan Xi = Nilai variabel ̅ = Nilai rata-rata n
= Jumlah data
Sd = Standar deviasi c. Pengukuran Kurtosis (Ck) Pengukuran kurtosis merupakan suatu pengukuran yang dimaksudkan untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal. Ukuran keruncingan tersebut dinyatakan dalam besarnya koefisien keruncingan atau koefisien kurtosis dengan rumus: Ck =
∑
̅
(2.3)
Di mana: II - 4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Ck = Koefisien keruncingan Xi = Nilai variabel ̅ = Nilai rata-rata n
= Jumlah data
Sd = Standar deviasi d. Koefisien Variasi (Cv) Koefisien variasi merupakan nilai perbandingan antara standar deviasi dengan nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi. Ukuran variasi tersebut dinyatakan dalam besarnya koefisien variasi dengan rumus: ̅
(2.4)
Di mana: Cv = Koefisien variasi Sd = Standar deviasi ̅ = Nilai rata-rata 2.2.3
Penentuan Hujan Kawasan
Stasiun penakar hujan merupakan suatu tempat di mana alat penakar hujan berada. Alat tersebut memberikan data kedalaman hujan di suatu titik di mana stasiun hujan itu berada sehingga curah hujan pada suatu luasan didapatkan dari titik pengukuran. Apabila suatu daerah terdapat lebih dari satu stasiun hujan yang letaknya tersebar di sekeliling daerah tersebut, hujan yang tercatat pada masing-masing stasiun memiliki nilai yang berbeda. Untuk menentukan rata-rata dalam analisis hidrologi, ada beberapa metode yang digunakan antara lain: metode aritmatik (aljabar) yaitu metode rata-rata II - 5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
curah hujan pada suatu luas permukaan daerah yang datar, metode isohyet yaitu metode rata-rata curah hujan pada suatu daerah berdasarkan kontur atau topografi yang sama, dan metode poligon Thiessen. Metode Poligon Thiessen adalah cara yang sering dipakai karena mengimbangi tidak meratanya distribusi alat ukur. Cara ini dapat dipakai pada daerah dataran atau daerah pegunungan (dataran tinggi) dan stasiun pengamat hujan minimal ada tiga stasiun hujan sehingga dapat membentuk segitiga.
Gambar 2.2 Metode Poligon Thiessen pada DAS Sungai
II - 6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Hujan rata-rata dapat dihitung dengan rumus pendekatan : ∑
(2.1)
∑
Di mana : Hi
= Hujan pada masing- masing stasiun 1, 2 … n (mm)
Ai
= Luas pengaruh masing- masing stasiun 1, 2 … n pada daerah aliran (km2)
n
= Jumlah stasiun yang ditinjau
RH
= Rata- rata curah hujan (mm)
2.2.4
Hujan Rencana
I Made Kamiana (2011) mengatakan bahwa hujan rencana (X T) adalah hujan dengan periode ulang tertentu (T) yang diperkirakan akan terjadi di suatu daerah pengaliran. Periode ulang adalah waktu hipotetik di mana suatu kejadian dengan nilai tertentu misalnya hujan rencana, sedangkan analisis frekuensi dalam hujan rencana bertujuan untuk mencari hubungan antara besarnya suatu kejadian ekstrim (maksimum atau minimum) dan frekuensinya berdasarkan distribusi probabilitas. Hubungan antara besarnya kejadian ekstrim (X) dan frekuensi atau peluang kejadiannya (P) adalah berbanding terbalik. Semakin besar nilai X (misal curah hujan) maka frekuensi peluang (P) akan semakin kecil. Besarnya q bergantung pada R (curah hujan) dan
⁄ , untuk R dapat dipakai R
maksimum selama waktu pengamatan atau R rencana. Misalnya, R 25 adalah tinggi hujan rencana dengan tahun ulang 25 tahun atau dapat pula dikatakan tinggi hujan yang mungkin dapat terjadi sekali dalam waktu 25 tahun. (Hadi Susilo, Rekayasa Hidrologi)
II - 7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam analisis frekuensi data hujan atau data debit guna memperoleh nilai hujan rencana atau debit rencana, terdapat beberapa metode yang digunakan dalam distribusi hujan rencana, yaitu: a. Metode Normal Perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi Probabilitas Normal, jika data yang dipergunakan adalah berupa sampel maka dilakukan dengan rumus berikut: XT = Xav + S . KT
(2.2)
Di mana: XT = Hujan rencana dengan periode ulang T tahun Xav = Nilai rata-rata dari data hujan (X) mm = Standar deviasi dari data hujan (X) mm
S
KT = Faktor frekuensi, nilainya tergantung dari T (lihat Tabel 2.1) Tabel 2.1 Tabel Nilai Variabel Reduksi Gauss No.
Periode Ulang T (tahun)
KT
1
1,001
-3,05
2
1,005
-2,58
3
1,010
-2,33
4
1,050
-1,64
5
1,110
-1,28
6
1,250
-0,84
7
1,330
-0,67
8
1,430
-0,52
9
1,670
-0,25
10
2,000
0
11
2,500
0,25
II - 8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
12
3,330
0,52
13
4,000
0,67
14
5,000
0,84
15
10,000
1,28
16
20,000
1,64
17
50,000
2,05
18
100,000
2,33
19
200,000
2,58
20
500,000
2,88
21
1000,000
3,09
Sumber: Suripin (2004)
b. Metode Gumbel I Made Kamiana (2011) mengatakan bahwa jika data hujan yang digunakan dalam perhitungan adalah berupa sampel (populasi terbatas), maka perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi Probabilitas Gumbel dilakukan dengan rumus berikut: XT = Xav + S . K
(2.3)
Di mana: XT = Hujan rencana atau debit dengan periode ulang T Xav = Nilai rata-rata dari data hujan (X) S
= Standar deviasi dari data hujan (X)
K
= Faktor frekuensi Gumbel (2.4)
Yt
= Reduced variate (lihat Tabel 2.2) = - Ln - Ln
Yn
= Reduced mean (lihat Tabel 2.3)
(2.5)
II - 9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
= Reduced standard deviation (lihat Tabel 2.3)
Sn
Tabel 2.2 Tabel Nilai Reduced Variate (Yt) No.
Periode Ulang T (tahun)
KT
1
2
0,4476
2
5
1,4999
3
10
2,2504
4
20
2,9702
5
25
3,1255
6
50
3,9019
7
100
4,6001
Sumber: Soemarto (1987)
Tabel 2.3 Tabel Nilai Reduced Standard Deviation (Sn) dan Nilai Reduced Mean (Yn) No.
Periode Ulang T (tahun)
Sn
Yn
1
10
0,9497
0,4952
2
15
1,0210
0,5128
3
20
1,0630
0,5236
4
25
1,0910
0,5390
5
30
1,1120
0,5362
6
35
1,1280
0,5403
7
40
1,1410
0,5436
8
45
1,1520
0,5463
9
50
1,1610
0,5485
10
60
1,1750
0,5521
11
70
1,1850
0,5548 II - 10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
12
80
1,1940
0,5567
13
90
1,2010
0,5586
14
100
1,2060
0,5600
15
200
1,2360
0,5672
16
500
1,2590
0,5724
17
1000
1,2690
0,5745
Sumber: Soemarto (1987)
c. Metode Pearson Tipe III Distribusi Pearson Tipe III mempunyai kurva seperti bel (bell shaped). Distribusi ini sering disebut dengan Distribusi Gamma dan banyak digunakan dalam analisis hidrologi terutama dalam analisis data maksimum dan data minimum dengan nilai ekstrim dengan faktor frekuensi (KT) dilihat dari tabel. XT = Xav + S . KT
(2.6)
Di mana: XT = Hujan rencana dengan periode ulang T tahun Xav = Nilai rata-rata dari data hujan (X) mm S
= Standar deviasi dari data hujan (X) mm
KT = Faktor frekuensi, nilainya tergantung dari T (lihat Tabel 2.4)
II - 11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.4 Faktor Frekuensi (KT) untuk Distribusi Pearson Tipe III
Sumber: Soewarno (1995)
d. Uji Data Outlier Isri Mangangka dan Akbar (2016) dalam jurnalnya mengatakan bahwa data outlier adalah data yang secara statistik menyimpang jauh dari kumpulan datanya. Penyimpangan ini antara lain diakibatkan oleh kesalahan pembacaan. Uji data outlier ini berguna untuk menilai data curah hujan yang ada, yaitu apakah ada data
II - 12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
yang terlampau jauh menyimpang dari kumpulan data yang ada. Uji data outlier terbagi menjadi 2 uji: Uji Outlier Tinggi dan Uji Outlier Rendah.
Uji Outlier Tinggi Log XH = ̅̅̅̅̅̅̅̅ + Kn . S log
(2.7)
Uji Outlier Rendah Log XH = ̅̅̅̅̅̅̅̅ - Kn . S log
(2.8)
Di mana: ̅̅̅̅̅̅̅̅ = Nilai rata – rata log data pengamatan Cs log = Koefisien kemencengan skewness (dalam log) S log = Standart deviasi (dalam log) XH
= High outlier / outlier tinggi
XL
= Low outlier / outlier rendah
Kn
= Konstanta uji outlier (diambil dari tabel K value test) yang tergantung dari jumlah data yang dianalisis.
Jika terdapat data outlier, maka data tersebut sebaiknya disesuaikan dengan mengambil batas atas atau batas bawah sebagai acuan. Data yang sudah disesuaikan siap untuk digunakan. e. Uji Data Smirnov- Kolmogorof Metode ini merupakan salah satu dari pengujian distribusi probabilitas secara analitis maupun secara grafis. Berikut adalah langkah-langkah perhitungan dengan Metode Smirnov-Kolmogorof secara analitis (I Made Kamiana, 2011):
Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya.
II - 13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut P(Xi) dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya: (2.9) Di mana: n = Jumlah data i
= Nomor urut data
Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah diurut tersebut P’(Xi) berdasarkan persamaan distribusi probabilitas yang dipilih (Normal, Gumbel, dan sebagainya).
Hitung selisih (∆Pi) antara peluang empiris P(Xi) dan teoritis P’(Xi) untuk setiap data (Xi) yang sudah diurut, rumus: ∆Pi = P(Xi) - P’(Xi)
(2.10)
Tentukan apakah ∆Pi < ∆P kritis, jika “tidak” artinya distribusi probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.
∆P kritis dapat dilihat dari Tabel 2.4
Berikut adalah langkah-langkah perhitungan dengan Metode Smirnov-Kolmogorof secara grafis (I Made Kamiana, 2011):
Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya.
Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut P(Xi) dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya: (2.11) Di mana:
II - 14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
n = Jumlah data i
= Nomor urut data
Plot masing-masing nilai P(Xi) di kertas probabilitas sebagai absis dan nilai Xi sebagai ordinat yang sudah diskala sedemikian rupa sehingga menjadi titik-titik koordinat.
Kemudian di atas sebaran titik-titik koordinat tersebut ditarik kurva atau garis teoritis. Persamaan garis teoritis merupakan persamaan distribusi probabilitas yang telah dihitung.
Hitung nilai peluang teoritis P’(Xi) untuk masing-masing data (Xi). Caranya adalah dengan menarik garis horizontal dari setiap titik koordinat menuju ke garis teoritis.
Hitung selisih (∆Pi) antara peluang empiris P(Xi) dan teoritis P’(Xi) untuk setiap data (Xi) yang sudah diurut, rumus: ∆Pi = P(Xi) - P’(Xi)
(2.12)
Tentukan ∆Pi yang paling maksimum.
Tentukan apakah ∆P maksimum < ∆P kritis, jika “tidak” artinya distribusi probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.
II - 15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.5 Tabel Nilai ∆P Kritis Smirnov-Kolmogorof α (Derajat Kepercayaan)
Periode Ulang (tahun)
0,20
0,10
0,05
0,01
5
0,45
0,51
0,56
0,67
10
0,32
0,37
0,41
0,49
15
0,27
0,30
0,34
0,40
20
0,23
0,26
0,29
0,36
25
0,21
0,24
0,27
0,32
30
0,19
0,22
0,24
0,29
35
0,18
0,20
0,23
0,27
40
0,17
0,19
0,21
0,25
45
0,16
0,18
0,20
0,24
50
0,15
0,17
0,19
0,23
N>50 Sumber: Soewarno (1995)
Gambar 2.3 Sketsa Uji Smirnov-Kolmogorof Secara Grafis dengan Kertas Probabilitas (I Made Kamiana, 2011) II - 16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2.5
Distribusi Curah Hujan dengan Metode Mononobe
Intensitas curah hujan adalah besarnya jumlah hujan yang turun yang dinyatakan dalam tinggi curah hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi terjadinya. Untuk menghitung intensitas curah hujan digunakan dalam metode Mononobe adalah sebagai berikut: * ( )2/3
RT =
(2.13)
Di mana: RT
=
Intensitas hujan rata-rata dalam T jam (mm/jam)
T
=
Waktu mulai hujan (jam)
t
=
Waktu konsentrasi hujan (jam), untuk Indonesia t = 6 jam
Sebaran hujan jam-jam an, rumus: Rt = ( t . RT ) - [ ( t – 1 ) . ( RT – 1 ) ]
(2.14)
Di mana: Rt
=
Prosentase intensitas hujan rata-rata (dalam t jam)
Tabel 2.6 Distribusi Hujan Jam-Jaman untuk Durasi Hujan 6 Jam t (jam)
RT (mm/jam)
Distribusi Hujan (%)
1
0,55 R24
55,03%
2
0,35 R24
14,30%
3
0,26 R24
10,03%
4
0,22 R24
7,99%
5
0,19 R24
6,75%
6
0,17 R24
5,90%
Sumber: Dr. Mononobe
II - 17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2.6
Debit Banjir
Ada banyak cara untuk memperoleh besaran aliran sungai atau debit sungai (Q), antara lain: besaran debit sungai berdasarkan pengukuran di lapangan, perhitungan rumus empiris, dan perhitungan debit sungai berdasarkan curah hujan yang jatuh di daerah tangkapan air / aliran sungai (catchment area). Selain itu ada juga beberapa rumus yang dapat digunakan untuk menghitung debit banjir berdasarkan para ahli seperti Cara Melchior dan Cara Der Weduwen & Haspers. (Hadi Susilo, Rekayasa Hidrologi) Dalam sub bab ini akan diuraikan debit sungai berdasarkan tinggi curah hujan yang jatuh di daerah tangkapan air sungai dengan berbagai parameter yang mempengaruhi. Perhitungan besaran debit sungai pada suatu tempat secara umum dirumuskan sebagai berikut: (2.15) Di mana: Q = Debit Aliran α = Koefisien Pengaliran (Run of Coefficient) β t
= Koefisien Reduksi = Intensitas Relatif Hujan untuk Jangka Waktu t
t
= Jangka Waktu t yang dipandang
f
= Luas Daerah Pematusan (km2)
Untuk menghitung debit banjir (Q) dapat juga difunakan hidrograf banjir. Hidrograf merupakan suatu kurva yang menggambarkan fluktuasi debit aliran sungai terhadap waktu. Analisis hidrograf bertujuan untuk menduga run off yang terjadi di daerah aliran II - 18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
sungai berdasarkan data curah hujan. Dalam hidrograf dibedakan komponen-komponen yang membentuk debit total, yaitu aliran limpasan langsung (direct run off) dan aliran dasar (base flow). Bagian-bagian hidrograf antara lain: waktu nol (zero time) yang menunjukkan awal hidrograf, puncak hidrograf yang menggambarkan debit maksimum, waktu capai puncak (time to peak) yang diukur dari nol sampai debit puncak, sisi naik (rising limb) yang menunjukkan waktu nol dan waktu capai puncak, sisi turun (recession limb) yang menunjukkan waktu capai puncak dan waktu dasar, serta waktu dasar (time base) yang diukur dari waktu nol sampai waktu sisi turun.
Gambar 2.4 Komponen Hidrograf Banjir (http://parra.sdsu.edu/roberson_chapter022.html)
II - 19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bambang Triatmodjo (2006) dalam bukunya yang berjudul Hidrologi Terapan mengemukakan ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam hidrogaf: a. Metode Nakayasu Nakayasu dari Jepang, telah membuat rumus hidrograf satuan sintetik dari hasil penyelidikannya. Data-data yang digunakan dalam analisis debit puncak banjir disamping data hujan atau debit juga menggunakan data lainnya seperti data kondisi fisik sungai, kondisi lahan DAS serta jenis tanah dominan. Rumus tersebut adalah sebagai berikut: Parameter Metode Nakayasu L<15 km
→
tg = 0,21 . L0,7
(2.16)
L>15 km
→
tg = 0,4 + 0,058 . L
(2.17)
tr
= 0,5 sampai 1 tg
Tp
= tg + 0,8 tr
(2.18)
T0,3
= α.tg
(2.19)
α
=
0,47 A L tg
0,25
(2.20)
untuk :
Daerah pengaliran biasa α = 2
Bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat α = 1,5
Bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat α= 1
Qp
C A R0 3,6 0,3Tp T0,3
(2.21)
II - 20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Keterangan : Qp
= Debit puncak banjir (m3/det)
R0
= Hujan satuan (mm)
Tp
= Tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak
banjir (jam) Tg
= Waktu konsentrasi (jam), tenggang waktu dari titik berat hujan sampai
titik berat hidrograf (time lag) tr
= Tenggang waktu hidrograf (time base of hidrograf)
Bagian Lengkung Naik (Rising Limb) Hidrograf Satuan Qa
=
t Qp T p
2.4
(2.22)
Di mana: Qa
= limpasan sebelum mencapai debit puncak (m 3/det)
t
= waktu (jam)
Bagian Lengkung Turun (Decreasing Limb) Hidrograf Satuan →
Qd1 = Qp 0,3
t Tp T0,3
(2.23)
t Tp0,5T0,3
→
Qd2 = Qp 0,3
1,5T0,3
(2.24)
t Tp1,5T0,3
→
Qd3 = Qp 0,3
2T0,3
(2.25)
II - 21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
i tr
0,8 tr Q
tg
lengkung naik
lengkung turun
Qp 0,3 Qp
Tp
T0,3
0,32 Qp
1,5 T0,3
Gambar 2.5 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu (Bambang Triatmodjo, 2006 ) b. Metode SCS Hidrograf sintetik SCS adalah hidrograf sintetik yang tidak berdimensi dan dikembangkan dari unit hidrograf untuk berbagai ukuran DAS dan lokasi geografi. Berdasarkan Bedient (1992), persamaan yang digunakan adalah : (2.26) Di mana: A = luas DAS (mil2) Tp = waktu naik (jam)
Tp = tr/2 + tp
(2.27)
Di mana: tr = durasi hujan (jam), untuk Indonesia diambil 6 jam tp = lag time dari tengah durasi sampai Qp (jam)
II - 22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.6 Hidrograf Satuan Sintetik SCS (a) Hidrograf Takberdimensi dan (b) Hidrograf Satuan Segitiga (Chow, 1988) Sedangkan lag time dihitung dengan salah satu persamaan empiris, yaitu : (2.28) Di mana: tp = Lag time (jam) L = Panjang sungai utama (kaki) y
= Kemiringan sungai rata-rata (%)
S = 1000/CN - 10 CN = curve number yang dapat dilihat pada tabel berikut:
II - 23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.7 Nilai CN untuk Perhitungan Hidrograf Sintetik SCS
Sumber: Bedient (1992)
2.3
Koefisien Pengaliran
Besarnya koefisien pengaliran (C) dipengaruhi oleh: a. Bentuk dan luas daerah pematusan b. Miring daerah pematusan dan miring palung sungai c. Besarnya kemampuan mengisap/menyerap dan daya menahan air
II - 24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
d. Keadaan flora daerah pematusan e. Daya tampung penampang sungai f. Tinggi suhu dan besarnya angin disertai tingkat penguapan g. Jatuhnya hujan yang mendahului hujan maksimum Tabel 2.8 Koefisien Pengaliran Keadaan Daerah Pematusan
C
Bergunung dan curam
0,75 – 0,90
Pegunungan
0,70 – 0,80
Tanah datar yang ditanami
0,45 – 0,65
Sungai dengan tanah dan hutan di bagian atas dan 0,50 – 0,75 bawahnya Sawah waktu diairi
0,70 – 0,85
Sungai bergunung
0,75 – 0,85
Sungai dataran
0,45 – 0,75
Sumber: Dr. Mononobe
2.4
Analisis Muka Air Banjir Unsteady Flow
Aliran tak tunak / tak permanen atau aliran tak langgeng / tak mantap (unsteady flow) merupakan suatu aliran yang dalam kondisi berubah, baik dalam kecepatan aliran (v), takanan aliran (P), rapat massa aliran (ρ), penampang aliran (A), maupun debit aliran (Q). Aliran dengan parameter alirannya berubah dari waktu ke waktu. (Bambang Triatmodjo, 2006)
Contoh dari aliran unsteady flow adalah perubahan debit dalam aliran banjir di sungai, salah satunya adalah Sungai CBL di Kabupaten Bekasi. Untuk perhitungan muka air II - 25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
banjur untuk aliran unsteady flow dapat dihitung menggunakan alat bantu software HEC-RAS.
2.5
Software HEC-RAS
Analisis hidrolika dimaksudkan untuk mengetahui elevasi muka air banjir untuk berbagai nilai debit banjir rencana. Untuk penelititan ini digunakan alat bantu software HEC-RAS (Hydrologic Engineering Center – River Analysis System) dalam menganalisis debit banjir Sungai CBL, Kabupaten Bekasi. HEC-RAS merupakan suatu program yang digunakan untuk melaksanakan perhitungan hidrolis suatu jaringan saluran baik saluran alami maupun saluran buatan. Program dimaksudkan untuk dapat mempermudah dalam menganalisis debit banjir rancangan serta dapat menyajikan hasil analisis secara virtual seperti tampang sungai (cross section), tinggi muka air, dan banjir rancangan, serta dapat menampilkan hasil analisis secara perspektif tinggi muka air banjir sepanjang sungai. (Irvan Syakuri, 2013) HEC-RAS mempermudah perhitungan profil muka air banjir saat aliran melewati bangunan silang, seperti: jembatan, bending, dan pintu air. Dengan penggunaan software HEC-RAS diharapkan dapat menghasilkan profil muka air banjir yang sesuai sehingga dapat digunakan untuk pengendalian banjir akibat Sungai CBL.
2.5.1
Permodelan HEC-RAS
Software yang digunakan dalam analisis aliran unsteady flow Sungai CBL adalah program HEC-RAS (Hydrologic Engineering Center – River Analysis Program) versi
II - 26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4.0. Program ini akan mempunyai halaman atau tampilan awal seperti Gambar 2.7 berikut:
Gambar 2.7 Software HEC-RAS versi 4.0 Data curah hujan yang telah ada diolah dalam program ini untuk mendapatkan simulasi hasil dari aliran unsteady flow untuk mendapatkan penampang saluran dan mengetahui debit banjir rencana dalam upaya pengendalian banjir di Sungai CBL (Cikarang Bekasi Laut) Kabupaten Bekasi. Selain penampang sungai yang dihasilkan dalam program ini, akan dihasilkan juga gambar long section berdasarkan analisis dari program HEC-RAS tersebut.
Gambar 2.8 Contoh Cross Section Sungai Hasil Analisis HEC-RAS
II - 27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.9 Contoh Long Section Sungai Hasil Analisis HEC-RAS
II - 28
http://digilib.mercubuana.ac.id/