Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biogas atau gas bio merupakan salah satu jenis energi yang dapat dibuat dari banyak Biogas jenis bahan buangan dan bahan sisa, semacam sampah organik, kotoran ternak, dan eceng
gondok. Pendeknya, segala jenis bahan yang dalam istilah kimia termasuk senyawa organik baik berasal dari sisa kotoran hewan ataupun sisa tanaman dapat menjadi bahan pembuatan
biogas (Suriawiria dan Unus, 2002). Sedangkan pengertian biogas menurut wikipedia
adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah
tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Biogas dapat dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik yang berada didalam sebuah fermentor atau digester. Didalam digester bahan-bahan organik mengalami proses fermentasi yang diakibatkan dari bakteri yang terdapat dalam bahan pembuat biogas (kamase, 2011) Ada beberapa bakteri yang berperan dalam pembentukan biogas, yaitu : a. Kelompok bakteri fermentatif: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae b. Kelompok bakteri asetogenik: Desulfovibrio c. Kelompok bakteri metana: Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus Biogas akan dihasilkan pada hari ke 4 – 5 sesudah dimasukan kedalam digester dan hasil optimum biogas akan dicapai pada hari ke 20-25.
Biogas
yang
dihasilkan
sebagian besar mengandung 50-70% metan (CH4), 30-40% karbondioksida (CO2), dan gas lainnya dalam jumlah kecil. Dibawah ini merupakan tabel komposisi dari biogas.
Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
6
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
Tabel 2.1 Komposisi Biogas secara umum
Komponen
%
Metana (CH4)
55-75
Karbon dioksida (CO2)
25-45
Nitrogen (N2)
0-0.3
Hidrogen (H2)
1-5
Hidrogen sulfida (H2S)
0-3
Oksigen (O2)
0.1-0.5
(Sumber: Wikipedia, 2011)
Gas metan (CH4) yang merupakan komponen utama dari biogas memiliki nilai kalor
yang cukup tinggi yaitu sekitar 4800 kkal/m3. Karena kalori yang cukup tinggi tersebut, biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak, penerangan, menggerakan mesin dan sebagainya (Harahap, 2007). Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil kandungan metana (CH 4) semakin kecil nilai kalor (Pambudi, 2008). Werner Kossmann, Uta Ponitz (1997) menyebutkan bahwa biogas dapat menghasilkan berbagai macam manfaat bagi masyarakat dan lingkungan secara umum : a. Produksi energi (panas, cahaya, listrik). b. Memperbaiki kondisi higienis melalui pengurangan patogen, telur cacing dan lalat. c. Pengurangan beban kerja terutama bagi perempuan dalam pengumpulan kayu bakar dan memasak. d. Memberikan keuntungan bagi lingkungan melalui perlindungan tanah, udara, dan air. e. Manfaat bagi ekonomi kecil melalui penggantian energi dan pupuk yang akan menambah sumber pendapatan dan peningkatan hasil pertanian serta peternakan.
Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
7
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
Gambar 2.1 Pemanfaatan Biogas (Kosaric dan Velikonja, 1995) 2.2 Bahan Penghasil Biogas Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan seperti tumbuhan, sampah organik, serta kotoran hewan dan manusia. Biogas juga dapat dihasilkan dari tumbuhan yang mengandung hemiselulosa yang tinggi seperti eceng gondok. 2.2.1 Eceng Gondok Menurut Malik (2006) eceng gondok mengandung 95% air dan menjadikannya terdiri dari jaringan yang berongga, mempunyai energi yang tinggi, terdiri dari bahan yang dapat difermentasikan dan berpotensi sangat besar dalam menghasilkan biogas (Chanakya, et al, 1993 dalam Gunnarsson dan Cecilia, 2006). Eceng gondok mempunyai kandungan hemiselulosa yang cukup besar dibandingkan komponen organik tunggal lainnya. Hemiselulosa adalah polisakarida kompleks yang merupakan campuran polimer yang jika dihidrolisis menghasilkan produk campuran turunan yang dapat diolah dengan metode anaerobic digestion untuk menghasilkan dua senyawa campuran sederhana berupa metan dan karbon dioksida yang biasa disebut biogas (Ghosh,et al, 1984).
Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
8
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
Menurut laporan
National Academy of
Sciences di Amerika 1976 (Harahap, 2007)
menyatakan bahwa dari satu kilogram eceng gondok kering dihasilkan sekitar 370 liter biogas. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Harahap, 2007), angka tersebut
lebih rendah dari hasil pengukuran yang diperolehnya baik pada percobaan dilaboratorium
maupun di lapangan. Hal tersebut disebabkan karena menurut Wolverton, et al (Harahap, biogas dari eceng gondok dipengaruhi oleh tingkat pencemaran suatu perairan 2007) produksi tempat eceng gondok tumbuh. Semakin tinggi tingkat pencemaran air yang ditumbuhi eceng
gondok, semakin besar biogas yang dihasilkan. Dibawah ini merupakan tabel kandungan organik dari eceng gondok basah dan kering.
Tabel 2.2 Kandungan Senyawa Organik Eceng Gondok
Senyawa Kimia
Persentase (%)
Selulosa
64,51
Pentosa
15,61
Lignin
7,69
Silika
5,56
Abu
12 (Sumber: Roechyati ,1983)
2.2.2 Kotoran Sapi Bahan yang paling sering digunakan untuk pembuatan biogas adalah kotoran hewan. Beberapa hewan yang kotorannya dapat dimanfaatkan untuk pembuatan biogas adalah sapi dan kuda. Di Indonesia sendiri banyak masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai peternak dengan jumlah hewan ternak yang cukup banyak. Oleh karena itu untuk mengurangi pencemaran lingkungan, teknologi biogas merupakan cara yang efektif untuk mengatasi masalah lingkungan yang ditimbulkan. Pada lambung sapi terjadi proses pembusukan dan peragian. Dalam rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulosa yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Sedangkan hewan seperti kuda, tidak mempunyai struktur lambung seperti pada sapi untuk fermentasi selulosa. Proses fermentasi atau pembusukan terjadi pada sekum yang banyak mengandung bakteri. Proses fermentasi pada Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
9
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
sekum tidak seefektif fermentasi yang terjadi di lambung. Akibatnya kotoran kuda menjadi lebih kasar karena proses pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yakni pada lambung dan sekum yang kedua-duanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu (Nugraha,2007).
Dibawah ini merupakan tabel kandungan senyawa orgaik yang terdapat pada kotoran sapi.
Tabel 2.3 Kandungan Senyawa Organik Kotoran Sapi
Senyawa Kimia
Persentase (%)
Selulosa
22,59
Hemiselulosa
18,32
Lignin
10,20
Total Karbon Organik
34,72
Total Nitrogen
1,26
Ratio C/N
27,56
(Sumber: Munawaroh , 2010)
Kotoran sapi merupakan substrat yang dianggap paling cocok sebagai sumber pembuat gas bio, karena substrat tersebut telah mengandung bakteri penghasil gas metan yang terdapat dalam perut hewan ruminansia (Meynell, 1976). Keberadaan bakteri di dalam usus besar ruminansia tersebut membantu proses fermentasi, sehingga proses pembentukan gas bio pada tanki pencerna dapat dilakukan lebih cepat. Walaupun demikian, bila kotoran tersebut akan langsung diproses di dalam tangki pencerna, perlu dilakukan pembersihan terlebih dahulu. Kotoran tersebut harus bersih dari jerami dan bahan asing lainnya untuk mencegah terbentuknya buih (Sufyandi, 2001). 2.3 Proses Pembentukan Biogas Proses pembuatan biogas dilakukan secara fermentasi yaitu proses terbentuknya gas metana dalam kondisi anaerob dengan bantuan bakteri anaerob di dalam suatu digester sehingga akan dihasilkan gas metana (CH4) dan gas karbon dioksida (CO2) yang volumenya lebih besar dari gas hidrogen (H2), gas nitrogen (N2) dan asam sulfida (H2S). Proses fermentasi memerlukan waktu 7 sampai 10 hari untuk menghasilkan biogas dengan suhu optimum 35 oC dan pH optimum pada range 6,4 – 7,9. a. Reaksi Hidrolisa / Tahap pelarutan
Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
10
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
Pada tahap hidrolisis, bahan organik dicerna secara eksternal oleh enzim ekstraselular (selulose, amilase, protease dan lipase) mikroorganisme. Bakteri memutuskan rantai panjang karbohidrat komplek, protein dan lipida menjadi senyawa rantai pendek. Sebagai contoh
polisakarida diubah menjadi monosakarida sedangkan protein diubah menjadi peptida dan
asam amino (Latief, 2010).
b. Reaksi Asidogenik / Tahap pengasaman
Pada tahap ini, bakteri menghasilkan asam mengubah senyawa rantai pendek hasil
proses pada tahap hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen (H 2) dan karbon dioksida. Bakteri
tersebut merupakan bakteri anaerobik yang dapat tumbuh dan berkembang dalam keadaan
asam. Untuk menghasilkan asam asetat, bakteri tersebut memerlukan oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen yang terlarut dalam larutan. Pembentukan asam pada kondisi
anaerobik tersebut penting untuk pembentuk gas metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu, bakteri tersebut juga mengubah senyawa bermolekul rendah menjadi alkohol, asam organik, asam amino, karbon dioksida, H 2S dan sedikit gas metana (Latief, 2010). c.
Reaksi Metanogenik Sisa atau buangan senyawa organik yang berasal dari tanaman ataupun hewan secara
alami akan berurai, baik akibat pengaruh lingkungan fisik (seperti panas matahari), lingkungan kimia (seperti dengan adanya senyawa lain) atau yang paling umum dengan adanya jasad renik yang disebut mikroba, baik bakteri ataupun jamur. Akibat penguraian bahan organik yang dilakukan jasad renik tersebut, maka akan terbentuk zat atau senyawa lain yang lebih sederhana (kecil), serta salah satu di antaranya berbentuk CH4 atau gas metan. Pada tahap ini, bakteri metana membentuk gas metana secara perlahan secara anaerob. Proses ini berlangsung selama 14 hari dengan suhu 25 o C di dalam digester. Pada proses ini akan dihasilkan 70% CH4, 30 % CO2, sedikit H2 dan H2S (Price dan Cheremisinoff, 1981).
Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
11
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
Gambar 2.2 Proses Pembentukan Biogas (Haryati, 2006) 2.4 Faktor Pendukung Pembentukan Biogas Pembentukan biogas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : a. Perbandingan karbon-nitrogen (C/N) bahan baku isian Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N) dalam satuan bahan. Semua mahluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan karbon (C) dan nitrogen (N) dalam jumlah kecil. Supaya proses pembuatan biogas berjalan lancar, unsurunsur nutrisi yang dibutuhkan mikroba harus tersedia secara seimbang (Yuswono, 2005). Proses anaerobik akan optimal bila diberikan bahan makanan yang mengandung karbon dan nitrogen secara bersamaan. C/N ratio menunjukkan perbandingan jumlah dari kedua elemen tersebut. Pada bahan yang memiliki jumlah karbon 15 kali dari jumlah nitrogen akan memiliki C/N ratio 15 berbanding 1. C/N ratio dengan nilai 30 (C/N = 30/1 atau karbon 30 kali dari jumlah nitrogen) akan menciptakan proses pencernaan pada tingkat yang optimum, bila kondisi yang lain juga mendukung. Bila terlalu banyak karbon, nitrogen akan habis terlebih dahulu. Hal ini akan menyebabkan proses berjalan dengan lambat. Bila nitrogen terlalu banyak (C/N ratio rendah; misalnya 30/15), maka karbon habis lebih dulu dan proses fermentasi berhenti (Munawaroh, 2010). Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
12
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
Imbangan karbon (C) dan nitrogen (N) yang terkandung dalam bahan organik sangat
menentukan kehidupan dan aktivitas mikroorganisme. Imbangan C/N yang optimum bagi microorganisme perombak adalah 25-30 (Simamora, dkk, 2006).
b. Temperatur Suhu udara maupun suhu di dalam tangki pencerna mempunyai andil besar di dalam memproduksi biogas. Suhu udara secara tidak langsung mempengaruhi suhu di dalam
tangki pencerna, artinya penurunan suhu udara akan menurunkan suhu dalam tangki pencerna. Peranan suhu udara berhubungan dengan proses dekomposisi anaerobik (yunus, 1995). Berdasarkan suhu didalam tangki pencerna, fermentasi anaerobik terhadap bahan
organik dibagi menjadi tiga macam daerah yaitu mesophilic, thermophilic, dan psychrophilic. Suhu bakteri psychrophilic dibawah 20°C, bakteri mesophilic antara 20
40°C, dan bakteri thermophilic diatas 40°C (Khasristya, 2004). Optimasi fermentasi anaerobic pada daerah mesophilic 35 oC sampai dengan psychrophilic 10oC. Produksi biogas yang optimal terjadi pada suhu 35 oC, berarti hanya bakteri mesophilic yang cocok untuk hidup didalam tangki pencerna. Selama bakteri mesophilic hidup, bakteri thermophilic dan psychrophilic istirahat, selanjutnya akan menjadi menurun dan mati. Pembuatan model biogas sangat bervariasi bentuknya, sehingga suhu di dalam tangki pencerna juga berbeda. Perbedaan suhu ini akan memberikan hasil yang bervariasi (Yunus, 1991).
Gambar 2.3 Perbandingan tingkat produksi gas pada 15°C dan 35°C (Fry, 1973).
Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
13
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
c. Ketersediaan Unsur Hara
Bakteri Anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt (Space and McCarthy
didalam Gunerson and Stuckey, 1986). Level nutrisi harus sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan
bahan yang sederhana seperti glukosa, buangan industri, dan sisa sisa tanaman terkadang diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan di dalam digester. Walaupun demikian
kekurangan nutrisi bukan merupakan masalah bagi mayoritas bahan, karena biasanya bahan memberikan jumLah nutrisi yang mencukupi (Gunerson and Stuckey, 1986). Nutrisi yang penting bagi pertumbuhan bakteri, dapat bersifat toksik apabila
konsentrasi di dalam bahan terlalu banyak. Pada kasus nitrogen berlebihan, sangat penting untuk mempertahankan pada level yang optimal untuk mencapai digester yang baik tanpa adanya efek toksik (Gunerson and Stuckey, 1986). d. Waktu Proses Pembentukan Biogas Lama proses atau jumLah hari bahan terproses didalam biodigester. Pada digester tipe aliran kontinyu, bahan akan bergerak dari inlet menuju outlet selama waktu tertentu akibat terdorong bahan segar yang dimasukkan, setelah itu bahan akan keluar dengan sendirinya. Apabila lama proses atau pengisian bahan ditetapkan selama 30 hari, maka bahan akan berada didalam biodigester atau menuju outlet selama 30 hari. Setiap bahan mempunyai karakteristik lama proses tertentu, sebagai contoh untuk kotoran sapi diperlukan waktu 20 – 30 hari. Sebagian gas diproduksi pada 10 sampai dengan 20 hari pertama (Fry, 1974). Oleh karena itu digester harus didesain untuk mencukupi hanya hari terbaik dari produksi dan setelah itu sludge/ lumpur dapat dikeluarkan atau dipindahkan ke digester selanjutnya. Apabila terlalu banyak volume bahan yang dimasukkan (overload) maka akan berakibat pada waktu pengisian yang menjadi terlalu singkat. Bahan akan terdorong keluar sedangkan gas masih diproduksi dalam jumLah yang cukup banyak. e.
Derajat Keasaman (pH) Peranan pH berhubungan dengan media untuk aktivitas mikroorganisme. Bakteri-
bakteri anaerob membutuhkan pH optimal antara 6,2- 7,6, tetapi yang baik adalah 6,6–7,5. Pada awalnya media mempunyai pH ± 6 selanjutnya naik sampai 7,5. Tangki pencerna dapat Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
14
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
dikatakan stabil apabila larutannya mempunyai pH 7,5–8,5. Batas bawah pH adalah 6,2,
dibawah pH tersebut larutan sudah toxic, maksudnya bakteri pembentuk biogas tidak aktif. Pengontrolan pH secara alamiah dilakukan oleh ion NH4+ dan HCO3 -. Ion-ion ini akan
menentukan besarnya pH (Yunus, 1991).
f.
Kadar Air Agar dapat beraktivitas secara normal, mikroba penghasil biogas harus berada pada
kondisi dengan kadar air yang optimal. Bila air terlalu sedikit, asam asetat terakumulasi sehingga menghambat proses fermentasi, dan juga akan terbentuk lapisan kerak (scum) yang
tebal dipermukaan, terutama jika bahan isian berserat. Scum ini akan menghambat gas yang
terbentuk ke permukaan. Kadar air yang optimal adalah 90% dan kadar padatan 8-10% (Fairus dkk, 2011).
2.5 Mekanisme Reaksi Dekomposisi Anaerobik (Latief, 2010) Secara umum mekanisme reaksi yang terjadi pada proses dekomposisi senyawa organik secara anaeobik adalah sebagai berikut : 1.
Eliminasi unsur oksigen dari bahan organik menjadi air CxHyOz (s) CxHy-2z (g) + z H2O(l)
2. Eliminasi kelebihan hidrogen menjadi metana CxHy-2z (g)
Cx – ¼ y +1/2 z (s) + (1/4 y – ½ z ) CH4(g)
3. Eliminasi sisa karbon oleh air menjadi metana dan karbondioksida Cx – ¼ y +1/2 z(s) + ( x – ¼ y + ½ z) H2O(l) + ¼ z ) CO2(g)
( ½ x – 1/8 y + ¼ z )CH4 (g) + ( ½ x – 1/8 y
DijumLahkan : CxHyO
(1/2z+1/4y-x) H2O + (1/2x-+1/8y-1/4z) CO2 + (1/2x+1/8y-1/4z) CH4
Proses dekomposisi anaerobik ini melibatkan 4 macam kelompok bakteri yaitu:
hydrolitic bacteria, bakteri penghasil hidrogen,
acetogenic bacteria,
homoacetogenic bacteria, dan
methanogenic bacteria
Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
15
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
Tabel 2.4 Karakteristik Fisiologis Beberapa Mikroorganisme yang Terlibat Pada Proses Dekomposisi Anaerobik (Latif, 2010)
Kelompok
Hidrolitik
Organisme Clostridium thermocellum
Nutrisi
Heterotrof
Acetogen Homo
Acetogen
S-isolate
Heterotrof
Acetobacter woodii
Mixotrof
Substrat Cellulose Cellobiose
Produk H2/CO2, ethanol, acetat, laktat
Pyruvate
H2/CO2,
Ethanol
etanol, asetat
Fruktosa, laktat, CO2/H2
Asetat
Methanobacterium Methanogen
thermoautotrophic
Autotrof
H2/CO2
CH4
um Methanogen
Methanosarcina barkeri
H2/CO2,CH3O Mixotrof
HCH3NH2,aset
CH4
at
Keempat kelompok bakteri tersebut mempunyai fungsi yang berbeda satu sama lain dan proses pembentukan biogas sangat bergantung dari keseimbangan antara keempat kelompok bakteri tersebut. Kondisi yang diperlukan pada proses produksi metana antara lain:
Tersedianya bahan organik yang terdegradasi;
Tersedianya nutrien yang sesuai;
Tersedianya air yang cukup untuk melarutkan bahan organik dan komponen terlarut lainnya agar tingkat peracunan menurun;
Tersedianya jenis bakteri yang sesuai;
Kondisi proses yang sesuai (pH, temperatur , persentase asam volatil, dan sebagainya)
Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
16
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
2.6 Jenis Digester
Digester merupakan suatu alat yang digunakan untuk berlangsungnya proses fermentasi bahan organik yang nantinya akan menghasilkan gas metan. Digester yang
digunakan untuk proses fermentasi mempunyai sistem anaerob (kedap udara). (Nurmay,
2010) mengemukakan bahwa pada prinsipnya proses anaerob adalah proses biologi yang berlangsung pada kondisi tanpa oksigen oleh mikroorganisme tertentu yang mampu mengubah senyawa organik menjadi metana (biogas). Terdapat dua jenis sistem biogas
yaitu jenis terapung (floating) dan jenis kubah tetap (fixed dome). Pada tipe terapung, diatas tumpukan bahan bio (digester) diletakkan drum terbalik dalam posisi terapung. Pada reaktor
biogas jenis kubah tetap, digester diletakkan didalam tanah dan dibagian atasnya dibuat
ruangan dengan atap seperti kubah terbalik. Fungsi drum terbalik atau kubah terbalik ini untuk menampung gas yang dihasilkan. Dibawah ini menunjukkan kedua jenis reaktor
biogas yang dimaksud. a. Floating Dome Pada tipe ini terdapat bagian pada konstruksi reaktor yang bisa bergerak untuk menyesuaikan dengan kenaikan tekanan reaktor. Pergerakan bagian reaktor ini juga menjadi tanda telah dimulainya produksi gas dalam reaktor biogas. Pada reaktor jenis ini, pengumpul gas berada dalam satu kesatuan dengan reaktor tersebut.
Gambar 2.4 Digester tipe Floating Dome (India), (Syamsudin dan Iskandar, 2005) b. Fixed Dome Biodigester ini memiliki volume tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan tekanan dalam reactor (biodigester). Karena itu, dalam konstruksi ini gas yang terbentuk akan segera dialirkan ke pengumpul gas di luar reaktor.
Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
17
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
Gambar 2.5 Digester tipe Fixed Dome (China), (Syamsudin dan Iskandar, 2005)
Sistem aliran bahan baku terdapat dua jenis digester yaitu : a. Bak (batch) – Pada tipe ini, bahan baku reaktor ditempatkan di dalam wadah (ruang
tertentu) dari awal hingga selesainya proses degradasi. Umumnya didesain untuk limbah padatan seperti sayuran/hijauan . Desain yang tidak perlu pipa alir, tangki tunggal merupakan desain yang paling baik untuk digunakan . Tangki dapat dibuka dan slurry buangan proses dapat dikeluarkan dan digunakan sebagai pupuk kemudian bahan baku yang baru dimasukkan lagi . Tangki ditutup dan proses fermentasi diawali kembali . Tergantung dari jenis bahan limbah dan temperatur yang dipakai, sistem batch akan mulai berproduksi setelah minggu kedua sampai minggu keempat, laju peningkatan produksi menjadi lambat lalu menurun setelah bulan ketiga atau keempat (Haryati, 2006). b.
Mengalir (continuous) – Untuk tipe ini, aliran bahan baku masuk dan residu keluar pada selang waktu tertentu. Lama bahan baku selama dalam reaktor disebut waktu retensi hidrolik (hydraulic retention time/HRT). (Haryati, 2006) Produksi gas dapat dipercepat dan konsisten dengan sistem pemasukan bahan baku yang kontinyu (continuous feeding) serta sejumLah kecil buangan proses setiap hari . Proses juga akan menyisakan nitrogen pada slurry buangan yang kemudian digunakan untuk pupuk. Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem kontinyu adalah ; tangki harus cukup besar untuk menampung semua bahan yang terus menerus dimasukkan selama proses pencernaan berlangsung . Kondisi yang ideal untuk sistem ini yaitu menggunakan dua buah tangki digester, konsumsi limbah berlangsung dalam dua tahap, metan diproduksi pada tahap pertama dan tahap kedua dengan laju yang lebih lambat.
Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
18
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
2.7 Pra-perlakuan Lignoselulosa
Biogas dapat dibuat dengan menggunakan eceng gondok, tetapi kendala yang dihadapi dalam pengolahan eceng gondok menjadi biogas adalah keberadaan lignin dan
hemiselulosa serta struktur dari selulosa yang sulit untuk diuraikan dalam kondisi anaerobik sehingga akan menurunkan produksi biogas, selain itu keberadaan lignin/cellulal material dapat menyebabkan scum problem (Michael K. Stensom, 1981). Oleh karena itu perlu
dilakukan pra-perlakuan untuk menguraikan lignin dan hemiselulosa dalam lignoselulosa, selain itu pra-perlakuan dapat mereduksi kristal selulosa dan meningkatkan porositas bahan
(Sun Cheng, 2002). Jadi tujuan dari pra-perlakuan ini adalah untuk memudahkan proses enzimatik atau penguraian bahan sehingga dapat meningkatkan hasil biogas.
Adanya lignin yang membentuk struktur pada dinding lignoselulosa menyebabkan
porositas bahan tersebut kecil. Sehingga lignoselulosa yang diolah langsung menjadi bahan baku biogas akan menghasilkan produksi yang kecil. Pra-perlakuan menyebabkan struktur lignoselulose lebih terbuka dengan mendegradasi lignin. Porositas yang besar akan memudahkan bakteri/bahan lain melakukan degradasi selulose dan hemiselulose (Abdillah dan Mahadin, 2011). Ada beberapa jenis pra-perlakuan yang dapat dilakukan yaitu praperlakuan mekanik (fisik), termal, kimia, dan biologi. Untuk lebih jelas lagi, dibawah ini terdapat tabel mengenai jenis-jenis pra-perlakuan. Tabel 2.5 Jenis-Jenis Pra-perlakuan Technique
Subdivision
Mechanical
Milling
Thermal
Steam explosion dan Thermal hydrolysis
Chemical
Acid hydrolysis, Alkaline pre-treatment, Ionic liquids pre-treatment, Oxidative pre-treatment
Biological
Fungi
Co-digestion
Two or more substrates Sumber : (Berglund,2012)
Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
19
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
Lignoselulosa
Sebelum Pra-perlakuan
Eceng Gondok
Sesudah Pra-perlakuan
Gambar 2.6 Perubahan Struktur Lignoselulosa Sesudah Mengalami Pra-perlakuan Pada penelitian ini digunakan pra-perlakuan secara kimia yaitu dengan pra-perlakuan hidrolisis alkali. Namun dibawah ini merupakan penjelasan dari jenis-jenis pra-perlakuan secara kimia yang dapat dilakukan pada pembuatan biogas. a. Pra-perlakuan Hidrolisis Asam Hidrolisis asam dikategorikan menjadi dua jenis yaitu pra-perlakuan asam encer dan pra-perlakuan asam konsentrasi tinggi. Menurut literatur terakhir, pra-perlakuan asam encer adalah salah salah satu metode yang paling efektif untuk biomassa lignoselulosa. Praperlakuan asam encer biasanya baik dilakukan pada suhu tinggi (T> 160 ° C) dan aliran kontinu dengan pembebanan padatan rendah dan waktu retensi pendek (misalnya 5 menit), juga pada suhu rendah (T ≤ 160 ° C) dan proses batch dengan pembebanan padatan tinggi dan waktu retensi lebih lama (misalnya 30-90 menit). Ada berbagai asam yang digunakan dalam literatur yang telah diterapkan pada berbagai bahan baku, termasuk kayu lunak, kayu keras, tanaman herba, residu pertanian, sampah, dan limbah padat perkotaan. Beberapa asam yang digunakan yaitu asam sulfat encer, asam nitrat encer, asam klorida encer, asam fosfat encer, dan asam perasetat. Asam sulfat encer telah secara luas diterapkan karena biaya rendah dan efektivitas yang tinggi. Ketika asam encer ditambahkan ke dalam campuran biomassa dan dijaga pada suhu 160-220 ° C selama beberapa menit, pra-perlakuan ini menawarkan kinerja yang baik dalam pemecahan gula monomer hemiselulosa. Akibatnya, penghilangan fraksi hemiselulosa dapat meningkatkan porositas dari bahan dan meningkatkan daya cerna. Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
20
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
tidak signifikan dihapus dalam proses ini. Oleh karena itu, metode ini lebih Namun, lignin
cocok untuk biomassa dengan kadar lignin rendah. Beberapa studi menunjukkan bahwa untuk mencapai pemulihan hemiselulosa maksimal, perhatian khusus harus diberikan pada waktu
perawatan diterapkan, karena hanya ada relatif singkat interval waktu di mana degradasi
hemiselulosa dapat terjadi hingga batas tertentu sedangkan dekomposisi gula masih kecil . Kelemahan dari metode ini adalah resiko degradasi lebih lanjut dari hemiselulosa untuk furfural dan furfural hidroksimetil, yang kemudian memiliki efek penghambatan pada proses
mikroba berikutnya. b. Pra-perlakuan Hidrolisis alkali
Pra-perlakuan Alkaline adalah salah satu teknik pra-perlakuan kimia utama yang digunakan. Pra-perlakuan ini mengacu pada penerapan berbagai basis, termasuk natrium
hidroksida, kalium hidroksida, kalsium hidroksida (kapur), amonia berair dan hidroksida amonium. Pra-perlakuan Alkaline terutama menghasilkan delignifikasi, bersama dengan solubilisasi dalam jumlah luar biasa dari hemiselulosa. Efisiensi perlakuan alkali secara luas tergantung pada sifat dari bahan lignoselulosa yang ditreatment. Umumnya, pra-perlakuan alkali lebih berhasil pada substrat dengan kadar lignin rendah seperti kayu keras dan residu pertanian dari kayu keras dengan kadar lignin tinggi. Pra-perlakuan basa didasarkan pada saponifikasi ester obligasi antarmolekul silang lignin dan hemiselulosa menghasilkan tingkat penurunan polimerisasi (DP) dan kristalinitas, gangguan struktur lignin dan pemisahan hubungan antara hemiselulosa dan lignin. Di antara larutan alkali yang ada, untuk praperlakuan lignoselulosa dengan menggunakan amonia cair dan kapur (kalsium hidroksida) dianggap merupakan metode yang paling efektif dan murah. Pra-perlakuan dengan NaOH juga dapat meningkatkan proses enzimatik dengan menurunkan kristalinitas dan meningkatkan derajat polimerisasi. c. Ionic Liquids (Ils) Pre-treatment Pengurangan selulosa adalah salah satu tujuan dari pra-perlakuan ionic liquid (ILS). Hal tersebut menyebabkan pra-perlakuan ini mendapat perhatian luas dalam hal jenis-jenis pra-perlakuan dalam komunitas riset karena bahan kimia yang digunakan dianggap efisien dan pelarut selulosa yang ramah lingkungan. Daya tarik dari metode ini mengacu pada kemampuannya untuk melarutkan selulosa dalam jumlah besar dalam kondisi ringan dan kemungkinan pulih hampir 100% dari ILS yang digunakan untuk kemurnian awalnya.
Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
21
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
Mekanisme pemisahan menggunakan ILS melibatkan hidrogen dan atom oksigen dari gugus hidroksil selulosa bertindak dalam pembentukan donor elektron - elektron akseptor (EDA) kompleks yang berinteraksi dengan ILS. Interaksi antara selulosa-OH dan ILS akhirnya
menghasilkan pengurangan selulosa. Selulosa dilarutkan kemudian dapat dipulihkan oleh
curah hujan menggunakan anti-pelarut seperti etanol, metanol air, atau aseton. Dalam proses perlakuan awal, kristalinitas selulosa secara signifikan menurun seiring dengan perubahan nyata dalam struktur makro dan mikro selulosa. ILS sebagai agen pra-perlakuan memiliki
beberapa keunggulan seperti biodegradabilitas, pilihan yang luas dari kombinasi anion dan kation, toksisitas rendah, viskositas rendah, hidrofobisitas peningkatan stabilitas rendah
elektrokimia, stabilitas termal, laju reaksi yang tinggi, volatilitas yang rendah dengan dampak
lingkungan yang berpotensi minimal, dan tidak mudah terbakar properti. ILS paling umum digunakan reagen termasuk N-metilmorfolina-N-oksida monohidrat (NMMO), 1-alil-3-
methylimidazolium klorida (AMIMCl), 1-n-butil-3-methylimidazolium klorida (BMIMCl), 3-metil-N -bytylpyridinium klorida (MBPCl) dan benzyldimethyl (tetradesil) amonium klorida (BDTACl). d. Oxidative Pre-treatment Sebuah pra-perlakuan oksidatif dilakukan dengan penambahan agen oxidating, seperti hidrogen peroksida, oksigen ozon, atau udara. Tujuan utama dari pra-perlakuan ini adalah delignifikasi. Bahan kimia pengoksidasi yang sangat reaktif dengan cincin aromatik residu lignin, dan akibatnya polimer lignin akan dikonversi menjadi asam karboksilat. Namun, asam yang terbentuk dapat menyebabkan penghambatan dalam proses fermentasi yang berikutnya, yang berarti bahwa inhibitor harus dinetralkan atau dihapus sebelum substrat masuk ke digester. Selain delignifikasi, pengobatan oksidatif juga mempengaruhi fraksi hemiselulosa. Sayangnya, karena selektivitas non-oksidan, degradasi lebih lanjut dari hemiselulosa telah diamati, yang berarti bahwa sebagian besar fraksi hemiselulosa tidak bisa lagi dimanfaatkan dalam konversi lebih lanjut untuk biogas. e. Wet oxidation Metode oksidasi basah telah banyak digunakan sebagai alternatif untuk ledakan uap. Oksidasi basah adalah bentuk perlakuan hidrotermal, dimana oksigen atau udara digunakan untuk oksidasi komponen terlarut atau tersuspensi dalam air pada suhu di atas 120 ° C (misalnya 148-200 ° C) selama 30 menit. Dalam aplikasi industri, proses oksidasi udara basah telah digunakan untuk menangani limbah dengan bahan organik tinggi dengan oksidasi Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
22
Optimasi Produksi Biogas Dari Eceng Gondok Menggunakan Pra-Perlakuan Hidrolisis Alkali
materi larut atau ditangguhkan, dengan oksigen dalam fasa air pada suhu tinggi (150-350 º C) dan tekanan (5-20 MPa). Faktor yang paling penting dalam oksidasi basah adalah tekanan oksigen, waktu reaksi dan suhu. Sebagai hasil dari oksidasi basah, selulosa ini sebagian
rusak, hemiselulosa sedang terhidrolisis dan lignin terkena oksidasi. Semua perubahan ini
menyebabkan peningkatan aksesibilitas dari substrat terhadap hidrolisis enzimatik. Oksidasi basah telah terbukti metode yang menjanjikan untuk pra-perlakuan dari lignoselulosa karena pecah struktur kristal selulosa dan telah menjadi alternatif yang sukses untuk pengobatan
jerami gandum dan kayu keras.
Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi
23