BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Teoritis 2.1.1
Modal Kerja 2.1.1.1 Pengertian Modal Kerja Pemahaman arti modal kerja (working capital) sangat erat kaitannya dengan keberhasilan mengelola modal kerja. Pengertian modal kerja yang berbeda akan menyebabkan perhitungan dan pengelolaan modal kerja yang berbeda pula. Pada hakikatnya, modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar ataupun dana yang tersedia untuk digunakan oleh perusahaan selama periode akuntansi tertentu dalam membiayai kegiatan operasional perusahaan sehari-hari dengan maksud untuk menghasilkan pendapatan selama periode akuntansi yang bersangkutan. Pengertian modal kerja menurut para ahli juga dedifinisikan secara beragam, antara lain: 1. Menurut Soeprihanto (1997: 27), “Modal kerja adalah nilai aktiva/ harta yang dapat segera dijadikan uang kas yaitu dipakai perusahaan industri/ jasa untuk keperluan sehari-hari, misalnya untuk membayar gaji pegawai, membeli bahan baku/ barang, membayar ongkos angkutan, membayar utang dan sebagainya”.
11 Universitas Sumatera Utara
2. Menurut Djarwanto (2001), “Modal kerja adalah berhubungan dengan keseluruhan dana yang digunakan selama periode akuntansi tertentu yang dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan untuk periode akuntansi yang bersangkutan (current income). 3. Menurut Sawir (2005: 129), “Modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, atau pula dapat dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari”. 4. Menurut Gitman dan Zutter (2012: 601), “Working Capital is current assets, which represent the portion of investment that circulates from one form to another in the ordinary conduct of business”. Secara umum, pengertian modal kerja juga dapat didefinisikan dengan mengacu kepada tiga konsep: 1. Modal kerja menurut konsep kuantitatif adalah jumlah seluruh aktiva lancar atau disebut juga sebagai modal kerja kotor (gross working capital). Dalam konsep ini tidak mementingkan kualitas modal kerja sehingga modal kerja tidak mencerminkan margin of safety para kreditur yang berarti modal kerja tidak mencerminkan likuiditas perusahaan yang bersangkutan. 2. Modal kerja menurut konsep kualitatif adalah kelebihan aktiva lancar terhadap utang lancar sehingga disebut juga sebagai modal kerja bersih
12 Universitas Sumatera Utara
(net working capital). Hal ini berarti sebagian aktiva lancar digunakan untuk melunasi utang lancar dan membiayai aktivitas operasi perusahaan. Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan margin of protection bagi para kreditur. 3. Modal kerja menurut konsep fungsional berarti modal kerja ditinjau berdasarkan
fungsinya
sebagai
dana
yang
digunakan
untuk
menghasilkan pendapatan (income). Pada dasarnya, dana yang dimiliki oleh perusahaan seluruhnya akan digunakan untuk menghasilkan laba sesuai dengan usaha pokok perusahaan, tetapi tidak semua dana akan digunakan untuk menghasilkan laba periode berjalan. Sebagian dana ada yang akan digunakan untuk memperoleh atau menghasilkan laba di masa yang akan datang. 2.1.1.2 Pentingnya Modal Kerja Modal kerja yang cukup akan menguntungkan perusahaan, di samping memungkinkan bagi perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis atau efisien dan perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan juga akan memberikan beberapa keuntungan (Munawir, 2004: 116) yaitu: 1. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari aktiva lancar. 2. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk membayar semua kewajiban-kewajiban tepat pada waktunya.
13 Universitas Sumatera Utara
3. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk memelihara “credit standing” perusahaan yaitu penilaian pihak ketiga, misalnya bank dan para kreditor akan kelayakan perusahaan untuk menghadapi situasi darurat seperti dalam hal terjadi: pemogokan, banjir, dan kebakaran. 4. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk melayani para konsumennya. 5. Memungkinkan perusahaan untuk memberikan syarat kredit kepada para pembeli. Kadang-kadang perusahaan harus memberikan kepada para pembelinya syarat kredit yang lunak dalam usaha membantu para pembeli yang baik untuk membiayai perusahaannya. 6. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang ataupun jasa yang dibutuhkan. 2.1.1.3 Manajemen Modal Kerja Manajemen modal kerja berarti melaksanakan kegiatan yang mencakup semua fungsi manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengaturan, pengarahan, dan pengendalian secara efektif dan efisien pada elemen-elemen modal kerja, yaitu aktiva lancar dan kewajiban lancar. Menurut Eljelly (2004), manajemen modal kerja memegang peranan penting dalam membuat perbandingan likuiditas dan profitabilitas perusahaan, yang
14 Universitas Sumatera Utara
melibatkan pengambilan keputusan terkait jumlah dan komposisi aktiva lancar dan membiayai aktiva tersebut. Kekurangan modal kerja dalam meningkatkan penjualan dan produksi akan berakibat pada hilangnya potensi pendapatan dan laba yang mungkin diperoleh sehingga timbul pula kemungkinan perusahaan akan terseret ke dalam keadaan insolvent (tidak mampu membayar kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo). Perusahaan yang tidak memiliki modal kerja yang cukup, tidak akan mampu melunasi kewajiban jangka pendeknya tepat waktu dan akan dihadapkan pada masalah likuiditas. Pentingnya manajemen modal kerja didasari oleh alasan seperti yang dikemukakan oleh Martono dan Harjito (2004: 73) berikut ini: 1. Aktiva lancar dari perusahaan baik manufaktur maupun jasa memiliki jumlah yang cukup besar dibanding dengan jumlah aktiva secara keseluruhan. 2. Untuk perusahaan kecil, hutang jangka pendek merupakan sumber utama bagi pendanaan eksternal. Perusahaan seperti ini, tidak memiliki akses pada pasar modal untuk pendanaan jangka panjangnya. 3. Manajer keuangan dan anggotanya perlu memberikan porsi waktu yang sesuai dalam pengelolaaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan modal kerja.
15 Universitas Sumatera Utara
4. Keputusan modal kerja berdampak langsung pada tingkat risiko, laba, dan harga saham perusahaan. 5. Adanya hubungan langsung antara pertumbuhan penjualan dengan kebutuhan dana untuk membelanjai aktiva lancar. 2.1.2
Working Capital Turnover Modal kerja selalu dalam keadaan berputar selama perusahaan yang
bersangkutan masih beroperasi atau menjalankan usahanya. Perputaran modal kerja (working capital turnover) merupakan rasio yang menunjukkan tingkat keefektifan modal kerja dalam pencapaian penjualan dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Periode perputaran modal kerja dimulai pada saat kas diinvestasikan sebagai komponen modal kerja perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari sampai saat terjadi penjualan dan menghasilkan kas untuk diinvestasikan kembali sebagai modal kerja. Makin pendek periode perputaran modal kerja berarti makin cepat pula modal kerja suatu perusahaan berputar. Menurut Komaruddin (2005: 62), lama periode perputaran modal kerja tergantung kepada berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen dari modal kerja tersebut. Untuk menilai efisiensi penggunaan modal kerja, dapat digunakan rasio yang membandingkan penjualan bersih (net sales) dengan modal kerja bersih (net working capital).
16 Universitas Sumatera Utara
Salah satu metode untuk menentukan perputaran modal kerja (working capital adalah metode perputaran (turnover), dimana metode ini menggunakan analisis laporan keuangan secara umum dan perputaran modal kerja dihitung menggunakan rumus working capital turnover. Tingkat perputaran modal kerja dapat diukur menggunakan rasio yang diambil dari data laporan laba rugi dan neraca suatu perusahaan. “Rasio perputaran modal kerja menunjukkan hubungan antara modal kerja dengan penjualan dan menunjukkan hubungan antara modal kerja dengan penjualan dan menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja” (Munawir, 2004: 80). Riyanto (2008: 335) mengemukakan bahwa untuk menghitung rasio perputaran modal kerja (working capital turnover), dapat digunakan rumus sebagai berikut : 𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝑇𝑢𝑟𝑛𝑜𝑣𝑒𝑟 =
𝑁𝑒𝑡 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 − 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
Rasio perputaran modal kerja yang tinggi mengindikasikan likuiditas yang rendah untuk mendukung operasional, sedangkan rasio yang rendah menunjukkan tingkat likuiditas yang tinggi. Perputaran modal kerja ini menunjukkan jumlah rupiah penjualan bersih yang diperoleh bagi setiap rupiah modal kerja. Dari hubungan antara penjualan bersih dengan modal kerja bersih (selisih antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar) tersebut dapat diketahui pula apakah perusahaan bekerja modal kerja yang tinggi atau bekerja dengan modal kerja yang rendah.
17 Universitas Sumatera Utara
Perputaran modal kerja yang tinggi dapat dikarenakan oleh rendahnya modal kerja yang diinvestasikan pada persediaan dan piutang atau dapat juga menandakan bahwa modal kerja yang tersedia tidak cukup serta tingginya perputaran persediaan dan piutang. 2.1.3
Cash Conversion Cycle Kemampuan perusahaan dalam mengelola modal kerja mereka selalu
berubah-ubah.
Untuk
itulah,
ada
keperluan
untuk
mengukur
semua
keefektifannya. Salah satu metode yang banyak digunakan saat ini untuk mengevaluasi manajemen modal kerja perusahaan yang efektif adalah menggunakan pendekatan bahwa sasaran perusahaan dapat meminimalkan modal kerja yang rentan terhadap pembatas yaitu perusahaan memiliki modal kerja yang cukup untuk mendukung operasinya. Menurut Keown (2010: 245), modal kerja yang minimum dapat dicapai dengan menagih secara cepat kas dari penjualan, meningkatkan perputaran persediaan, dan menurunkan pengeluaran tunai. Semua faktor ini dapat digabungkan ke dalam ukuran tunggal yang disebut siklus perubahan kas (cash conversion cycle). Gitman dan Zutter (2012: 601) mendefinisikan cash conversion cycle sebagai “the length of time required for a company to convert cash invested in its operations to cash received as a result of its operations”.
18 Universitas Sumatera Utara
Keown (2010: 245) mengemukakan bahwa cash conversion cycle (CCC) merupakan penjumlahan sederhana dari jumlah hari piutang (DSO) dan jumlah hari penjualan persediaan (DSI) dikurangi jumlah hari pembayaran yang belum diselesaikan (DPO), sebagaimana terlihat seperti berikut: 𝐶𝐶𝐶 = 𝐷𝑆𝑂 + 𝐷𝑆𝐼 + 𝐷𝑃𝑂 Dimana: DSO
=
Days of Sales Outstanding
DSI
=
Days of Sales in Inventory
DPO
=
Days of Payable in Outstanding
Formula untuk menghitung ketiga komponen yang membentuk cash conversion cycle dapat kita hitung seperti berikut:
𝐷𝑆𝑂 = 𝐷𝑆𝐼 = 𝐷𝑃𝑂 =
𝐴𝑐𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 𝑅𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑎𝑏𝑙𝑒𝑠 𝑋 365 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦 𝑋 365 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑜𝑓 𝐺𝑜𝑜𝑑𝑠 𝑆𝑜𝑙𝑑
𝐴𝑐𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 𝑃𝑎𝑦𝑎𝑏𝑙𝑒𝑠 𝑋 365 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑜𝑓 𝐺𝑜𝑜𝑑𝑠 𝑆𝑜𝑙𝑑
19 Universitas Sumatera Utara
Berikut adalah skema cash conversion cycle dengan sebuah ilustrasi perusahaan XYZ: Waktu = 0
Siklus Operasi (Operating Cycle)
Pembelian bahan baku secara kredit
100 hari
Penjualan Barang Jadi Secara Kredit
Days of Sales in Inventory
Penagihan Piutang Usaha
Days of Sales Outstanding
60 hari
40 hari Membayar Utang Usaha
Days of Payable Outstanding
Kas Keluar Cash Conversion Cycle
35 hari
65 hari Kas Masuk Waktu
Dari skema cash conversion cycle di atas, dapat dilihat bahwa siklus perusahaan XYZ berlangsung selama 100 hari dan lama cash conversion cycle adalah 65 hari. Perusahaan XYZ dapat memperpendek waktu cash conversion cycle apabila mereka mampu mengurangi lamanya waktu yang mereka perlukan untuk menagih piutang. Periode cash conversion cycle juga dapat dikurangi dengan mempercepat penjualan persediaan serta memperlambat pembayaran utang usaha perusahaan. 20 Universitas Sumatera Utara
2.1.4
Profitabilitas Profitabilitas merupakan salah satu pengukuran kinerja perusahaan yang
dapat diukur dalam rasio untuk menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba melalui semua kemampuan dan sumber daya yang dimiliki perusahaan seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Beberapa ahli memberikan pendapat mereka mengenai pengertian profitabilitas, antara lain: •
Menurut Sartono (2001: 119), “profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri”.
•
Menurut Greuning (2005: 29), “profitabilitas adalah suatu indikasi atas bagaimana margin laba suatu perusahaan berhubungan dengan penjualan, modal rata-rata, dan ekuitas saham biasa rata-rata”.
•
Menurut Gitman (2009: 639), “profitability is the relationship between revenues and costs generated by using the firm’s assets – both current and fixed – in productive activities”. Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur efektivitas manajemen
secara keseluruhan berdasarkan besarnya laba yang diperoleh sebagai hasil pengembalian atas modal kerja, penjualan, dan investasi; yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Profitabilitas dapat menunjukkan seberapa baik prospek 21 Universitas Sumatera Utara
perusahaan
dalam
mempertahankan
kelangsungan
hidupnya
ataupun
mengembangkan usahanya di masa yang akan datang. Semakin tinggi tingkat/ rasio profitabilitas suatu perusahaan, maka akan semakin baik perusahaan tersebut menghasilkan
laba
yang
menandakan
prospek
perusahaan
dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya serta mengekspansi usahanya semakin baik. Perusahaan yang memiliki prospek cerah tentu akan menarik minat para investor menanamkan modalnya di perusahaan tersebut pula. Oleh karena itu, perusahaan harus memperhatikan beberapa hal yang dapat mempengaruhi profitabilitasnya, antara lain: a. tingkat pengembalian atas investasi, untuk melihat kompensasi keuangan kepada penyedia pendanaan ekuitas dan utang. b. kinerja operasi, untuk mengevaluasi margin laba dari aktivitas operasi. c. pemanfaatan aktiva, untuk menilai efektivitas dan intensitas aktivitas dalam menghasilkan penjualan. Di samping digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba, rasio profitabilitas juga dapat ditujukan untuk menilai kesuksesan suatu perusahaan dalam hal kapabilitas dan motivasi manajemen, serta dapat dipakai sebagai alat pengendali oleh manajemen dimana rasio profitabilitas dapat dimanfaatkan untuk menyusun target, budget, koordinasi, dan evaluasi hasil pelaksanaan operasi perusahaan periode yang lalu. Rasio
22 Universitas Sumatera Utara
profitabilitas juga dipakai oleh pihak eksternal dalam mempertimbangkan keputusan penanaman modal terhadap suatu perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2006: 107), rasio profitabilitas merupakan sekelompok rasio yang menunjukkan gabungan efek-efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil-hasil operasi. Terdapat beberapa jenis rasio yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan, yaitu: a. Gross Profit Margin Gross profit margin mengukur besarnya persentase dari laba kotor yang dapat dihasilkan dari setiap penjualan. Semakin tinggi gross profit margin, maka semakin baik. Gross profit margin dapat dihitung dengan rumus:
𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 = b. Operating Profit Margin
𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡𝑠 𝑋 100% 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
Operating profit margin mengukur besarnya persentase dari laba kotor yang dapat dihasilkan dari setiap penjualan setelah terlebih dahulu dikurangi dengan beban dan biaya operasi perusahaan. Semakin tinggi rasio operating profit margin, maka semakin baik. Operating Profit Margin dapat dihitung menggunakan rumus:
𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 =
𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡𝑠 𝑋 100% 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 23 Universitas Sumatera Utara
c. Net Profit Margin Net Profit Margin mengukur besarnya persentase laba bersih yang dapat dihasilkan dari setiap penjualan. Net profit margin dapat dihitung seperti berikut:
𝑁𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 = d. Total Asset Turnover (TATO)
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑋 100% 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
Total Asset Turnover mengukur seberapa baik perusahaan memanfaatkan aktivanya untuk menghasilkan penjualan. Semakin tinggi rasio TATO, menandakan semakin baik perusahaan dalam memanfaatkan total aktivanya dalam meningkatkan penjualan. Total Asset Turnover dapat dihitung menggunakan rumus:
𝑇𝐴𝑇𝑂 =
𝑁𝑒𝑡 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑋 100% 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
e. Return on Total Assets (ROA)
Return on Total Assets (ROA), sering pula disebut sebagai Return on Investment (ROI). ROA mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan dalam menghasilkan laba berdasarkan aktiva yang tersedia. Semakin tinggi rasio ROA, semakin baik. ROA dapat dihitung dengan rumus:
𝑅𝑂𝐴 =
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑋 100% 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 24 Universitas Sumatera Utara
f. Return on Equity (ROE) Return on Equity mengukur besarnya persentase pengembalian atas investasi yang telah dilakukan oleh para pemegang saham di suatu perusahaan. ROE dapat dihitung dengan rumus:
𝑅𝑂𝐸 =
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑋 100% 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟 ′ 𝑠 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan. Dalam penelitian ini, penulis memutuskan hanya memakai rasio ROA saja sebagai ukuran profitabilitas perusahaan. Menurut Gitman (2009: 68), “The return on total assets (ROA) measures the overall effectiveness of management in generating profits with its available assets.” Rasio ini dipilih karena ROA mengukur kemampuan manajemen suatu perusahaan dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang tersedia dan oleh peneliti, dirasa erat hubungannya dengan manajemen modal kerja dimana modal kerja bersih secara sederhana dapat diartikan sebagai aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar. 2.1.5
Indeks LQ-45 Menurut Jogiyanto (2000), saham LQ-45 merupakan 45 saham teraktif
yang diperdagangkan dan memiliki tingkat likuiditas tinggi serta kapitalisasi pasar tertinggi. Indeks LQ-45 menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal 25 Universitas Sumatera Utara
bulan Februari dan Agustus) sehingga saham yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah. Pemilihan saham-saham LQ-45 dilakukan secara wajar dan didukung oleh komite penasehat yang terdiri dari para ahli di Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal), universitas, dan profesional di bidang pasar modal. Tujuan dari indeks LQ-45 adalah sebagai pelengkap IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dan khususnya untuk menyediakan sarana yang obyektif dan terpercaya bagi analisis keuangan, manajer investasi, investor dan pemerhati pasar modal lainnya dalam memonitori pergerakan harga dari saham-saham yang aktif diperdagangkan. Perusahaan-perusahaan yang masuk daftar LQ-45 memiliki kriteria berikut: a. Saham tersebut harus masuk dalam rangking 60 besar dari total transaksi saham di pasar regular (yang dilihat adalah rata-rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir). b. Saham tersebut juga harus masuk ke dalam jajaran teratas dalam peringkat berdasarkan kapitalisasi pasar (yang dilihat adalah rata-rata kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir). c. Saham tersebut harus tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama miniman 3 bulan.
26 Universitas Sumatera Utara
d. Keadaan keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhan dari perusahaan pemilik saham harus baik begitu juga frekuensi dan jumlah hari perdagangan transaksi di pasar regulernya juga harus baik. Terdapat faktor – faktor yang berperan dalam pergerakan indeks LQ-45, yaitu: a. Tingkat suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) sebagai dasar benchmark portofolio investasi di pasar keuangan Indonesia. b. Tingkat toleransi investor terhadap risiko. c. Saham-saham penggerak indeks (index mover stocks) yang merupakan saham berkapitalisasi pasar besar di BEI. Naiknya indeks LQ-45 dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti penguatan bursa global dan regional menyusul penurunan harga minyak mentah dunia serta penguatan nilai tukar rupiah yang mampu mengangkat indeks LQ-45 ke zona positif. 2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu Secara ringkas penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya dan berhubungan dengan manajemen modal kerja dan profitabilitas dapat dilihat pada tabel berikut.
27 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti Juni Siswanto (2010)
Theresia Dian L. Hutabarat (2010)
Ricardo Sitorus (2010)
Rosita Alia (2011)
Suhendi (2012)
Judul Penelitian Analisis Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Return On Asset (ROA) pada PerusahaanPerusahaan Real Estate dan Propert Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Pengaruh Struktur Modal dan Perputaran Modal Kerja Terhadap Rentabilitas Modal Sendiri Pada Industri Tekstil dan Garmen Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Analisis Pengaruh Perputaran Modal Kerja, Perputaran Piutang, Perputaran Persediaan, ROE, DER, dan DAR Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Real Estate Dan Propery Yang Terdaftar di BEI Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Konsumsi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Variabel Penelitian Variabel Independen: Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover); Variabel Dependen: Return on Total Assets (ROA)
Hasil Penelitian Perputaran modal kerja (working capital turnover) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return on total assets (ROA)
Variabel Independen: Debt to Equity Ratio dan Working Capital Turnover; Variabel Dependen: Rentabilitas (ROE)
Struktur modal dan perputaran modal kerja secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap rentabilitas
Variabel Independen: Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan; Variabel Dependen: Profitabilitas (Net Profit Margin) Variabel Independen: Perputaran Modal Kerja, Perputaran Piutang, Perputaran Persediaan, Return On Equity, Debt To Equity Ratio, dan Debt to Asset Ratio; Variabel Dependen: Profitabilitas (ROA) Variabel Independen: Perputaran Modal Kerja (Cash Conversion Cycle dan Perputaran Kas); Variabel Dependen: Profitabilitas (Net Profit Margin)
Perputaran piutang dan perputaran persediaan secara simultan mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas Perputaran Modal Kerja, Perputaran Piutang, Perputaran Persediaan, ROE, DER, dan DAR secara simultan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas Perputaran modal kerja mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas
28 Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Siswanto (2010) mengenai analisis pengaruh perputaran modal kerja terhadap return on asset (ROA) pada perusahaan-perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) menggunakan working capital turnover sebagai variabel independen dan return on asset sebagai variabel dependen. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perputaran modal kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas. Hutabarat (2010) meneliti tentang pengaruh struktur modal dan perputaran modal kerja terhadap rentabilitas modal sendiri pada industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. debt to equity ratio (DER) digunakan sebagai ukuran struktur modal, sementara working capital turnover (WCT) digunakan untuk mengukur perputaran modal kerja, dan return on equity (ROE) digunakan sebagai ukuran rentabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur modal dan perputaran modal kerja secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap rentabilitas perusahaan. Akan tetapi, struktur modal dan perputaran modal kerja secara simultan memiliki pengaruh positif dan signfikan terhadap rentabilitas modal sendiri pada industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian Sitorus (2010) mengenai pengaruh perputaran modal kerja terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menggunakan perputaran piutang dan perputaran persediaan sebagai variabel independen. Variabel dependen yang diteliti adalah profitabilitas yang diukur dengan net profit margin. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perputaran piutang secara
29 Universitas Sumatera Utara
parsial mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas perusahaan, sementara perputaran persediaan secara parsial tidak mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas perusahaan. Namun demikian, perputaran piutang dan perputaran persediaan secara simultan mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas perusahaan. Alia (2011) meneliti tentang analisis pengaruh perputaran modal kerja, perputaran piutang, perputaran persediaan, return on equity, debt to equity ratio, dan debt to asset ratio terhadap profitabilitas pada perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel working capital turnover, return on equity, dan debt to equity ratio secara parsial berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas; sementara variabel receivable turnover, inventory turnover, dan debt to asset ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Secara simultan, working capital turnover, receivable turnover, inventory turnover, return on equity, debt to equity ratio, dan debt to asset ratio berpengaruh terhadap profitabilitas. Penelitian Suhendi (2012) mengenai pengaruh perputaran modal kerja terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur sektor konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menggunakan cash conversion cycle
dan perputaran kas
sebagai variabel independen serta net profit margin sebagai variabel dependen. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa cash conversion cycle dan perputaran kas baik secara parsial maupun simultan mempunyai pengaruh terhadap net profit margin sebagai ukuran profitabilitas.
30 Universitas Sumatera Utara
2.3
Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1
Kerangka Konseptual Kerangka konseptual atau kerangka teoretis adalah suatu model yang
menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting telah diketahui dalam suatu masalah tertentu (Erlina, 2011: 33). Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoretis antara variabel-variabel penelitian, yaitu variabel bebas dengan variabel terikat. Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian, maka kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut:
CCC (X1)
H1 H2
ROA (Y1)
WCT (X2)
H3 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber: diolah oleh Peneliti, 2012
Cash conversion cycle atau siklus perubahan kas menunjukkan waktu yang dibutuhkan perusahaan dimulai pada saat perusahaan mengeluarkan kas untuk pembelian bahan baku sampai akhirnya perusahaan menerima kas dari penjualan barang jadi. Secara teori, dapat dikatakan bahwa akan semakin baik bagi perusahaan apabila waktu yang diperlukan selama cash conversion cycle
31 Universitas Sumatera Utara
tersebut semakin pendek. Untuk menekan periode cash conversion cycle menjadi lebih pendek, perusahaan diharuskan agar mempercepat penagihan piutang dan penjualan persediaan serta menunda pembayaran utang usaha selama mungkin. Cash
conversion
cycle
adalah
gambaran
mengenai
kemampuan
perusahaan dalam mengelola perputaran piutang, perputaran persediaan serta periode pengumpulan utang perusahaan. Dengan demikian, cash conversion cycle dapat dijadikan sebagai ukuran efektivitas suatu perusahaan dalam melaksanakan manajemen modal kerjanya. Working Capital Turnover atau perputaran modal kerja menunjukkan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan dimulai pada saat perusahaan menginvestasikan kas sebagai modal kerja sampai ketika perusahaan menerima kas kembali sebagai hasil penjualan. Periode perputaran modal kerja yang semakin singkat berarti semakin baik bagi perusahaan. Hal ini juga menjadikan perputaran modal sebagai variabel yang tepat dalam mengukur efisiensi suatu perusahaan dalam manajemen modal kerjanya. 2.3.2
Hipotesis Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji
secara empiris (Erlina, 2011: 41). Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
32 Universitas Sumatera Utara
H1:
Cash Conversion Cycle secara parsial berpengaruh terhadap Return on Total Assets emiten LQ-45 di Bursa Efek Indonesia.
H2:
Working Capital Turnover secara parsial berpengaruh terhadap Return on Total Assets emiten LQ-45 di Bursa Efek Indonesia.
H3:
Cash Conversion Cycle dan Working Capital Turnover secara simultan berpengaruh terhadap Return on Total Assets emiten LQ45 di Bursa Efek Indonesia.
33 Universitas Sumatera Utara