12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Desentralisasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan pengertian desentralisasi yang terdapat pada Pasal 1 angka 7 yang menyebutkan bahwa “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Sesuai dengan pengertiannya, desentralisasi dipahami bahwa otonomi daerah merupakan bagian yang melekat dari implementasi sistem desentralisasi. Dalam suatu negara yang menganut kebijakan desentralisasi, ditandai dengan adanya penyerahan sebagian urusan pemerintahan yang sebelumnya menjadi kewenangan pusat untuk menjadi kewenangan daerah. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah asas-asas yang dianut terdapat beberapa asas yaitu: a. Asas Sentralisasi, yaitu sistem pemerintahan di mana segala kekuasaan dipusatkan di pemerintah pusat. b. Desentralisasi,
yaitu
penyerahan
wewenang
pemerintahan
oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. Dekonsentrasi,
yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerinta dan/atau kepada instansi vertical di wilayah tertentu. d. Tugas pembantuan, yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Pada dasarnya konsep desentralisasi merupakan sebuah upaya dari pemerintah yang demokratis untuk memahami dan memberikan pelayanan
13
yang tepat atas nilai-nilai yang terkandung dan hidup di suatu wilayah masyarakat daerah. Secara etimologis berasal dari bahasa latin yaitu de=lepas dan centrum=pusat. Jadi desentralisasi adalah lepas dari (pemerintah) pusat. Istilah desentralisasi merupakan asas penyelenggaraan pemerintah dimana menghasilkan pemerintah lokal di sana terjadi adanya pembagian kewenangan serta tersedianya ruang gerak yang memadai untuk memaknai kewenangan yang diberika kepada unit pemerintah yang lebih rendah. (Ni`matul Huda, 2009:61). Dalam tatanan yuridis-normatif, undang-undang dasar negara republic Indonesia 1945 telah menentukan konsep Indonesia sebagai Eenheidstaat sehingga di dalamnya tidak dimungkinkan adanya daerah yang bersifat staat. Hal ini berarti pembentukan daerah otonom di Indonesia diletakan dalam kerangka desentralisasi dengan tiga ciri utama, yaitu: (Hari Sabarno, 2008:4) a. Tidak dimilikinya kedauatan yang bersifat semu keoada daerah selayaknya dalam negara bagian pada negara yang berbentuk federal; b. Desentralisasi dimanifestasikan dalam bentuk penyerahan atas urusan pemerintahan tertentu yang ditetapkan dalam suatu peraturan perundangundangan tingkat nasional; c. Penyerahan urusan tersebut direpresen tasikan sebagai bentuk pengakuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan ciri khasnya masing-masing. Penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui sistem desentralisasi yang bertummpu pada otonomi sangatlah mendasar bagi negara dengan sistem demokrasi, sistem demokrasi mempunyai prinsip “dari rakyat, oleh rakyat,untuk rakyat” hal yang senada juga merupakan prinsip desentralisai “masalah daerah,diselesaikan oleh daerah dan dengan cara daerah tersebut”. Hubungan demokrasi dengan desentralisasi bagaikan Ibu dan anaknya yang tidak dapat terpisahkan. Olehnya masyarakat akan mempunyai rasa memiliki terhadap daerahnya sendiri karena dilibatkan secara aktif sejak
14
awal, terutama dalam menyusun kebijakan publik yang menyangkut kepentingan mereka. Tujuam dalam desentralisasi adalah sebagai berikut: a. Untuk mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah-masalah kecil bidang pemerintahan di tingkat local; b. Meningkatkan dukungan masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah local; c. Melatih masyarakat untuk dapat mengatur urusan rumah tangganya sendiri; d. Mempercepat bidang pelayanan umum pemerintahan kepada masyarakat.
Gambar 1. Pemencaran Kekuasaan dalam Rangka Desentralisasi Desentralisasi dianggap sangat menguntungkan Pemerintah Daerah yang diberikan otonomi. Daerah ini diberikan kebebasan dalam hukum dan ekonomi yang sebelumnya hanya merupakan wewenang pemerintah pusat. otonomi daerah memungkinkan hukum dan peraturan harus disesuaikan dengan keadaan yang ada pada daerah masing-masing. Dengan adanya desentralisasi ini diharapkan dapat menjadi suatu motor penggerak bagi masyarakat yang ada di daerah tersebut.(Keith Green, Munich Personal
15
RePEc Archive, 2009:6) Dianutnya desentralisasi dalam organisasi negara tidak berarti ditinggalkannya asas sentralisasi., karena kedua asas tersebut tidaklah bersifat dikotomis namun kontinum. Pada prinsipnya, tidaklah mungkin diselenggarakan desentralisasi tanpa sentralisasi karena daerah yang memiliki otonomi yang mengandung kebebasan dan keleluasaan memerlukan bimbingan dari pemerintah pusat agar tidak menjelma menjadi kedaulatan. (Ni`matul Huda, 2009:67) 2. Tinjauan tentang Otonomi Daerah Otonomi daerah dilihat dari asal katanya berasal dari pemenggalan dua kata bahasa yunani, yaitu autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti undang-undang. Otonomi yang
berarti membuat perundang-
undanganya sendiri (zelfwet-geving), namun dalam perkembangannya konsepsi otonomi daerah selain mengandung arti zelfwetgeving (membuat peraturan daerah) juga utamanya mencangkup zelfbestuur (pemerintah sendiri). (Ni`matul Huda, 2010:83) Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5
memberikan definisi Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan dengan amanah undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakibat pada kebijakam politik hukum yang ditempuh oleh pemerintah terhadap pemerintah daerah sehingg dapat mengatur dan mengurus sendiri rumah tanggannya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraa masyarakat melalui peningkatan pelauyanan, pemberdayaan dan peran serta peningkayan daya saing daerah. Penekanan pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah yang berada pada daerah kabupaten dan kota,kemudian menciptakan anggapan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai wewenang untuk melakukan berbagai langkah sesuai dengan kondisi obyektif daerah serta disesuaikan pula
16
dengan tuntutan dari dinamika masyarakat daerah dalam rangka pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah. (Sakinah Nadir, 2013:82) Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional dan berkeadilan, jauh dari praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme serta adanya perimbangan antara keuangan pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian prinsip otonomi daerah adalah sebagai berikut: (HAW. Widjaja, 2007 : 7-8). a) Prinsip Otonomi Luas Otonomi luas adalah kepala daerah diberikan tugas, wewenang, hak, dan kewajiban untuk menangani urusan pemerintahan yang tidak ditangani oleh pemerintah pusat sehingga isi otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah memiliki banyak ragam dan jenisnya. Di samping itu, daerah diberikan keleluasaan untuk menangani urusan pemerintahan yang diserahkan itu, dalam rangka mewujudkan tujuan dibentuknya suatu daerah, dan tujuan pemberian otonomi daerah itu sendiri terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan potensi dan karakteristik masing-masing daerah. b) Prinsip Otonomi Nyata Prinsip otonomi nyata adalah suatu tugas, wewenang dan kewajiban untuk menangani urusan pemerintahan yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah masing-masing. c) Prinsip Otonomi Yang Bertanggungjawab Prinsip otonomi bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Peranan dan kedudukan pemerintahan daerah sangat strategis, dan sangat menetukan secara nasional, sehingga paradigma baru pemerintahan yang berbasis daerah akan berimplikasi pada bergesernya tugas dan fungsi
17
pemerintah pusat lebih banyak ke arah penyelenggaraan fungsi pengarah dan mendelegasikan sebagian besar kegiatan di daerah dengan memberi kepercayaan dan tanggung jawab sepenuhnya kepada daerah. Ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah sebagai berikut : (Adrian Sutedi, 2009 : 10) a. Kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan
dan
kewenangan
untuk
menggali
sumber-sumber
keuangan, mengelola, dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan b. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu Pendapatan Asli Daerah harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Mencermati hak, wewenang dan kewajiban dalam rangka otonomi daerah terdapat pembatasan bagi masing-masing daerah otonom baik provinsi, kabupaten atau kota maupun desa yang telah diatur dalam Undangundang pemerintah daerah, yakni UU No.23 tahun 2014. Pelaksanaan dari otonomi daerah terkait dengan wewenang pemerintah daerah terdapat beberapa pengecualian untuk berbagai urusan, yaitu urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional serta agama. Kelima urusan pokok tersebut masih dipegang oleh pemerintah pusat karena pemerintah pusatlah yang mempunyai kedaulatan untuk itu. Otonomi daerah pada intinya adalah hak,wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri sesuai inisiatif dan prakarsa daerah dengan batasan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi uang berlaku dan tetap pada kerangka negara kesatuan. Otonomi daerah harus sesuai dengan tuntutran dan kebutuhan masyarakat daerah tersebut. 3. Tinjauan tentang Pemerintah Daerah Definisi yang tertera dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa
18
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sistem Pemerintahan di daerah pada prinsipnya harus menyesuaikan diri dengan sistem Pemerintahan Pusat, yang pada umumnya sistem tersebut telah ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar sepanjang negara itu mempunyai Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu untuk mengetahui sejarah perkembangan pemerintahan di daerah harus pula mengetahui terlebih dahulu sejarah perkembangan Undang-Undang Dasar Amanat Pasal 18 Undang-undang dasar yang mengatur tentang prinsip-prinsip dasar pemerintahan daerah yakni pada Pasal 18 sebagai berikut: a. Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah Propinsi dan daerah Propiinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota itu memiliki pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. b. Pemerintah daerah Propinsi, daerah Kabupaten dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. c. Pemerintah daerah Propinsi, daerah Kabupaten dan Kota memiliki dewan perwakilan rakyat yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. d. Gubernur,Bupati dan Walikota masing-masimg sebagai kepala pemerintah daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis. e. Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
19
f. Pemerintah Daerah berhak menentukan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Selanjutnya dalam Pasal 18A dan Pasal 18B undang-undang dasar ditegaskan sebagai berikut: Pasal 18 A 1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah Propinsi, daerah Kabupaten dan Kota atau antara Propinsi, daerah Kabupaten
dan
Kota
diatur
dengan
undang-undang
dengan
memperhatikan kekhusuan dan keragaman daerah. 2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatir dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undangundang. Pasal 18 B 1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur oleh undangundang. 2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan pripsip negara kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Pemberian
otonomi
yang
seluas-seluasnya
kepada
Daerah
dilaksanakan berdasarkan prinsip negara kesatuan. Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun daripada beberapa negara, seperti halnya negara federasi namun negara iru sifatnya tunggal. Kedaulatan hanya ada pada pemerintahan negara atau pemerintahan nasional dan tidak ada kedaulatan pada Daerah. Oleh karena itu tanggung jawab akhir penyelenggaraan Pemerintahan Daerah akan tetap ada ditangan Pemerintah Pusat. Kebijakan yang ada di dalam pemerintah daerah sejatinya sejalan dengan kebijakan pemerintah Pusat. Faktor pembedanya adalah terletak pada bagaimana
20
memanfaatkan kearifan, potensi, inovasi, daya saing, dan kreativitas Daerah untuk mencapai tujuan nasional tersebut di tingkat lokal yang pada gilirannya akan mendukung pencapaian tujuan nasional secara keseluruhan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana termaktub dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah yang diberi mandat rakyat untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Dengan demikian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah berkedudukan sejajar yang memiliki fungsi yang berbeda. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai fungsi pembentukan peraturan daerah, anggaran, dan pengawasan, sedangkan Kepala Daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan peraturan daerah dan kebijakan daerah. Dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah dibantu oleh perangkat daerah. DPRD sebagai representasi rakyat hal ini sebagai semangat demokrasi yang memberikan jaminan hak rakyat daerah untuk ikut andil dalam pemerintahan di daerahnya. 4. Tinjauan tentang Peraturan Daerah Peraturan daearah adalah produk hukum yang diciptakan oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten atau kota yang di dalamnya memuat peraturan yang berlaku di daerah bersangkutan. Peraturan Daerah merupakan instrumen aturan yang secara sah diberikan kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Kedudukan dan fungsi Peraturan Daerah tentunya berbeda antara yang satu dengan lainnya sejalan dengan sistem ketatanegaraan yang termuat dalam Konstitusi dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah.
21
Menurut Van Der Tak Peraturan perundang-undangan merupakan hukum tertulis yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, berisi aturan-aturan tingkah laku yang bersifat abstrak dan mengikat umum (Aziz Syamsudin, 2011 : 13 ) Di bidang otonomi daerah, suatu peraturan daerah dapat mengatur urusan pemerintahan yang menjadi wewenang daerah, baik mengenai substansi maupun cara-cara menyelenggarakan urusan pemerintahan tersebut. Sementara di bidang tugas pembantuan, Perda tidak mengatur substansi urusan pemerintahan, melainkan terbatas mengenai cara-cara menyelenggarakan urusan yang memerlukan bantuan. (I Gede Pantja Astawa, 2009:256) Peraturan daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas perbantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing masing daerah. Kewenangan pembentukan peraturan daerah ini merupakan suatu pemberian wewenang (atribusian) untuk mengatur daerahnya (Maria Farida Indrati, 2007:202). Pembentukan Peraturan Perundang-undangan haruslah di dasarkan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik agar dalam pelaksanaannya atau implementasinya dapat berjalan secara efektif. Peraturan perundang-undangan tak terkecuali peraturan daerah dalam pembentukannya perlu mencermati hal sebagai berikut: (King Faisal Sulaiman,2014:61) a. Kejelasan Tujuan, yang bermakna setiap pembentukan suatu peraturan perundang-undangan tertentu haruslah dibuat suatu tujuan yang jelas hal apa yang hendak dicapai. b. Organ Pembentuk yang tepat dimana setiap jenis peraturan perundangundangan harus dibuat oleh lembaga atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Karena jika suatu undang-undang tidak dibuat oleh yang berwenang maka akan batal demi hukum olehnya hal ini bersifat mutlak.
22
c. Keseuaian antara jenis dan materi muatan, dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan. d. Dapat dilaksanakan, setiap peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di masyarakat baik dari sisi sosiologis, yuridis dan filosofis. e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan, dibuat jika memang benar-benar diperlukan dan dibutuhkan serta bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. f. Kejelasan rumusan, yang memiliki arti bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penulisan peraturan perundang-undangan, sistematika, pemilihan kata, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam implementasinya. g. Keterbukaan yakni dalam proses pembentukan peraturan perundangundangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka sehingga seluruh lapisan masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberi masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan. Selain proses pembentukannya, materi muatan dalam peraturam daerah perlu memperhatikan asas-asas yang meliputi sebagai berikut: a. Asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan Perda harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat. b. Asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi c. Asas kebangsaan, bahwa setiap muatan Perda harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistic (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
23
d. Asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. e. Asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesiadan materi muatan Perda merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila. f. Asas bhinneka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan Perda harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi daerah dan budaya khususnya yang menyangkut masalahmasalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. g. Asas keadilan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali. h. Asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan Perda tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial. i. Asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan Perda harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. j. Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara. k. Asas lain sesuai substansi Peraturan Daerah yang bersangkutan. Proses penyusunan Peraturan Daerah adalah rangkaian kegiatan penyusunan produk hukum daerah sejak dari perencanaan sampai dengan penetapannya. Proses pembentukan Perda terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu:
24
Proses penyiapan rancangan Perda yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan DPRD atau di lingkungan Pemerintah Daerah, terdiri penyusunan naskah akademik dan naskah rancangan Peraturan Daerah. a. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD. b. Proses pengesahan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dan pengundangan oleh Sekretaris Daerah. Diajukan ke Gubernur jika Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota dan diajukan ke Menteri Dalam Negeri jika Peraturan Daerah Provinsi. 5. Tinjauan tentang Menara Telekomunikasi Telekomunikasi berasal dari dua arti kata yang berbeda, yaitu “tele” dan “komunikasi”. Tele yang berarti jauh, sedangkan komunikasi yang berarti proses penyampaian sebuah pesan atau informasi dari satu individu ke individu lain atau dari satu tempat ke tempat lain. Dengan demikian, telekomunikasi dapat diartikan sebagai proses penyampaian sebuah pesan atau informasi dari satu individu ke individu lain yang dapat dilakukan dalam jarak-jarak jauh. Dalam era saat ini setiap pemancaran, pengiriman dan/ atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya disebut juga komunikasi. Menara adalah bangunan khusus yang berfungsi sebagai sarana penunjang untuk menempatkan peralatan telekomunikasi yang desain atau bentuk konstruksinya
disesuaikan
dengan
keperluan
penyelenggaraan
telekomunikasi. Jenis menara telekomunikasi berdasarkan lokasinya, menara telekomunikasi dibagi menjadi 2 jenis, yaitu (Sony Arjanggi,2012:1) : a. Rooftop
: Menara yang berdiri di atas sebuah gedung.
b. Greenfield : Menara yang berdiri langsung di atas tanah. Berdasarkan bentuknya, menara telekomunikasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu (Sony Arjanggi,2012:1) :
25
a. Menara 4 Kaki (Rectangular Tower) Menara ini berbentuk segi empat dengan empat kaki. Menara dengan 4 kaki sangat jarang sekali dijumpai roboh. Menara jenis ini memiliki kekuatan tiang pancang serta sudah dipertimbangkan konstruksinya. Kekuatannya mampu menampung banyak antenna dan radio. Harga tipe ini sangat mahal, yakni sekitar 650 juta sampai 1 milyar rupiah, namun kuat dan mampu menampung banyak antenna dan radio. Tipe tower ini banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan bisnis telekomunikasi dan informatika yang bonafid (Telkom, Indosat, XL, dll) b. Menara 3 Kaki (Triangle Tower) Menara berbentuk segitiga dengan tiga kaki. Menara Segitiga disarankan untuk memakai besi dengan diameter 2 cm ke atas. Beberapa kejadian robohnya Menara jenis ini karena memakai besi dengan diameter di bawah 2 cm. Ketinggian maksimal Menara jenis ini yang direkomendasi adalah 60 meter. Ketinggian rata-rata adalah 40 meter. Menara jenis ini disusun atas beberapa stage (potongan). 1 stage ada yang 4 meter namun ada yang 5 meter. Makin pendek stage maka makin kokoh, namun biaya pembuatannya makin tinggi, karena setiap stage membutuhkan tali pancang/spanner. Jarak patok spanner dengan tower minimal 8 meter. Makin panjang makin baik, karena ikatannya makin kokoh, sehingga tali penguat tersebut tidak makin meruncing di tower bagian atas. c. Menara Pole Menara berupa tiang pancang dengan satu kaki. Menara ini di bagi menjadi 2 macam, Pertama Menara yang terbuat dari pipa atau plat baja tanpa spanner, diameter antara 40 cm s/d 50 cm, tinggi mencapai 42 meter, yang dikenal dengan nama monopole. Menara Kedua lebih cenderung untuk dipakai secara personal. Tinggi Menara pipa ini sangat disarankan tidak melebihi 20 meter (lebih dari itu akan melengkung). Teknis penguatannya dengan spanner. Kekuatan pipa sangat bertumpu pada spanner. Sekalipun masih mampu menerima sinyal koneksi, namun
26
Menara jenis ini tidak direkomedasi untuk penerima sinyal informatika (internet dan intranet) yang stabil, karena jenis ini mudah bergoyang dan akan mengganggu sistem koneksi datanya, sehingga komputer akan mencari data secara terus menerus (searching). Menara ini bisa dibangun pada areal yang dekat dengan pusat transmisi/ NOC = Network Operation Systems (maksimal 2 km), dan tidak memiliki angin kencang, serta benar-benar diproyeksikan dalam rangka emergency biaya.
Gambar 2. Ilustrasi Bentuk Menara, Rectangular Tower (Paling Kiri), Triangle Tower (tengah) dan Pole Tower (Paling Kanan) Sumber : http://www.tower-bersama.com/towers-towers.html Perkembangan pembangunan pendirian menara pada era digital ini sangat pesat dimana masyarakat lebih memilih jaringan nirkabel atau tanpa kabel sebagai alat telekomunikasinya. Infrastruktur telekomunikasi saat ini dapat berperan dalam pertumbuhan suatu daerah baik dalam bentuk mengarahkan jumlah penduduk hingga menumbuhkan nilai ekonomi suatu kawasan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa ketersediaan jaringan telekomunikasi termasuk didalamnya menara telekomunikasi merupakan salah satupersyaratan utama bagi penduduk dalam berkegiatan sehari-hari. Di daerah perkotaan,traffic jaringan seluler adalah lebih besar bila dibandingan dengan jaringan telepon karena sifatnya yang portable dan lebih pratis untuk Dengan telah diterbitkannya Permenkominfo Nomor 2 Tahun 2008, maka seluruh Pemerintah Daerah berlomba lomba untuk
27
menarik investor dan mengutip retribusi pembangunan menara demi peningkatan pendapatan masing masing pemerintah daerah. Pemerintah Pusat memberikan kelonggaran kepada seluruh Pemerintah Daerah untuk memanfaatkan momen terbitnya Permenkominfo tersebut demi kemajuan Daerah masing-masing sesuai peraturan yang berlaku. Namun pembangunan ini akan sangat sia-sia jika tidak dibarengi dengan usaha semua pihak dan stakeholder yang berperan di dalamnya untuk menata dan mengendalikan pembangunan tersebut. Jika hanya berlomba-lomba
membangun
tanpa
memperhatikan
tatanan
serta
pengendaliannya maka akan terjadi ketidak aturan dan akan merusak nilai estetika tatanan ruang daerah bersangkutan. Pembangunan
menara
telekominikasi
harus
memperhatikan
berbagai factor seperti tingkat geografisnya, populasi masyarakatnya serta tingkat keamanannya. (Soaloon Sihaloho,2014:83) Untuk mengontrol keberadaan menara telekomunikasi maka dilakukan Audit Menara telekomunikasi. Kegiatan ini merupakan serangkaian prosedur teknis dalam mengidentifikasi secara detail informasi dan fakta-fakta yang ada di lapangan terhadap site menara telekomunikasi, termasuk keseluruhan perangkat yang terdapat dalam area menara (site), baik yang bersifat fisik, non fisik, maupun legalitasnya. Pekerjaan Audit Menara Telekomunikasi ini dilakukan dengan maksud dan tujuan sebagai berikut : a. Melakukan pendataan baru atau pendataan ulang atas suatu site menara telekomunikasi b. Melakukan pendataan legalitas kepemilikan dan pengguna suatu suatu site menara telekomunikasi c. Memberikan informasi temuan (findings) dan rekomendasi atas suatu site menara telekomunikasi d. Melakukan investigasi dugaan penyimpangan/penyalahgunaan menara yang dapat merugikan berbagai pihak e. Menghitung potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari restribusi pengendalian menara telekomunikasi
28
B. Kerangka Pemikiran Pasal 18 a dan 18 b Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penataan Dan Pengendalian Pembangunan Menara Telekomunikasi
Implementasi dan Hambatan
Solusi Gambar 3. Kerangka Pemikiran Gambar 3. Kerangka Pemikiran
29
Keterangan : Bagan kerangka pemikiran diatas memberikan alur berpikir dari penulis. Pada dasarnya peraturan daerah muncul setelah adanya otonomi daerah yang merupakan amanat dalam Pasal 18 A dan 18 B Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 . Pada otonomi daerah pemerintah daerah dapat mengatur rumah tangganya sendiri sehingga juga membuat produk hukum yang berupa peraturan daerah. Peraturan Daerah kabupaten klaten Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penataan Dan Pengendalian Pembangunan Menara Telekomunikasi. Merupakan salah satu produk hukum yang dihasilkan oleh pemerintah kabupaten klaten sehingga dalam hal ini perlu di soroti implementasi atau penerapannya. Bagaimana produk hukum itu bekerja di dalam masyarakat dan apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaanya tersebut. Pada akhirnya nanti mendapat suatu solusi yang kiranya penting demi pembangunan dam kemajuan pemerintah daerah kabupaten klaten, khususnya
dalam
hal
pelaksanaan
Pembangunan Menara Telekomunikasi.
Penataan
Dan
Pengendalian