BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pestisida Peraturan menteri Pertanian Nomor : 07 /Permentan /SR. 140 /2 /2007 mendefinisikan bahwa pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta virus yang digunakan untuk: 1) memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian, 2) Memberantas rerumputan, 3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan, 4) Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk, 5) Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak, 6) Memberantas dan mencegah hama-hama air, 7) Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan,dan 8) Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air. Pestisida merupakan bahan kimia yang digunakan untuk membunuh hama, baik insekta, jamur maupun gulma. Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang (Kementan, 2007). Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida jarang dilaporkan, hanya beberapa saja yang dipublikasikan terutama karena disalahgunakan (untuk bunuh diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan 8
9
usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada serangga. Diantara jenis atau pengelompokan pestisida tersebut diatas, jenis insektisida banyak digunakan dinegara berkembang karena harganya lebih murah, sedangkan herbisida banyak digunakan dinegara yang sudah maju. Bila dihubungkan dengan pelestarian lingkungan
maka
penggunaan
pestisida
perlu
diwaspadai
karena
akan
membahayakan kesehatan bagi manusia ataupun makhluk hidup lainnya. 2.1.1
Nomenklatur Pestisida mempunyai tiga macam nama, yaitu :
A. Nama umum (Common name) Yaitu nama yang telah didaftarkan pada International Standard Organization (ISO). Nama umum biasanya dipakai sebagai nama bahan aktif suatu pestisida. B.
Nama kimia (Chemical name) Yaitu nama dari unsur atau senyawa kimia dari suatu pestisida yang terdaftar
pada International Union for Pure dan Applied Chemistry C. Nama dagang (Trade name) Yaitu nama dagang dari suatu produk pestisida yang biasanya telah terdaftar dan mendapat semacam paten dari masing-masing Negara 2.1.2
Formulasi Pestisida Bahan terpenting yang bekerja aktif dalam pestisida terhadap hama sasaran
dinamakan bahan aktif (Active ingridient atau bahan tehnis). Dalam pembuatan pestisida di pabrik (manufacturing plant), bahan aktif tersebut tidak dibuat secara murni, tetapi dicampur sedikit dengan bahan-bahan pembawa lainnya. Bahan aktif dengan kadar bahan aktif yang tinggi tersebut tidak dapatdigunakan sebelum diubah bentuk dan sifat fisiknya dan dicampur dengan bahan lainnya (Kemenkes, 2012).
10
Pencampuran ini dilakukan agar bahan aktif tersebut mudah disimpan, diangkut dan dapat digunakan dengan aman, efektif dan ekonomis. Produk jadi yang merupakan campuran fisik antara bahan aktif dan bahan tambahan yang tidak aktif (inert ingridient) dinamakan formulasi (formulated product). Formulasi sangat menentukan bagaimana pestisida dengan bentuk dan komposisi tertentu harus dipergunakan, berapa dosis atau takaran yang harus dipakai, berapa frekuensi dan interfal penggunaan, serta terhadap sasaran apa pestisida dengan formulasi tersebut dapat digunakan dengan efektif. Untuk keamanan distribusi dan penggunaannya pestisida diedarkan dalam beberapa macam formulasi, yaitu sebagai berikut : A. Fomulasi cair Terdapat beberapa bentuk formulasi cair, yaitu : 1. Pekatan yang dapat diemulsikan Formulasi pekatan yang dapat diemulsikan atau emulsifeable concentrate, lazim disingkat EC, merupakan formulasi dalam bentukcair, dibuat dengan melarutkan bahan aktif dalam palarut tertentu dan ditambah sulfaktan atau bahan pengemulsi. Contoh : Agrothion 50 EC, Basudin 60 EC 2. Pekatan yang larut dalam air Biasanya disebut water soluble concentrate (WSC), terdiri atas bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut tertentu yang dapat bercampur baik dengan air. Contoh : Azodrin 15 WSC 3. Pekatan dalam air Disebut juga aqueous concentrate, merupakan pekatan pestisida yang dilarutkan dalam air dari bentuk garam dari herbisida asam yang mempunyai kelarutan tinggi dalam air. Contoh : 2-metil-4 khlorofenoksi asetat (MCPA) 2,4 – dikhloroferroksi asetat (2,4 – D)
11
4. Pekatan dalam minyak Oil concentrate merupakan formulasi cair yang mengandung bahan aktif konsentrasi tinggi yang dilarutkan dalam pelarut hidrokarbon aromatik seperti xilin atau nafta Contoh : Sevin 4 oil. 5. Aerosol Formulasi cair dengan bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut organik, kedalamnya ditambahkan gas yang bertekanan, kemudian dikemas menjadi kemasan yang siap pakai, dibut dalam konsentrasi rendah. Contoh : Flygon aerosol 6. Gas yang dicairkan Liquified gases merupakan pestisida dengan bahan aktif berbentuk gas yang dipampatkan pada tekanan tertentu dalam suatu kemasan. Contoh : Methyl Bromida B. Formulasi padat Beberapa formulasi padat yang ada, sebagai berikut : 1. Tepung yang dapat disuspensikan (dilarutkan) Disebut juga wetable powder (WP) atau dispersible powder (DP) merupakan tepung kering yang halus, sebagai bahan pembawa inert (misalnya tepung tanah liat) yang bila dicampur dengan air akan membentuk suspensi. Ke dalam formulasi ini juga ditambahkan surfaktan sebagai bahan pembasah atau penyebar untuk mempercepat pembasahan tepung untuk air, mencegah penggumpalan dan pengendapan tepung, mencegah pembentukan busa yang berlebihan Contoh : Ficam 50 WP
12
2. Tepung yang dapat dilarutkan Formulasi yang dapat dilarutkan atau Soluble powder (SP) sama dengan WP, tapi bahan aktif, bahan pembawa dan bahan lainnya dalam formulasi ini semuanya mudah larut dalam air. Contoh : Dowpon M. 3. Butiran Dinamakan juga Granula (G), bahan aktifnya menempel atau melapisi bahan pembawa yang inert, seperti tanah liar, pasir, atau tongkol jagung yang ditumbuk. Contoh Abate 1G. 4. Pekatan debu Dust concentrate adalah tepung kering yang mudah lepas dengan ukuran kurang dari 75 micron, mengandung bahan aktif dalam konsentrasi yang relatif tinggi, antara 25 sampai 75%. 5. Debu Terdiri atas bahan pembawa yang kering dan halus, mengandung bahan aktif alam konsentrasi 1-10%. Ukuran debu kurang dari 70 micron. Contoh : lannate2 D. 6. Umpan Disebut juga Bait (B), merupakan campuran bahan aktif pestisida dengan bahan penambah yang inert, biasanya berbentuk bubuk, pasta atau butiran (biji/benih) Contoh : Zink Fosfit (Umpan Bubuk) Klerat RM (biji beras yang dilapisi bahan aktif pestisida) 7. Tablet Ada dua bentuk, bentuk tablet yang bila terkena udara akan menguap menjadi fumigan, biasanya digunakan untuk fumigasi gudang atau perpustakaan, contoh : Phostoxin tablet. Bentuk lainnya adalah tablet yang penggunaannya diperlukan
13
pemanasan, uap yang dihasilkannya dapat membunuh/mengusir hama, contoh : Fumakkila 8. Padat lingkar Merupakan campuran bahan aktif pestisida dengan serbuk kayu atau sejenisnya dan perekat yang dibentuk menjadi padatan yang melingkar. Contoh : Moon Deer 0,2 MC 2.1.3 Toksisitas Pestisida Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri. Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsorpsi. Sedangkan istilah bahaya (hazard) adalah kemungkinan kejadian kerusakan pada suatu situasi atau tempat tertentu; kondisi penggunaan dan kondisi paparan menjadi pertimbangan utama. Untuk menentukan bahaya, perlu diketahui dengan baik sifat bawaan toksisitas unsur dan besar paparan yang diterima individu. Manusia dapat dengan aman menggunakan unsur berpotensi toksik jika mentaati aturan yang dibuat guna meminimalkan absopsi unsur tersebut. Risiko didefinisikan sebagai frekwensi kejadian yang diprediksi dari suatu efek yang tidak diinginkan akibat paparan berbagai bahan kimia atau fisik. A. Kategori toksisitas Label pestisida memuat kata-kata simbol yang tertulis dengan huruf tebal dan besar yang berfungsi sebagi informasi 1. Kategori I Kata–kata kuncinya ialah “Berbahaya Racun” dengan simbol tengkorak dengan gambar tulang bersilang dimuat pada label bagi semua jenis pestisida yang sangat
14
beracun. Semua jenis pestisida yang tergolong dalam jenis ini mempunyai LD 50 yang aktif dengan kisaran antara 0-50 mg perkilogram berat badan. 2. Kategori II Kata-kata kuncinya adalah “Awas Beracun” digunakan untuk senyawa pestisida yang mempunyai kelas toksisitas pertengahan, dengan daya racun LD 50 oral yang akut mempunyai kisaran antara 50-500 mg per kg berat badan. 3. Kategori III Kata-kata kuncinya adalah “Hati-Hati” yang termasuk dalam kategori ini ialah semua pestisida yang daya racunnya rendah dengan LD 50 akut melalui mulut berkisar antara 500-5000 mg per kg berat badan (Panut 2008). Tabel 2.1Kriteria Klasifikasi Pestisida Berdasarkan Bentuk Fisik, Jalan Masuk ke Dalam tubuh dan Daya Racunnya Klasifikasi
LD50 untuk tikus (mg/kg) Oral Dermal Cair Padat Cair < 20 < 10 < 40
I. a. Sangat berbahaya sekali
Padat <5
I. b. Sangat berbahaya
5 – 50
20 – 200
50 – 500
200 – 2000
> 500
>2000
> 1000
>2000
> 3000
-
II. Berbahaya III. Cukup berbahaya IV.Tidak digunakan
Berbahaya sesuai
10 – 100
40 - 400
100 – 1000 400 – 4000 > 4000
Jika dengan
-
anjuran Sumber : Kementan RI, 2012
Salah satu racun pestisida yang telah dilarang penggunaannya yaitu DDT masuk klasifikasi II atau berbahaya. Keracunan DDT tidak saja disebabkan oleh daya toksis DDT itu sendiri tetapi larutan yang dipakai seperti minyak tanah dapat menyebabkan
lebih
beratnya
tingkat
keracunan.
Tanda-tanda
keracunan
organoklorin: keracunan pada dosis rendah, si penderita merasa pusing-pusing,mual,
15
sakit kepala, tidak dapat berkonsentrasi secara sempurna. Pada keracunan dosis yang tinggi dapat kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan.
Tabel 2.2 Menunjukkan kelas toksisitas yang bahan aktif yang tergolong dalam kelas toksisitas tersebut Kelas Toksisitas Bahan Aktif Ia
Contoh Bahan Aktif Parathion, Tebupirimfos, Terbufos Carbofuran,
Ib
Cyfluthrin,
Beta-cyfluthrin,
Zeta-
cypermethrin, Dichlorvos, Methiocarb, Nicotine, Tefluthrin Allethrin, Bendiocarb, Bifenthrin, Bioallethrin, Carbaryl, Carbosulfan, Chlorpyrifos, Cyhalothrin,
II
Cypermethrin, Alpha-cypermethrin, Cyphenothrin, DDT, Deltamethrin, Diazinon, Esbiothrin, Paraquat, Permethrin,
Prallethrin,
Profenofos,
Propoxur,
Pyrethrin, Tetraconazole Bacillus Thuringiensis, Buprozin, Diflubenzuran, III
Malathion, Resmethrin, Temephos, DEET, dallethrin
IV
Benfluralin, Benomyl, Bioresmethrin, Transfluthrin
2.2 Penggolongan Pestisida Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbedabeda, karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: 2.2.1 Pestisida Berdasarkan Pengaruh Fisiologisnya Klasifikasi pestisida berdasarkan pengaruh fisiologisnya, yang disebut farmakologis atau klinis, adalah sebagai berikut :
16
A. Senyawa Organofosfat Keracunan organofosfat dapat menyebabkan anemia pada penderita karena terbentuknya sulfhemoglobin dan methemoglobin di dalam sel darah merah. Hal ini menyebabkan hemoglobin menjadi tidak normal dan tidak dapat menjalankan fungsinya
dalam
menghantarkan
oksigen.
Kehadiran
sulfhemoglobin
dan
methemoglobin dalam darah akan menyebabkan penurunan kadar Hb di dalam sel darah merah sehingga terjadi hemolitik anemia. Pestisida yang termasuk dalam golongan organofosfat antara lain Asefat, Kadusafos, Klorfenvinfos, Klorpirifos, Kumafos, Diazinon, Diklorvos (DDVP), Malation, Paration, Profenofos, Triazofos. B. Senyawa Organoklorin Pestisida golongan ini bersifat mengganggu susunan syaraf dan larut dalam lemak. Secara kimia tergolong insektisida yang toksisitasnya relatif rendah akan tetapi mampu bertahan lama dalam lingkungan. Contohnya DDT. C. Senyawa Arsenat Keracunan akut ini menimbulkan gastroentritis dan diare. Pada keadaan kronis menyebabkan pendarahan pada ginjal dan hati. Jenis pestisida yang paling beracun adalah yang mirip dengan gas syaraf, yaitu jenis Organofosfat dan Metilcarbamat. Pestisida jenis ini sangat berbahaya karena mereka menghambat hemoglobin, suatu bahan yang diperlukan oleh system syaraf kita agar dapat berfungsi dengan normal. Pestisida jenis ini menurunkan kadar Hemoglobin dan hal inilah yang memunculkan gejala-gejala keracunan (WHO, 2009).
17
Tabel 2.3 Beberapa jenis pestisida gas syaraf yang paling berbahaya ORGANOPOSPAT
METILCARBAMAT
1.
Azinophosmethyl
2.
Demeton methyl
1.
Aldicarb
3.
Dichlorvos / DDVP
2.
Carbofuran
4.
Disulfoton
3.
Fomentanate
5.
Ethion
4.
Methomyl
6.
Ethyl parathion / Parathion
5.
Oxamyl
7.
Fenamiphos
6.
Propoxur
8.
Fensulfothin
9.
Methamidophos
10.
Methidathion
11.
Methyl parathion
12.
Mevinphos
13.
Phorate
14.
Sulfotepp
15.
Terbufos
D. Senyawa Karbamat Insektisida dari golongan karbamat adalah racun saraf yang bekerja dengan cara menghambat aktifitas hemoglobin dengan gejala-gejala seperti senyawa organofosfat,
tetapi pengaruhnya jauh lebih reversible dari pada efek senyawa organofosfat. Pestisida dari golongan karbamat relatif mudah diurai di lingkungan (tidak persisten) dan tidak terakumulasi oleh jaringan lemak hewan. Karbamat juga merupakan insektisida yang banyak anggotanya
E. Piretroid Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi menimbulkan alergi pada orang yang peka. Diekstrak dari bunga semacam krisan piretroid (bunga
18
Chrysantheum cinerariaefolium) dengan keunggulan, diantaranya diaplikasikan dengan takaran relatif sedikit, spektrum pengendaliannya luas, tidak persisiten, dan memiliki efek melumpuhkan yang sangat baik. Insektisida tanaman lain adalah nikotin yang sangat toksik secara akut dan bekerja pada susunan saraf. 2.2.2 Ditinjau Dari Jenis Hama Sasaran Penggunaan pestisida Klasifikasi pestisida berdasarkan sasaran yang disemprot adalah sebagai berikut : A. Akarisida, berasal dari kata akari, yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut Mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu. Contohnya Kelthene MF dan Trithion 4 E. B. Algasida, berasal dari kata alga, bahasa latinnya berarti ganggang laut, berfungsi untuk membunuh algae. Contohnya Dimanin. C. Alvisida, berasal dari kata avis, bahasa latinnya berarti burung, fungsinya sebagai pembunuh atau penolak burung. Contohnya Avitrol untuk burung kakaktua. D. Bakterisida, Berasal dari katya latin bacterium, atau kata Yunani bakron, berfungsi untuk membunuh bakteri. Contohnya Agrept, Agrimycin, Bacticin, Tetracyclin, Trichlorophenol Streptomycin. E. Fungsida, berasal dari kata latin fungus, atau kata Yunani spongos yang artinya jamur, berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan. Dapat bersifat fungitoksik (membunuh cendawan) atau fungistatik (menekan pertumbuhan cendawan). Contohnya Benlate, Dithane M-45 80P, Antracol 70 WP, Cupravit OB 21, Delsene MX 200, Dimatan 50 WP. F. Herbisida, berasal dari kata lain herba, artinya tanaman setahun, berfungsi untuk membunuh gulma. Contohnya Gramoxone, Basta 200 AS, Basfapon 85 SP, Esteron 45 Pg. Insektisida, berasal dari kata latin insectum, artinya potongan,
19
keratan segmen tubuh, berfungsi untuk membunuh serangga. Contohnya Lebaycid, Lirocide 650 EC, Thiodan, Sevin, Sevidan 70 WP, Tamaron. G. Molluskisida, berasal dari kata Yunani molluscus, artinya berselubung tipis atau lembek, berfungsi untuk membunuh siput. Contohnya Morestan, PLP, Brestan 60. H. Nematisida, berasal dari kata latin nematoda, atau bahasa Yunani nema berarti benang, berfungsi untuk membunuh nematoda. Contohnya Nemacur, Furadan, Basamid G, Temik 10 G, Vydate. I.
Ovisida, berasal dari kata latin ovum berarti telur, berfungsi untuk merusak telur.
J.
Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis, berarti kutu, tuma, berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
K. Piscisida, berasal dari kata Yunani Piscis, berarti ikan, berfungsi untuk membunuh ikan. Contohnya Sqousin untuk Cypirinidae, Chemish 5 EC. L. Predisida, berasal dari kata Yunani Praeda berarti pemangsa, berfungsi sebagai pembunuh predator. M. Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere, berarti pengerat berfungsi untuk membunuh binatang pengerat. Contohnya Dipachin 110, Klerat RMB, Racumin, Ratikus RB, Ratilan, Ratak, Gisorin. N. Termisida, berasal dari kata Yunani termes, artinya serangga pelubang kayu berfungsi untuk membunuh rayap. Contohnya Agrolene 26 WP, Chlordane 960 EC, Sevidol 20/20 WP, Lindamul 10 EC, Difusol CB. O. Silvisida, berasal dari kata latin silva berarti hutan, berfungsi untuk membunuh pohon atau pembersih pohon. P. Larvasida, berasal dari kata Yunani lar, berfungsi membunuh ulat (larva). Contohnya Fenthion, Dipel (Thuricide) (Kementan, 2011).
20
2.2.3 Ditinjau Dari Jenis dan Bentuk Zat Kimia Yang Dikandungnya Klasifikasi pestisida berdasarkan jenis dan bentuk zat kimia adalah sebagai berikut : A. Organofosfat Organofosfat berasal dari H3PO4 (asam fosfat). Pestisida golongan organofosfat merupakan golongan insektisida yang cukup besar, menggantikan kelompok chlorinated hydrocarbon yang mempunyai sifat: 1. Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap chorinatet hydrocarbon. 2. Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk jangka waktu yang lama 3. Kurang mempunyai efek yang lama terhadap non target organisme 4. Lebih toksik terhadap hewan-hewan bertulang belakang, jika dibandingkan dengan organoklorine. 5. Mempunyai cara kerja menghambat fungsi hemoglobin. Lebih dari 50.000 komponen organofosfat telah disynthesis dan diuji untuk aktivitas insektisidanya. Tetapi yang telah digunakan tidak lebih dari 500 jenis saja dewasa ini. Semua produk organofosfat tersebut berefek toksik bila tertelan, dimana hal ini sama dengan tujuan penggunaannya untuk membunuh serangga. Obat tersebut digunakan untuk pengobatan gangguan neuromuskuler seperti myastinea gravis. Fisostigmin juga digunakan untuk antidotum pengobatan toksisitas ingesti dari substansi antikholinergik (mis: trisyklik anti depressant, atrophin dan sebagainya). Fisostigmin, ekotiopat iodide dan organophosphorus juga berefek langsung untuk mengobati glaucoma pada mata yaitu untuk mengurangi tekanan intraokuler pada bola mata. Organophosphat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke
21
II. Bahan tersebut digunakan untuk gas saraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal synthesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang terus dan ditemukan komponen yang poten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap orang (mis: malathion), tetapi masih sangat toksik terhadap insekta. Tabel 2.4 Nilai LD50 insektisida organofosfat Komponen
LD50 (mg/Kg)
Akton
146
Coroxon
12
Diazinon
100
Dichlorovos
56
Ethion
27
Malathion
1375
Mecarban
36
Methyl parathion
10
Parathion
3
Sevin
274
Systox
2.5
TEPP
1
Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan
22
jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh. Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophospat melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil. Seseorang yang keracunan pestisida organofosfat akan mengalami gangguan fungsi dari saraf-saraf tertentu. Tabel 2.5 Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas Organofosfat Efek A. Muskarinik
Gejala - Salivasi - Kejang perut - Nausea dan vomitus - Bradicardia - Miosis - Berkeringat
B. Nikotinik
- Pegal-pegal, lemah - Tremor - Paralysis - Dyspnea - Tachicardia
C. Sistem saraf pusat
- Bingung, gelisah, insomnia, neurosis - Sakit kepala - Emosi tidak stabil - Bicara terbata-bata - Convulsi - Depresi respirasi dan gangguan jantung - Koma
B. Karbamat
23
Insektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta. Struktur karbamat seperti physostigmin, ditemukan secara alamia dalam kacang Calabar (calabar bean). Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida dengan komponen aktifnya adalah SevineR. Mekanisme toksisitas dari karbamate adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim ACHE dihambat dan mengalam karbamilasi. C. Organokhlorin Organokhlorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri dari beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling populer dan pertama kali disinthesis adalah “Dichloro-diphenyltrichloroethan”atau disebut DDT. Tabel 2.6 Klasifikasi insektisida organokhlorin Kelompok Cyclodienes
Komponen Aldrin,
Chlordan,
Dieldrin,
Heptachlor, Endrin. Toxaphen, Kepon, Mirex Hexachlorocyclohexan
Lindane
Derivat Chlorinated-ethan
DDT
Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan, walaupun komponen kimia ini sudah disinthesis sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya pengaruh toksiknya terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut saraf motorik serta kortek motorik adalah merupakan target toksisitas tersebut. Dilain pihak bila terjadi efekkeracunan perubahan patologiknya tidaklah nyata. Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk
24
manusia adalah 300-500 mg/Kg. DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi penggunaannya masih berlangsung sampai beberapa tahun kemudian,bahkan sampai sekarang residu DDT masih dapat terdeteksi. Gejala yang terlihat pada intoksikasi DDT adalah sebagai berikut: Nausea, vomitus; Paresthesis pada lidah; bibir dan muka; Iritabilitas; Tremor; Convulsi; Koma; Kegagalan pernafasan; Kematian. D. Piretroid Insektisida ini lebih dikenal sebagai synthetic pyretroid (SP) yang bekerja mengganggu syaraf. Golongan SP banyak digunakan dalam pengendalian vektor untuk serangga dewasa(space spraying dan IRS) kelambu celup atau Insecticide Treated Net (ITN),Long lasting Insectisidal Net (LLIN) dan berbagai formulasi rumah tangga. Contoh: metoflutrin, transflutrin, permetri, dan sipermetrin. E. Insec Growth Regulator (IGR) Kelompok senyawa yang dapat mengganggu proses perkembangan dan pertumbuhan serangga. IGR terbagi dalam dua klas yaitu : 1. Juvenoid atau sering juga dikenal dengan Juvenile Hormone Analog (JHA). Pemberian juvenoid pada serangga berakibat pada perpanjangan stadium larva dan kegagalan menjadi pupa. Contoh: fenoksikarb, metopren, piriproksifen. 2. Penghambat sintesis Khitin atau chitin synthesis Inhibitor (CSI) menggenggu proses ganti kulit dengan cara menghambat pembentukan kitin. Contoh: diflubensuron, heksaflumuron dan lain-lain (Kementan, 2012).
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Pestisida Bahaya pestisida dapat diperkecil bila diketahui cara-cara bekerja dengan aman dan tidak mengganggu kesehatan. Adapun resiko dari penggunaan pestisida
25
seperti studi sebelumnya di luar dan di Indonesia menunjukkan bahwa faktor-faktor resiko keracunan pestisida yang menimbulkan hemoglobin darah menjadi tidak normaldan mendapati penurunan dalam beberapa komponen hematologi seperti Hemoglobin. Ada dua factor yang mempengaruhi keracunan yaitu: 2.3.1
Faktor dari dalam tubuh Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida antara lain :
A. Usia Umur adalah fenomena alam, semakin lama seseorang hidup maka umurpun akan bertambah. Semakin bertambahnya umur seseorang semakin banyak yang dialaminya, dan semakin banyak pula pemaparan yang dialaminya, dengan bertambahnya umur seseorang maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini juga akan berakibat menurunnya aktifitas hemoglobin darahnya sehinggga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida yang menyebabkan Hb turun. Usia juga berkaitan dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua umur seseorang maka efektifitas sistem kekebalan di dalam tubuh akan semakin berkurang (Satya, 2008). B. Jenis kelamin Kadar Hemoglobin darah laki-laki lebih tinggi dari wanita yaitu 14- 18 gr/dl (Setedjo, 2008). Kadar hemoglobin yang rendah dalam darah di akibatkan terbentuknya methemoglobin yang menghancurkan sel darah. C. Status kesehatan Pestisida memiliki efek toksis terhadap sasaran yaitu hama, tetapi juga berdampak negative terhadap kesehatan manusia. Pengaruh pestisida mempengaruhi sintesa heme yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan pada darah. Reaksi kimia terjadi pembentukan methemoglobin di dalam sel darah merah.
Akibat
26
pestisida dietilditiokarbonat dan terjadi ikatan nitrit dengan haemoglobin sehingga membentuk methemoglobin yang menyebabkan
haemoglobin tidak mampu
mengikat oksigen. Orang-orang yang sering kontak dengan pestisida akan terkena dampak toksisitasnya (Afriyanto, 2008). D. Status gizi Pengaruh status gizi pada orang dewasa akan mengakibatkan: 1) kelemahan fisik dan daya tahan tubuh; 2) mengurangi inisiatif dan meningkatkan kelambanan dan; 3) meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dan lain-lain jenis penyakit. Semakin buruk status gizi seseorang akan semakin mudah terjadi keracunan, dengan kata lain seseorang yang mempunyai status gizi yang baik cenderung memiliki aktifitas hemoglobin yang lebih baik (Afriyanto, 2008). E. Anemia Kadar hemoglobin terdapat pada sel darah merah yang memiliki gugus hem dimana pembentukannya melalui proses reduksi dengan bantuan NADH, sedangkan kadar kholinesterase dalam kerjanya menghidrolisa membutuhkan energi, dimana pada saat pembentukan energi membutuhkan NADH (Afriyanto, 2008). F. Genetik Beberapa kejadian pada hemoglobin yang abnormal seperti hemoglobinS. Kelainan homozigot dapat mengakibatkan kematian pada usia muda sedangkan yang heterozigot dapat mengalami anemia ringan. Pada ras tertentu ada yang mempunyai kelainan genetik, sehingga aktifitas hemoglobin darahnya rendah dibandingkan dengan kebanyakan orang. 2.3.2
Faktor dari luar tubuh
A. Suhu lingkungan
27
Suhu lingkungan berkaitan dengan waktu menyemprot, matahari semakin terik atau semakin siang maka suhu akan semakin panas. Kondisi demikian akan mempengaruhi efek pestisida melalui mekanisme penyerapan melalui kulit petani penyemprot (Kemenkes, 2012). B. Cara penanganan pestisida Penanganan pestisida sejak dari pembelian, penyimpanan, pencampuran, cara menyemprot hingga penanganan setelah penyemprotan berpengaruh terhadap resiko keracunan bila tidak memenuhi ketentuan (Kemenkes, 2012). D. Penggunaan Alat Pelindung Diri Pestisida umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh karenanya penggunaan alat pelindung diri pada petani waktu menyemprot sangat penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida (Depkes RI, 2000). Pestisida umumnya merupakan racun kontak, oleh karenanya penggunaan alat pelindung diri pada petani waktu menyemprot sangat penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida. Pemakaian alat pelindung diri lengkap ada 7 macam yaitu : baju lengan panjang, celana panjang, masker, topi, kaca mata, kaos tangan dan sepatu boot. Penggunaan APD yang lengkap pada waktu menyemprot dapat mencegah dan mengurangi terjadinya keracunan pestisida, dengan memakai APD kemungkinan kontak langsung dengan pestisida dapat dikurangi sehingga resiko racun pestisida masuk dalam tubuh melalui bagian pernafasan, pencernaan dan kulit dapat dihindari. Perilaku petani yang terbiasa menggunakan APD yang tidak lengkap yaitu hanya menggunakan ratarata 3 APD yang berupa baju lengan panjang, celana panjang dan topi. Pestisida umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh karenanya penggunaan alat pelindung diri sangat bermanfaat untuk melindungi badan dari kontak langsung dengan pestisida (Depkes RI, 2000).
28
E. Dosis pestisida Dosis pestisida yang tidak sesuai dosis berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat petani penyemprot. Dosis yang tidak sesuai mempunyai risiko 4 kali untuk terjadi keracunan dibandingkan penyemprotan yang dilakukan sesuai dengan dosis aturan (Kemenkes, 2012). Dosis
adalah jumlah
pestisida yang telah di campur atau diencerkan dengan air yang digunakan untuk menyemprot hama dengan satuan luas tertentu. Besarnya suatu dosis pestisida biasanya tercantum dalam label pestisida. Contoh dosis insektisida Diasinon 60 EC adalah satu liter per hektar untuk sekali aplikasi. Semua jenis pestisida adalah racun, dosis yang semakin besar maka akan semakin besar terjadinya keracunan pestisida. Karena bila dosis penggunaan pestisida bertambah, maka efek dari pestisida juga akan bertambah. Dosis pestisida yang tidak sesuai dosis berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat petani penyemprot. Dosis yang tidak sesuai mempunyai risiko 4 kali untuk terjadi keracunan dibandingkan penyemprotan yang dilakukan sesuai dengan dosis aturan. Untuk dosis penyemprotan di lapangan, khususnya pestisida golongan organofosfat dosis yang dianjurkan adalah 0,5 – 1,5 kg/Ha (Depkes RI, 1992). Kebiasaan petani yang manambah dosis, apabila pestisida tersebut tidak dapat membunuh hama, maka petani akan meningkatkan dosis, selanjutnya apabila hama tersebut masih belum dapat ditangani petani tersebut akan mencampur pestisida yang satu dengan pestisida yang lain yang harganya murah. Dosis yang tidak sesuai aturan juga dapat mengakibatkan resistensi dan resurjensi hama tanaman. Dosis pestisida yang tidak sesuai anjuran dapat menjadi penyebab keracunan pada petani dan lebih berbahaya lagi apabila pestisida dengan dosis yang tidak sesuai tersebut dicampur bersama akan menimbulkan efek dari bahan aktif masing-masing pestisida tersebut
29
apabila masuk dalam tubuh petani. Menurut penelitian Marsaulina (2005) dosis yang tidak sesuai aturan mempengaruhi keracunan pestisida dengan OR 2,6 dan p = 0,005. Dari penelitian Afriyanto (2008) menunjukkan ada hubungan antara dosis dengan keracunan pestisida dengan RP 8,250 dan 95 % CI = 2,042 – 33,334. Efek tersebut antara lain efek adisi (efek dari masing-masing bahan aktif), efek sinergis (efek yang lebih besar dari masing-masing bahan aktif) dan efek antagonis (efek berkurangnya bahan aktif yang satu diikuti dengan peningkatan efek bahan aktif yang lain) (Aprini, 2009). F. Jumlah Jenis Pestisida Masing-masing pestisida mempunyai efek fisiologis yang berbeda-beda tergantung dari kandungan zat aktif dan sifat fisik dari pestisida tersebut. Pada saat penyemprotan penggunaan pestisida > 3 jenis dapat mengakibatkan keracunan pada petani. Banyaknya jenis pestisida yang digunakan menyebabkan beragamnya paparan pada tubuh petani yang mengakibatkan reaksi sinergik dalam tubuh (Kemenkes, 2012). G. Masa kerja menjadi penyemprot Semakin lama petani menjadi penyemprot, maka semakin lama pula kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan terhadap pestisida semakin tinggi. Penurunan aktifitas hemoglobin dalam plasma darah karena keracunan pestisida akan berlangsung mulai seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan penyemprotan (Kemenkes, 2012). H. Lama menyemprot Dalam melakukan penyemprotan sebaiknya tidak boleh lebih dari 3 jam, bila melebihi maka resiko keracunan akan semakin besar. Seandainya masih harus menyelesaikan pekerjaannya hendaklah istirahat dulu untuk beberapa saat untuk
30
memberi kesempatan pada tubuh untuk terbebas dari pemaparan pestisida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa istirahat minimal satu minggu dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah pada petani penyemprot. Istirahat minimal satu minggu pada petani keracunan ringan dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah menjadi normal (87,50%). Sedangkan petani dengan keracunan sedang memerlukan waktu istirahat yang lebih lama untuk mencapai aktivitas haemoglobin normal (Mariani R. dkk, 2005) I. Frekuensi Penyemprotan Semakin sering seseorang melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi pula resiko keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Waktu yang dianjurkan untuk melakukan kontak dengan pestisida maksimal 2 kali dalam seminggu. J. Tindakan penyemprotan pada arah angin Penyemprotan yang baik searah dengan arah angin dan penyemprot hendaklah mengubah posisi penyemprotan apabila angin berubah. K. Waktu menyemprot Waktu penyemprotan perlu diperhatikan dalam melakukan penyemprotan pestisida, hal ini berkaitan dengan suhu lingkungan yang dapat menyebabkan keluarnya keringat lebih banyak terutama pada siang hari. Sehingga waktu penyemprotan pada siang hari akan semakin mudah terjadinya keracunan pestisida melalui kulit. Salah satu masalah utama yang berkaitan dengan gejala keracunan pestisida adalah bahwa gejala dan tanda keracunan khususnya pestisida dari golongan organofosfat umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa seperti pusing, mual dan lemah sehingga oleh masyarakat dianggap sebagai
31
suatu penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus. Menurut Gallo (1991) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida antara lain dosis, toksisitas senyawa pestisida, lamanya terpapar pestisida dan jalan pestisida masuk dalam tubuh.
2.4 Kadar Haemoglobin Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. hemoglobin dapat diukur secara kimia dan sejumlah zat pewarna yang terdapat dalam bentuk larutan dalam sel darah merah. Hemoglobin merupakan protein utama manusia yang berfungsi mengangkut oksigen. Hemoglobin adalah bagian dari eritrosit (sel darah merah yang dibentuk dalam sumsum tulang ). Hemoglobin adalah molekul yang mengandung 4 sub unit yang berinteraksi sehingga menimbulkan efek kooperatif, yaitu bila sebuah molekul hemoglobin mengambil satu molekul oksigen, ia cenderung memperoleh 4 molekul oksigen. 2.4.1
Mekanisme Dalam Darah Dalam sel darah merah terdapat hemoglobin (Hb) yaitu molekul protein
yang mengandung zat besi dan merupakan pigmen darah yang membuat darah berwarna merah. Zat besi merupakan komponen yang sangat penting dari hemoglobin itu (Minarno, 2008). Kandungan sulfur yang tinggi dalam pestisida menimbulkan ikatan sulfhemoglobin, hal ini menyebabkan hemoglobin menjadi tidak normal dan tidak dapat menjalankan fungsinya dalam menghantar oksigen. Sulfhemoglobin merupakan bentuk hemoglobin yang berikatan dengan atom sulfur didalamnya (Setya, 2008)
32
2.4.2
Sintesis Hemoglobin Setiap sel darah merah mengandung sekitar 640 juta molekul hemoglobin dan
setiap molekul hemoglobin orang dewasa normal mengandung Hb A yang terdiri atas empat rantai polipeptida. Dua rantai globin yang berbeda (masing-masing dengan molekul heme individu) bergabung untuk membentuk hemoglobin. Salah satu rantai alfa ditunjuk. Rantai kedua disebut “non-alpha”. Dengan pengecualian dari mingguminggu pertama dari embriogenesis, salah satu rantai globin selalu alfa. Sejumlah variabel mempengaruhi sifat rantai non-alfa di molekul hemoglobin. Kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai non-alfa menghasilkan molekul hemoglobin lengkap (total empat rantai per molekul)
Gambar 2.1 Struktur Hem Kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai gamma bentuk “janin” hemoglobin, disebut “hemoglobin F”. Pasangan dari satu rantai alfa dan satu nonalpha rantai menghasilkan dimer hemoglobin (dua rantai). Dimer hemoglobin tidak efisien memberikan oksigen, namun dua dimer bergabung untuk membentuk tetramer hemoglobin, yang merupakan bentuk fungsional hemoglobin. Karakteristik biofisik kompleks tetramer hemoglobin memungkinkan kontrol indah serapan oksigen di paru-paru dan rilis di jaringan yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan (Setya, 2008)
33
Tabel 2.7 Batas Normal Kadar Haemoglobin Kelompok Anak
Hemoglobin
Umur
(g/100 ml)
6 bulan s/d 6 tahun
11
6 tahun s/d 14 tahun
12
Dewasa
Laki-laki
13
Wanita
12
Wanita hamil
11
Sumber : WHO dalam Arisman, 2002
2.4.3
Anemia Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (protein pembawa
oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Penyebab anemia yang paling sering adalah perdarahan yang berlebihan, rusaknya sel darah merah secara berlebihan hemolisisatau kekurangan pembentukan sel darah merah (hematopoiesis yang tidak efektif). Seseorang dikatakan anemia bila konsentrasi hemoglobinnya kurang dari 13,5 g/dL atau
hematokrit
kurang dari 41% pada laki-laki, dan
konsentrasi hemoglobin kurang dari 11,5 g/dL atau Hct kurang dari 36% pada perempuan. 2.4.4
Struktur Hemoglobin Satu satuan hemoglobin mempunyai bobot molekul sekitar 65.000 yang
mengandung 4 molekul protein yang disebut globin. Sembilan puluh lima persen dari molekul protein ini adalah globin dan sisanya berupa heme.
34
Gambar 2.2 Struktur Hemoglobin 2.4.5
Fungsi Hemoglobin Mengangkut oksigen ke jaringan dan mengembalikan karbondioksida dari
jaringan ke paru-paru. Untuk berlangsungnya proses tersebut sel darah merah mengandung Hb sebagai protein khusus. Selain itu Hb juga berfungsi untuk mempertahankan derajad keasaman cairan darah dan cairan tubuh (sebagai penyangga atau buffer). Adapun faktor-faktor yang mempengeruhi kadar hemoglobin adalah : A. Asupan gizi Suatu proses penyerapan makanan secara normal melalui proses absorbsi, penyimpanan metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ yang menghasilkan energi. Status gizi juga merupakan keadaan dari keseimbangan konsumsi dan penyerapan zat gizi. (Fitria,2011) Sintesis hemoglobin membutuhkan makronutrien dan mikronutrien yang diperoleh dari asupan rutin dan cadangan dalam tubuh. Sehingga apabila asupan gizinya baik maka akan berpengaruh terhadap kenaikan kadar hemoglobin. Sama halnya dengan glukosa, kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh asupan rutin dan cadangan dalam tubuh. Setelah jumlah glukosa dalam darah turun, maka tubuh memecah cadangan glukosa maupun non-glukosa menjadi glukosa. Keseimbangan antara asupan dengan pemakaian zat makanan menentukan status gizi seseorang.
35
B. Perdarahan Perdarahan adalah keluarnya darah dari sirkulasi kardiovaskuler dan biasanya terdapat kerusakan atau ruptura pada susunan kardiovaskuler (jantung, arteri, vena, dan kapiler). Kadang perdarahan terjadi tanpa kerusakan dinding pembuluh darah atau tidak dapat dilihat kerusakannya secara mikroskopis, keadaan ini disebut hemorrhagi per-diapedesis yang mempengaruhi kadar hemoglobin rendah. Anemia yang terjadi sesudah kehilangan darah merangsang sum-sum tulang untuk bekerja lebih giat membentuk sel yang lebih banyak. Selama masa regenerasi pembentukan eritrosit melebihi banyaknya persediaan hemoglobin (Hb) sehingga sel darah merah kekurangan Hb dan terjadi hypochrome. C. Pajanan pestisida Pestisida adalah substansi yang digunakan untuk mencegah atau membunuh hama (pest). Hama yaitu organisme yang bersaing untuk mendapatkan makanan, mengganggu kenyamanan, atau berbahaya bagi kesehatan manusia. Penggunaan pestisida sudah sangat
meluas, berkaitan dengan dampak positifnya
yaitu
meningkatnya produksi pertanian dan menurunnya penyakit-penyakit
yang
penularannya melalui perantaraan makanan (food-borne diseases) atau punvector (vector-borne diseases). Idealnya, pestisida
mempunyai efek toksikhanya pada
organisme targetnya, yaitu hama. Namunpada kenyataanya, sebagian besar bahan aktif yang digunakan sebagai pestisida tidak cukup spesifik toksisitasnya, sehingga berdampak
negatif
terhadap
kesehatan
manusia.
pembentukan methemoglobin di dalam sel darah keberadaan
pestisida dietilditiokarbamat.
Selain itu
Reaksi
kimia
terjadinya
merah
diakibatkan oleh
disebabkan karena terjadi
ikatan nitrit dengan Hb sehingga membentuk methemoglobin yang menyebabkan Hb tidak mampu mengikat oksigen. Methemoglobin terbentuk ketika zat besi di
36
dalam Hb teroksidasi dari ferro menjadi ferri. Sulfhemoglobin dan methemoglobin di dalam sel darah merah tidak dapat diubah kembali menjadi hemoglobin normal. Untuk membuktikan adanya hubungan dalam Patil Jyotsnaetal, (2003) dalam penelitian kepada para petani anggur yang terpapar pestisida mendapati penurunan dalam beberapa parameter hematologi seperti Hemoglobin, Hematokrit dan Red Blood Cell. Hasil Penelitian Runia (2008) Faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida dan kejadian Anemia pada petani hortikultura di desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Jumlah petani yang menderita keracunan adalah sebanyak 75 orang (96,15%) dan petani yang menderita anemia adalah sebanyak 63 orang (80,8%). Kejadian anemia dapat terjadi pada penderita keracunan organofosfat dan karbamat adalah karena terbentuknya sulfhemoglobin dan methemoglobin di dalam sel darah merah
Penelitian yang dilakukan D. Ramsingh
(2009) di India juga didapati bahwa terdapat pengaruh pestisida dalam kadar hemoglobin dimana pestisida ini menyebabkan penurunan produksi atau peningkatan penghancuran sel darah merah.Hal ini menyebabkan Hb tidak normal.Reddy dan Kanojia (2012) melakukan penelitian pada petani di beberapa desa di India menyimpulkanhal yang sama dimana didapati penurunan pada parameter hematologi seperti Hemoglobin, Hct dan RBC.
2.5 Toksikologi Pestisida Senyawa-senyawa organokhlorin (organoklorin,chlorinated, hydrocarbons) sebagian besar menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen selubung selsyaraf
(Schwann
cells)
sehingga
fungsi
syaraf
terganggu.
Peracunan
dapatmenyebabkan kematian atau pulih kembali. Kondisi pulih bukan disebabkan karenasenyawa organokhlorin telah keluar dari tubuh tetapi karena disimpan dalam
37
lemak tubuh. Semua insektisida organokhlorin sukar terurai oleh faktorfaktorlingkungan dan bersifat persisten, Mereka cenderung menempel pada lemak danpartikel tanah sehingga dalam tubuh jasad hidup dapat terjadi akumulasi, demikian pula di dalam tanah. Akibat peracunan biasanya terasa setelah waktu yang lama, terutama bila dose kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal inilah yang menyebabkan sehingga penggunaan organokhlorin pada saat ini semakin berkurang dan dibatasi. Efek lain adalah biomagnifikasi, yaitu peningkatanperacunan lingkungan yang terjadi karena efek biomagnifikasi (peningkatan biologis) yaitu peningkatan daya racun suatu zat terjadi dalam tubuh jasad hidup,karena reaksi hayati tertentu. Semua
senyawa
organofosfat
(organofosfat,
organophospates)
dan
karbamat (karbamat, carbamates) bersifat perintang ChE (enzim cholineesterase), ensim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Peracunan dapat terjadi karena gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau dapat pulih kembali. Umur residu dari organofosfat dan karbamat ini tidak berlangsung lama sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi karena faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa-senyawa organofosfat dan karbamat menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya faktorfaktor keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena bahaya yang ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar insektisida dan sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan organofosfat dan karbamat. Parameter yang digunakan untuk menilai efek peracunan pestisida terhadap mamalia dan manusia adalah nilai LD50 (lethal dose 50%) yang menunjukkan
38
banyaknya pestisida dalam miligram (mg) untuk tiap kilogram (kg) berat seekor binatang-uji, yang dapat membunuh 50 ekor binatang sejenis dari antara 100 ekor yang diberi dose tersebut. Yang perlu diketahui dalam praktek adalah LD50 akut oral (termakan) dan LD50 akut dermal (terserap kulit). Nilai-nilai LD50 diperoleh dari percobaan-percobaan dengan tikus putih. Nilai LD50 yang tinggi (di atas 1000) menunjukkan bahwa pestisida yang bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD50 yang rendah (di bawah 100) menunjukkan hal sebaliknya (WHO dalam: Kemenkes, 2012)
2.6 Pencemaran Lingkungan Pestisida yang diaplikasikan untuk memberantas suatu hama tanaman atau serangga penyebar penyakit tidak semuanya mengenai tanaman. Sebagian akan jatuh ke tanaman, atau perairan disekitarnya, sebagian lagi akan menguap keudara, yang mengenai tanaman akan diserap tanaman tersebut ke dalam jaringan kemudian mengalami metabolisme, karena pengaruh enzim tanaman. Pestisida yang diserap oleh tanah atau perairan akan terurai karena pengaruh suhu, kelembaban, jasad renik dan sebagainya. Sedangkan yang menguap ke udara akan terurai karena pengaruh suhu, kelembaban dan sinar matahari khususnya sinar ultra violet. Penguraian bahan pestisida tersebut tidak terjadi seketika itu juga, melainkan sedikit demi sedikit. Sisa yang tertinggal inilah yang kemudian diserap sebagai residu. Jumlah residu pestisida dipengaruhioleh suhu, kelembaban, jasad renik, sinar matahari dan jenis dari pestisida tersebut. Peningkatan kegiatan agroindustri selain meningkatkan produksi pertanianjuga menghasilkan limbah dari kegiatan tersebut. Penggunaan pestisida, disamping
bermanfaat
untuk
meningkatkan
produksi
pertanian
tapi
juga
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan pertanian dan juga terhadap
39
kesehatan manusia. Pada masa sekarang ini dan masa mendatang, orang lebih menyukai produk pertanian yang alami dan bebas dari pengaruh pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat dengan harga yang lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida. Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam
kesehatan
manusia
adalah
pestisida
sintetik,
yaitu
golongan
organoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai. Karena pestisida adalah racun, yang dapat mematikan jasad hidup, maka dalam penggunannya dapat memberikan pengaruh yang tidak diinginkan terhadap kesehatan manusia serta lingkungan pada umumnya. Pestisida yang disemprotkan segera bercampur dengan udara dan langsung terkena sinar matahari. Dalam udara pestisida dapat ikut terbang menurut aliran angin.
40
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanto, 2008.Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe Di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Thesis. Universitas Dipenogoro. Anis,
2005, Perlu Deteksi Dini Penyakit bagi http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/26/ragam1.htm
Pekerja,
Arisman 2002. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Penerbit buku Kedokteran EGC. DepKes RI, 1992. Pestisida dan Pengunaannya. Jakarta, Sub Dit P2 Pestisida Depkes, RI, 2000. Modul Pelatihan Pemeriksaan Residu Pestisida” Pengenalan Pestisida” Depkes RI, Dirjen P2M dan PL. Djau R. 2009, Faktor risiko kejadian Anemia dan keracunan pestisida pada pekerja penyemprot gulma di kebun kelapa sawit PT.Agro Indomas Kab. Seruyan Kalimantan Tengah (Tesis). Semarang: Program Studi Magister Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro;2009. Dorland, W.A. 2002, Kamus Kedokteran kedokteran EGC:2002.H 987
Dorland.Edisi 29.Jakarta: Penerbit buku
Hidayat, A. A. A. (2007). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa data. Jakarta: Salemba Medika.
41
Indonesia,(2007), Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 07/Permentan/SR.140/ 2/2007: tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, Jakarta: Kementan R.I. Indonesia,(2012), Pedoman Penggunaan Insektisida(Pestisida) Dalam Pengendalian Vektor, Jakarta: Kemenkes R.I.Dirjen PP dan PL Kementrian Pertanian, 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida. Jakarta: Direktorat Jenderal Prasaranan dan Sarana Kementrian Pertania.
Mariani R, Iwan D, Nani S, 2005, Pengaruh Istirahat terhadap Aktivitas Kholinesterase petani penyemprot pestisida organofosfat di kecamatan Pacet Jawa Barat, Badan Litbangkes Jawa Barat. Ngatidjan, 2006. Toksikologi. Bagian Farmakologi & Toksikologi Fakultas Kedokteran universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam dan Siti Pariani. (2001). Pendekatan praktis metodologi riset keperawatan. Jakarta: Sagung Seto. Nursalam. (2003). Konsep dan penetapan metodologi penelitian ilmu keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Pohan. Nurhasmawaty, 2004. Pestisida dan Pencemarannya. Universitas Sumatera Utara Ramsingh D.2010, The assessment of the chronic toxicity and carcinogenicity of pesticides. Dalam: Hayes’ handbook of pesticide toxicology. Krieger R, editor. Elsevier Inc; Manhattan: 2010. Rimanth, 2007. Bahaya Pestisida Terhadap Kesehatanhttp://bushido02.wordpress.com/2007/11/08/bahayapestisida-terhadap-kesehatan-manusia/ diakeses tanggal 12 Maret 2012 Rini, 2001. Petunjuk Penggunaan Pestisida, Penerbit Swadaya, Jakarta Runia Y. 2008, Faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida Organofosfat, Karbamat dan kejadian Anemia pada petani hortikultura di desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang (Tesis). Semarang: Program Studi Magister Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro). Sartono,IM., I W. Treman.,IN, Sudita, 2013.: Persebaran Lahan Perkebunan Sistem Tumpang Sari Beda Umur di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPG/article Sugiono, 2012. MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.Bandung : cv Alfabeta.
42
MG Catur Yuantari, 2011 DAMPAK PESTISIDA ORGANOKLORIN TERHADAP KESEHATAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN SERTA PENANGGULANGANNYA: 1. Staff Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang
1).
Kategori toksisitas
Label pestisida memuat kata-kata simbol yang tertulis dengan huruf tebal dan besar yangberfungsi sebagi informasi a. Kategori I Kata–kata
kuncinya
ialah
“Berbahaya
Racun”
dengan
simbol
tengkorak
dengangambar tulang bersilang dimuat pada label bagi semua jenis pestisida yang sangatberacun. Semua jenis pestisida yang tergolong dalam jenis ini mempunyai LD 50 yangaktif dengan kisaran antara 0-50 mg perkg berat badan. b. Kategori II
43
Kata-kata kuncinya adalah “Awas Beracun” digunakan untuk senyawa pestisidayang mempunyai kelas toksisitas pertengahan, dengan daya racun LD 50 oral yangakut mempunyai kisaran antara 50-500 mg per kg berat badan. c. Kategori III Kata-kata kuncinya adalah “Hati-Hati” yang termasuk dalam kategori ini ialahsemua pestisida yang daya racunnya rendah dengan LD 50 akut melalui mulutberkisar antara 500-5000 mg per kg berat badan. (Anshari,2010 ; Panut 2008,Priyanto,2007; A.Adiwisastra,1985) Keracunan DDT tidak saja disebabkan oleh daya toksis DDT itu sendiri tetapi larutan yangdipakai seperti minyak tanah dapat menyebabkan lebih beratnya tingkat keracunan. Tandatandakeracunan organoklorin: keracunan pada dosis rendah, si penderita merasa pusingpusing,mual, sakit kepala, tidak dapat berkonsentrasi secara sempurna. Pada keracunandosis yang tinggi dapat kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan.