BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Umum Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya
orthogonal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi ting di buat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi (K. Nakazawa, 1983). Pondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam. Pondasi jenis ini dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat ke atas, terutama pada bangunan – bangunan tingkat yang dipengaruhi oleh gaya – gaya penggulingan akibat beban angina. Tiang – tiang juga digunakan untuk mendukung bangunan dermaga. Pada bangunan ini, tiang – tiang dipengaruhi oleh gaya – gaya benturan kapal dan gelombang air (H. C. Hardiyatmo, 2002). Pondasi tiang digunakan untuk beberapa maksud, antara lain: 1. Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak, ke tanah pendukung yang kuat; 2. Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu sehingga bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah disekitarnya;
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk nengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan; 4. Untuk menahan gaya – gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring; 5. Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah tersebut bertamabah; 6. Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus air (H. C. Hardiyatmo, 2002). 2.2
Penggolongan Pondasi Tiang Pondasi tiang dapat dibagi menjadi 3 kategori sebagai berikut: 1. Tiang Perpindahan Besar (large displacement pile). Tiang Perpindahan Besar (large displacement pile), yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah yang relatif besar. Termasuk dalam tiang perpindahan besar adalah tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang (pejal atau berlubang), tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya). 2. Tiang Perpindahan Kecil (small displacement pile) Tiang Perpindahan Kecil (small displacement pile), adalah sama seperti tiang kategori pertama hanya volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relatif kecil, contohnya: tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulir.
Universitas Sumatera Utara
3. Tiang Tanpa Perpindahan (non displacement pile). Tiang Tanpa Perpindahan (non displacement pile), terdiri dari tiang yang dipasang di dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah. Termasuk dalam tiang tanpa perpindahan adalah bored pile, yaitu tiang beton yang pengecorannya langsung di dalam lubang hasil pengeboran tanah (pipa baja diletakan di dalam lubang dan dicor beton (H.C. Hardiyatmo, 2002). Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan kualitas materialnya, cara pelaksanaan, pemakaiannya bahan – bahan dan sebagainya: Penggolongan berdasarkan kualitas material dan cara pembuatannya diperlihatnya dalam tabel 2.1, untuk penggolongan tiang berdasarkan cara pemasangannya seperti diperlihatkan pada table 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Macam – macam tipe pondasi berdasarkan kualitas material dan cara pembuatannya.
(K. Nakazawa, 1983)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Pondasi tiang berdasarkan teknik pemasangannya
( K. Nakazawa, 1983) Berdasarkan penyaluran beban ke tanah, pondasi tiang dibedakan menjadi tiga yaitu: 1. Pondasi tiang dengan tahanan ujung (end bearing pile). Tiang ini meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang kelapisan tanah pendukung. 2. Pondasi tiang dengan tahanan geseran (friction pile). Tiang ini meneruskan beban ke tanah melalui tahanan geser selimut tiang. 3. Kombinasi Friction dan end bearing capacity.
Universitas Sumatera Utara
2.3
Pondasi Bored Pile Bored pile dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih
dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan dicor beton. Tiang ini biasanya, dipakai pada tanah yang stabil dan kaku, sehingga memungkinkan untuk membentuk lubang yang stabil dengan alat bor. Jika tanah mengandung air,n pipa besi dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan pipa ini ditarik ke atas pada waktu pengecoran beton. Pada tanah yang keras atau batuan lunak, dasar tiang dapat dibesarkan untuk menambah tahanan dukung ujung tiang (Gamnbar 2.2). Ada berbagai jenis pondasi bored pile yaitu: 1. Bored pile lurus untuk tanah keras; 2. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel; 3. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium; 4. Bored pile lurus untuk tanah berbatu – batuan.
Gambar 2.1 Jenis-jenis Bore pile (Braja M. Das, 1941)
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa alasan digunakannya pondasi bored pile dalam konstruksi: 1. Bored pile dapat digunakan pada tiang kelompok atau pile cap. 2. Kedalaman tiang dapat divariasikan. 3. Bored pile dapat didirikan sebelum penyelesaian tahapan selanjutnya. 4. Ketika
proses
pemancangan
dilakukan,
getaran
tanah
akan
mengakibatkan kerusakan pada bangunan yang ada didekatnya, tetapi dengan penggunaan pondasi bored pile hal ini dapat dicegah. 5. Pada pondasi tiang, proses pemancangan pada tanah lempung akan membuat tanah bergelombang dan menyebabkan tiang pancang sebelumnya bergerak ke samping. Hal ini tidak terjadi pada kostruksi pondasi bored pile. 6. Selama pelaksanaan pondasi bored pile tidak ada suara yang ditimbulkan oleh alat pancang seperti yang terjadi pada pelaksanaan pondasi tiang pancang. 7. Karena dasar dari pondasi bored pile dapat diperbesar, hal ini memberikan ketahanan yang besar untuk gaya ke atas. 8. Permukaan di atas dimana dasar bored pile didirikan dapat diperiksa secara langsung. 9. Pondasi bored pile mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap beban lateral.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa kelemahan dari pondasi bored pile: 1. keadaan cuaca yang buruk dapat mempersulit pengeboran dan pengecoran, dapat diatasi dengan cara menunda pengeboran dan pengecoran sampai keadaan cuaca memungkinkan atau memasang tenda sebagai penutup. 2. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa pasir atau tanah berkerikil maka menggunakan bentonite sebagai penahan longsor. 3. Pengecoran beton sulit bila dipengaruhi ait tanah karena mutu beton tidak dapat dikontrol dengan baik maka diatasi dengan cara ujung pipa tremic berjarak 25 – 50 cm dari dasar lubang pondasi. 4. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tanah terhadap tiang, maka air yang mengalir langsung dihisap dan dibuang kembali ke dalam kolam air. 5. Akan terjadi tanah runtuh (ground loss) jiks tindakan pencegahan tidak dilakukan, maka dipasang casing umtuk mencegah kelongsoran. 6. Karena diameter tiang cukup besar dan memerlukan banyak beton dan material, untuk pekerjaan kecil mengakibatkan biayanya sangat melonjak maka ukuran tiang bored pile disesuaikan dengan beban yang dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
7. Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung pondasi dianggap telah terpenuhi, kadang – kadang terjadi bahwa tiang pendukung kurang sempurna karena adanya lumpur yang tertimbun di dasar, maka dipasang pipa paralon pada tulangan bored pile untuk pekerjaan base grouting. Pada saat ini ada tiga metode dasar pengeboran (variable – variable tempat proyek mungkin ini juga memerlukan perpaduan beberapa metode), yaitu: 1. Metode Kering. Pada metode kering yang pertama dilakukan adalah sumuran digali (dan dasarnya dibentuk lonceng jika perlu). Kemudian sumuran diisi sebagian dengan beton dan kerangka tulangan dipasang dan setelah itu sumuran telah selesai dikerjakan. Harap diingat bahwa kerangka tulangan tidak boleh dimasukkan sampai mencapai dasar sumuran karena diperlukan pelindung beton minimum, tetapi kerangka tulangan boleh diperpanjang sampai akhir mendekati kedalaman penuh dari pada hanya mencapai kira – kira setengahnya saja. Metode ini membutuhkan tanah tempat proyek yang tak berlekuk (kohesif) dan permukaan air di bawah dasar sumuran atau jika permeabilitasnya cukup rendah, sumuran bisa digali (mungkin juga dipompa) dan dibeton sebelum sumuran terisi air cukup banyak sehingga bisa mempengaruhi kekuatan beton. Rangkaian pembuatannya seperti pada (Gambar 2.2).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Metode kering konstruksi pilar yang dibor
2. Metode Acuan Metode ini diuraikan seperti pada gambar 2.4. Pada metode ini, acuan dipakai pada tempat – tempat proyek yang mungkin terjadi lekukan atau deformasi lateral yang berlebihan terhadap rongga sumur (sharf cavity). Metode ini juga dipakai sebagai sambungan – perapat (seal) lubang terhadap masuknya air tanah tetapi hal ini membutuhkan lapisan tanah yang tak bisa ditembus (kedap) air di bawah daerah lekukan tempat acuan bisa dipasang (disok). Perlu kita ingat bahwa sebelum casing dimasukkan, suatu adonan spesi encer (slurry) digunakan untuk mempertahankan lubang. Setelah acuan
Universitas Sumatera Utara
dipasang, adonan dikeluarkan dan sumur diperdalam hingga pada kedalaman yang diperlukan dalam keadaan kering. Bergantung pada kebutuhan site dan proyek, sumuran di bawah acuan akan dikurangi paling tidak sampai ID acuan kadang – kadang 25 sampai 50 mm kurangnya untuk jarak ruang bor tanah (anger) yang lebih baik. Acuan bisa saja ditinggalkan dalam sumuran atau bisa juga dikeluarkan jika dibiarkan ditempat, maka ruangan melingkar antara OD acuan dan tanah (yang diisi dengan adonan atau lumpur hasil pengeboran) diganti dengan adukan encer (grout) maka adonan akan dipindahkan ke atas puncak sehingga rongga tersebut diisi dengan adukan encer.
Gambar 2.3 Metode acuan konstruksi pilar yang dibor
Universitas Sumatera Utara
3. Metode Adonan Metode ini bisa diterapkan pada semua keadaan yang membutuhkan acuan. Hal ini diperlukan jika tidak mungkin mendapatkan penahan air (water seal) yang sesuai dengan acuan untuk menjaga agar air tidak masuk ke dalam rongga sumuran (shaft cavity). Langkah – langkah metode ini diuraikan dalam (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Metode adonan konstruksi pilar yang dibor
Universitas Sumatera Utara
Hal – hal yang diperhatikan dalam metode ini adalah: a. Jangan membiarkan adonan terlalu lama dalam sumuran sehingga terbentuk lapisan penyaring yang terlalu tebal pada dinding sumuran karena lapisan yang tebal sukar untuk digeserkan oleh beton selama pengisian sumuran; b. Memompa adonan keluar dan partikel – partikel yang lebih besar dalam suspensi dipisahkan dengan memakai adonan conditioned yang dikembalikan lagi ke dalam sumuran sebelum beton; c. Hati – hati sewaktu menggali lempung melalui adonan, sehingga penarikan kepingan yang besar tidak menyebabkan tekanan atau pengisapan pori negatif yang bisa meruntuhkan sebagian dari sumuran. Setelah sumuran selesai digali, tulangan kerangka dimasukkan ke dalam sumuran dan corong pipa cor (treme) dipasang (urutan ini perlu diperhatikan sehingga corong pipa cor tidak perlu ditarik sewaktu akan memasang kerangka (cage) dan lalu dipasang kembali yang pasti akan mengakibatkan terputusnya pembentukan lapisan adonan dalam sumuran). Beton dipompa dengan hati – hati sehingga corong pipa cor selalu terendam dalam beton sehingga hanya ada sedikit daerah permukaan yang terbuka dan yang terkontaminas oleh adonan.
Universitas Sumatera Utara
2.4
Metode Pelaksanaan Pondasi Bored Pile Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi.
Umumnya, aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga target waku, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai. Tahapan pekerjaan pondasi bored pile adalah sebagai berikut : a. Persiapan Lokasi Pekerjaan (Site Preparation) Pelajari lay – out pondasi dan titik – titik bored pile, membersihkan lokasi pekerjaan dari gangguan yang ada seperti bangunan – bangunan, tanaman atau pohon – pohon, tiang listrik atau telepon, kabel dan lain – lainnya. b. Rute / Alur Pengeboran (Route Of Boring) Merencanakan alur/urutan pengeboran sehingga setiap pergerakan mesin RCD, Excavator, Crane dan Truck Mixer dapat termobilisasi tanpa halangan. c. Survey Lapangan Dan Penentuan Titik Pondasi (Site Survey dan Centering Of Pile) Mengukur dan menentukan posisi titik koordinat bored pile dengan bantuan alat Theodolit.
Universitas Sumatera Utara
d. Pemasangan Stand Pipe Stand pipe dipasang dengan ketentuan bahwa pusat dari stand pipe harus berada pada titik as pondasi yang telah disurvei. Pemasangan stand pipe dilakukan dengan bantuan excavator (back hoe). e. Pembuatan Drainase dan Kolam Air Kolam air berfungsi untuk penampungan air bersih yang akan digunakan untuk pekerjaan pengeboran sekaligus untuk tempat penampungan air bercampur lumpur hasil dari pengeboran. Ukuran kolam air 3m × 3m × 2,5m dan drainase/parit penghubung dari kolam ke stand pipe berukuran 1,2m, kedalaman 0,7m (tergantung kondisi). Jarak kolam air tidak boleh terlalu dekat dengan lubang pengeboran, sehingga lumpur dalam air hasil pengeboran mengendap dulu sebelum airnya mengalir kembali ke dalam lubang pengeboran. Lumpur hasil pengeboran yang mengendap didalam kolam diambil (dibersihkan) dengan bantuan excavator. Cara pengeboran dengan metode mesin RCD 1.
Setting Mesin RCD (RCD Machine Instalation) Setelah stand pipe terpasang, mata bor sesuai dengan diameter yang ditentukan dimasukkan terlebih dahulu ke dalam stand pipe, kemudian beberapa buah pelat dipasang untuk memperkuat tanah dasar dudukan mesin RCD, kemudian mesin RCD diposisikan dengan ketentuan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
2. Mata bor disambung dengan stang pemutar, kemudian mata bor diperiksa apakah sudah benar – benar berada pada pusat /as stand pipe (titik pondasi). 3. Posisi mesin RCD harus tegak lurus terhadap lubang yang akan dibor (yang sudah terpasang stand pipe), hal ini dapat dicek dengan alat water pass. 2.
Proses Pengeboran (Drilling Work) Setalah letak/posisi mesin RCD sudah benar – benar tegak lurus, maka proses pengeboran dapat dimulai dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pengeboran dilakukan dengan memutar mata bor kea rah kanan, dan sesekali diputar kea rah kiri untuk memastikan bahwa lubang pengeboran benar – benar mulus, sekaligus untuk menghancurkan tanah hasil pengeboran supaya larut dalam air agar lebih mudah dihisap. 2. Proses pengeboran dilakukan secara bersamaan dengan proses penghisapan lumpur hasil pengeboran, oleh karena itu air yang ditampung pada kolam air harus dapat memenuhi sirkulasi air yang diperlukan untuk pengeboran. 3. Setiap kedalaman pengeboran ± 3 meter, dilakukan penyambungan stang bor sampai kedalaman yang diinginkan tercapai. 4. Jika kedalaman yang diinginkan hamper tercapai (± 1 meter lagi), maka proses penghisapan dihentikan (mesin pompa hisap tidak
Universitas Sumatera Utara
diaktifkan), sementara proses pengeboran terus dilakukan sampai kedalaman yang diinginkan (dapat diperkirakan dari stang bor yang sudah masuk), selanjutnya stang bor dinaikkan sekitar 0,5 – 1 meter, lalu proses penghisapan dilakukan terus sampai air yang keluar dari selang buang kelihatan lebih bersih (± 15 menit). 5. Kedalaman
pengeboran
diukur
dengan
meteran
pengukur
kedalaman, jika kedalaman yang diinginkan belum tercapai maka proses pada langkah ke 4 dilakukan kembali. Jika kedalaman yang diinginkan sudah tercapai maka stang bor boleh diangkat dan dibuka. 3.
Instalasi Tulangan Dan Pipa Tremic (Steel Cage And Tremic Pipe Instalation) Tulangan yang digunakan sudah harus tersedia lebih dahulu sebelum pengeboran dilakukan, sehingga proses pengeboran selesai, langsung dilakukan instalasi tulangan, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kelongsoran dinding lubang yang sudah selesai dibor. Tulangan harus dirakit rapi dan ikatan tulangan spiral dengan tulangan utama harus benar – benar kuat sehingga pada waktu pengangkatan tulangan oleh crane tidak terjadi kerusakan pada tulangan (ikatan lepas dan sebagainya). Proses instalasi tulangan dilakukan sebagai berikut: a. Posisi crane harus benar – benar diperhatikan, sehingga tulangan yang akan dimasukkan benar – benar tegak lurus terhadap lubang
Universitas Sumatera Utara
bor, dan juga pada waktu pengecoran tidak menghalangi jalan masuk truck mixer. b. Pada tulangan diikatkan dua bauh sling, satu buah pada ujung atas tulangan dan satu buah lagi pada bagian sisi memanjang tulangan. Pada bagian dimana sling diikat, ikatan tulangan spiral dengan tulangan utama diperkuat (bila perlu dilas), sehingga pada waktu tulangan diangkat, tulangan tidak rusak (ikatan spiral dengan tulangan utama tidak lepas. Pada setiap sambungan (bagian overlap) sebaiknya dilas, karena pada proses pengecoran, sewaktu pipa tremie dinaikkan dan diturunkan kemungkinan dapat mengenai sisi tulangan yang dapat menyebabkan sambungan tulangan lepas dan tulangan terangkat ke atas. c. Tulangan diangkat dengan menggunakan dua hook crane, satu pada sling bagian ujung atas dan satu lagi pada bagian sisi memanjang, pengangkatan dilakukan dengan menarik hook secara bergantian sehingga tulangan benar – benar lurus, dan setelah tulangan terangkat dan sudah tegak lurus dengan lubang bor, kemudian dimasukkan pelan – pelan ke dalam lubang, posisi tulangan terus dijaga supaya tidak menyentuh dinding lubang bor dan posisinya harus benar – benar di tengah/di pusat lubang bor. d. Jika level yang diinginkan berada di bawah permukaan tanah, maka digunakan besi penggantung.
Universitas Sumatera Utara
e. Setelah tulangan dimasukkan, kemudian pipa tremie dimasukkan. Pipa tremic disambung – sambung untuk memudahkan proses instalasi dan juga untuk memudahkan pemotongan tremie pada waktu pengecoran. Ujung pipa tremie berjarak 25 – 50 cm dari dasar lubang pondasi. Jika jaraknya kurang dari 25 cm maka pada saat pengecoran beton lambat keluar dari tremie, sedangkan jika jaraknya lebih dari 50 cm maka pada saat pertama kali beton keluar dari tremie akan terjadi pengenceran karena bercampur dengan air pondasi (penting untuk perhatikan). Pada bagian ujung atas pipa tremie disambung dengan corong pengecoran. 4.
Pengecoran Dengan Ready Mix Concrete (Concreting). Proses pengecoran harus segera dilakukan setelah instalasi tulangan dan pipa tremie selesai, guna menghindari kemungkinan terjadinya kelongsoran pada dinding lubang bor. Oleh karena itu pemesanan ready mix concrete harus dapat diperkirakan waktunya dengan waktu pengecoran. Proses pengecoran dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pipa tremie dinaikkan setinggi 25 – 50 cm di atas dasar lubang bor, air dalam pipa tremie dibiarkan dulu stabil, kemudian dimasukkan bola karet atau mangkok karet yang diameternya sama dengan diameter dalam pipa tremie, yang berfungsi untuk menekan air campur lumpur ke dasar lubang sewaktu beton dituang pertama sekali, sehingga beton tidak bercampur dengan lumpur.
Universitas Sumatera Utara
2. Pada awal pengecoran, penuangan dilakukan lebih cepat, hal ini dilakukan supaya bola karet atau mangkok karet dapat benar – benar menekan air bercampur lumpur di dalam pipa tremie, setelah itu penuangan distabilkan sehingga beton tidak tumpah dari corong. 3. Jika beton dalam corong penuh, pipa tremie dapat digerakkan naik turun dengan syarat pipa tremie yang tertanam dalam beton minimal 1 meter pada saat pipa tremie dinaikkan. Jika pipa tremie yang tertanam dalam beton terlalu panjang, hal ini dapat memperlambat proses pengecoran, sehingga perlu dilakukan pemotongan pipa tremie dengan memperhatikan syarat bahwa pipa tremie yang masih tertanam dalam beton minimal 1 meter. 4. Proses pengecoran dilakukan dengan mengandalkan gaya gravitasi bumi (gerak jatuh bebas), posisi pipa tremie harus berada pada pusat lubang bor, sehingga tidak merusak tulangan atau tidak menyebabkan tulangan terangkat pada saat pipa tremie digerakkan naik turun. 5. Pengecoran dihentikan 0,5 – 1 meter di atas batas beton bersih, sehingga kualitas beton pada batas bersih benar – benar terjamin (bebas dari lumpur). 6. Setelah pengecoran selesai dilakukan, pipa tremie diangkat dan dibuka, serta dibersihkan. Batas pengecoran diukur dengan meteran kedalaman.
Universitas Sumatera Utara
5. Penutupan Kembali/Back Filling Lubang pondasi yang telah selesai dicor ditutup kembali dengan tanah setelah beton mengeras dan stand pipe dicabut, kemudian tanah tersebut dipadatkan, sehingga dapat dilewati truck dan alat – alat berat nantinya.
Gambar 2.5 Basic operation of RCD – Method
Universitas Sumatera Utara
2.5
Kapasitas Daya Dukung Bored Pile Dari Hasil SPT Standart Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan
memasukkan suatu alat yang dinamakan spit spoon ke dalam tanah. Dengan percobaan ini akan diperoleh kepadatan reatif (relative density), sudut geser tanah (Φ) berdasarkan nila jumlah pukulan (N). Perkiraan kapasitas daya dukung pondas bored pile pada tanahpasir dan silt didasarkan pada data uji lapangan SPT, ditentukan dengan perumusan sebagai berikut: 1.
Daya dukung ujung pondasi bored pile (end bearing), (Reese & Wright, 1977). Qp
= Ap . qp………………………………………………………(2.1)
Dimana : Ap
= Luas penampang bored pile, m²
qp
= Tahanan ujung persatuan luas, ton/m²
Qp
= Daya dukung ujung tiang ton
Untuk tanah koesif : qp
= 9 Cu…………………………………………………………(2.2)
cu
= N-SPT/2 . 2/3. 10…………………………………………...(2.3)
Universitas Sumatera Utara
Untuk tanah non kohesif : Mayerhof (1976) F
= 2N (kN/m²)
Qp
= Ap . 2N
Dimana : N 2
= Nilai rata – rata SPT
Daya dukung selimut bored pile(skin friction), (Reese& Wright, 1977). Qs
= f . L . p……………………………………………………...(2.4)
Dimana : F
= Tahanan satuan skin friction, to/m²
L
= Panjang lapisan tanah, m
P
= Keliling tiang, m
Qs
= Daya dukung selimut tiang,ton
Pada tanah kohesif : F
= α . cu
Universitas Sumatera Utara
Dimana: α
= faktor adhesi. - Berdasarkan peneitian Reese & Wright (1977) α = 0,55. - Metode Kulhaway (1984), berdasarkan rafik Undrained Shearing Resistance vs. Adhesion Faktor.
cu
= Kohesi tanah, ton/m²
Pada tanah n kohesif : Untuk N < 60 qs 40 2 = = ton / ft 2 N 60 3 2 ton 2 ton qs = N ton/ft² = = 7,17N 2 = 7 N (t/m²) < 400 (t/m²) 3 3 (0,3048) m
Untuk 53 < N ≤ 100 maka f diperoleh dari korelasi langsung dengan N SPT (Reese & Wright).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Tahanan geser selimut bore pile pada tanah pasiran (Reese & Wright, 1977)
2.6
Kapasitas Daya Dukung Bored Pile Dari Data Parameter Kuat Geser Tanah Berdasarkan hasil pemeriksaan tanah melalui beberapa perobaan akan
didapatkan nilai berat is tanah (γ), nilai ohesif tanah © serta nilai sudut geser tanah (φ) Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi bored pilepada tanah pasir dan silt didasarkan pada data parameter kuat geser tanah, ditentukan dengan perumusan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1
Daya dukung ujung pondasi bored pile (end bearing). Untuk tanah kohesif : Qp
= Ap . cu . Nc*…………………………………………….(2.5)
Dimana : Qp
= Tahanan ujung persatuan luas,ton.
Ap
= Luas penampangbored pile, m²
Cu
= Undrained cohesion, ton/m²
Nc* = Faktor daya dukung tanah, untuk pondasi bored pile nilai Nc* = 9 (Whitaker and Cooke, 1966). Daya dukung perlawanan selimut ( skin resistence ) bored pile di tanah lempung. L = L1
Qs =
∑
α* cu Þ Δ (2.11)
L =0
Þ = parameter Untuk mencari nilai cu ( Undrained cohesion ), dapat digunakan pesamaan di bawah ini :
α* = 0,21 + 0,25
Pa ≤ 1……………………………………………(2.6) Cu
Universitas Sumatera Utara
dimana : α* = faktor adhesi = 0,4 pa = tekanan atmosfir = 1,058 ton/ft² = 101,3 kn/m² Untuk tanah non kohesif : Qp = Ap . q' (Nq* - 1)………………………………………………(2.7) Dimana : Qp = Tahanan ujung pesatuan luas, ton. Ap = Luas penampang bored pile, m². q'
= Tekanan vertical efektif, ton/m².
Nq* = Faktor daya dukung tanah. Vesic (1967) mengusulkan korelasi antara φ dan Nq* seperti terlihat pada gambar 2.7 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Faktor Nq* (Vesic, 1967) 2.
Daya dukung selimut bored pile (skin friction). Qs
= fi . Li . p………………………………………………….(2.8)
Dimana : Fi
= Tahanan satuan skin friction, ton/m².
Li
= Panjang lapisan tanah, m.
P
= Keliling tiang, m.
Qs
= Daya dukung selimut tiang, ton.
Universitas Sumatera Utara
Pada tanah kohesif : F
= αi* . cu…………………………………………………..(2.9)
Dimana : αi*
= faktor adhesi, 0,55 ( Reese & Wright, 1977).
Cu
= Undrained cohesion, ton/m².
Pada tanah non-kohesif : F
= Ko . σv´ . tan δ…………………………………………….(2.10)
Dimana : Ko
= Koefisien tekanan tanah Ko
σv´
= 1 – sin φ
= Tegangan vertical efektif tanah, ton/m². σv´ = γ . L´ L´ = 15D D = Diameter
δ
= 0,8 . φ
Universitas Sumatera Utara
2.7
Pondasi Tiang Kelompok (Pile Group) Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan pondasi tiang yang
berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang dalam bentuk kelompok (Pile Group). Untuk mempersatukan tiang-tiang tersebut dalam satu kelompok tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga : 1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang datar. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang 2.8
Jarak antara tiang dalam kelompok Berdasarkan pada perhitungan. Daya dukung tanah oleh Dirjen Bina
Marga Departemen P.U.T.L. diisyaratkan : S ≥ 2,5 D S≥3D
Dimana : S
= jarak masing – masing.
D
= Diameter tiang.
Universitas Sumatera Utara
Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan – pertimbangan sebagai berikut : 1. Bila S < 2,5 D Apabila jarak antara sumbu tiang < 2,5 D, maka pengaruh kelompok tiang akan cukup besar pada tiang geser, sehingga gaya dukung setiap tiang di dalam kelompok akan lebih kecil dari gaya dukung tiang secara individu. Ini berarti bahwa efisiensi menurun, sehingga kemampuan tiang tidak dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. 2. Bila S > 3D Apabila S < 3D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer (footing). 2.9
Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Pondasi Tiang Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung
lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah diantara tiang tidak bergerak sama sekali ketika tiang bergerak kebawah oleh akibat beban yang bekerja. Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat, saat tiang turun oleh akibat beban, tanah diantara tiang-tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya disebut keruntuhan blok.
Universitas Sumatera Utara
Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak diantara tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang maupun bore pile.
Gambar 2.8 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal, (b) Kelompok tiang ( Hardiyatmo, 2002) Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi diameter (S/D) sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk tiang yang berjumlah 9x9. Efisiensi Kelompok Tiang Dalam suatu group pondasi, karena adanya overlapping dari garis-garis tegangan (bulb of pressure) di sekitar tiang-tiang di dalam tanah, maka daya dukung dari group tersebut tidak akan sama dengan daya dukung masing-masing tiang dikalikan dengan jumlah tiang dalam group yang bersangkutan. Fenomena
Universitas Sumatera Utara
ini biasa disebut dengan group action. Sebagai akibat dari group action tersebut, maka perlu dicari angka efisiensi, dimana angka ini nantinya harus dikalikan dengan kapasitas group pondasi awal (kapasitas yang didapat dari penjumlahan kapasitas tiang-tiang anggota group tersebut) Menurut Coduto (1983), efisiensi tiang bergantung pada beberapa faktor, yaitu : 1.Jumlah, panjang, diameter, susunan dan jarak tiang. 2.Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung). 3. Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang. 4.Urutan pemasangan tiang 5.Macam tanah. 6.Waktu setelah pemasangan. 7.Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan tanah. 8.Arah dari beban yang bekerja.
Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Qg = Eg . n . Qa ........................................................................... …(2.11) dimana : Qg = Beban
maksimum
kelompok
tiang
yang
mengakibatkan
keruntuhan. Eg = Efisiensi kelompok tiang.
Universitas Sumatera Utara
n
= Jumlah tiang dalam kelompok.
Qa = Beban maksimum tiang tunggal. Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Salah satu dari persamaanpersamaan efisiensi tiang tersebut, yang disarankan oleh Converse-Labarre Formula, sebagai berikut :
Eg = 1 – θ
(n'−1).m + (m − 1).n' .................................................... (2.12) 90.m.n'
dimana : Eg = Efisiensi kelompok tiang. m
= Jumlah baris tiang.
n'
= Jumlah tiang dalam satu baris.
θ
= Arc tg d/s, dalam derajat.
s
= Jarak pusat ke pusat tiang
d
= Diameter tiang.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Definisi jarak s dalam hitungan efisiensi tiang ( Hardiyatmo, 2002) Beban maksimum
Qi
=
V M y .x i M x . y i ± ± n Σx 2 Σy 2
Dimana: Qi = gaya pada tiang x = absis tiang terhadap titik berat kelompok tiang. y = ordinat tiang terhadap titik berat kelompok tiang. Σx2 & Σy2
= jumlah kuadrat absis dan ordinat tiang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.10
Pengujian Tiang Pada umunya uji beban tiang dilaksanakan untuk maksud – maksud
sebagai berikut : 1.
Untuk menentukan grafik hubungan beban dan penurunan, terutama pada pembebanan di sekitar beban rencana yang diharapkan.
2.
Sebagai percobaan guna meyakinkan bahwa keruntuhan pondasi tidak akan terjadi sebelum beban yang ditentukan tercapai. Beban ini nilainya beberapa kali dari beban kerja yang dipilih dalam perancangan. Nilai pengali tersebut, kemudian dipakai sebagai faktor aman.
3.
Untuk menentukan kapasitas ultimit yang sebenarnya yaitu untuk mengecek data hasil hitungan kapasitas tiang yang diperoleh dari rumus – rumus statis dan dinamis ( H.C Hardiyatmo, 2002).
2.10.1 Letak titik pengujian Tiang yang sebaiknya terletak pada lokasi di dekat titik bor saat penyelidikan tanah dilakukan, dimana karakteristiknya telah diketahui dan pada lokasi yang mewakili kondisi tanah paling jelek di lokasi rencana bangunan. (Hardiyatmo, 2002). 2.10.2 Sistem Pembebanan. Terdapat beberapa macam sistem pembebanan yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pengujian tiang, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1.
Suatu landasan (platform) yang dibebani dengan beban yang berat dibangun di atas tiang uji ( gambar 2.10 ), cara ini mengandung resiko
ketidakseimbangan
beban
yang
dapat
menimbulkan
kecelakaan yang serius.
Gambar 2.10 Susunan system pembebanan dengan reaksi dongkrak hidrolik ditahan oleh penahan yang terletak di atad tiang (Hardiyatmo, 2002)
2.
Gelagar reaksi yang dibebani dengan beban berat, dibangun melintasi tiang yang diuji. Sebuah dongkrak hidrolik (hidrolic jack) yang berfungsi untuk memberikan gaya ke bawah dan pengukur besar beban ( load gauge atau proving ring ) diletakkan diantara kepala tiang dan gelagar reaksi. Untuk memperoleh pengaruh pendukung gelagar reaksi terhadap penurunan tiang, pendukung gelagar disarankan berjarak lebih besar 1,25 m dari ujung tiang ( gambar 2.11).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Sistem pembebanan dengan reaksi dongkrak hidrolik ditahan oleh penahan diatas tiang (Hardiyatmo, 2002)
3.
Gelagar reaksi diikat pada tiang – tiang angker yang dibangun di kedua sisi tiang. Dongkrak hidrolik dan alat pengukur besar gaya diletakkan diantara reaksi dan kepala tiang (gambar 2.12). Tiang angker harus berjarak paling sedikit 3 kali diameter tiang yang diuji, diukur dari masing – masing sumbunya dan harus lebih besar dari 2 m. Jika tiang diuji berupa tiang yang membesar ujungnya, jarak sumbu angker ke sumbu tiang harus 2 kali diameter atau 4 kali diameter badan tiang, dipilih mana yang lebih besar dari keduanya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Sistem pembebanan dengan reaksi dongkrak hidrolik oleh Tiang angker (Hardiyatmo, 2002)
2.10.3 Pegukuran Penurunan Penurunan kepala tiang dapat diukur dari penurunannya terhadap sebuah titik referensi yang tetap atau dari arloji pengukur yang dihubungkan dengan tiang. Arloji pengukur dipasang pada sebuah gelagar yang didukung oleh dua angker (fondasi) yang kokoh, yang tidak dipengaruhi oleh penurunan tiang (Gambar 2.13).
Gambar 2.13 Arloji pengukur (Hardiyatmo, 2002)
Universitas Sumatera Utara
2.11
Kapasitas Daya Dukung Bored Pile Dari Hasil Loading Test Dengan Metode Davisson Jika kurva beban penurunan telah diperoleh dari uji beban tiang, maka
dapat diestimasi beban ultimit yang menyebabkan runtuhnya tiang. Bila tiang pada lempung lunak penentuan beban ultimit relative mudah karena kurvanya akan berbentuk seperti kurva A (gambar 2.14), dimana beban yang menyebabkan keruntuhan tiang adalah pada beban yang konstan namun penurunan yang terjadi berlebihan. Akan tetapi, bila tiang pada pasir, tanah – tanah campuran atau lempung kaku, untuk menentukan titik keruntuhan tiang pada kurva beban penurunan menjadi sulit kurva B (gambar 2.14). (H.C. Hardiyatmo, 2002).
Gambar 2.14 Kurva beban penurunan untuk tanah tertentu (Hardiyatmo, 2002)
Universitas Sumatera Utara
Davisson (1973), mengusulkan cara yang telah banyak dipakai pada saat ini. Cara ini mendefenisikan kapasitas ultimit tiang pada penurunan tiang sebesar (Gambar 2.15).
Gambar 2.15 Metode Davisson (Hardiyatmo, 2002) 0,012 dr + 0,1 d/ dr + QD/(AE)…………………………………….(2.13) d = diameter/lebar tiang dr = lebar referensi = 1 ft = 300 mm Q = beban yang bekerja pada tiang D = kedalaman tiang A = luas penampang tiang E = modulus elastis tiang σr = 0,1 Mpa
Universitas Sumatera Utara
PONDASI SUMURAN (CAISSON)
Pondasi sumuran adalah suatu bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang digunakan apabila tanah dasar terletak pada kedalaman yang relatif dalam.
Persyaratan Pondasi Sumuran 1. Daya dukung pondasi harus lebih besar dari pada beban yang dipikul oleh pondasi tersebut 2. Penurunan yang terjadi harus sesuai batas yang diizinkan (toleransi) yaitu 1” (2,54cm).
Pondasi ini terbuat dari beton bertulang atau beton pracetak, yang umum digunakan pada pekerjaan jembatan di Indonesia adalah dari silinder beton bertulang dengan diameter 250 cm, 300 cm, 350 cm, dan 400 cm. Pekerjaan ini mencakup penyediaan dan penurunan dinding sumuran yang dicor di tempat atau pracetak yang terdiri unit-unit beton pracetak. Penurunan dilakukan dengan menggali sedikit demi sedikit di bawah dasarnya. Berat beton pada sumuran memberikan gaya vertical untuk mengatasi gesekan (friction) antara tanah dengan beton,dandengandemikiansumurandapatturun. Ketepatan pematokan pada sumuran sangat penting karena tempat yang digunakan oleh sumuran sangat besar. Akibat kesalahan pematokan, bersamasama dengan kemiringan yang terjadi pada waktu sumuran diturunkan, dapat menyebabkan sumuran itu berada di luar daerah kepala jembatan atau pilar. Hal ini merupakan tambahan pekerjaan untuk memperbesar kapala jembatan atau
Universitas Sumatera Utara
pilar, dan akan meneruskan beban vertical dari bangunan atas kepada bangunan bawah secara eksentris. Garis tengah memanjang jembatan dan garis tengah melintang dari sumuran harus ditentukan dan dioffset sejauh jarak tertentu untuk memastikan bahwa titik-titik referensi
tersebut
tidak
terganggu
pada
saat
pembangunan
sumuran.
Harus diperhatikan penentuan letak tiap segmen untuk memastikan bahwa segmen baru akan mempunyai alinyemen yang benar sepanjang sumbu vertical. Hal ini penting terutama pada waktu suatu segmen ditambahkan pada sumuran yang tidak (keluar dari) vertical. Secara ideal kemiringan ini harus diperbaiki sebelum penambahan segmen berikutnya. Setelah pekerjaan pematokan selesai, dilakukan penggalian pendahuluan untuk memberikan jalan awal melalui mana sumuran akan diturunkan. Sisi galian ini harus sedapat mungkin vertical.
Universitas Sumatera Utara
a.
Pembuatan Pondasi Sumuran 1) Unit Beton Pracetak Unit beton pracetak harus dicor pada landasan pengecoran yang sebagaimana mestinya. Cetakan harus memenuhi garis dan elevasi yang tepat dan terbuat dari logam. Cetakan harus kedap air dan tidak boleh dibuka paling sedikit 3 hari setelah pengecoran. Unit beton pracetak yang telah selesai dikerjakan harus bebas dari segregasi, keropos, atau cacat lainnya dan harus memenuhi dimensi yang disyaratkan. Unit beton pracetak tidak boleh digeser paling sedikit 7 hari setelah pengecoran, atau sampai pengujian menunjukkan bahwa kuat tekan beton telah mencapai 70 persen dari kuat tekan beton rancangan dalam 28 hari. Unit beton pracetak tidak boleh diangkut atau dipasang sampai beton tersebut mengeras paling sedikit 14 hari setelah pengecoran, atau sampai pengujian
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan kuat tekan mencapai 85 persen dari kuat tekan rancangan dalam 28hari.
2) Dinding Sumuran dari Unit Beton Pracetak Beton pracetak yang pertama dibuat harus ditempatkan sebagai unit yang terbawah. Bilamana beton pracetak yang pertama dibuat telah diturunkan, beton pracetak berikut-nya harus dipasang di atasnya dan disambung sebagimana mestinya dengan adukan semen untuk memperoleh kekakuan dan stabilitas yang diperlukan. Penurunan dapat dilanjutkan 24 jam setelah penyambungan selesai dikerjakan.
3) Dinding Sumuran Cor Di Tempat Cetakan untuk dinding sumuran yang dicor di tempat harus memenuhi garis dan elevasi yang tepat, kedap air dan tidak boleh dibuka paling sedikit 3 hari setelah pengecoran. Beton harus dicor dan dirawat sesuai dengan ketentuan dari Spesifikasi ini. Penurunan tidak boleh dimulai paling sedikit 7 hari setelah pengecoran atau sampai pengujian menunjukkan bahwa kuat tekan beton mencapai 70 persen dari kuat tekan rancangan dalam 28 hari. b.
Penggalian dan Penurunan Bilamana penggalian dan penurunan pondasi sumuran dilaksanakan, perhatian khusus harus diberikan untuk hal-hal berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
1. Semua pekerjaan harus dilaksanakan dengan aman, teliti, mematuhi undang-undang keselamatan kerja, dan sebagainya. 2.
Penggalian
hanya
boleh
dilanjutkan
bilamana
penurunan
telah
dilaksanakan dengan tepat dengan memperhatikan pelaksanaan dan kondisi tanah. Gangguan, pergeseran dan gonjangan pada dinding sumuran harus dihindarkan selama penggalian. 3. Dinding sumuran umumnya diturunkan dengan cara akibat beratnya sendiri, dengan menggunakan beban berlapis (superimposed loads), dan mengurangi ketahanan geser (frictional resistance), dan sebagainya 4.
Cara mengurangi ketahanan geser : Bilamana ketahanan geser diperkirakan cukup besar pada saat penurunan din-ding sumuran, maka disarankan untuk melakukan upaya untuk mengurangi geseran antara dinding luar sumuran dengan tanah di sekelilingnya.
5. Sumbat Dasar Sumuran Dalam pembuatan sumbat dasar sumuran, perhatian khusus harus diberikan untuk hal-hal berikut ini : i)
Pengecoran beton dalam air umumnya harus dilaksanakan dengan cara tremies atau pompa beton setelah yakin bahwa tidak terdapat fluktuasi muka air dalam sumuran.
ii)
Air dalam sumuran umumnya tidak boleh dikeluarkan setelah pengecoran beton untuk sumbat dasar sumuran.
Universitas Sumatera Utara
6. Pengisian Sumuran Sumuran harus diisi dengan beton siklop K175 sampai elevasi satu meter di bawah pondasi telapak. Sisa satu meter tersebut harus diisi dengan beton K250, atau sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar. 7.
Pekerjaan Dinding Penahan Rembesan (Cut-Off Wall Work) Dinding penahan rembesan (cut-off wall) harus kedap air dan harus mampu menahan gaya-gaya dari luar seperti tekanan tanah dan air selama proses penurunan dinding sumuran, dan harus ditarik setelah pelaksanaan sumuran selesai dikerjakan.
8.
Pembongkaran Bagian Atas Sumuran Terbuka Bagian atas dinding sumuran yang telah terpasang yang lebih tinggi dari sisi dasar pondasi telapak harus dibongkar. Pembongkaran harus dilaksanakan dengan menggunakan alat pemecah bertekanan (pneumatic breakers). Peledakan tidak boleh digunakan dalam setiap pembongkaran ini. Baja tulangan yang diperpanjang masuk ke dalam pondasi telapak harus mempunyai panjang paling sedikit 40 kali diameter tulangan.
Universitas Sumatera Utara