BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dinding Geser Bangunan tinggi tahan gempa umumnya menggunakan elemen-elemen struktur kaku berupa dinding geser untuk menahan kombinasi gaya geser, momen, dan gaya aksial yang timbul akibat beban gempa. Dengan adanya dinding geser yang kaku pada bangunan, sebagian besar beban gempa akan terserap oleh dinding geser tersebut. Dinding geser adalah struktur vertikal yang digunakan pada bangunan tingkat tinggi. Fungsi utama dari dinding geser adalah menahan beban lateral seperti gaya gempa dan angin. Berdasarkan letak dan fungsinya, dinding geser dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu : 1. Bearing walls adalah dinding geser yang juga mendukung sebagian besar beban gravitasi . Tembok-tembok ini juga menggunakan dinding partisi antar apartemen yang berdekatan. 2.Frame walls adalah dinding geser yang menahan beban lateral, dimana beban gravitasi berasal dari frame beton bertulang. Tembok-tembok ini dibangun diantara baris kolom. 3 Core walls adalah dinding geser yang terletak di dalam wilayah inti pusat dalam gedung yang biasanya diisi tangga atau poros lift. Dinding yang terletak dikawasan inti pusat memiliki fungsi ganda dan dianggap menjadi pilihan paling ekonomis.
.
4
Gambar 2.1 Bearing walls (a), Frame wall (b), Core walls (c)
2.2 Elemen Struktur Dinding Geser Pada umumnya dinding geser dikategorikan berdasarkan geometrinya, yaitu (Imran dkk, 2008): a.
Flexural wall (dinding langsing), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw ≥ 2, dimana desain dikontrol terhadap perilaku lentur,
b.
Squat wall (dinding pendek), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw ≤ 2, dimana desain dikontrol terhadap perilaku lentur,
c.
Coupled shear wall (dinding berangkai), dimana momen guling yang terjadi akibat beban gempa ditahan oleh sepasang dinding geser yang dihubungkan dengan balok-balok penghubung sebagai gaya tarik dan tekan yang bekerja pada masing-masing dasar dinding tersebut. Dalam merencanakan dinding geser, perlu diperhatikan bahwa dinding
geser yang berfungsi untuk menahan gaya lateral yang besar akibat beban gempa tidak boleh runtuh akibat gaya lateral, karena apabila dinding geser runtuh karena gaya lateral maka keseluruhan struktur bangunan akan runtuh karena tidak ada elemen struktur yang mampu menahan gaya lateral. Oleh karena itu, dinding geser harus didesain untuk mampu menahan gaya lateral yang mungkin terjadi akibat beban gempa, dimana berdasarkan SNI 03-2847-2013 pasal 14.5.3.1, tebal minimum dinding geser (td) tidak boleh kurang dari 100 mm. Dalam pelaksanaannya dinding geser selalu dihubungkan dengan sistem rangka pemikul momen. Dinding struktural yang biasa digunakan pada gedung tinggi adalah dinding geser kantilever, dinding geser berangkai, dan sistem 5
rangka-dinding geser (dual system). Kerja sama antara sistem rangka penahan momen dan dinding geser merupakan suatu keadaan khusus, dimana dua struktur yang berbeda sifat dan perilakunya digabungkan sehingga diperoleh struktur yang lebih ekonomis. Kerja sama ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam sistem struktur berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 3.49-52 yaitu: a.
Sistem ganda yaitu sistem struktur yang merupakan gabungan dari sistem rangka pemikul momen dengan dinding geser atau bresing. Rangka pemikul momen sekurang-kurangnya mampu menahan 25% dari gaya lateral dan sisanya ditahan oleh dinding geser. Nilai koefisien modifikasi respons (R) yang direkomendasikan untuk sistem ganda dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) adalah 7.
b.
Sistem interaksi dinding geser dan rangka yaitu sistem struktur yang merupakan gabungan dari sistem rangka beton bertulang dan dinding geser biasa. Nilai R yang direkomendasikan untuk sistem interaksi dinding geser dan rangka adalah 4,5.
c.
Sistem rangka gedung yaitu sistem struktur yang memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Pada sistem ini, gaya lateral akibat gempa yang terjadi dipikul oleh dinding geser atau rangka bresing.
2.3 Perilaku Struktur Rangka Kaku, Dinding Geser, dan Struktur RangkaDinding Geser (Dual System) 2.3.1
Perilaku Struktur Rangka Kaku (Rigid Frame) Sistem rangka kaku atau rigid frame biasanya berbentuk rangka segi
empat teratur yang terdiri dari balok horizontal dan kolom vertikal yang terhubung pada suatu bidang secara kaku (rigid), sehingga pertemuan antara kolom dan balok dapat menahan momen. Pada dasarnya rangka kaku akan ekonomis digunakan sampai 30 lantai untuk rangka baja dan sampai 20 lantai untuk rangka beton bertulang (Schueller, 1989). Karena sifat hubungan yang kontinuitas antara kolom dan balok, maka mekanisme rangka kaku dalam menahan beban lateral merupakan suatu respons bersama dari balok dan kolom, terutama respons melalui lentur dari kedua jenis elemen tersebut, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.
6
Gambar 2.2 Respons lenturan balok dan kolom Sumber: Schueller (1989)
Schueller (1989) menjelaskan bahwa lendutan lateral yang terjadi pada balok dan kolom pada struktur rangka kaku disebabkan oleh dua hal, yaitu: a.
Lendutan disebabkan oleh lentur kantilever Lenturan ini dikenal sebagai chord drift, yaitu dimana saat menahan momen guling (overturning moment) akibat beban lateral, struktur rangka beraksi sebagai suatu balok kantilever vertikal yang melentur dalam bentuk deformasi aksial dari kolom-kolom penyusunnya. Lentur kantilever ini kira-kira menyumbangkan 20% dari total simpangan struktur.
b.
Deflaksi karena lentur balok dan kolom Perilaku struktur akibat lentur balok dan kolom dikenal sebagai shear lag atau frame wracking. Adanya gaya geser yang terjadi pada kolom dan balok akan menimbulkan momen lentur pada kedua elemen tersebut. Lenturan pada kolom dan balok menyebabkan terjadi distorsi secara keseluruhan pada rangka gedung. Tipe deformasi ini menyebabkan ± 80% dari total simpangan struktur yang terdiri dari 65% akibat lenturan balok dan 15% akibat lenturan kolom.
Gambar 2.3 Simpangan pada struktur rangka kaku Sumber: Schueller (1989)
7
Pada Gambar 2.3 menunjukkan suatu struktur rangka kaku yang menerima gaya lateral akan mengalami simpangan ke arah beban yang bekerja (Gambar 2.3c), yang merupakan kombinasi simpangan yang diakibatkan oleh lentur kantilever (Gambar 2.3a) sebesar 20% dari total keseluruhan simpangan dan lentur balok dan kolom (Gambar 2.3b) sebesar 80% dari total keseluruhan simpangan (Schueller, 1989). 2.3.2
Perilaku Dinding Geser (Shearwall/Cantilever Wall) Dinding geser merupakan suatu subsistem gedung yang memiliki fungsi
utama untuk menahan gaya lateral akibat beban gempa. Keruntuhan pada dinding geser disebabkan oleh momen lentur karena terjadinya sendi plastis pada kaki dinding. Semakin tinggi suatu gedung, simpangan horizontal yang terjadi akibat gaya lateral akan semakin besar, untuk itu sering digunakan dinding geser pada struktur bangunan tinggi untuk memperkaku struktur sehingga simpangan yang terjadi dapat berkurang. Dinding geser juga berfungsi untuk mereduksi momen yang diterima struktur rangka sehingga dimensi struktur rangka dapat dibuat seefisien mungkin pada struktur bangunan tinggi akibat gaya lateral. Gaya lateral yang terjadi pada suatu gedung, baik diakibatkan oleh beban gempa maupun angin akan disebar melalui struktur lantai yang berfungsi sebagai diafragma horizontal yang kemudian akan ditahan oleh dinding geser karena memiliki kekakuan yang besar untuk menahan gaya lateral (Shueller, 1989). Dinding geser dapat dianggap sebagai balok yang tebal karena kekakuannya dan berinteraksi terhadap gaya lateral serta lentur terhadap momen guling (overtuning momen). Kemampuan dinding geser dalam menahan gaya lateral, torsi, dan momen guling tergantung dari konfigurasi geometri, orientasi, dan lokasi dinding geser pada suatu bangunan. 2.3.3
Perilaku Struktur Rangka-Dinding Geser (Dual System) Semakin tinggi suatu gedung, penggunaan struktur rangka saja untuk
menahan gaya lateral akibat beban gempa menjadi kurang ekonomis karena akan menyebabkan dimensi struktur balok dan kolom yang dibutuhkan akan semakin besar untuk menahan gaya lateral. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kekakuan dan kekuatan struktur terhadap gaya lateral dapat digunakan kombinasi antara
8
rangka kaku dengan dinding geser (dual system). Pada struktur kombinasi ini, dinding geser dan kolom-kolom struktur akan dihubungkan secara kaku (rigid) oleh balok-balok pada setiap lantai bangunan. Dengan adanya hubungan yang rigid antara kolom, balok, dan dinding geser akan memungkinkan terjadinya interaksi antara struktur rangka dan dinding geser secara menyeluruh pada bangunan, dimana struktur rangka dan dinding geser akan bekerja bersama-sama dalam menahan beban yang bekerja baik itu beban gravitasi maupun beban lateral. Selain itu, dengan menggunakan sistem ganda ini, maka simpangan lateral akan jauh berkurang seiring dengan peningkatan jumlah lantai struktur. Semakin tinggi suatu struktur gedung, semakin kecil simpangan yang terjadi. Besarnya simpangan keseluruhan yang terjadi pada sistem rangka kaku-dinding geser diperoleh dengan cara menggabungkan perilaku kedua elemen tersebut seperti yang terdapat pada gambar 2.6.
Gambar 2.4 Superimpos mode individu dari deformasi Sumber: Schueller (1989)
c.
Deformasi mode geser untuk rangka kaku (Gambar 2.4a) Pada struktur rangka kaku, sudut deformasi (lendutan) paling besar terjadi pada dasar struktur dimana terjadi geser maksimum.
d.
Deformasi mode lentur untuk dinding geser (Gambar 2.4b) Pada struktur dinding geser, sudut deformasi (lendutan) paling besar terjadi pada bagian atas bangunan sehingga sistem dinding geser memberikan kekakuan paling kecil pada bagian atas bangunan.
e.
Interaksi antara rangka kaku dan dinding geser (Gambar 2.4c)
9
Interaksi antara struktur rangka kaku dan dinding geser diperoleh dengan membuat superposisi mode s defleksi terpisah yang menghasilkan kurva S datar. Perbedaan sifat defleksi antara dinding geser dan rangka kaku menyebabkan dinding geser menahan simpangan rangka kaku pada bagian bawah, sedangkan rangka kaku akan menahan simpangan dinding geser pada bagian atas. Dengan demikian, geser akibat gaya lateral akan dipikul oleh rangka pada bagian atas bangunan dan dipikul oleh dinding geser dibagian bawah bangunan.
2.4
Penulangan Longitudinal dan Transversal Dinding Geser Sesuai dengan ketentuan SNI 2847:2013 pasal 14.3, disyaratkan : 1. Rasio minimum untuk luas tulangan vertikal terhadap luas bruto beton haruslah :
0,0012 untuk batang ulir ≤ D16 dengan tegangan leleh yang disyaratkan > 420 Mpa.
0,0015 untuk batang ulir lainnya.
0,0012 untuk tulangan kawat las < ϕ16 atau D16.
2. Rasio minimum untuk luas tulangan horisontal terhadap luas bruto beton haruslah :
0,0020 untuk batang ulir ≤ D16 dengan tegangan leleh yang disyaratkan > 420 Mpa.
0,0025 untuk batang ulir lainnya.
0,0020 untuk jaring kawat baja las (polos atau ulir) < ϕ16 atau D16.
2.5
Persyaratan Desain Struktur SRPMK
2.5.1 Balok Berdasarkan SNI 03-2847-2013, persyaratan ini berlaku untuk komponen struktur rangka momen khusus yang membentuk bagian sistem penahan gaya
10
gempa dan diproporsikan terutama untuk menahan lentur. Komponen struktur rangka ini juga harus memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut. 1. Gaya tekan aksial terfaktor pada komponen struktur, Pu, tidak boleh melebihi Agf’c/10. 2. Bentang bersih untuk komponen struktur, ln, tidak boleh kurang dari empat kali tinggi efektifnya. 3. Lebar komponen, bw, tidak boleh kurang dari yang lebih kecil dari 0,3h dan 250 mm. 4. Lebar komponen struktur, bw, tidak boleh melebihi lebar komponen struktur penumpu, c2, ditambah suatu jarak pada masing-masing sisi komponen struktur penumpu yang sama dengan yang lebih kecil dari (a) dan (b): (a) Lebar komponen struktur penumpu, c2, dan (b) 0,75 kali dimensi keseluruhan komponen struktur penumpu, c1. 2.5.2
Kolom Komponen struktur yang menerima kombinasi lentur dan beban aksial
beton bertulang sesuai SNI 03-2847-2013, pasal 21.6 pada Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus adalah sebagai berikut : 1. Persyaratan dari sub pasal ini berlaku untuk komponen struktur rangka momen khusus yang membentuk bagian sistem penahan gaya gempa dan yang menahan gaya tekan aksial terfaktor Pu akibat sebarang kombinasi beban yang melebihi Agf’c/10 . 2. Dimensi penampang terpendek, diukur pada garis lurus yang melalui pusat geometri, tidak boleh kurang dari 300 mm. 3. Rasio dimensi penampang terpendek terhadap dimensi tegak lurus tidak boleh kurang dari 0,4. 4. Luas tulangan memanjang, Ast, tidak boleh kurang dari 0,01Ag atau lebih dari 0,06Ag. 5. Pada kolom dengan sengkang bulat, jumlah tulangan longitudinal minimum harus 6. 6. Spasi tulangan transversal sepanjang lo tidak lebih daripada: a. Seperempat dimensi terkecil komponen struktur 0.25C2 11
b. Enam kali diameter tulangan longitudinal,. c. So yang dihitung dengan: So = 100 +
350-hx 3
d. Nilai so dari persamaan di atas tidak boleh lebih besar dari 150 mm dan tidak perlu lebih kecil dari 100 mm. 2.6
Beban Gempa Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung
atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut (PPPURG, 1987). Beban gempa dapat dihitung dengan metode statik (Statik Ekivalen dan Autoload) dan metode dinamis (respons spectrum dan time history). Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.9.4.1, kombinasi respons untuk geser dasar ragam (Vt) lebih kecil 85 persen dari geser dasar yang dihitung (V) menggunakan prosedur gaya lateral ekivalen, maka gaya harus dikalikan dengan 0,85
. Berdasarkan ketentuan tersebut maka perhitungan gaya gempa dengan
menggunakan metode dinamis bisa digunakan jika gaya geser dasar dengan metode dinamis kurang dari 85 % gaya geser dasar dasar dengan metode statik. 2.7 Beban Gempa Auto load Langkah – langkah perhitungan beban gempa auto load secara umum terdiri dari : 1. Menentukan spectral percepatan (Ss dan S1) 2. Menentukan kelas situs lokasi bangunan 3. Menentukan kategori resiko bangunan dan faktor keutamaan bangunan (Ie) 4. Menentukan factor R, Cd dan Ωo 5. Menentukan periode fundamental alami (T) 6. Definisi tipe analisis auto load. 7. Penentuan massa struktur 8. Definisi pelat lantai sebagai diafragma 9. Menambahkan kombinasi pembebanan 10. Melakukan analisis 12
2.7.1 Menentukan Spektral Percepatan (Ss dan S1) Parameter Ss adalah percepatan batuan dasar pada periode pendek sedangkan parameter S1 adalah percepatan batuan dasar pada periode 1 detik. Parameter Ss dan S1 tergantung dari letak dan lokasi bangunan. Parameterparameter tersebut ditetapkan masing-masing dari respons spectral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismic pada pasal 14 SNI-1726-2012 dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (
, 2 persen dalam
50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi. 2.7.2 Menentukan Kelas Situs Bangunan Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, maka situs harus diklasifikasikan sebagai kelas situs SA (batuan keras) , SB (batuan) , SC (tanah keras, sangat padat dan batuan lunak) , SD (tanah sedang) , SE (tanah lunak) dan SF (tanah khusus, yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik-situs yang mengikuti Pasal 6.10.1 SNI-1726-2012. Bila sifat-sifat tanah tidak teridentifikasi secara jelas sehingga tidak bias ditentukan kelas situsnya, maka kelas situs SE dapat digunakan kecuali jika pemerintah/dinas yang berwenang memiliki data geoteknik yang dapat menentukan kelas situs SF. Dalam menentukan Koefesien Situs Fa dan Fv sangat bergantung dari jenis tanah pada lokasi bangunan dan percepatan batuan dasar pada periode pendek (Ss) serta percepatan batuan dasar pada periode 1 detik (S1). Koefesien Situs Fad an Fv ditentukan dari Tabel 4 dan Tabel 5 SNI-1726-2012. 2.7.3
Menentukan Kategori Resiko Bangunan dan Faktor Keutamaan
Bangunan (Ie) Dalam menentukan kategori risiko bangunan dan faktor keutamaan bangunan bergantung dari jenis pemanfaatan bangunan tersebut. Kategori resiko struktur untuk bangunan gedung dan non gedung diatur pada Tabel 1 SNI-17262012. Pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut Tabel 2 SNI-1726-2012. Khusus untuk struktur bangunan dengan kategori risiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk untuk operasional dari
13
struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut harus didesain sesuai dengan kategori risiko IV. 2.7.4 Menentukan Faktor R, Cd dan Ωo Faktor koefesien modifikasi respon (R), pembesaran defleksi (Cd) dan faktor kuat lebih sistem (Ωo) ditentukan berdasarkan Tabel 9 SNI-1726-2012. Dimana faktor-faktor tersebut ditentukan berdasarkan sistem penahan gaya seismik struktur bangunan yang terlihat pada tabel 9. 2.7.5 Menentukan Periode Fundamental Alami (T) Perioda fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, harus ditentukan dari persamaan berikut: Ta = C t h nx Keterangan: hn adalah ketinggian struktur, dalam (m), di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur, dan koefisien Ct dan x ditentukan dari Tabel 15 SNI-1726-2012 Sebagai alternatif, diijinkan untuk menentukan perioda fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, dari persamaan berikut untuk struktur dengan ketinggian tidak melebihi 12 tingkat di mana sistem penahan gaya gempa terdiri dari rangka penahan momen beton atau baja keseluruhan dan tinggi tingkat paling sedikit 3 m: Ta = 0,1 N Keterangan : N = jumlah tingkat Periode fundamental pendekatan, Ta, dalam detik untuk struktur dinding geser batu bata atau beton diijinkan untuk ditentukan dari persamaan sebagai berikut:
Ta =
0,0062 hn Cw
14
dimana hn didefinisikan dalam teks terdahulu dan C w dihitung dari Persamaan sebagai berikut: 100 x hn Cw = AB i 1 hi
2
Ai h 1 0,83 i Di
2
Keterangan: AB
= luas dasar struktur, dinyatakan dalam meter persegi (m2)
At
= luas badan dinding geser "i" dinyatakan dalam meter persegi (m2)
D1
= panjang dinding geser "i" dinyatakan dalam meter (m)
h1
= tinggi dinding geser "i" dinyatakan dalam meter (m)
x
= jumlah dinding geser dalam bangunan yang efektif dalam menahan gaya lateral dalam arah yang ditinjau.
Tabel-tabel pembebanan gempa sesuai SNI 1726-2012 ditampilkan pada Lampiran A 2.7.6 Menentukan Periode Fundamental Alami (T) Pada analisis auto load, pembebanan pada struktur dilakukan lewat load patterns. Define > Load Patterns
Gambar 2.5 Kotak Dialog Define Load Patterns
15
Beban gempa akan didefinisakan untuk arah x dan arah y. Untuk gempa arah x pada Load Patterns Name diberi nama Gempa X. Pada Type dipilih Quake. Kemudian pada Auto Lateral Load Patterns ada beberapa peraturan mengenai beban gempa, disini dipilih IBC 2009. Untuk mendefinisikan gempa arah y Load Patterns Name diganti dengan Gempa Y. Setelah itu pilih Modify Lateral Load Patterns.
Gambar 2.6 Load Patterns Gempa Auto Load Arah X 1. Pada Load Direction dipilih Global X Direction untuk arah x dan Global Y Direction untuk arah y. 2. Pada Seismic Coefficients dipilih User Specified, kemudian isikan nilai Ss, S1 dan kelas situs lokasi bangunan. Misalkan bangunan berlokasi di Kota Denpasar dengan kondisi tanah keras maka Ss = 0,978, S1 = 0,358 dan kelas situs C. 3. Pada Time Period dipilih User Defined, kemudian isikan nilai periode fundamental alami struktur (T). Misalkan bangunan terdiri dari 7 tingkat dan sistem penahan gaya gempa terdiri dari rangka pemikul momen khusus keseluruhan dan tinggi tingkat paling sedikit 3 m maka dapat dihitung dengan periode fundamental pendekatan (Ta). Ta = 0,1.N = 0,1.7 = 0,7
16
4. Pada Factors isikan nilai faktor koefesien modifikasi respon (R), pembesaran defleksi (Cd) , faktor kuat lebih sistem (Ωo) dan factor keutamaan bangunan (Ie). Misalkan bangunan berfungsi sebagai perkantoran dan sistem penahan gaya seismik berupa rangka pemikul momen khusus (SRPMK) maka Ie = 1, R = 8, Ωo = 3 dan Cd = 5,5.
Gambar 2.7 Load Patterns Gempa Auto Load Arah Y 2.7.7 Penentuan Massa Struktur Langkah yang juga tidak kalah penting adalah definisi massa struktur yang akan digunakan dalam analisis, bila tidak tepat maka gaya atau beban gempa yang dihasilkan juga bisa terlalu kecil atau bahkan terlalu besar. Definisi massa ini perlu untuk diperhatikan, terutama untuk massa dari beban mati.
17
Define < Mass Source
Gambar 2.8 Define Mass Source Dalam SAP 2000 terdapat dua pilihan definisi sumber massa struktur antara lain : 1. Element Self Mass and Additional Mass 2. Specified Load Patterns Pilihan ketiga merupakan gabungan kedua metode tersebut. Massa dari Element adalah massa yang berasal dari semua elemen yang ada pada model struktur (seperti balok, kolom, pelat dan shear wall) yang akan dihitung berdasar data berat jenis material terkait. Additional Masses adalah massa yang berasal dari massa tambahan, bias berupa joint mass (massa pada nodal), line mass (pada frame/batang), atau area mass (pada elemen area / luasan).Massa yang berasal dari Loads akan ditentukan dari beban tambahan yang bukan merupakan elemen model (element), missal beban finishing lantai dan beban hidup pelat. Untuk beban selain beban mati, pembatasan definisi tersebut cukup jelas, karena pasti akan termasuk dalam tipe Loads. Sedangkan untuk beban mati, perlu diwaspadai kemungkinan overlap atau tumpang tindih antara beban berat sendiri (self weight) dengan beban mati tambahan (superimposed dead load). Suatu contoh struktur dimana beban mati didefinisikan pada load case DEAD. Pada tipe beban ini, berat sendiri elemen telah dihitung dengan aktivasi self weight multiplier. Untuk beban mati tambahan berupa finishing pelat lantai (beban luasan) juga termasuk dalam tipe beban DEAD tersebut. Sekarang akan dijabarkan beberapa alternative pemilihan mass source dan hasilnya (tinjauan untuk beban mati / DEAD saja).
18
1. From Element and Additional Masses Massa dari berat sendiri masuk pada element (tidak ada additional mass), namun massa dari beban mati tambahan tidak terhitung karena berupa beban (load). Jadi massa terlalu kecil. 2. From Loads Bila dipilih option ini maka massa yang terhitung adalah dari beban mati tambahan (load), dan juga termasuk dari berat sendiri (karena pada beban DEAD sudah termasuk self weight). 3. From Element and Additional Masses and Loads Pada pilihan ini, maka massa dari berat sendiri struktur masuk pada element, beban mati tambahan masuk pada loads, namun perhatikan juga karena beban DEAD juga sudah mengandung self weight, maka berat sendiri juga akan masuk pada loads sehingga akan terhitung ganda. Jadi massa terlalu besar.
Dengan demikian untuk contoh ini (beban mati tambahan menjadi satu dengan berat sendiri dalam load case DEAD), maka dipilih metode kedua yaitu cukup dari Loads saja.
Harap diperhatikan jika pemodelannya lain maka pilihan metode bisa saja berubah. Misalnya model dengan pemisahan beban mati, untuk beban mati dari berat sendiri diberikan pada load case D1 dan D2 untuk beban mati tambahan. Dalam hal ini yang dipilih adalah metode ketiga (From Element and Additional Masses and Loads) dengan loads didefenisikan dari D2 saja (D1 masuk dalam element).
Contoh lain bila digunakan pemodelan portal balok-kolom (tanpa pemodelan pelat) dengan massa yang dimasukkan secara manual, missal lewat joint mass yang ditempatkan pada pusat massa lantai. Lazimnya massa lantai tersebut hanya mencakup beban mati dari berat sendiri pelat dan finishing serta beban hidup efektif, tanpa mengikutsertakan berat balok dan kolom agar berat sendiri elemen tidak terhitung ganda (asumsi untuk load case beban mati self weight multiplier aktif). Untuk model tersebut maka dipilih metode pertama
19
(From Element and Additional Mass), agar massa balok dan kolom masuk pada element dan massa pelat dan beban tambahan masuk pada additional masses (lewat joint mass). Pada intinya, pemilihan sumber massa harus sesuai dengan pemodelannya, tidak ada yang kurang (terlalu kecil) atau terhitung ganda (terlalu besar). Kembali pada contoh model :
1. Klik / pilih metode kedua (Specified Load Patterns) 2. Pada Mass Multiplier for Loads Paterrns bagian Load pilih DEAD dan Multiplier isikan nilai 1. 3. Klik Add 4. Ulangi mulai langkah (b), pada Load pilih LIVE dan pada Multiplier isikan nilai 0,3. 5. Klik Add 6. Klik Ok
Gambar 2.9 Define Mass Source Untuk Contoh Model Massa struktur dianggap berasal dari beban mati total (pengali = 1) dan beban hidup efektif sebesar sekitar 30% (pengali = 0,3).
20
2.8
Metode Response Spectrum Langkah-langkah aplikasi SAP 2000 dalam pembebanan gempa dinamis
response spectrum antara lain : 1. Input data response spectrum di SAP 2000. 2. Definisi tipe analisis response spectrum. 3. Analisis modal. 4. Penentuan massa struktur. 5. Definisi pelat lantai sebagai diafragma. 6. Menambahkan kombinasi pembebanan. 7. Melakukan analisis. 2.8.1 Input Data Response Spectrum di SAP 2000 Input data untuk grafik response spectrum bisa dilakukan dengan dua macam cara, yaitu (a) memasukkan input data absis dan ordinat grafik secara langsung pada input SAP 2000, (b) import data input dari luar, missal dari file teks berisi koordinat grafik yang dibuat sebelumnya. Sebelum melakukan input data kita harus membuat suatu spektrum respon desain. Spektrum respon desain merupakan suatu grafik hubungan antara periode T (detik) dan percepatan respon spektra Sa (g).
Gambar 2.10 Spektrum Respons Desain
21
1. Untuk perioda yang lebih kecil dari To, spektrum respons percepatan desain Sa harus diambil dari persamaan : =
(0,4 + 0,6 )
2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan atau sama dengan
dan lebih kecil dari
, spektrum respons percepatan desain
, sama dengan
. 3. Untuk perioda lebih besar dari
, spektrum respons percepatan desain
,
diambil berdasarkan persamaan : = Keterangan = parameter respons spektral percepatan desain pada periode pendek = parameter respons spektral percepatan desain pada periode 1 detik = perioda getar fundamental struktur = 0,2 = Untuk membantu perhitungan dapat digunakan fasilitas rumus / formula seperti dalam program MS Excel. Dibuat 2 kolom data masing-masing untuk nilai periode T (detik) dan percepatan respons spektra Sa (g). Perhitungan dilakukan dengan rumus dan ketentuan diatas. Selanjutnya lakukan blok / seleksi sel untuk data pasangan nilai T-Sa dan lakukan perintah copy (Ctrl+C). Buka program editor teks seperti notepad, kemudian lakukan perintah salin / paste (Ctrl+V) pada editor teks. Simpan/beri nama file tersebut dalam bentuk teks (*.txt). File teks inilah yang nanti akan diimpor ke dalam program SAP 2000.
Gambar 2.11 Contoh Input Response Spectrum di MS Excel 22
Gambar 2.12 Copy dan Paste Data ke Editor Teks Berbeda dengan input analisis statik, yang dimasukkan lewat load patern, pada input respon spectrum input dimasukkan lewat function. Define > Functions > Response Spectrum
Gambar 2.13 Kotak Dialog Define Response Spectrum Function Pada Choose Function Type to Add pilih From File (Karena akan mengambil / impor data dari luar). Kemudian klik tombol Add New Function.
23
Gambar 2.14 Input Data Response Spectrum dari Sumber Luar Pada kotak input yang muncul, klik tombol Browse di bawah nama fungsi. Selanjutnya cari dan pilih file teks input koordinat grafik response spectrum yang telah dibuat sebelumnya. Ganti pilihan Files of type menjadi Text Files (*.txt) bila belum nampak, setelah file terpilih lalu klik Open.
Gambar 2.15 Input Data Teks Grafik Response Spectrum Kembali ke kotak dialog Response Spectrum Function Definition : 1. Beri nama (misal Respon Spektrum) pada Function Name 2. Pada Values are : pilih Period vs Value (karena input dalam bentuk waktu / periode bukan frekuensi). 24
3. Klik Display Graph Pada kotak bagian Function Graph akan tertampil grafik response spectrum sesuai yang didefinisikan. Harap diperiksa pula untuk nilai – nilai pada grafik tersebut, yang termudah adalah dengan menempatkan kursor di dekat sisi puncak, maka nilai ordinat yang terbaca pada box di samping tombol Display Graph harus sesuai dengan nilai percepatan respon spektra Sa puncak yang dihitung sebelumnya.
Gambar 2.16 Modifikasi Input Data Response Spectrum Perlu diperhatikan pula bahwa karena input dilakukan lewat impor file teks dari luar, maka input function tersebut menjadi tergantung pada file teksnya. Sehingga file teks asal input harus senantiasa ada bersama dengan file input SAP 2000. Untuk keperluan pemindahan data, hal ini menjadi tidak praktis karena bila file teks tersebut tidak ikut terbawa maka analisis response spectrum tidak akan bisa berjalan. Guna mengatasi hal tersebut, sebagai langkah terakhir data akan diubah 25
menjadi bagian integral input SAP 2000, dengan cara klik pada tombol Convert to User Defined. Dengan format ini, maka input sudah menjadi satu kesatuan dalam file SAP 2000 (walaupun jika dikehendaki perubahan harus mengganti manual, atau bias impor ulang dengan function baru).
Gambar 2.17 Modifikasi Input RS ke Format User Defined Klik OK lalu OK lagi untuk menyelesaikan input data grafik response spectrum. 2.8.2 Definisi Tipe Analisis Response Spectrum Pada analisis statik, setelah tipe beban didefenisikan lewat load patterns, maka beban statik selanjutnya diaplikasikan pada struktur lewat assignment joint atau frame load. Sedangkan pada beban response spectrum, setelah selesai diinput lewat Function, maka pembebanan pada struktur dikakukan lewat load case.
26
Define > Load Cases
Gambar 2.18 Kotak Dialog Analysis Case Perhatikan pula bahwa secara default, Load Case juga akan dibuat secara otomatis untuk Load Case beban statik (DEAD, LIVE, dst), sedangkan untuk tipe beban berupa function perlu ditambahkan sendiri dengan cara klik tombol Add New Case. Seperti pada analisis statik ekuivalen, beban gempa response spectrum akan diberikan di kedua arah sumbu utama gedung (X dan Y) secara individual yang selanjutnya digabung dalam kombinasi pembebanan berikutnya.
Gambar 2.19 Analysis Case Gempa Response Spectrum Arah-X 27
1. Pada Load Case Name beri nama misal “RS-X”. 2. Pilih Response Spectrum pada Load Case Type 3. Pada bagian Loads Applied : Load Type : pilih U1 Function : pilih yang sesuai yang telah didefenisikan sebelumnya Scale Factor : isikan 2180 Input respon spektrum diberikan nilai pengali sebesar I / R dengan I adalah Faktor Keutamaan dan R adalah Faktor Reduksi Gempa. Karena input nilai C pada respon spectrum dinyatakan dalam gravitasi bumi (g), maka untuk input juga akan ditambahkan faktor pengali sebesar g = 9,81 m / . Nilai faktor pengali juga berhubungan dengan satuan yang digunakan pada SAP 2000. Jika pada SAP 2000 digunakan satuan N,mm,C maka faktor pengali menjadi g = 9810 mm /
.
Misal nilai I = 1 , R = 8 (untuk rangka beton pemikul momen khusus) dan satuan pada SAP 2000 digunakan satuan N,mm,C maka nilai faktor pengali = x 9810 =1226,25. 4. Klik tombol Add 5. Klik Ok. Kembali ke kotak dialog Load Case, pilih “RS-X” yang didefenisikan sebelumnya lalu klik tombol Add Copy of Case untuk mempercepat input. Berikutnya dalam kotak dialog : 1. Pada Load Case Name beri nama missal “RS-Y”. 2. Pada bagian Load Name ganti U1 menjadi U2. 3. Klik tombol Modify. 4. Klik Ok 5. Klik Ok lagi untuk menyelesaikan Load Case.
28
Gambar 2.20 Analysis Case Gempa Response Spectrum Arah-Y 2.8.3 Analisis Modal Analisis modal diperlukan untuk penentuan mode atau ragam vibrasi, juga untuk mengetahui waktu getar fundamental alami struktur. Secara default setiap membuat file baru sudah tersedia tipe analisis modal, sehingga hanya diperlukan editing saja. Define > Load Cases
Gambar 2.21 Kotak Dialog Analysis Case
29
Pilih Modal pada Load Case lalu klik tombol Modify/Show Load Case
Gambar 2.22 Analysis Case Untuk Modal 1. Pada Types of Modes pilih Ritz Vectors. 2. Pada Maximum Number of Modes isikan nilai 15. 3. Pada Load Type pilih Accel (acceleration = percepatan, karena input response spectrum dalam satuan g atau percepatan gravitasi) dan pada Load Name pilih UX (percepatan pada arah X). 4. Klik Add 5. Ulangi mulai langkah (C), sekarang pilih Uy 6. Klik Add 7. Klik Ok Jumlah perkiraan mode bisa ditentukan berdasar perkalian DOF (Degree of Freedom) atau derajat kebebasan struktur dengan jumlah lantai tinjauan. Dapat diasumsikan tiap lantai memiliki 3 DOF yaitu translasi arah x, translasi arah y dan rotasi memutari sumbu Z. Jika struktur terdiri dari 5 tingkat (termasuk lantai dak atap) sehingga didapat jumlah perkalian 3 x 5 = 15. Lantai bisa dianggap satu kesatuan lewat constraint. Jumlah mode ini nantinya juga harus diperiksa untuk memenuhi persyaratan jumlah rasio partisipasi massa minimal 90 %. Jika tidak terpenuhi maka jumlah mode maksimum ini harus ditambah.
30
2.8.4 Penentuan Massa Struktur Penentuan massa struktur pada analisis beban gempa response spectrum sama dengan cara penentuan massa struktur pada analisis beban gempa auto load dalam pembahasan sebelumnya. 2.8.5 Definisi Pelat Lantai Sebagai Diafragma Definisi pelat lantai sebagai diafragma pada analisis beban gempa response spectrum sama dengan cara definisi pelat lantai sebagai diafragma pada analisis beban gempa auto load dalam pembahasan sebelumnya. 2.8.6 Menambahkan Kombinasi Pembebanan Cara menambahkan kombinasi pembebanan pada analisis beban gempa response spectrum sama dengan cara menambahkan kombinasi pembebanan pada analisis beban gempa auto load dalam pembahasan sebelumnya. 2.8.7 Melakukan Analisis Cara melakukan analisis pada analisis beban gempa response spectrum sama dengan cara melakukan analisis pada analisis beban gempa auto load dalam pembahasan sebelumnya. Tetapi berbeda dengan analisis auto load sebelumnya, untuk analisis gempa dinamik membutuhkan analisis modal, sehingga perlu diaktifkan terlebih dahulu karena dalam analisis auto load sebelumnya sementara di-nonaktifkan. Klik tombol Run / Do Not Run All dua kali sampai kolom Action terbaca status Run untuk semua tipe analisis. Selanjutnya klik Run Now untuk memulai analisis.
Gambar 2.23 Persiapan Analisis Struktur
31
2.9 Batasan Simpangan Antar Tingkat Penentuan simpangan antar tingkat desain (∆) harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau. Simpangan antar tingkat desain (∆) tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin (∆a) seperti yang ditentukan pada SNI 03-1726-2012 tabel 16 untuk semua tingkat. Tabel simpangan antar lantai tingkat ijin (∆a) dapat dilihat pada Gambar 2.24.
Gambar 2.24 Simpangan antar lantai tingkat ijin Sumber: SNI 03-1726-2012
2.10 Kombinasi Pembebanan Kombinasi pembebanan menurut SNI 03 – 2847 – 2012 adalah : 1. 1,4D 2. 1,2D + 1,6L + 0,5 ( A atau R) 3. 1,2D + 1,6(Lr atau R) + (L atau 0,5W) 4. 1,2D +1,0W + L + 0,5(Lr atau R) 5. 1,2D + 1,0Ex + 0,3 Ey + L 6. 1,2D + 1,0Ey + 0,3 Ex + L 7. 0,9D + 1,0W 8. 0,9D + 1,0 Ex + 0,3 Ey 9. 0,9D + 1,0Ey + 0,3 Ex Pengecualian faktor beban untuk L pada kombinasi 3, 4, 5, dan 6 boleh diambil sama dengan 0,5 kecuali untuk ruangan garasi, ruangan pertemuan dan semua ruangan yang nilai beban hidupnya leih besar dari 500 kg/m2.
32
Bila beban air F bekerja pada struktur, maka keberadaannya harus diperhitungkan dengan nilai faktor bean yang sama dengan faktor beban untuk beban mati D pada kombinasi 1 hingga 6 dan 9. Bila beban tanah H bekerja pada struktur, maka keberadaannya harus diperhitungkan sebagai berikut : 1. Bila adanya beban H memperkuat pengaruh variable beban utama, maka perhitungkan pebgaruh beban H dengan faktor beban = 1,6 2. Bila adanya beban H member perlawanan terhadap pengaruh variable beban utama, maka perhitungkan pengaruh beban H dengan faktor beban = 0,9 (jika bebannya bersifat permanen) atau dengan faktor beban = 0 (untuk kondisi lainnya). Pengaruh paling menentukan dari beban – beban angin dan seismic harus ditinjau, namun kedua beban terseut tidak perlu ditinjau secara simultan.
33