BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Dampak
Dampak secara sederhana dapat di artikan adalah suatu perubahan yang terjadi akibat suatu aktivitas. Aktivitas
tersebut dapat bersifat alamiah, baik
sosial, ekonomi, fisik, kimia maupun biologi. Menurut KBBI dampak adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik dampak positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang , benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang di pengaruhi. Adapun dampak memberikan pengaruh berupa:
1. Dampak Positif yaitu dampak yang berpengaruh positif. 2. Dampak Negatif yaitu dampak yang berpengaruh negatif. 3. Dampak Langsung yaitu dampak yang dirasakan langsung dan berkaitan dengan dampak positif. 4. Dampak Tidak Langsung yaitu dampak tidak langsung yang dirasakan dengan adaya suatu pengaruh.(KBBI dalam Sartika, 2014)
11 Universitas Sumatera Utara
2.2 Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) 2.2.1 Pengertian Rumah Tidak Layak Huni
Rumah tidak layak huni adalah suatu hunian atau tempat tinggal yang tidak layak huni karna tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Pada umumnya rumah tidak layak huni erat kaitannya dengan pemukiaman kumuh karena pada dasarnya di daerah permukiman kumuh tergambar kemiskinan masyarakat.
Adaupun kriteria rumah tidak layak huni apabila:
a. Kondisi rumah 1. Luas lantai perkapita kota < 4 m2, desa < 10 m2. 2. Sumber air tidak sehat, akses memperoleh air bersih terbatas . 3. Tidak mempunyai akses mandi, cuci dan kakus. 4. Bahan bangunan tidak permanen atau atap/dinding dari bambu, rumbia. 5. Tidak memiliki pencahayaan matahari dan ventilasi udara. 6. Tidak memiliki pembagian ruangan. 7. Lantai dari tanah dan rumah lembab. 8. Letak rumah tidak teratur dan berdempetan. b. Kondisi lingkungan 1. Lingkungan kumuh dan becek. 2. Saluran pembungan air tidak memenuhi standar.
12 Universitas Sumatera Utara
3. Jalan stapak tidak teratur. (http://www.kemsos.go.id/moduls.diakses pada pukul 24 Febuari2015 pukul 18.00 WIB) 2.2.2 Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Merespon kondisi fakir miskin yang dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan rumah layak huni, Kementerian Sosial RI mengembangkan kebijakan sosial Penanggulangan Kemiskinan (P2K) melalui Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH). RS-RTLH dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan rumah layak huni sebagai unsur kesejahteraan sosial. Kegiatan RS-RTLH tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk mengatasi sebagian masalah kemiskinan, tersedianya rumah yang layak huni, adanya kenyamanan bertempat tinggal, meningkatnya kemampuan keluarga dalam melaksanakan
peran
dan
fungsi
keluarga
untuk
memberikan
perlindungan,bimbingan dan pendidikan, meningkatnya kualitas kesehatan lingkungan permukiman dan meningkatnya harkat dan martabat. (Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 02 2012 hal 207)
2.2.3 Maksud , Tujuan dan sasaran Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) a) Maksud 1. Meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan melalui program bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni. 2. Membantu masyrakat yang berpenghasilan rendah agar dapat hidup lebih sehat dan sejahtera. 3. Mewujudkan masyarakat yang sehat, sejahtera, dan makmur.
13 Universitas Sumatera Utara
4. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang layak bagi kemanusiaan. b) Tujuan 1. Meningkatkan kesejahteraan keluarga yang kurang mampu sehingga dapat hidup secara sehat, serasi, aman dan teratur. 2. Memberikan motivasi kepada masyarakat yang kurang mampu guna menunjang kehidupan yang lebih sejahtera. 3. Meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan tujuan memberantas keniskinan dan keterbelakangan. c) Sasaran
Dalam kegiatan ini sasarannya adalah masyarakat yang memiliki rumah tidak layak huni dan tergolong dibawah garis kemiskinan dan berpenghasilan rendah.
2.2.4. Kriteria Kepala Keluarga Penerima Bantuan
Ada beberapa kriteria yang harus di miliki setiap keluarga penerima bantuan RSRTLH adalah sebagai berikut:
1. Memiliki KTP/identitas diri yang berlaku;
2. Kepala keluarga/anggota keluarga tidak mempunyai sumber mata pencaharian atau mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan;
14 Universitas Sumatera Utara
3. Kehidupan sehari-hari masih memerlukan bantuan pangan untuk penduduk miskin seperti zakat dan raskin;
4. Tidak memiliki asset lain apabila dijual tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup anggota keluarga selama 3 bulan kecuali tanah dan rumah yang ditempati;
5. Memiliki rumah di atas tanah milik sendiri yang dibuktikan dengan sertifikat atau girik atau ada surat keterangan kepemilikan dari kelurahan /desa atas status tanah.
6. Rumah yang dimiliki dan ditempati adalah rumah tidak layak huni yang tidak memenuhi syarat kesehatan, keamanan dan sosial, dengan kondisi sebagai berikut :
a. Tidak permanen dan / atau rusak;
b. Dinding dan atap dibuat dari bahan yang mudah rusak/lapuk, seperti : papan, ilalang, bamboo yang dianyam/gedeg, dsb;
c. Dinding dan atap sudah rusak sehingga membahayakan, mengganggu keselamatan penghuninya;
d. Lantai tanah/semen dalam kondisi rusak;
e. Diutamakan rumah tidak memiliki fasilitas kamar mandi, cuci dan kakus.
15 Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Kelompok Penerima Bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Kepala Keluarga penerima bantuan dengan difasilitasi oleh Dinas Sosial Kab/Kota membentuk kelompok dengan anggota berjumlah 5 sampai dengan 10 KK. Tugas kelompok adalah : 1. Membentuk pengurus kelompok terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara; 2. Membuka rekening di Bank Pemerintah atas nama kelompok dengan specimen ditandatangani ketua dan bendahara; 3. Melakukan penilaian bagian rumah yang akan direhabilitasi; 4. Menetapkan toko bangunan yang akan menjamin penyediaan barang; 5. Mengusulkan pelaksana yang ahli dalam bidang bangunan (tukang); 6. Mengajukan usulan kebutuhan perbaikan rumah beserta dana yang diperlukan maksimal sebesar Rp. 10.000.000,- setiap rumah untuk disetujui oleh Dinas SosialKab/Kota; 7. Membantu tukang yang telah ditunjuk untuk mengerjakan perbaikan rumah secara gotong royong dalam satu kelompok; 8. Setelah uang diterima, ketua membuat dan menandatangani tanda terima uang bantuan dari Kementerian Sosial sejumlah yang tercantum dalam rekening dengan diketahui aparat desa/kelurahan setempat dan segera dikirim ke Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial Kab/Kota;
16 Universitas Sumatera Utara
9. Menyampaikan laporan pertanggung jawaban keuangan dan kegiatan RSRTLH kepada Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial Kab/Kota tembusan disampaikan kepada Dinas Sosial Provinsi dengan malampirkan bukti-bukti kwitansi pengeluaran dan surat pernyataan telah diselesaikannya pekerjaan yang diketahui kepala desa/lurah. 2.2.6 Prosedur Pengusulan Kegiatan Prosedur pengusulan penerima bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni adalah sebagai berikut : 1. Dinas Sosial Kab/Kota bersama TKSK/PSM/Karang Taruna/Orsos/Aparat desa/Kelurahan melakukan pendataan KK calon penerima RTLH; 2. Berdasarkan hasil pendataan tersebut, Dinas Sosial/Instansi Kab/Kota mengajukan permohonan bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni ke Kementerian Sosial dengan rekomendasi Dinas Sosial Provinsi dengan melampirkan data lokasi, data calon penerima (by name by address) dan foto rumah; 3. Ditjen Pemberdayaan Sosial & Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi lapangan; 4. Berdasarkan hasil verifikasi administrasi dan lapangan Ditjen Pemberdayaan Sosial mengeluarkan SK Penerapan KK penerima bantuan RS-RTLH 5. Nama penerima bantuan yang sudah ditetapkan dalam SK Dirjen Pemberdayaan Sosial tidak dapat diganti.
17 Universitas Sumatera Utara
2.2.7 Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni 2.2.7.1 Prinsip Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Prinsip pelaksanaan
kegiatan
RS-RTLH
adalah:
1. Swakelola; Baik secara individu maupun kelompok sesuai pasal 39 dan lampiran I Bab III Keppres No.80 tahun 2003. 2. Kesetiakawanan; Dilandasi oleh kepedulian sosial untuk membantu orang. 3. Keadilan; Menekankan pada aspek pemerataan, tidak diskriminatif dan seimbang antara hak dan kewajiban. 4. Kemanfaatan; Dilaksanakan dengan memperhatikan kegunaan atau fungsi dari barang/ruang/kondisi yang diperbaiki atau diganti. 5. Keterpaduan; Mengintegrasikan berbagai komponen terkait sehingga dapat berjalan secara terkoordinir dan sinergis. 6. Kemitraan; Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan fakir miskin dan masyarakat pada umumnya dibutuhkan kemitraan dengan berbagai pihak. 7. Keterbukaan; Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ini berhak mendapatkan informasi yang benar dan bersedia menerima masukan bagi keberhasilan pelaksanaan kegiatan RS-RTLH. 8. Akuntabilitas; Berbagai sumber daya digunakan dengan penuh tanggung jawab dan dapat
dipertanggung
jawabkan
secara teknis
maupun
administratif.
18 Universitas Sumatera Utara
9. Partisipasi; Pelaksaan RS-RTLH dilaksanakan dengan melibatkan unsur masyarakat termasuk dunia usaha dengan mendayagunakan berbagai sumber daya yang dimilikinya. 10.Profesional; Dilaksanakan dengan menggunakan manajemen yang baik dan pendekatan /konsep yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. 11.Keberlanjutan; Dilaksanakan secara berkesinambungan untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian. 2.2.7.2 Tahapan Pelaksanaan
Tahap pelaksanan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni adalah sebagai berikut ini:
1. Verifikasi proposal RS-RTLH;
2. Penjajagan calon lokasi kegiatan, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kesiapan daerah dan masyarakat, kelayakan calon penerima bantuan dan faktor lainnya nyang akan mendukung keberhasilan kegiatan;
3. Sosialisasi
Sosialisasi dilaksanakan dalam rangka memperoleh kesamaan pemahaman dan gerak langkah setiap pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan RS-RTLH.
Sasaran kegiatan sosialisasi mencakup :
a)
Dinas/Instansi Sosial Provinsi;
19 Universitas Sumatera Utara
b) Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota;
c)
Unsur Masyarakat;
d) Pendamping (TKSK).
4.
Membangun dan mengembangkan komitmen untuk menyepakati berbagai
sumber daya yang dapat dan akan dialokasikan oleh Pemerintah Daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka mencapai keberhasilan pelaksanaan program;
5.
Penentuan lokasi dan calon penerima;
6.
Verifikasi calon penerima bantuan;
7.
Pelaksanaan pembangunan RS-RTLH:
a) Melakukan penilaian dan menentukan bagian rumah yang akan diperbaiki;
b)
Menetapkan prioritas bagian rumah yang akan diperbaiki berdasarkan
pada fungsi dan ketersediaan dana dan sumber lainnya;
c) Membuat rincian jenis/bahan bangunan yang diperlukan serta besarnya biaya;
d) Melaksanakan pembelian bahan bangunan;
e)
Melaksanakan kegiatan perbaikan rumah;
20 Universitas Sumatera Utara
f) Pelaksanaan pembangunan RS-RTLH telah selesai selambat-lambatnya 100 hari setelah dana masuk ke rekening kelompok.
2.2.7.3 Pelaporan Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan oleh Dinas Sosial Kab/Kota kepada Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin, mencakup: a. Laporan pertanggung jawaban keuangan dana operasional masing-masing Kab/Kota selambat-lambatnya akhir tahun anggaran; b. Laporan pertanggung jawaban keuangan bantuan RS-RTLH masing-masing kelompok setelah selesai pelaksanaan
pekerjaan;
c. Laporan hasil pelaksanaan kegiatan dengan melampirkan foto rumah dalam kondisi sebelum, proses dan hasil akhir kegiatan dengan disertakan surat pernyataan penyelesaian pekerjaan untuk kelompok, disampaikan selambatlambatnya 14 hari setelah pekerjaan selesai. 2.2.8 Penyaluran, Pencairan dan Penggunaan Dana Rehabilitasi Sosia Rumah Tidak Layak Huni 2.2.8.1 Penyaluran dan Pencairan
1. Pihak Dinas Sosial Kab/Kota mengajukan identitas penanggung jawab pengelola anggaran (nama dan alamat kantor, penanggung jawab program, nama bendahara pengeluaran, nomor rekening bank dan nomor pokok wajib pajak) ke Dit. PFM untuk dana operasional (tembusan disampaikan kepada Dinas/Instansi Sosial Provinsi);
21 Universitas Sumatera Utara
2. Pihak Dinas Sosial Kab/Kota mengajukan identitas dan nomor rekening Dinas Sosial yang sudah ada, rekening kelompok penerima bantuan RSRTLH ;
3. Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin mengajukan SPP-LS ke bagian keuangan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dengan melampirkan SK Dirjen Pemberdayaan Sosial tentang penetapan penerima bantuan serta nomor rekening Dinas Sosial Kb/Kota, rekening kelompok penerima bantuan RS-RTLH untuk dibuatkan SPM-LS;
4. Pejabat Pembuat Komitmen mengajukan SPM-LS ke KPPN dilampiri SK Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial tentang penerima bantuan RSRTLH, serta dana operasional;
5. KPPN menerbitkan SP2D dan menyalurkan ke rekening Dinas Sosial Kab/Kota, rekening kelompok penerima bantuan RS-RTLH
6. Pencairan dana kegiatan RS-RTLH dari rekening kelompok dapat dilaksanakan setelah mendapatkan rekomendasi/persetujuan dari Dinas Sosial Kab/Kota.
2.2.8.2 Penggunaan Dana Jumlah dana Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS- RTLH) untuk setiap unit atau rumah, yakni sebanyak Rp.10.000.000,-dengan pengunaan sebagai berikut:
22 Universitas Sumatera Utara
a.
Pembelian bahan bangunan, biaya atau dana untuk pembeilian bahan bangunan sebanyak Rp.9.000.000,-
b.
Biaya
tukang,
biaya
atau
dana
bangunan
rumah
sebanyak
Rp.1.000.000,2. Apabila sampai dengan akhir tahun anggaran masih terdapat sisa dana operasional, maka Dinas Sosial kab/Kota harus segera menyetor ke kas Negara dengan blanko Surat Setoran Pengembalian Belanja,
3. Seluruh pajak dan penerima Negara bukan pajak dalam pelaksanaan kegiatan dana
operasional disetorkan ke kas Negara oleh pihak Dinas
Sosial Kab/Kota sesuai peraturan perpajakan yang berlaku dengan menyampaikan bukti setoran pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) ke Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin.
2.2.9 Sanksi Sanksi hukum akan dikenakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila: 1.
Dinas
Sosial
selaku
penerima,
pengelola
dan
penanggung
jawab dana operasional tidak sepenuhnya dipergunakan sesuai
dengan
peruntukkannya; 2. Kelompok penerima bantuan stimulan RS-RTLH selaku penerima, pengelola dan penanggung jawab dana bantuan tidak sepenuhnya dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya; (http:// www.kemsos.go.id/module Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan diakses 24 Febuari 2015 pukul 18.00 WIB)
23 Universitas Sumatera Utara
2.3 Kualitas Hidup Kualitas hidup yang sering diidentikkan dengan kesejahteraan, akhir-akhir ini makin banyak didengungkan. Salah satu sebabnya adalah munculnya kesadaran, bahwa pembangunan tidak cukup diukur kesuksesannya dengan membangun input yang banyak, tetapi justru yang lebih penting adalah output. Dan kualitas hidup merupakan salah satu tolak ukurnya. (Kreitler & Ben dalam Nofitri, 2009) kualitas hidup diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan system nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu. Istilah kualitas hidup digunakan untuk mengevaluasi kesejahteraan umum individu dan masyarakat. Istilah ini digunakan dalam berbagai konteks, termasuk bidang pembangunan internasional , kesehatan, dan politik. Kualitas hidup tidak harus dengan konsep standar hidup , yang terutama didasarkan pada pendapatan. Sebaliknya, indikator standar kualitas hidup meliputi tidak hanya kekayaan dan pekerjaan, tetapi juga lingkungan binaan, fisik dan kesehatan mental, pendidikan, rekreasi
dan
waktu luang. (http://en.wikipedia.org/wiki/Quality_of_life
diakses tanggal 23 Febuari 2015 pukul 18.00 WIB) Kualitas hidup menunjukkan kondisi yang diinginkan seseorang terkait dengan rumah dan lingkungan masyarakat, sekolah atau kerja, serta kesehatan dan kesejahteraan (Renwick, Brown, & Nagler dalam Kartini, 2014). Kualitas hidup didefenisikan sebagai kesejahteraan umum secara keseluruhan yang terdiri dari
24 Universitas Sumatera Utara
evaluasi objektif dan subjektif dari fisik, materi, sosial, dan kesejahteraan emosional bersama dengan tingkat pengembangan pribadi dan tujuan aktivitas, semua ditimbang oleh satu set nilai-nilai pribadi. Evaluasi objektif mengacu pada gambaran
kondisi
kehidupan
dimana
orang
hidup,
seperti
kesehatan,
pendapatan,kualitas perumahan, jaringan persahabatan, aktivitas, transosial dan sebagainya. Evaluasi subjektif mengacu pada kepuasan pribadi dengan kondisi kehidupan yang demikian. Signifikansi keduanya ditafsirkan dalam kaitannya dengan nilai atau pentingnya tempat individu pada masing-masing wilayah yang bersangkutan (Renwick, Brown & Nagler dalam Kartini, 2014). Kualitas hidup seseorang dapat diukur melalui empat dimensi utama yaitu kesejahteraan fungsional, fisik, psikologis/emosional, dan sosial a. Kesejahteraan Fungsional Kesejahteraan fungsional yaitu kemampuan seseorang utnuk berfungsi secara optimal dalam kehidupan sehari-hari meliputi bekerja, melakukan transaksi di bank, belanja, belajar, membersihkan rumah, merawat diri, berpakaian, menyiapkan makanan. b. Kesejahteraan Fisik Kesejahteraan fisik adalah kemampuan organ tubuh untuk berfungsi secara optimal sehingga dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya c. Kesejahteraan Psikologis/Emosional Kesejahteraan
psikologis/emosional
adalah
kemampuan
seseorang
untuk
menciptakan perasaan senang dan puas terhadap suatu peristiwa atau kejadian
25 Universitas Sumatera Utara
yang dialami dalam kehidupan seseorang sehingga terhindar dari timbulnya masalah-masalah psikologis. d. Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial adalah kemampuan seseorang untuk membina hubungan interpersonal dengan orang lain, di mana hubungan yang terbina adalah hubungan yang mempunyai kerekatan dan keharmonisan (http://Welcome To My World.com Kualitas Hidup.htm/Kualitas Hidup 25 Febuari 2015 pukul 18.00 WIB) Masih ada beberapa indikator lain yang mencerminkan kualitas hidup. Dilihat dari masing-masing pemerintahan, indikator yang dimaksud ternyata juga berbeda-beda. Negara komunis memiliki standar kualitas hidup yang berbeda dengan negara nonkomunis. Selain itu, akhir-akhir ini juga tampak perkembangan indikator yang mengarah pada indikator nonfisik. Indikator-indikator seperti kebahagiaan, kenyamanan, kepuasan, dan lain-lain mulai dipertimbangkan sebagai indikator yang penting.
Memasukkan idikator dalam melihat kualitas hidup merupakan suatu hal yang ideal, namun pada kenyataannya sangat sulit memasukkan berbagai indikator tersebut sekaligus. Misalnya faktor cakupan wilayah adalah salah satu faktor yang bisa menghambat realisasi hal itu. Untuk wilayah yang luas dengan penduduk yang banyak akan sulit mengukur indikator psikis. Sebaliknya untuk unit analisis yang kecil kurang memenuhi syarat untuk mengukur data-data seperti IMR( Tingkat Kematian Bayi) dan TFR ( Angka Fertilitas Total). (KORAN-
26 Universitas Sumatera Utara
Kualitas Hidup Sebagai Sasaran Pembangunan.pdf diakases 23 febuari 2015 pukul 19.00 WIB).
Menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan seperti itu maka banyak ahli yang berorientasi pragmatis dengan jalan hanya mengambil sedikit indikator yang relevan saja sesuai dengan pokok penelitian peneliti. Salah satu asumsinya adalah karena tingginya korelasi antar indikator sehingga menggunakan sedikit indikator saja sudah cukup mewakili. Oleh sebab itu dari beberapa indikator yang di kemukan di atas, maka dalam penelitian ini, yang mana peneliti sedang mencari dampak dari Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RLTH) terhadap peningkatan kualitas hidup keluarga miskin mengunakan indikator kualitas hidup yang relavan dengan penelitian ini yaitu, evaluasi objektif dari kesejahteraan umum yang mengacu pada gambaran kondisi kehidupan dimana orang hidup, Yaitu Kondisi pemenuhan kebutuhan rumah, kondisi sosial, kondisi psikologis, kondisi kesehatan dan prilaku hidup bersih.
2.4 Keluarga Miskin Mencher kemampuan
mengemukakan
seseorang
atau
kemiskinan
sekelompok
adalah
orang atau
gejala wilayah
penurunan sehingga
mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak (Siagian 2012:5). Sedangkan Menurut Broto Semedi (Mardimin 1996:20) kemiskinan dapat dilihat secara kualitatif dan kuantitatif.
27 Universitas Sumatera Utara
Secara kualitatif, kemiskinan adalah suatu kondisi yang didalamnya hidup manusia tidak bermartabat manusia. Atau dengan kata lain, hidup manusia tidak layak sebagai manusia dimana hak-hak dasar dan kebutuhan sebagai manusia tidak dapat di penuhi . Secara Kuantitatif, kemiskinan adalah suatu keadaan di mana hidup manusia serba kekurangan, atau dengan bahasa yang lazim “tidak berharta benda”. Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seorang atau sekelompok orang hidup dibawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.Sementara, sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.( Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 02. 2012 Hal 206-207) Kriteria Rumah Tangga Miskin menurut Badan Pusat Statistik: a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. b. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu/ kayu murahan. c. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/ tembok tanpa diplester. d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain. e. Sumber penerangan rumah tangga tidak mengunakan listrik.
28 Universitas Sumatera Utara
f. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu/arang/minyak tanah. h. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. j. Hanya sanggup makan sebayak satu/dua kali dalam sehari. k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,-/bulan. m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD. n.
Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.500.000,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya (BPS, dalam Siagian, 2012:80)
Adapun yang menjadi karakteristik penduduk miskin menurut LP3S adalah :
a. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri. b. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. c. Tingakat pendidikan umumnya rendah d. Banyak diantara mereka yang tidak mempunyai fasilitas. e. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.
29 Universitas Sumatera Utara
f. Makanan dua atau sekali tetatpi jarang memakan telor dan daging (makanan bergizi) g. Tidak bisa berobat ketika sakit h. Memiliki banyak anak atau satu rumah dihuni banyak keluarga . Keluarga digambarkan sebagai unit masyarakat kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Pengertian keluarga dapat dilihat dalam arti sempit dan luas. Keluarga dalam arti sempit didefinisikan sebagai kelompok yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang belum dewasa/ belum kawin. Sedangkan keluarga dalam arti luas adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dari suatu lingkungan keluarga yang luas dari pada ayah, ibu dan anak-anaknya.
Jadi yang dimaksud dengan keluarga miskin adalah suatu unit masyarakat terkecil yang mempunyai hubungan biologis yang hidup dan tinggal dalam suatu rumah yang standar ekonominya lemah atau tingkat pendapatanya relatif kurang untuk memenuhi kebutuhan pokok dasar seperti sandang, pangan dan papan.
2.5. Kesejahteraan Sosial
2.5.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan berasal dari kata Sejahtera dalam bahasa sansekerta “catera” yang berarti payung. Dalam konteks sejahtera berarti hidup bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketakutan dan kekawatiran sehingga hidupnya aman tentram, baik lahir maupun batin. Dan sosial berarti kawan, teman dan kerja sama. Jadi kesejahteraan sosial diartikan suatu kondisi dimana orang dapat memenuhi kebutuhan hidup dan menjalin hubungan baik dengan lingkungannya.
30 Universitas Sumatera Utara
Walter A Friedlander mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari usaha-usaha sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ditunjukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan, serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka secara penuh, serta mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat.(Wibhawa, Raharjo & Budiarti, 2010:24)
Menurut Pre-conference working committee for the XVth International Conference of Social Welfare, Kesejahteraan Sosial adalah Kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup mayarakat berdasarkan konteks sosialnya. Di dalamnya tercakup kebijakan dan pelayanan yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat seperti pendapatan, jaminan sosial, kesehatan, perumahan pendidikan, rekreasi, tradisi budaya, dan lain sebagainya”. (Rukminto Adi, 2008:46-47).
Menurut Medgley bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan atau kondisi kehidupan manusia yang tercipta ketika (1) berbagai permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik, (2) ketika kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan (3) ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan. (Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 02 2012 Hal 206)
Sementara itu berdasarkan Undang-undangNomor 11 Tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan Pokok kesejahteraan sosial Pasal 1:
31 Universitas Sumatera Utara
“Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan
diri,
sehingga
dapat
melaksanakan
fungsi
sosialnya”.
(http://www.depsos.go.id/UU-Kesos-No11-2009.pdf, diakses 24 Febuari 2015 pukul 17.00 WIB)
Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kesejahteraan sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik di bidang fisik, mental, emosional, sosial ekonomi ataupun kehidupan spritual.
2.5.2Tujuan Kesejahteraan Sosial
Dalam undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk:
1. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; 2. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian; 3. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menagani masalah kesejahteraan sosial; 4. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; 5. Meningkatkan
kemampuan
dan
kepedulian
masyarakat
dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan 6. Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
32 Universitas Sumatera Utara
Fahrudin (2012) menyebutkan dua tujuan Kesejahteraan Sosial yaitu:
1. Untuk mencapai kehidupan sehjahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi yang harmonis dengan lingkungannya. 2. untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat dilingkungannya,
misalnya
dengan
mengali
sumber-sumber,
meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan 2.5.3 Sasaran Kesejahteraan Sosial
Negara bertanggung jawab atas penyelengaraan kesejahteraan sosial. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ini ditujukan kepada: perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat. Sedangkan yang menjadi prioritas adalah mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki
kriteria
masalah
sosial:
kemiskinan,
ketelantaran,
kecacatan,
keterpencilan, ketunaan sosial, korban bencana, korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
33 Universitas Sumatera Utara
2.6 Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan Tentang Dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) terhadap kesejahteraan Keluarga Miskin Penelitian tentang Dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Bagi Keluarga Miskin pernah dilakukan oleh peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI di Kota Banjarmasin. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa pelaksanaan Program RS-RTLH di Kota Banjarmasin telah membawa dampak positif terhadap kesejahteraan
keluarga miskin, kondisi tersebut dapat dapat
dilihat dari beberapa aspek yaitu, aspek pemenuhan kebutuhan rumah, kondisi sosial, dan kondisi psikologis. Aspek pertama yaitu pemenuhan kebutuhan rumah, yang di ukur adalah kondisi lantai, dinding, atap, pembagian ruangan, WC dan ventilasi rumah. Berdasarkan hasil skoring dan kategorisasi, diperoleh informasi bahwa terjadi perubahan yang signifikan, antara sebelum dan sesudah diberikannya bantuan rehabilitasi rumah. Berdasarkan data yang diperoleh, RS-RTLH sudah memberikan dampak positif terhadap pemenuhan kebutuhan rumah keluarga miskin. Sebanyak 77.5 % responden pada kategori tinggi, dan 22.55% kategori sedang. Permasalahan pada kategori sedang, yaitu bahan bangunan kurang bertahan lama, belum memiliki WC dan ventilasi masih terbatas. Aspek Kedua yaitu kondisi sosial, yang diukur adalah kegiantan bersama anggota keluarga, kegiatan bersama dengan saudara/famili, tetangga dekat dan kegiatan sosial di lingkungan. Hasil yang diperoleh menunjukkan perubahan yang
34 Universitas Sumatera Utara
terjadi tidak cukup signifikan. Pada kategori tinggi terjadi perubahan dari 85% menjadi 90 % atau hanya terjadi peningkatan sebesar 5 %. Artinya, sebelum ada RS-RTLH sebagian besar penerima manfaat sesungguhnya sudah dalam kondisi sosial yang cukup baik.
Aspek ketiga yaitu Kondisi psikologis, Pada variabel kondisi psikologis ini yang diukur adalah rasa betah/tentram, aman, dan nyaman. Dari hasil yang diperoleh bahwa sesudah kegiatan RS-RTLH seluruh penerima manfaat berada pada kategori tinggi, dibandingkan dengan kondisi sebelumnya berada pada kategori rendah sebanyak 45 % dan sedang sebanyak 55%. Dari hasil penelitian berbagai aspek kesejahteraan tersebut menunjukan bahwa kegiatan RS-RTLH sebagai sebuah kebijakan sosial penanggulangan kemiskinan, telah memberikan dampak
positif
terhadap
kesejahteraan
keluarga
miskin
di
Kota
Banjarmasin.(Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 02 2012).
35 Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Pemikiran
Secara garis besar kebutuhan manusia dibagi dua, yaitu fisiologis-organis dan psikis-sosial. Kebutuhan fisiologis-organis atau kebutuhan material adalah kebutuhan yang terkait langsung dengan pertumbuhan fisik manusia. Termasuk di dalam kebutuhan ini, yaitu tempat tinggal (rumah), sandang, pangan dan kesehatan. Sedangkan kebutuhan psikis-sosial adalah kebutuhan yang terkait dengan perkembangan psikis dan sosial manusia. Termasuk di dalam kebutuhan ini, yaitu kebutuhan relasi sosial, menyatakan diri, kasih sayang, dan rasa aman.Jika di kaitkan diatas maka kebutuhan tempat tinggal (rumah) merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, yang sekaligus sebagai unsur di dalam konsep kesejahteraan sosial. Rumah merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dan sekaligus sebagai unsur di dalam konsep kesejahteraan sosial. Rumah dalam pengertian ini tidak terbatas pada pemenuhan kebutuhan Fisik-organis, yaitu terlindunginya orang dari ancaman dan gangguan yang berasal dari luar rumah, seperti panas, angin, dan hujan. Akan tetapi rumah juga terkait dengan pemenuhan kebutuhan sosial psikologis, seperti tempat yang menjamin kelangsungan hidup, pelembagaan nilai, norma dan pengembangan pola relasi sosial, memberikan rasa aman dan damai, dan meningkatkan harkat dan martabat, sehingga rumah merupakan kebutuhan yang mutlak untuk dipenuhi. Pada kenyataannya, tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan rumah yang layak huni
karena alasan ekonomi atau kemiskinan. Berbagai
keterbatasan yang di timbulkan kemiskinan seperti keadaan melarat dan ketidak beruntungan, berkaitan dengan minimnya pendapatan, kelemahan fisik, terisolasi,
36 Universitas Sumatera Utara
kerapuhan dan ketidakberdayaan menyebabkan mereka tidak mampu menempati rumah layak huni. Mereka hanya mampu membangun rumah tidak permanen dari bahan-bahan yang mudah rusak atau bahan-bahan bekas. Merespon kondisi fakir miskin yang dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan rumah layak huni serta melihat bahwa rumah merupakan tempat yang memiliki
nilai
yang
sangat
strategis,
maka
Kementerian
Sosial
RI
mengembangkan kebijakan sosial melalui Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH). RS-RTLH merupakan bantuan stimulan agar fakir miskin dapat memenuhi kebutuhan rumah layak huni sebagai unsur kesejahteraan sosial untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Untuk mengetahui peningkatan Kualitas Hidup yang dirasakan penerima bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni, maka digunakan indikator Kualitas Hidup yang relavan dengan penelitian ini yaitu, evaluasi objektif dari Kesejahteraan Umum, Yaitu
Kondisi pemenuhan kebutuhan rumah, Kondisi
sosial dan Kondisi psikologis. Kelurahan Bandar Utama setelah Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) banyak memberi dampak terhadap masyarakat terutama bagi keluarga miskin penerima bantuan. Dampak tersebut dilihat dari sebelum dilakukannya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan setelah dilakukannya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. Adapun dampak tersebut dilihat dari: 1. Dampak positif yaitu dampak yang berpengaruh positif bagi kualitas hidup masyarakat miskin yaitu peningkatan kualitas hidup keluarga miskin, hal
37 Universitas Sumatera Utara
ini dapat dilihat dari aspek pemenuhan kebutuhan rumah, kondisi sosial, dan kondisi psikologis. 2. Dampak Langsung yaitu dampak yang dirasakan langsung oleh keluarga miskin penerima bantuan RS-RTLH dan berkaitan dengan dampak positif yang dihasilkan misalnya dapat dilihat dari aspek pemenuhan kebutuhan rumah, aspek sosial, dan aspek psikologis yaitu kondisi kesehatan. 3. Dampak Tidak langsung yaitu dampak tidak langsung yang dirasakan oleh keluarga miskin penerima bantuan RS-RTLH misalnya dampak yang dilihat dari aspek psikologis yaitu meningkatnya prilaku hidup bersih keluarga penerima bantuan RS-RTLH. Skematisasi kerangka pemikiran merupakan transformasi narasi yang menerangkan hubungan atau konsep-konsep atau variabel-variabel penelitian menjadi sesuatu yang berbentuk skema, artinya yang ada hanyalah perubahan cara penyajian dari narasi menjadi skema. Untuk itu bagan kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat di gambarkan sebagai berikut:
38 Universitas Sumatera Utara
BAGAN I Bagan Kerangka Pemikiran
Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH)
Dampak: 1. Dampak Positif yaitu dampak yang berpengaruh positif terhadap kualitas hidup keluarga miskin. 2. Dampak Langsung yaitu dampak yang dirasakan langsung oleh keluarga miskin penerima bantuan RS-RTLH dan berkaitan dengan dampak positif. 3. Dampak Tidak langsung yaitu dampak tidak langsung yang dirasakan oleh keluarga miskin penerima bantuan RS-RTLH
Sebelum RSRTLH
Setelah RSRTLH
Indikator Kualitas Hidup: 1. 2. 3. 4. 5.
Pemenuhan Kebutuhan Rumah Kondisi Sosial Kondisi Psikologis Kondisi Kesehatan Prilaku Hidup Bersih
39 Universitas Sumatera Utara
2.8 Hipotesis. Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang menegaskan hubungan antara dua atau lebih variabel dimana pernyataan tersebut merupakan jawaban yang bersifat sementara atas masalah penelitian. Selain itu, hipotesis adalah
arahan
sementara
untuk
menjelaskan
fenomena
yang
diteliti
(Siagian,2011:148). Hipotesis yang digunakan dalam proposal penelitian ini dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti benar melalui data yang dikumpulkan. Adapun Hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Ho
: Tidak terdapat dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni terhadap peningkatan kualitas hidup keluarga miskin.
Ha
.
: Terdapat dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni terhadap peningkatan kualitas hidup keluarga miskin.
2.9 Definisi Konsep dan Definisi Operasional 2.9.1 Definisi Konsep Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi, dan hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Definisi konsep adalah definisi yang menggambarkan konsep dengan penggunaan konsep-konsep lain (Silalahi, 2009:118). Definisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang
40 Universitas Sumatera Utara
akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Adapun yang menjadi batasan konsep dalam penelitian ini: 1. Yang dimaksud dengan dampak dalam penelitian ini adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat positif, langsung maupun tidak langsung terhadap masyarakat miskin. 2. Yang dimaksud dengan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) dalam penelitian ini adalah kegiatan atau program yang di luncurkan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin yang tinggal di rumah yang tidak layak huni, dengan melakukan penyuluhan/sosialisasi dan pemberian bahan bangunan untuk perbaikan rumah. 3. Yang dimaksud dengan Kualitas Hidup dalam penelitian ini adalah indikator-indikator yang digunakan untuk mengetahui
kualitas hidup
keluarga miskin penerima RS-RTLH, dimana indikator yang relevan digunakan diambil dari evaluasi objektif dari Kesejahteraan Umum yang mengacu pada gambaran kondisi kehidupan dimana orang hidup, Yaitu Kondisi Pemenuhan Kebutuhan Rumah, Kondisi Sosial, Kondisi Psikologis, Kondisi Kesehatan dan Prilaku Hidup Bersih. 4. Yang Dimaksud Keluarga Miskin dalam penelitian ini adalah keluarga dengan
kondisi sosial ekonomi yang tidak beruntung, tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya terutama kebutuhan dasar akan papan (perumahan) atau dengan kata lain beberapa tahun kedepan tidak mungkin dapat memperbaiki rumah tinggal yang tidak layak huni. 41 Universitas Sumatera Utara
2.9.2 Definisi Operasional Definisi operasional merujuk kepada gejala itu sendiri, kemana
ide
mengacu dan dari mana ide itu diabstraksikan. Definisi operasioanl menyatakan kondisi-kondisi, bahan-bahan dan prosedur-prosedur yang diperlukan untuk mengidentifikasi atau menghasilkan kembali satu atau lebih acuan konsep yang didefinisikan. Jadi, defenisi operasional merupakan defenisi yang menyatakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris (Silalahi, 2009:119). Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian ini dinyatakan dengan: a. Variabel Bebas (x) Variabel bebas adalah Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni, adapun indikatornya:
1. Pemahaman dan maksud program. 2. Penerapan dan ketepatan program 3. Kendela dalam Pelaksanaan b. Variabel Terikat (Y) 1. Kualitas Hidup dapat dilihat dari: A. Pemenuhan Kebutuhan Rumah, meliputi: a.
Kondisi bagunan rumah (lantai, dinding, atap) sebelum adanya Rehabilitasi
b.
Kondisi
Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
bagunan rumah (lantai, dinding, atap) setelah
adanya Rehabilitasi
Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
42 Universitas Sumatera Utara
c.
Fasilitas MCK ( Mandi, Cuci dan Kakus) sebelum adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
d.
Fasilitas MCK ( Mandi, Cuci dan Kakus) setelah adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
e.
Saluran pembuangan air limbah rumah tangga keluarga sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
f.
Saluran pembuangan air limbah rumah tangga keluarga sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
B. Kondisi sosial, meliputi: a.
Kegiatan bersama anggota keluarga sebelum adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
b.
Kegiatan bersama anggota keluarga setelah adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
c.
Kegiatan sosial di lingkungan sebelum adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
d.
Kegiatan sosial di lingkungan setelah adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
C. Kondisi Psikologis a.
Rasa
nyaman
keluarga
tinggal
di
rumah
sebelum
Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. b.
Rasa
nyaman
keluarga
tinggal
di
rumah
setelah
Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. c.
Rasa aman keluarga terhadap kondisi rumah sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
43 Universitas Sumatera Utara
d.
Rasa aman keluarga terhadap kondisi rumah setelah Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
D. Kondisi Kesehatan a.
Frekuensi mengalami sakit keluarga sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
b.
Frekuensi mengalami sakit keluarga setelah Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
E. Prilaku Hidup bersih a.
Prilaku hidup bersih keluarga miskin sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
b.
Prilaku hidup bersih keluarga miskin setelah Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni
44 Universitas Sumatera Utara