BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perataan Laba Seperti yang telah disebutkan pada bagian pendahuluan laba merupakan informasi yang digunakan oleh manajemen dan pemegang saham untuk mengambil keputusan. Laba digunakan untuk menilai kinerja manajemen dan menilai prospek perusahaan itu dimasa yang akan datang. Informasi laba terdapat pada laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.
Karena pentingnya
informasi laba bagi para pemilik saham, maka manajemen perusahaan dapat melakukan kecurangan untuk menampilkan laba yang bisa menarik minat para pemilik saham. Selain itu karena kompensasi manajemen dan reputasi perusahaan tergantung dari laba bersih yang dilaporkan, maka manajemen juga akan cenderung melakukan tindakan tang dapat membuat laporan keuangan menjadi lebih baik termasuk dengan melakukan perataan laba. Hal tersebut bisa dilakukan oleh manajemen karena manjemen memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan informasi yang dimiliki oleh para pemegang saham. Hal tersebut didukung oleh teori agensi. Teori ini menyatakan bahwa adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh manajemen yang bertidak sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal.
Manajemen lebih
memiliki banyak informasi dibandingkan pemegang saham dan kelebihan informasi ini dapat digunakan oleh manajemen untuk memenuhi kepentingan diri masing-masing.
Belkaoui dan Riahi (2001) menyatakan bahwa terdapat dua
alasan yang menyebabkan terjadinya divergensi antara perilaku mementingkan
Universitas Sumatera Utara
dirir sendiri dan kerja sama yakni adverse selection dan modal hazard yang keduanya merupakan masalah berbasis informasi. Harmono (2011) mengatakan “adverse selection merupakan kondisi yang menunjukkan posisi principal tidak mendapatkan informasi secara cermat mengenai kinerja manajemen yang telah menetapkan pembayaran gaji bagi agen (manajemen) atau progam kompensasi lain”. Sedangkan problem modal hazard sendiri menurut Lubis dan Putra (2014) merupakan “ masalah yang timbul pada saat manajer melakukan tindakan untuk kepentingan sendiri, karena tidak mungkin bagi pemegang saham untuk memonitor semua tindakan yang dilakukan manajer”. Perataan laba merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh manajemen karena kelebihan informasi yang dimiliki oleh manajemen. Menurut Belkaoui, Riahi (2001 : 104) “perataan laba dapat dipandang sebagi upaya yang secara sengaja dimaksudkan untuk menormalkan income dalam rangka mencapai kecenderungan atau tingkat yang diinginkan”. Beidelman dalam Belkaoi, Riahi (2001 : 104) mengatakan bahwa Meratakan earnings yang dilaporkan dapat didefenisi sebagai pengurangan secara sengaja fluktuasi disekitar earnings tertentu yang dianggap normal bagi sebuah perusahaan. dalam pengertian ini perataan merepresentasikan sebuah upaya yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi tidak normal dalam earnings sepanjang diizinkan oleh prinsip akuntansi dan manajemen yang sehat.
Defenisi lain tentang perataan laba yakni menurut Korch (1981) dalam Arfan dan Wahyuni (2010) “ suatu cara yang dilakukan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang
Universitas Sumatera Utara
diinginkan baik secara artifisial melalui metode akuntansi, maupun secara riil melaui transaksi”.
Praktik perataan laba adalah cara yang digunakan untuk
mengurangi fluktuasi laba sehingga laba yang didapatkan tahun ini tidak terlalu jauh berbeda dengan laba yang didapatkan dengan tahun sebelumnya.
Jadi
menurut Yulianto (2007) dalam Arfan dan Wahyuni (2010) bahwa “ praktik perataan laba meliputi usaha untuk memperkecil jumlah laba yang dilaporkan jika laba aktual (laba yang direlisasikan) lebih besar dari laba normal, dan usaha untuk memperbesar laba yang dilaporkan jika laba aktual lebih kecil dari laba normal.” Watts dan Zimmerman (1986) dalam Suryandari (2012) menyatatakan ada tiga hipotesis yang melatar belakangi terjadinya income smoothing yakni : 1. The bonus plan hypothesis Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajemen perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi dapat menggeser laba dari masa depan ke massa kini sehingga dapat menaikkan laba masa kini. 2. Debt covenant hypothesis Manajemen perusahaan yang melakukan pelannggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba, hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal. 3. Political cost hypothesis Perusahaan yang lebih besar melakukan income smoothing dikarenakan aktivitasnya akan melibatkan hajat hidup orang banyak dan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan misalnya menaikkan pajak pendapatan perusahaan. Menurut Foster (1986) dalam Widaryanti unsur-unsur laporan keuangan yang seringkali dijadikan sasaran untuk melakukan peratataan laba adalah :
Unsur Penjualan Pembuatan faktur penjualan, sebagai contoh penjualan yang sebenarnya untuk periodeyang akan datang pembuatan fakturnya dilakukan pada periode saat ini dan dilaporkan sebagai penjualan saat ini. Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif. Penururnan produk (downgrading), sebagai contoh dengan cara mengklasifikasikan produk yang belum rusak ke dalam produk rusak dan selanjutnya dilaporkan terjual dengan harga dari harga sebenarnya
Universitas Sumatera Utara
Unsur biaya Memecah-mecah (splitding) faktur, misalnya faktur untuk sebuah pembelian atau pesanan dipecah menjadi beberapa pembelian atau pesanan selanjutnya dibuatkan beberapa faktur dengan tanggal yang berbeda kemudian dilaporkan dalam beberapa periode akuntansi. Mencatat biaya dibayar dimuka (prepayment) sebagai biaya, misalnya melaporkan biaya advertensi dibayar dimuka untuk tahun depan sebagai biaya advertensi tahun ini. Menurut Athanasakou, Strong, dan Walker (2006) dalam Saputra (2009)
tindakan perataan laba muncul dari perilaku yang rasional berdasarkan asumsi : 1) Manajer berusaha memaksimalkan utilitasnya. 2) Utilitas manajer bergantung pada nilai perusahaan dan kepuasan pemegang saham. 3) Kepuasan pemegang saham dan harga saham akan meningkat dengan adanya peningkatan laba dan stabilitas laba. Salno dan Baridwan (2000) dalam Algerry (2013) mengungkapkan ada beberapa alasan manajer melakukan perataan laba yakni 1. Mengurangi total pajak terutang. 2. Meningkatkan kepercayaan diri manajer yang bersangkutan karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan deviden yang stabil. 3. Meningkatkan hubungan antara manajer dan karyawan karena pelaporan penghasilan yang meningkat tajam memberi kemungkinan munculnya tuntutan kenaikan gaji dan upah. 4. Siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat ditandingkan dan gelombang optimisme dan pesimisme dapat diperlunak Juniarti dan Corolina (2005) menyatakan bahwa ada beberapa tujuan manajemen melakukan perataan laba yakni : 1. Mencapai keuntungan pajak. 2. Memberikan kesan baik dari pemilik dan kreditor terhadap kinerja manajemen. 3. Mengurangi fluktuasi pada pelaporan laba dan mengurangi resiko sehingga harga sekuritasyang tinggi menarik pasar. 4. Menghasilkan pertumbuhan profit yang stabil
Universitas Sumatera Utara
5. Menjaga posisi atau kedudukan manajemen dalam perusahaan.
Perataan laba dapat diakibatkan oleh dua jenis, yakni : 1. Natural Smoothing (Perataan Alami) Proses perataan laba secara inheren menghasilkan aliran laba yang rata. Peratan ini dapat diartikan bahwa sifat proses perataan laba itu sendiri menghasilkan suatu aliran laba yang rata.
Hal ini dapat diamati dari
perolehan pendapatan dari keperluan/pelayanan umum, dimana aliran laba yang ada akan rata dengan sendirinya tanpa ada campur tangan dari pihak lain. 2. Intentional Smoothing (Perataan yang disengaja) Perataan laba ini berkaitan dengan situasi dimana rangkaian laba yang dilaporkan dipengaruhi oleh tindakan manajemen. Intentional smoothing dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu real smoothing (perataan riil) dan artificial smoothing (perataan artifisial). Dascher dan Malcolm dalam Belkaoui, riahi (2001) membedakan antara perataan riil dan perataan artifisial sebagai berikut : “Perataan riil menunjuk pada transaksi aktual yang dilakukan atau tidak dilakukan atas dasar pengaruh perataannya terhadap income, sedangkan perataan artifisial menunjuk pada prosedur akuntansi yang diimplementasikan untuk memindahkan cost dan/atau revenue dari satu periode ke periode yang lain”. Dengan kata lain, perataan artifisial dicapai dengan menggunkan kebebasan memilih
Universitas Sumatera Utara
prosedur akuntansi yang memperbolehkan perubahan cost dan revenue dari suatu periode akuntansi. Selain perataan riil dan perataan artifisal, masih ada 3 jenis perataan laba lainnya yaitu : 1. Perataan melalui terjadinya peristiwa atau pengakuan. 2. Perataan melalui alokasi antar waktu. 3. Perataan melalui klasifikasi. Menurut Belkaoui dan Riahi (2001) alam melakukan tindak perataan laba, manajer menemui beberapa hambatan yakni : 1. Mekanisme pasar kompetitif, yang mengurangi opsi yang tersedia bagi manajemen. 2. Skema kompensasi manajemen, yang terkait secara langsung dengan kinerja perusahaan. 3. Ancaman penggantian manajemen. 2.2 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan skala yang digunakan untuk mengukur besar kecilnya suatu perusahaan. Secara umum ukuran perusahaan ada tiga kategori yakni perusahaan besar (large firm) , perusahaan sedang(medium firm) , dan perusahaan kecil (smalll firm). Ada berbagai cara untuk menentukan ukuran perusaan antara lain : total aktiva, nilai perusahaan, log size, dan lain sebagainya. Nilai aktiva selalu dipakai untuk mengukur perusahaan. Menurut Wijaya (2009) “ total akita biasanya dipakai untuk mengukur perusahaan karena perusahaan yang besar selalu diidentikkan dengan total aktiva yang besar juga”.
Begitu juga
Universitas Sumatera Utara
dengan Rizal (2001: 41) dalam Hasanah (2013: 8) yang mengatakan bahwa “ukuran perusahaan adalah total akita yang dimiliki oleh perusahaan meliputi aktiva tetap, aktiva tak berwujud, dan aktiva lain-lain yang dimiliki perusahaan sampai dengan tahun pelaporan keuangan”. Perusahaan dengan nilai aktiva yang lebih besar akan lebih menarik perhatian investor, analisis, dan pihak lainnya. Besar kecilnya perusahaan dapat mempengaruhi kemampuan manajemen dalam melakukan operasi perusahaan.
Kemampuan dalam mengoperasikan
perusahaan tentu mempengaruhi pendapatan perusahaan tersebut.
Menurut
Madura (2001: 86) dalam Arfan, Wahyuni (2010) Hipotesis mengenai ukuran perusahaan didasarkan pada asumsi bahwa perusahaan besar secara lebih positif lebih sensitif terhadap peraturan pajak, peraturan menstransfer kekayaan oleh pemerintah, subsidivitas politis perusahaan bervariasi dengan ukurannya, sehingga perusahaan besar cenderung untuk mengadopsi prosedur akuntansi yang dapat menangguhkan laba yang dilaporkan. 2.3 Winner / Losset Stock Saham merupakan tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan.
Menurut Anoraga (2011;58) dalam
Algery
(2013) “saham dapat didefenisiskan sebagai surat berharga sebagai bukti bahwa penyertaan atau pemilikan maupun institusi dalam suatu perusahaan.
Bagi
perusahaan yang menerbitkannya saham merupakan salah satu instrumen perusahaan untuk mencari tambahan modal untuk menunjang operasi perusahaan. Ketika investor ingin membeli saham suatu perusahaan maka terdapat dua keuntungan yang akan diperolehnya yaitu dividend dan capital gain.
Bagi
perusahaan yang menerbitkan saham tersebut maka ia akan menanggung capital cost dari saham tersebut. Capital cost dari saham ialah dividen.
Ketika
Universitas Sumatera Utara
perusahaan mampu membayar dividen dan dividen yang dibayarnya meningkat setiap tahun maka harga sahamnya akan terus meningkat. Harga saham suatu perusahaa merupakan suatu cerminan bagi investor mengenai nilai perusahaan tersebut.
Semakin tinggi harga sahamnya maka
semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut dimata investor. Dengan tingginya harga sahamnya maka investor akan berasumsi bahwa manajemen perusahaan tersebut dapat mengelola dengan baik perusahaannnya dan dapat menghasilkan laba yang tinggi sehingga dapat memberikan return yang tinggi pula kepada para investornya. Hal ini didukung oleh pernyataan Wira (2011) dalam Algery (2013) yang mengatakan bahwa “: Harga saham yang cukup tinggi akan memberikan return bagi para investor berupa capital gain yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap citra perusahaan.” Oleh karena itu manajemen perusahaan akan berusaha agar harga sahamnya di pasaran tidak turun melainkan terus meningkat. Perubahan harga saham tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu winner stock dan losser stock. Menurut Hendrawati (2001) dalam Arfan, Wahtuni (2010) “saham winner adalah saham yang mengalami kenaikan harga dengan persentase yang paling besar dalam satu hari perdagangan, sedangkan saham losser adalah saham yang mengalami penururnan harga dengan persentase yang paling besar dalam satu hari perdagangan”. Begitu juga dengan Sunarto (2006) dalam Arfan, dan Wahyuni (2010) mengatakan bahwa “ winner stock adalah saham yang memiliki return lebih besar daripada return rata-rata pasar atau disebut juga saham yang memiliki return positif, sedangkan losser stock adalah saham yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
return sama dengan atau lebih kecil dari return rata-rata pasar atau disebut juga dengan saham yang memiliki return negatif”. 2.4 Nilai Perusahaan Tujuan dari perusahaan ialah untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik saham. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat diukur dengan nilai harga saham yang beredar di pasar, yang merupakan penilaian publik kepada manajemen perusahaan secara riil. Dikatakan secara riil menurut Harmono ( 2011) karena “terbentuknya harga dipasar merupakan bertemunya titik-titik kestabilan kekuatan permintaan dan titik-titik kestabilan kekuatan penawaran harga yang secara riil terjadi transaksi surat berharga dipasar modal antara para penjual (emiten) dan para investor, atau sering disebut ekuilibrium pasar”.
Menurut Retno dan Priantinah (2012) “ Nilai
perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat”. Maka semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula kemakmuran para pemegang saham.
Menurut Fakhruddin
dan Hardianto (2001 : 316) dalam Kurnia dan Ayuningtias (2013) “harga saham yang dimaksud disini adalah harga yang terjadi pada saat saham diperdagangkan dipasar atau tepatnya disebut harga penutupan”. Price to Book Value (PBV) dapat digunakan untuk menilai perusahaan. PBV yang tinggi akan membuat pasar percaya terhadap prospek perusahaan. Menurut Soliha dan Taswan (2002) dalam Kurnia dan Ayuningtias (2013) “hal ini juga yang menjadi keinginan perusahaan, sebab nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham yang juga tinggi”.
PBV
Universitas Sumatera Utara
merupakan perbandingan antara harga saham dengan nilai buku per saham.Nilai buku per saham merupakan perbandingan antara modal dengan jumlah saham yang beredar Rasio PBV sangat membantu untuk menentukan saham-saham yang mengalami undervalued,
saham yang overvalued, dan wajar.
Saham
dikategorikan undervalued jika harga saham dibawah nilai buku saham, dan saham dikategorikan overvalued jika harga saham diatas nilai buku saham. Dengan menentukan hal tersebut maka investor dapat strategi yang tepat untuk mendapatkan dividen dan capital gain yang tinggi. Dengan demikian menurut Brigham dan Gapenski (2006) dalam Kurnia dan Ayuningtias (2013) “untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik saham perusahaan harus dapat meningkatkan harga saham, karena harga saham yang tinggi atau naik dapat meningkatkan PBV.” 2.5 Debt to Equtiy Ratio (DER) Perusahaan memerlukan dana untuk menjalankan operasi perusahaannya. Terdapat dua sumber pendanaan eksternal perusahaan yakni investor ekuitas biasanya disebut juga pemegang saham dan kreditor. Jika perusahaan memakai sumber daya dari pemegang saham maka perusahaan harus membayar dividen, dan jika perusahaan memakai sumber dana dari kreditor maka pada saat jatuh tempo perusahaan harus membayar pokok pinjaman disertai dengan bunga. Dana yang berasal dari kreditor disebut juga utang. Menurut Lubis dan Putra (2014) “debt merupakan kewajiban (liabilities) yang secara normal berhubungan dengan beban kas (fixed cash burden) disebut dengan debt service, yang akan
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan perusahaan gagal membayar (default) terhadap kontrak tersebut bila perusahaan tidak membayar”.
Begitu juga dengan Sadalia (2010) yang
berpendapat bahwa “ posisi utang suatu badan usaha menunjukkan jumlah uang orang lain yang digunakan dalam upaya memperoleh laba”. Terdapat dua jenis utang yakni utang jangka pendek dan utang jangka panjang. Utang jangka pendek ialah utang yang memiliki jangka waktu jatuh tempo tidak lebih dari satu tahun. Contohnya utang usaha, utang gaji, dan lain sebagainya. Sedangkan utang jangka panjang ialah utang yang memiliki jangka waktu jatuh tempo lebih dari satu tahun misalnya utang hipotik dan utang obligasi. Ketika kreditor hendak menginvestasikan uangnya keperusahaan, maka ia akan menganalisis bagaimana kemampuan perusahaan dalam melunasi utangutangnya. Menurut Sadalia (2010) hal ini disebabkan karena “semakin banyak utang badan usaha, maka semakin besar kemungkinan badan usaha tidak mampu memenuhi hak kreditor. Salah satu analisis laporan keuangan yang dapat dipakai ialah analitis solvabilitas. Solvabilitas yakni rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam melunasi utang-utangnya baik utang jangka panjang maupun utang jangka pendek. Rasio Solvabilitas yang akan dipakai pada penelitian ini ialah rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) atau sering juga disebut rasio DER. Menurut Sadalia (2010) rasio debt to equity ratio adalah “perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya.
Menurut
Universitas Sumatera Utara
Masodah (2007) dalam Arfan dan Wahyuni ( 2010) “Debt to Equity Ratio merupakan salah satu rasio yang sangat penting karena berkaitan dengan masalah kesepakatan modal (trading on equity), yang dapat memberikan pengaruh posititf maupun negatif terhadap rentabilitas modal sendiri”.Rasio DER ini dapat dihitung dengan membandingkan antara total utang perusahaaan dengan total ekuitasnya. 2.6 Leverage Finansial Harmono (2011) mengatakan bahwa” leverage finansial dapat diartikan sejauh mana strategi pendanaan melalui utang untuk digunakan investasi dalam meningkatkan produksi, dan menghasilkan kemampuan laba yang mampu menutupi biaya bunga dan pajak pendapatan.
Leverage Finansial umumnya
disebut juga dengan rasio utang (debt ratio). Menururt Sadalia (2010) rasio ini digunakan untuk “mengukur jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang atau modal yang biasa berasal dari kreditur. Sedangkan menurut Weston dan Copeland (1996) dalam Zulaikha dan Dewi menyebutkan bahwa “leverage financial atau disebut juga leverage factor adalah rasio nilai buku seluruh hutang terhadap total aktiva”. Menurut Khasmir (2008) keuntungan yang akan didapat dengan mengetahui rasio leverage ini adalah : 1. Dapat menilai kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lain; 2. Menilai kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang bersifat tetap; 3. Mengetahui keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap dengan moal 4. Guna mengambil keputusan penggunaan sumber dana ke depan. Secara umum semakin besar utang yang digunakan oleh perusahaan dalam hubungan dengan total aktiva maka semakin pula tuas keuangannya
Universitas Sumatera Utara
(finansial leverage). Menurut Sadalia (2010) Tuas keuangan adalah “besarnya risiko dan hasil yang diharapkan melalui penggunaan pembiayaan dengan beban tetap seperti utang dan saham preferen. Semakin banyak utang, dengan beban tetap, atau tuas keuangannya, yang digunakan badan usaha maka semakin besar risiko dan hasil yang diharapkannya”.
Debt Ratio dapat dihitung dengan
membandingkan total kewajiban/utang dengan total aktiva perusahaan tersebut. Menurut Lubis dan Putra (2014) ada tiga hal penting yang terkait dengan leverage financial yakni 1. Dengan meningkatkan penggunaan hutang berarti pemegang saham perusahaan tetap akan dapat mengontrol perusahaan dengan tidak meningkatkan investasi mereka pada perusahaan. 2. Kreditor akan melihat kepada ekuitas perusahaan, atau pemilik yang menyediakan dana dan melihat margin of safety, maka bila proporsi modal lebih tinggi dikeluarkan oleh para pemegang saham akibatnya akan semakin kecil resiko dari kreditor. 3. Bila perusahaan memperoleh pendapatan yang lebih besar dari bunga yang harus dibayarnya dari investasi yang dilakukannya dengan meminjam maka hal tersebut dianggap sebagai return (keuntunga) pemilik modal.
2.7 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang praktek perataan laba, antara lain :
Nama Peneliti Fatemeh Mohebi, Mohammad Mahmoodi, Naser Ail Yadollahzade h Tabari
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Judul Penelitian Variabel penelitian The Investigation Variabel of The Effect of Dependen : Firm-Specific Income Accounting Smoothing Variables on Income Smoothing Variabel of Companies : Independen :
Cara yang Digunakan Penelitian menggunaka n analisis regresi dan regresi logistik. Data yang
Hasil Penelitian Variabel firm size, debt ratio, dan profitability berpengaruh negatif
Universitas Sumatera Utara
Evidence from Tehran Stock Exchange
Olivya Pramono
Analisis Pengaruh ROA, NPM, DER, dan Ukuran PerusahaanTerhada p Praktek Perataan Laba (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2011
Muhammad
Pengaruh Firm
firm size, debt ratio, profitability, ownership structure
digunakan adalah laporan data laporan keuangan perusahaan yang listing di Tehra Stock Exchange sebelum tahun 2010. Variabel Penelitian Dependen : menggunaka Income n analisis Smoothing regresi dan Variabel regresi Independen : logistik. ROA, NPM, Data yang DER, Size digunakan Firm merupakan data sekunder yang berupa laporan keuangan tahunan badan usaha periode 2007-2011 yang diperoleh dari website PT BEI (Bursa Efek Indonesia). Data akan dianalisis dengan menggunaka n Microsoft Excel 2007 dan SPSS 20.0 for Windows. Variabel Penelitian ini
terhadap income smoothing, sedangkan ownership structure berpengaruh positif terhadap income smoothing. ROA, NPM, DER, dan ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap praktik income smoothing.
Variabel
Universitas Sumatera Utara
Arfan, dan Desry Wahyuni
Size, Winner/Loser Stock, dan Debt To Equity Ratio Terhadap Perataan Laba (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)
dependen : Perataan Laba Variabel Independen : Firm Size, Winner/Lose r Stock, dan Debt To Equity Ratio
Sindi retno Noviana dan Etna Nur Afri Yuyetta
Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Periode 2006 – 2010)
Variabel dependen : perataan laba Variabel independen : profitabilitas , risiko keuangan, nilai perusahaan,
menggunaka n analisis regresi logistik dan Regression Logistic Binary. Data yang digunakan ialah dta sekunder berupa laporan keuangan tahunan perusahaan yang telah diauit (annual report) perusahaan manufaktur tahun 2004 – 2007 yang diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD), dan Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data kuantitatif dengan menggunaka
firm size, dan winner/loser stock secara parsial berpengaruh positif terhadap perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, sedangkan variabel debt to equity ratio secara parsial tidak beprpengaru h positif atau berpengaruh negatif terhadap perataan laba.
ROA, risiko keuangan, nilai perusahaan, kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham publik tidak memiliki
Universitas Sumatera Utara
kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham publik, dan deviden payout ratio.
Sandres Daniel H
Pengaruh Ukuran Perusahaan, Financial Leverage, Net Profit Margin, Dan Operating Profit Margin Terhadap Perataan Laba (Income Smoothing) Pada Perusahaan Property, Real Estate And Building Construction Yang Terdaftar Di BEI
n program SPSS sebagai alat untuk menguji data tersebut. Populasi penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian yaitu dari tahun 2006 – 2010 dan sampel dipilih dengn menggunakn purposive sampling method. Variabel Penelitian ini dependen : menggunaka Perataan n analisis laba regresi Variabel berganda independen : untuk ukuran mengetahui perusahaan, pengaruh financial variabel leverage, net bebas profit terhadap margin, dan variabel operating terikat. profit Populasi margin penelitian nya ialah perusahaan property,
pengaruh signifikan terhadap perataan laba, sedangkan deviden payout ratio memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba.
Secara parsial Ukuran perusahaan, dan operating profit margin berpengaruh terhadap perataan laba, sedangkan financial leverage, dan net profit margin tidak
Universitas Sumatera Utara
real estate and buiding construction di Bursa Efek Indonesia dan pemilihan sampel menggunaka n purposive random sampling.
Widaryanti
Analisis Perataan laba Dan FaktorFaktor Yang mempengaruhi Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia
Variabel dependen : Perataan laba Variabel independen : ukuran perusahaan, pofitabilitas, finansial leverage, margin laba bersih, varian nilai saham perusahaan
Marsidatul Hasanah
Pengaruh Ukuran Perusahaan, Leverage Financial Dan Kebijakan Dividen Terhadap
Variabel dependen : perataan laba Variabel
bepengaruh terhadap perataan laba. Dan secara simultan variabel ukuran perusahaan, financial leverage, net profit margin, dan operating profit margin Penelitian ini Variabel menggunaka ukuran n analisis perusahaan, regresi dan profitibiltas, regresi finansial logistik. leverage, net Populasi dan profit sampel margin, dan dalam varian nilai penelitian ini saham tidak adalah berpengaruh seluruh secara perusahaan signifikan manufaktur terhadap yang listing tindakan (dari tahun perataan 2002 -2006) laba pada di BEI. tingkat Pengambilan signifikansi sampel 0.05. dengan menggunaka n tehnik purposive sampling. Penelitian ini Ukuran menggunaka perusahan n analisis berpengaruh regresi dan terhadap regresi praktik
Universitas Sumatera Utara
Juniarti dan Corolina
Praktik Perataan Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)
independen : ukuran perusahaan, leverage financial, dan kebijakan dividen
Analisa Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perataan Laba (Income Smoothing) Pada Perusahaan – Perusahaan Go Public
Variabel dependen : perataan laba Variabel independen : ukuran perusahaan, dan profitabilitas
logistik. Populasi yang akan diamati adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2008 – 2010. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunaka n teknik purposive sampling. Penelitian ini menggunaka n analisis regresi Populasi diambil dari semua perusahaan go-public yang tercatat di Bursa Efek Surabaya dalam rentang waktu enam tahun, yaitu dari tahun 1994 sampai dengan 2001 tanpa melibatkan tahun 1997 dan 1998
perataan laba, sedangkan leverage financial, dan kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.
Faktor ukuran perusahaan, profitabilitas , dan sektor industri tidak berpengaruh terhadap terjadinya tindak perataan laba.
Universitas Sumatera Utara
2.10 Kerangka Konseptual Berdasarkan telaah pustaka dari beberapa penelitian terdahulu, penelitian ini menggunakan variabel ukuran perusahaan, winner/loser stock, nilai perusahaan, debt to equity rasio, dan leverage finansial sebagai variabel independen dan perataan laba sebagai variabel dependen. Kerangka koseptual dalam penelitian ini aadalah sebagai berikut :
H1 Ukuran Perusahaan (X1)
Winner/Loser Stock
H2
(X2)
Nilai Perusahaan
Perataan Laba
H3
(X3)
(Y)
Debt to Equity Ratio
H4
(X4)
Leverage Finansial
H5
(X5) H6 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara
2.9 Hipotesis Penelitian 2.9.1 Ukuran Perusahaan Terhadap Perataan Laba Ukuran perusahaan merupakan skala yang digunakan untuk mengukur besar kecilnya perusahaan. Secara umum ada tiga kategori ukuran perusahaan yakni perusahaan besar (large firm), perusahaan sedang (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm). Salah satu cara untuk mengukur suatu perusahaan ialah dengan melihat total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Hal ini didukung dengan penyataan yang diberikan oleh Wijaya (2009) yang mengatakan bahwa“ total akita biasanya dipakai untuk mengukur perusahaan karena perusahaan yang besar selalu diidentikkan dengan total aktiva yang besar juga”. Perusahaan dengan jumlah aktiva yang lebih besar akan dikategorikan sebagai perusahaan besar. Perusahaan ini umumnya akan mendapatkan perhatian lebih dari berbagai pihak seperti analisis, investor, maupun pemerintah. Oleh karena itu perusahaan ini akan berusaha semaksimal mungkin menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis. Moses (1987) dalam Arfan dan Wahyuni (2010) menemukan bukti bahwa “perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan perusahaan yang lebih kecil, karena perusahaan yang lebih besar menjadi subjek pemeriksaan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum.” Pernyataan ini didukung oleh Watts dan Zimmerman (1986) dalam Suryandari
(2013)
yang
menyatakan
bahwa
ada
tiga
hipotesis
yang
melatarbelakangi terjadinya income smooting salah satunya ialah political cost hypothesis. Ia mengatakan bahwa “perusahaan yang lebih besar melakukan
Universitas Sumatera Utara
income smoothing dikarenakan aktivitasnya yang melibatkan hajat hidup orang banyak dan dengan laba yang tinggi pemerintahn akan segera mengambil tindakan misalnya menaikkan pajak pendapatan perusahaan”. Hal diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marsidatul Hasanah(2008) dan Muhammad Arfan dan Desry Wahyuni (2010) yang mengatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik peratan laba. H1 : Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh terhadap perataan laba. 2.9.2 Winner/Losser Stock Terhadap Perataan Laba Winner/Losser Stock menggambarkan perubahan harga saham suatu perusahaan dalam satu periode perusahaan. Dikatakan winner stock jika harga saham pada periode sekarang lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya, sedangkan dikatakan losser stock jika harga saham pada periode sekarang lebih rendah dari harga saham periode sebelumnya. Investor lebih menyukai perusahaan yang mempunyai posisi winner stock karena akan memberikan keuntungan yang lebih besar kepada investor. Capital gain yang bisa didapatkan oleh investor akan lebih tinggi lagi karena jika harga saham terus meningkat maka harga jualnya juga akan meningkat. Dengan begitu capital gain yang akan didapatkan oleh investor lebih tinggi lagi. Harga saham yang tinggi juga akan menarik minat investor karena investor menilai manajemen perusahaan dapat mengelola usahanya dengan baik. Oleh sebab itu manajemen perusahaan winner stock akan berusaha mempertahankan posisi perusahaannya pada posisi winner stock dan manajemen
Universitas Sumatera Utara
perusahaan losser stock akan berusaha untuk meningkatkan posisi perusahaannya ke posisi winner stock.
Salah satu cara yang akan dilakukan oleh manajemen
perusahaan untuk mempertahankan posisinya pada winner stock ialah dengan melakukan tindak perataan laba. Jika perusahaan tersebut terus mengalami peningkatan laba, maka investor akan semakin tertarik kepada perusahaan tersebut karena perusahaan tersebut dianggap dapat terus memberikan keuntungan kepada investor. Dengan begitu harga saham perusahaan tersebut dipasaran juga akan terus mengalami kenaikan dan perusahaan tersebut akan tetap pada posisi winner stock.
Pernyataan ini didukung oleh Salno dan Baridwan (2000) dalam Arfan
dan Wahyuni (2010) yang mensinyalir bahwa “ adanya kemungkinan manajemen perusahaan winner stock melakukan perataan laba untuk mencapai atau mempertahankan posisinya di kelompok winnor stock.” Selanjutnya Salno dan Baridwan (2000) dalam Arfan dan Wahyuni (2010) mengemukakan bahwa “hal ini dilatarbelakangi oleh kepentingan manajemen perusahaan winner stock untuk mencapai dan mempertahankan shareholder’s value melalui posisinya di kelompok winner stock dengan tetap menjaga variabilitas laba perusahaan dari waktu ke waktu.” H2 : Winner/losser stock mempunyai pengaruh terhadap perataan laba. 2.9.3 Nilai Perusahaan Terhadap Perataan Laba Salah satu tujuan dari perusahaan ialah meningkatkan kesejahteraaan pemiliknya. Investor akan berminat untuk membeli saham suatu perusahaan bila ia yakin bahwa perusahaan tersebut akan menjamin kesejahteraannya. Dengan
Universitas Sumatera Utara
semakin tingginya nilai perusahaan maka akan ssemakin tinggi pula kemakmuran para pemegang sahamnnya.
Menurut Retno dan Priantinah (2012) “ Nilai
perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat Harga saham merupakan cerminan dari nilai suatu perusahaan. harga sebuah saham sangat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran saham tersebut. Juka permintaan akan saham terus meningkat maka harga saham perusahaan tersebut juga akan mengalami peningkatan demikian sebaliknya. Hal ini juga dapat berarti bahwa jika semakin banyak investor yang ingin membeli atau menyimpan suatu saham, maka harga saham tersbut akan semakin tinggi.
Harga
saham suatu perusahaan dipasaran akan menentukan nilai perusahaan tersebut di mata investor. Jika harga sahamnya semakin tinggi maka akan semakin baik pula nilai perusahaan tersebut. Harga saham yang tinggi dapat menggambarkan bahwa manajemen perusahaan dapat mengelola perusahaannya dengan baik sehingga dapat menghasilkan laba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Algery (2013) bahwa “ Semakin baik perusahaannya mengelola usahanya dalam memperoleh keuntungan, semakin tinggi juga nilai perusahaan tersebut di mata para investor.” Pada prinsinya, tujuan investor membeli saham ialah untuk mendapatkan dividen serta dapat menjual saham tersebut pada harga yang lebih tinggi. Laba merupakan salah satu indikator untuk menarik minat invertor untuk berinvestasi pada suatu perusahaan. Para emiten yang menghasilkan laba yang semakin tinggi akan meningkatkan tingkat kembalian yang diperoleh para investor yang tercermin melalui harga sahamnya. Oleh karena itu manajemen dapat melakukan
Universitas Sumatera Utara
manipulasi terhadap laba untuk dapat menarik minat investor karena manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan para pemegang saham. Salah satu praktik manipulasi laba yang dapat dilakukan oleh manajemen yakni dengan melakukan praktik perataan laba. Menurut Yulianto (2007) dalam Arfan dan Wahyuni (2010) bahwa “ praktik perataan laba meliputi usaha untuk memperkecil jumlah laba yang dilaporkan jika laba aktual (laba yang direlisasikan) lebih besar dari laba normal, dan usaha untuk memperbesar laba yang dilaporkan jika laba aktual lebih kecil dari laba normal.” Dengan begitu setiap tahun perusahaan tidak akan mengalami penurunan laba melainkan peningkatan laba sehingga harga saham perusahaan tidak akan jatuh melainkan terus meningkat dan hal itu juga dapat meningkatkan nilai perusahaan tersebut. Pernyataan ini didukung oleh Suranta dan Mediasturi (2004) dalam Noviana dan Yuyetta (2011) yang mengatakan bahawa “perusahaan yang memiliki nilai pasar yang tinggi cenderung akan melakukan perataan laba.
Hal ini dikarenakan
perusahaan akan cenderung menjaga konsistensi labanya agar nilai pasar perusahaan tetap tinggi sehingga dapat lebih menarik arus sumber daya ke dalam perusahaannnya”.
Menurut Soliha dan Taswan (2002) dalam Kurnia dan
Ayuningtias (2013) “hal ini juga yang menjadi keinginan perusahaan, sebab nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham yang juga tinggi”. Price to Book Value (PBV) dapat digunakan untuk menilai perusahaan. Sudana (2011) menyebutkan bahwa “perusahaan yang dikelola dengan baik dan beroperasi secara efisien dapat memiliki nilai pasar yang lebih tinggi
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan daripada nilai bukunya”. PBV yang tinggi akan membuat pasar percaya terhadap prospek perusahaan.
Rasio PBV sangat membantu untuk
menentukan saham-saham yang mengalami undervalued,
saham yang
overvalued, dan wajar. Rasio ini akan membandingkan nilai pasar harga saham dengan nilai bukunya. Nilai buku per saham merupakan antara modal dengan jumlah saham yang beredar. Oleh karena itu Brigham dan Gapenski (2006) dalam Kurnia dan Ayuningtias (2013) berpendapat bahwa “untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik saham perusahaan harus dapat meningkatkan harga saham, karena harga saham yang tinggi atau naik dapat meningkatkan PBV.” H3 : Nilai perusahaan mempunyai pengaruh terhadap perataan laba. 2.9.4 Debt to Equity Ratio Terhadap Perataan Laba Ketika kreditor hendak menginvestasikan uangnya keperusahaan, maka ia akan menganalisis bagaimana kemampuan perusahaan dalam melunasi utangutangnya. Menurut Sadalia (2010) hal ini disebabkan karena “semakin banyak utang badan usaha, maka semakin besar kemungkinan badan usaha tidak mampu memenuhi hak kreditor.
Salah satu alat analisis yang dapat dipakai oleh para
investor ialah dengan menghitung debt to equity ratio (DER). Menurut Sadalia (2010) rasio debt to equity ratio adalah “perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya”. Masodah (2007) dalam Arfan dan Wahyuni (2010) menjelaskan bahwa debt to equity ratio berpengaruh terhadap perataan laba karena “ debt to equity ratio yang tinggi mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan dalam
Universitas Sumatera Utara
memperoleh dana tambahan karena minimnya modal yang digunakan untuk perlindungan utang, sehingga perusahaan tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.” Ketika perusahaan mempunyai tingkat hutang yang tinggi maka semakin tinggi pula resiko yang akan dihadapi investor sehingga investor akam meminta tingkat keuntungan yang tinggi pula.
Hal ini dapat memicu
perusahaan untuk melakukan tindak perataan laba karena tingkat utang perusahaan yang tinggi akan menpunyai risiko yang tinggi pula, maka laba perusahaan akan berfuktuasi sehingga perusahaan akan cenderung melakukan tindakan perataan laba. Hal ini didukung oleh pernyataan Belkaoui (2001 ;110) dalam Arfan dan Wahyuni (2010) mengatakan bahwa “ semakin tinggi rasio utang ekuitas suatu perusahaan maka semakin dekat perusahan terhadap kendalakendala dalam perjanjian utang dan semakin besar probabilitas pelanggaran perjanjian sehingga memungkinkan manajer untuk melakukan metode-metode akuntansi untuk meningkatkan income.”
Hal ini didukung pula oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Alfiana (2006) yang mengatakan bahwa “perusahaan yang mempunyai kontrak hutang akan lebih memilih prosedur akuntansi yang dapat meningkatkan earning dan aktiva untuk mengatasi masalah pelunasan hutang perusahaaan”. H4 : Debt to equity ratio (DER) mempunyai pengaruh terhadap perataan laba. 2.9.5 Leverage Finansial Terhadap Perataan Laba Leverage
merupakan
gambaran
kemampuan
perusahaan
dalam
menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap untuk meningkatkan tingkat penghasilan bagi pemilik dan pemegang saham. Leverage dapat diukur
Universitas Sumatera Utara
dengan debt rasio yakni dengan melihat besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai oleh utang. Rasio ini akan menjukkan berapa bagian aktiva yang dapat digunakan untuk menjamin utang.
Menurut Helfert (2000) dalam Wijaya (2009)
“penggunaan utang dengan baik dapat meningkatkan laba untuk pemilik perusahaan karena dana yang dipinjam pada tingkat bunga tetap dapat digunakan untuk investasi yang menghasilkan return yang lebih tinggi daripada bunga yang dibayarkan pada dana tersebut”.
Ketika finansial leverage suatu perusahaan
tinggi maka investor atau kreditor akan enggan untuk berinvestasi sehingga mempengaruhi kinerja perusahaan dan hal itu dapat menghambat usaha perusahaan untuk mempertahankan reputasinya. Oleh karena itu, perusahaan akan berusaha menurunkan financial leverage yang memiliki kecenderungan untuk meratakan laba.
Menurut Yulia (2013) “perusahaan yang memiliki tingkat
leverage yang tinggi diduga melakukan perataan laba karena perusahaan terancam tidak dapat mengembalikan hutang (default) sehingga manajemen membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan.” Pendapat ini didukung Sartono (2004) dalam Noviana dan Yuyetta (2011) yang menyatakan “Semakin besar utang perusahaan semakin besar pula resiko yang dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Akibat kondisi tersebut perusahaan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba”. Begitu juga halnya dengan Algery (2013) yang mengatakan bahwa “financial leverage juga diperkirakan berpengaruh terhadap perataan laba, karena semakin tinggi rasio leverage maka semakin tinggi resiko yang harus ditanggung oleh investor yang akan berinvestasi pada perusahaan, serta semakin tinggi pula kecenderungan
Universitas Sumatera Utara
manajer meratakan laba”.
Oleh karena itu ketika finansial leverage suatu
perusahaan besar, maka perusahaan itu akan berusaha untuk membuat labanya tinggi atau stabil karena menurut Subramayam (2010) “jika tingkat laba tinggi(stabil) maka resiko perusahaan akan kecil.”
Hal ini lah yang akan
mendorong manajemen untuk mengurangi resiko perusahaannnya dengan berusaha untuk menstabilkan tingkat laba perusahaan dengan berbgai cara, termasuk dengan melakukan income smoothing. H5 : Leverage finansial mempunyai pengaruh terhadap perataan laba. 2.9.6 Ukuran Perusahaan, Winner/Losser Stock, Nilai Perusahaan, Debt to Equity Ratio, Leverage Finansial Terhadap Perataan Laba Perusahaan besar umumnya akan mendapatkan perhatian lebih dari berbagai pihak seperti analisis, investor, maupun pemerintah. Oleh karena itu perusahaan ini akan berusaha semaksimal mungkin menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis. Perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan perusahaan yang lebih kecil, karena perusahaan yang lebih besar menjadi subjek pemeriksaan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum. Manajemen perusahaan akan berusaha agar harga sahamnya dapat terus meningkat setiap tahunnya. Kodisi ini disebut juga dengan winner stock dimana harga saham tahun ini lebih tinggi dibandingkan harga saham tahun sebelumnya. Oleh sebab itu manajemen perusahaan winner stock akan berusaha mempertahankan posisi perusahaannya pada posisi winner stock dan manajemen perusahaan losser stock akan berusaha untuk meningkatkan posisi perusahaannya ke posisi winner stock.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu cara yang akan dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mempertahankan posisinya pada winner stock ialah dengan melakukan tindak perataan laba.
Harga saham merupakan cerminan dari nilai perusahaan.
Manajemen perusahaan akan terus berusaha untuk meningkatkan nilai perusahaannya termasuk dengan melakukan perataan laba. Dengan begitu setiap tahun perusahaan tidak akan mengalami penurunan laba melainkan peningkatan laba sehingga harga saham perusahaan tidak akan jatuh melainkan terus meningkat dan hal itu juga dapat meningkatkan nilai perusahaan tersebut. Debt to equity ratio merupakan rasio yang menggambarkan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Ketika perusahaan mempunyai tingkat hutang yang tinggi maka semakin tinggi pula resiko yang akan dihadapi investor sehingga investor akam meminta tingkat keuntungan yang tinggi pula. Hal ini dapat memicu perusahaan untuk melakukan tindak perataan laba karena tingkat utang perusahaan yang tinggi akan menpunyai risiko yang tinggi pula, maka laba perusahaan akan berfuktuasi sehingga perusahaan akan cenderung melakukan tindakan perataan laba.
Leverage
finansial yang tinggi akan membuat investor atau kreditor akan enggan untuk berinvestasi sehingga mempengaruhi kinerja perusahaan dan hal itu dapat menghambat usaha perusahaan untuk mempertahankan reputasinya. Oleh karena itu, perusahaan akan berusaha menurunkan financial leverage yang memiliki kecenderungan untuk meratakan laba.
Universitas Sumatera Utara
Arfan, dan Wahyuni (2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa”firm size, winner/losser stock, dan debt equity ratio secara simultan berpengaruh terhadap perataan laba. Hal ini bermakna bahwa perataan laba yang dilakukan diperusahaan manufaktur di BEI dapat ditentukan atau dipengaruhi secara bersama-sama oleh firm size, winner/losser stock, dan debt to equity ratio.” Penelitian Wijaya (2009) menyimpulkan bahwa “Secara simultan ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, dan leverage operasional mampu menjelaskan perubahan indeks perataan laba sebesar 32,1%”. H6 : Ukuran perusahaan, winner/losser stock, nilai perusahaan, debt to equity ratio, dan leverage finansial berpengaruh terhadap perataan laba.
Universitas Sumatera Utara