30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Penelitian Terdahulu Lubis (2005) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pelatihan dan
Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan”. Metode analisis data yang dipakai peneliti adalah metode deskriptif analitis dan data dikumpulkan melalui dokumentasi, wawancara dan pengisian angket. Jumlah populasi dan sampel adalah seluruh karyawan pimpinan pria dan wanita di kantor pusat PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan berjumlah 155 orang. Hasil penelitian Lubis (2005) menyatakan bahwa pelatihan dan motivasi kerja secara serempak berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja sedangkan yang memiliki pengaruh paling besar (secara parsial) terhadap peningkatan kinerja karyawan adalah motivasi kerja. Hal ini berarti bahwa pelatihan yang diterima karyawan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan selama ini ternyata mampu meningkatkan kinerja, di samping itu motivasi kerja yang diberikan oleh pimpinan atau perusahaan juga memiliki peran yang besar untuk meningkatkan semangat kerja dan komitmen karyawan terhadap perusahaan yang akhirnya juga berhasil meningkatkan kinerja karyawan.
12
Universitas Sumatera Utara
31
II.2. Teori tentang Pelatihan II.2.1. Pengertian Pelatihan Pelatihan adalah suatu proses di mana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Melalui pelatihan, karyawan terbantu mengerjakan pekerjaan yang ada, dapat meningkatkan keseluruhan karir karyawan, dan membantu mengembangkan tanggung jawabnya di masa depan. Pelatihan adalah proses terintegrasi yang digunakan oleh perusahaan untuk memastikan karyawan bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Secara definisi pelatihan adalah proses mengajar keterampilan yang dibutuhkan karyawan baru dan lama untuk melakukan pekerjaannya (Dessler, 2006). Pendapat Dessler ini bisa menjadi pijakan untuk memahami pelatihan. Bahwa memang benar pelatihan disini bukan hanya program untuk karyawan baru tetapi juga untuk karyawan lama sebagai cara untuk ”update” keterampilan agar semakin optimal dalam pekerjaanya. Pelatihan yang diberikan perusahaan harus benar-benar diturunkan dari rencana strategis perusahaan sehingga bentuk pelatihan sendiri bisa menyesuaikan dengan rencana tersebut. Dengan begitu pelatihan yang dilakukan tidak akan sia-sia dan kebutuhan perusahaan akan SDM berkualitas sebagai pendukung sasaran perusahaan bisa tercapai.
Universitas Sumatera Utara
32
Rivai (2004) menegaskan bahwa “Pelatihan adalah proses sistematis mengubah tingkah laku karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu karyawan untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil melaksanakan pekerjaan”. Pelatihan dalam hal ini adalah proses pendidikan yang di dalamnya ada proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam jangka pendek. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu untuk menghadapi pekerjaan di dalam organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa pelatihan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja mendatang. Pelatihan merupakan proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu agar karyawan menjadi terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, pelatihan juga merupakan investasi SDM (human investment) dan suatu proses sehingga karyawan mendapat kapabilitas dalam membantu pencapain tujuantujuan organisasional. Dengan demikian pelatihan memberikan pengetahuan dan kemampuan yang spesifik yang bermanfaat bagi penyelesaian tugas-tugas yang diberikan perusahaan. (Mangkuprawira 2004, Simanjuntak 2005, dan Mathis 2009) Berdasarkan pendapat ketiga ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu program yang diharapkan dapat memberikan rangsangan kepada seseorang untuk meningkatkan kemampuan dalam pekerjaan tertentu dan memperoleh pengetahuan umum dan pemahaman terhadap keseluruhan lingkungan kerja dan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
33
II.2.2. Tujuan Pelatihan Tujuan perusahaan menyelenggarakan pelatihan terhadap karyawan karena perusahaan menginginkan adanya perubahan dalam kinerja karyawan, sehingga sesuai dengan tujuan perusahaan. Menurut Dessler (2009) beberapa tujuan pelatihan adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif. 2. Mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional. 3. Mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan temanteman karyawan dan dengan manajemen (pimpinan). Menurut Beach yang disadur oleh Sofyandi (2008), tujuan pelatihan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Reduce learning time to teach acceptable performance, maksudnya dengan adanya pelatihan maka jangka waktu yang digunakan karyawan untuk memperoleh keterampilan akan lebih cepat. Karyawan akan lebih cepat pula menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang dihadapinya. 2. Improve performance on present job, pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang sedang dihadapi. 3. Attitude formation, pelatihan diharapkan dapat membentuk sikap dan tingkah laku para karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Ditititkberatkan pada peningkatan partisipasi dari para karyawan, kerjasama antar karyawan dan loyalitas terhadap
Universitas Sumatera Utara
34
perusahaan. 4. Aid in solving operation problem, pelatihan membantu memecahkan masalahmasalah operasional perusahaan sehari-hari seperti mengurangi kecelakaan kerja, mengurangi absen, mengurangi labor turnover, dan lain-lain. 5. Fill manpower needs, pelatihan tidak hanya mempunyai tujuan jangka pendek tetapi juga jangka panjang, yaitu mempersiapkan karyawan memperoleh keahlian dalam bidang tertentu yang dibutuhkan perusahaan. 6. Benefits to employee themselves, dengan pelatihan diharapkan para karyawan akan mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang tinggi sehingga karyawan tersebut akan semakin berharga bagi perusahaan. Selain itu juga akan membuat karyawan yang bersangkutan memperoleh rasa aman dalam melakukan pekerjaannya sehingga menimbulkan kepuasan dalam dirinya. Tujuan pelatihan tersebut akan terlaksana dengan baik apabila pelatihan diberikan secara tepat dan adanya kerjasama yang baik antara karyawan maupun pimpinan. II.2.3. Analisis Kebutuhan Pelatihan (Training Needs Analysis) Analisis kebutuhan pelatihan sangat penting yaitu, untuk menghindari terjadinya pemberian suatu pelatihan yang tidak tepat yang akan berakibat pada penggunaan waktu dan uang perusahaan yang sia-sia, maka perlu dilakukan identifikasi kebutuhan pelatihan. Definisi mengenai kebutuhan pelatihan telah disepakati oleh sebagian besar para ahli. Untuk menentukan kebutuhan dapat diperoleh dari persamaan berikut ini: kinerja standar – kinerja aktual = kebutuhan pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
35
Menurut Mathis (2009), kerangka kerja untuk mengembangkan rencana pelatihan mengandung empat tingkatan pokok. Masing-masing adalah sebagai berikut : 1.
Mengatur strategi: Manajer-manajer SDM dan pelatihan harus lebih dahulu bekerja sama dengan manajemen untuk menentukan bagaimana pelatihan akan terhubung secara strategis pada rencana bisnis strategis, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan dan organisasional.
2.
Merencanakan: Perencanaan harus terjadi dengan tujuan untu menghadirkan pelatihan yang akan membawa hasil-hasil positif untuk organisasi dan karyawannya. Sebagai bagian dari perencanaan, tujuan dan harapan dari pelatihan harus diidentifikasikan serta diciptakan agar tujuan pembelajaran yang dapat diukur dan spesifik untuk melacak efektivitas pelatihan.
3.
Mengorganisasi: Kemudian, pelatihan tersebut harus diorganisasikan dengan memutuskan bagaimana pelatihan akan dilakukan, mendapatkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan, dan mengembangkan intervensi-intervensi pelatihan. Semua aktivitas ini memuncak dalam pelatihan yang sesungguhnya.
4.
Memberi pembenaran: Akhirnya, mengukur dan mengevaluasi pada tingkat mana pelatihan memenuhi tujuan akan mengesahkan usaha-usaha pelatihan. Kesalahankesalahan di masa lalu dalam pelatihan dapat secara eksplisit diidentifikasi dalam tahap ini. Belajar dari berbagai kesalahan selama masa pelatihan akan menghasilkan cara efektif untuk meningkatkan pelatihan di masa depan. Pelatihan dirancang untuk membantu organisasi mencapai tujuan-tujuannya.
Oleh sebab itu, penilaian dari kebutuhan pelatihan organisasional mencerminkan
Universitas Sumatera Utara
36
tahapan diagnostik dari penentuan tujuan-tujuan pelatihan. Penilaian ini melihat pada masalah-masalah kinerja karyawan dan organisasional untuk menentukan apakah dengan diadakannya pelatihan akan menolong. Ketika telah diidentifikasi adanya kebutuhan-kebutuhan akan pelatihan, usaha-usaha penilaian kemudian merincikan tujuan-tujuan yang harus dicapai. Menurut Jusuf (2001) analisis penilaian kebutuhan pelatihan adalah sebagai berikut: 1.
Analisis Organisasional Kebutuhan-kebutuhan pelatihan dapat didiagnosa melalui analisis-analisis organisasional. Sebuah bagian penting dari perencanaan SDM strategis organisasional
adalah identifikasi
dari
pengetahuan,
keterampilan,
dan
kemampuan yang akan dibutuhkan di masa depan seiring berubahnya pekerjaan dan organisasi. Baik kekuatan internal maupun eksternal akan memengaruhi pelatihan dan harus dipertimbangkan ketika melakukan analisis organisasional. Misalnya, masalah-masalah yang diakibatkan oleh ketertinggalan dalam bidang teknis dari karyawan yang ada dan kurang terdidiknya kelompol tenaga kerja di mana pekerja baru diambil harus dihadapi lebih dahulu sebelum kebutuhan pelatihan tersebut menjadi kritis. 2.
Analisis Pekerjaan/Tugas Cara kedua untuk mendiagnosis kebutuhan pelatihan adalah melalui analisis pekerjaan dan tugas yang dilakukan. Dengan membandingkan kebutuhan dalam pekerjaan dengan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan, kebutuhan-kebutuhan pelatihan dapat diidentifikasi. Sebagai contoh, analisis
Universitas Sumatera Utara
37
pada perusahaan manufaktur mengidentifikasi tugas-tugas untuk dilakukan oleh para insinyur yang berlaku sebagai instruktur teknis, manajemen mengadakan program untuk mengajarkan keterampilan oral tertentu ; jadi insinyur tersebut mampu menjadi instruktur yang lebih baik. 3.
Analisis Individual Tindakan ketiga dari diagnosis kebutuhan pelatihan berfokus pada individu dan bagaimana mereka melakukan pekerjaan mereka. Pendekatan paling umum dalam membuat analisis individual tersebut adalah dengan menggunakan data penilaian kerja. Dalam beberapa contoh, sistem informasi SDM yang baik dapat digunakan untuk mengidentifikasi individu-individu yang membutuhkan pelatihan dalam area-area tertentu. Untuk menilai kebutuhan-kebutuhan pelatihan melalui proses penilaian kinerja, kekurangan dalam kinerja seorang karyawan harus lebih dulu ditentukan dalam sebuah tinjauan formal. Kemudian, beberapa jenis pelatihan dapat dirancang untuk membantu karyawan tersebut mengatasi kelemahan-kelemahannya.
II.2.4. Tahap-tahap Pelatihan Pelatihan dirasa penting manfaatnya karena tuntutan pekerjaan dan jabatan sebagai akibat dari perubahan situasi dan kondisi kerja, kemajuan teknologi dan semakin ketatnya persaingan dalam organisasi. Menurut Hasibuan (2003) bahwa: Proses atau langkah-langkah pelatihan hendaknya dilakukan dengan memperhatikan: a) Sasaran, b) Kurikulum, c) Sarana, d) Peserta, e) Pelatihan, f) Pelaksanaan.
Universitas Sumatera Utara
38
Setiap pelatihan harus terlebih dahulu ditetapkan secara jelas sasaran yang ingin dicapai agar pelaksanaan program pelatihan dapat diarahkan ke pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan Siagian (2003) menyatakan berbagai langkah perlu ditempuh dalam pelatihan yaitu: a) Penentuan kebutuhan, b) Penentuan sasaran, c) Penetapan isi program, d) Identifikasi
prinsip-prinsip
belajar, e) Pelaksanaan
program, f) Identifikasi manfaat, g) Penilaian pelaksanaan program. a. Penentuan Kebutuhan Pelatihan diselenggarakan apabila kebutuhan itu memang ada. Penentuan kebutuhan
itu
harus
didasarkan
pada
analisis
yang
tepat
karena
penyelenggaraan pelatihan biasanya membutuhkan dana yang cukup besar. b. Penentuan Sasaran Berdasarkan analisis kebutuhan maka sasaran pelatihan ditetapkan. Sasaran yang ingin dicapai dengan bersifat teknikal akan tetapi dapat pula menyangkut keperilakuan. c. Penetapan Isi Program Pelatihan harus jelas diketahui apa yang ingin dicapai sesuai dengan hasil analisis kebutuhan dan sasaran yang telah dilakukan. d. Identifikasi Prinsip-prinsip Belajar Penerapan prinsip belajar yang baik maka berlangsungnya proses belajar mengajar dapat dilakukan dengan cepat, pada dasarnya prinsip belajar yang layak dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar pada lima hal yaitu, partisipasi, repetisi, relevansi, pengalihan dan umpan balik.
Universitas Sumatera Utara
39
e. Pelaksanaan Program Tepat tidaknya teknik mengajar yang digunakan sangat tergantung pada berbagai pertimbangan yang ingin ditonjolkan, seperti penghematan dalam pembiayaan, materi program, tersedianya fasilitas tertentu, preferensi dan kemampuan peserta, preferensi dan kemampuan pelatih dan prinsip-prinsip belajar yang hendak diterapkan. f. Identifikasi Manfaat Setelah program pelatihan dilaksanakan maka dapat diidentifikasi manfaat yang diperoleh
pegawai,
misalnya
peningkatan
pengetahuan
dan keterampilan
pegawai. g. Penilaian Pelaksanaan Program Pelaksanaan suatu program pelatihan dapat dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta tersebut terjadi transformasi, dengan peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja. II.2.5. Metode-metode Pelatihan Dalam beberapa kasus, tidaklah layak untuk belajar sambil menjalankan pekerjaan. Meskipun semakin banyak pelatihan yang dilaksanakan secara on the job pada waktu karyawan membutuhkan pelatihan, masih banyak program yang dilaksanakan di luar tempat kerja. Lepas dari apakah program dilaksanakan secara in house atau dialihdayakan, perusahaan-perusahaan menggunakan sejumlah metode untuk menyampaikan pengetahuan dan keterampilan kepada angkatan kerjanya dan
Universitas Sumatera Utara
40
biasanya dengan lebih dari satu metode, disebut pelatihan campuran (blended training), digunakan untuk menyampaikan pelatihan. Menurut Mondy (2008) metodemetode pelatihan tersebut adalah : 1.
Arahan Instruktur Metode arahan instruktur (instructur-led) tetap efektif untuk banyak jenis pelatihan. Salah satu manfaat pelatihan dengan arahan instruktur adalah bahwa si instruktur bisa menyampaikan sejumlah besar informasi dalam waktu relatif singkat.
2.
Studi Kasus Studi kasus (case study) adalah metode pelatihan di mana para trainee mempelajari informasi yang diberikan dalam sebuah kasus dan mengambil keputusan berdasarkan hal tersebut. Informasi tersebut dapat berupa laporan kondisi finansial perusahaan dan lingkungan perusahaan tersebut.
3.
Pemodelan Perilaku Permodelan perilaku (behavior modeling) adalah metode pelatihan yang memungkinkan seseorang untuk belajar dengan meniru atau mereplikasikan perilaku orang-orang lainnya untuk menunjukkan kepada para manajer cara menangani berbagai situasi. Permodelan perilaku telah digunakan untuk melatih para supervisor dalam tugas-tugas seperti menjalankan tinjauan penilaian kinerja, memperbaiki kinjer yang buruk, mendelegasikan pekerjaan, meningkatkan kebiasaan kerja yang aman, menangani keluhan-keluhan diskriminasi, mengatasi
Universitas Sumatera Utara
41
penolakan akan perubahan, memberi orientasi para karyawan baru, dan menangani orang-orang atau kelompok-kelompok yang berkonflik. 4.
Permainan Peran Permainan peran (role-playing) adalah metode pelatihan di mana para peserta diminta untuk merespons permasalahan-permasalahan khusus yang mungkin muncul dalam pekerjaan mereka dengan meniru situasi-situasi dunia nyata. Dan bukan mendengarkan instruktur berbicara mengenai cara memecahkan masalah atau mendiskusikannya, mereka belajar dengan cara melakukannya (learning by doing).
5.
Permainan Bisnis Permainan bisnis (business games) adalah metode pelatihan yang metode pelatihan yang memungkinkan para peserta untuk mengambil peran-peran seperti presiden, controller atau vice president pemasaran dari dua oeganisasi bayangan atau lebih dan bersaing satu sama lain dengan memanipulasi faktor-faktor yang dipilih dalam suatu situasi bisnis tertentu. Para peserta mengambil keputusankeputusan yang mempengaruhi tingkat harga, volume produksi dan tingkat persediaan.
6.
In-Basket Training In-basket training adalah metode pelatihan di mana para peserta diminta menyusun prioritas dan kemudian menangani sejumlah dokumen bisnis, pesan email, memo, laporan, dan pesan telepon yang biasanya melewati meja seorang manajer. Pesan-pesan tersebut, disajikan tidak dalam urutan tertentu, meminta
Universitas Sumatera Utara
42
berbagai hal mulai dari tindakan mendesak sampai penanganan rutin. Peserta harus bertindak berdasarkan informasi yang termuat dalam pesan-pesan tersebut. Dalam metode ini, trainee menetapkan prioritas pada setiap situasi tertentu sebelum mengambil keputusan. 7.
On-the-Job Training On the job training adalah metode pelatihan informal yang memungkinkan seorang karyawan untuk mempelajari tugas-tugas pekerjaan dengan mengerjakan secara nyata. Kunci dari pelatihan ini adalah transfer pengetahuan dari karyawan yang sangat terampil dan berpengalaman kepada seorang karyawan baru, sembari memelihara produktivitas kedua karyawan tersebut.
8.
Rotasi Pekerjaan Rotasi pekerjaan (job rotation) atau sering disebut pelatihan silang adalah metode pelatihan di mana para karyawan berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya untuk memperluas pengalaman mereka. Tugas-tugas tingkat tinggi seringkali membutuhkan cakupan pengetahuan tersebut. Program-program pelatihan rotasional membantu para karyawan memahami beragam pekerjaan dan kesalingtergantungan
di
antara
pekerjaan-pekerjaan
tersebut,
sehingga
meningkatkan produktivitas. Rotasi pekerjaan sering digunakan oleh organisasiorganisasi untuk mendorong efektivitas kerja tim. 9.
Magang Program magang (internship) adalah metode rekrutmen yang biasanya melibatkan para mahasiswa perguruan tinggi yang membagi waktu mereka antara mengikuti
Universitas Sumatera Utara
43
kuliah dan bekerja untuk sebuah organisasi. Magang sebagai metode pelatihan memungkinkan para peserta untuk mengintegrasikan teori yang dipelajari di kelas dengan praktik-praktik bisnis. 10. Pelatihan Pemula Pelatihan pemula (apprenticeship training) adalah metode pelatihan yang mengkombinasikan instruksi di kelas dengan on the job training. Pelatihan ini umum dalam pekerjaan-pekerjaan yang banyak membutuhkan keterampilan. Karena sedang menjalani pelatihan, karyawan yang bersangkutan mendapatkan bayaran lebih sedikit dari karyawan yang menjadi instrukturnya. Program ini berlangsung antara dua hingga lima tahun, dengan lama rata-rata empat tahun. II.2.6. Dimensi Pelatihan Berkaitan dengan kebutuhan pelatihan tersebut, maka harus diketahui keterampilan dan pengetahuan apa saja yang dibutuhkan karyawan dalam bekerja dan pengetahuan serta ketrampilan apa saja yang telah dimiliki karyawan. Dale berpendapat (2003), keterampilan ialah aspek perilaku yang bisa dipelajari dan ditingkatkan melalui latihan yang digunakan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan yang tidak bisa diperoleh melalui pendidikan formal, karena dalam penerapannya pada tugas tertentu menuntut kemampuan pribadi masing-masing. Menurut Ridwan (2006), keterampilan yang diwujudkan tersebut antara lain : keterampilan dalam menjalankan tugas dan keterampilan mengadakan variasi. 1. Keterampilan Menjalankan Tugas Pada proses pekerjaan di lapangan para karyawan sebagai pelaksana kegiatan
Universitas Sumatera Utara
44
operasional mengalami hal-hal yang luas dan kompleks, sehingga karyawan harus dibekali pengetahuan dan ketrampilan yang mantap dan handal. Pimpinan yang baik akan memberikan bekal pengetahuan dan ketrampilan agar para karyawan sebagai bisa menjalankan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya sebagai berikut : a. Meningkatkan partisipasi dalam volume pekerjaan. b. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu karyawan terhadap sesuatu. c. Masalah yang sedang dihadapi atau sedang dibicarakan. d. Mengembangkan pola berpikir karyawan dan cara bekerja lebih baik. e. Menuntun proses berpikir karyawan agar dapat bekerja lebih baik. f. Membantu pimpinan dalam meningkatkan kinerja karyawan. g. Memusatkan perhatian karyawan terhadap masalah-masalah yang sedang ditangani di lapangan. 2. Keterampilan Mengadakan Variasi (Variation Skill) Variasi pemberian rangsangan (motif) karyawan ialah suatu kegiatan pimpinan dalam konteks proses interaksi pekerjaan atau tugas di lapangan yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan karyawan sehigga dalam situasi melaksanakan pekerjaan, karyawan senantiasa menunjukkan disiplin, kejujuran, tanggung jawab, antuasime, serta penuh partisipasi. Secara garis besar tujuan dan manfaat variation skill adalah sebagai berikut: a. Menimbulkan dan meningkatkan perhatian karyawan kepada aspek tugas dan tanggung jawab yang diemban yang relevan dengan tugas dan fungsi karyawan.
Universitas Sumatera Utara
45
b. Memberikan kesempatan bagi berkembangnya bakat atau prakarsa karyawan yang ingin mengetahui dan menyelidiki pada pekerjaan atau job baru. c. Memupuk tingkah laku yang positif terhadap pimpinan dan instansi/lembaga dengan berbagai cara pekerjaan yang lebih hidup dan bervariasi di lingkungan kerja dengan lebih baik. d. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memperoleh cara menyerap pengarahan pimpinan yang menjadi tugas dan fungsinya sebagai seorang karyawan yang baik. Kemampuan merupakan ungkapan dan perwujudan diri individu termasuk kebutuhan pokok manusia yang bisa terwujud memberikan rasa kepuasan dan rasa keberhasilan yang mendalam. Kemampuan dapat menentukan dan meningkatkan makna hidup manusia dengan segala kompleksitas dan problemnya juga keindahannya (Riduwan, 2006). Menurut Campbel yang disadur oleh Mangunhardjana (Riduwan, 2006), ciriciri karyawan yang memiliki kemampuan adalah sebagai berikut: 1. Kelincahan mental berpikir dari segala arah Kelincahan mental adalah kemampuan untuk bermain-main dengan ide-ide atau gagasan-gagasan, konsep, kata-kata dan sebagainya. Berpikir dari segala arah (convergent thinking) adalah kemampuan untuk melihat masalah atau perkara dari berbagai arah, segi dan mengumpulkan berbagai fakta yang penting dan mengarahkan fakta itu pada masalah atau masalah yang dihadapi, sedangkan kelincahan mental-berpikir ke segala arah (divergent thinking) adalah kemampuan
Universitas Sumatera Utara
46
untuk berpikir dari ide atau gagasan, menyebar ke segala arah. 2. Fleksibel konsep Fleksibel konsep (conceptual flexibility) adalah kemampuan untuk secara spontan mengganti cara memandang, pendekatan, kerja yang tidak jalan. 3. Orisinalitas Orisinalitas (originality) adalah kemampuan untuk mengeluarkan ide, gagasan, pemecahan, cara kerja yang tidak lazim, (meski tidak selalu baik), yang jarang bahkan mengejutkan. 4. Lebih menyukai kompleksitas daripada simplisitas Orang yang kreatif dan mampu itu lebih menyukai kerumitan dari pada kemudahan dengan maksud untuk memperkaya dan memperluas cakrawala berpikir. 5. Orang yang kreatif mengatur rasa ingin tahunya secara baik, intelektualnya giat bekerja dan dinamis. 6. Orang yang berani berpikir dan berprasangka terhadap masalah yang menantang. 7. Orang yang terbuka dan menerima informasi, misalnya meminta informasi dari rekannya untuk keperluan memecahkan masalah. 8. Orang yang matang dan konseptual melalui penelitian dalam menghadapi masalah. 9. Orang yang mandiri (independent). Ia bekerja sendiri tanpa tergantung pada orang lain.
Universitas Sumatera Utara
47
II.3.
Teori tentang Motivasi Kerja
II.3.1. Pengertian Motivasi Kerja Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Mathis (2009) mengemukakan bahwa, Motivasi (motivation) adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak. Orang biasanya bertindak karena satu alasan : untuk mencapai tujuan. Jadi, motivasi adalah sebuah dorongan yang diatur oleh tujuan dan jarang muncul dalam kekosongan. Kata-kata kebutuhan, keinginan, hasrat dan dorongan, semuanya serupa dengan motif, yang merupakan asal dari kata motivasi. Memahami motivasi sangatlah penting karena kinerja, reaksi terhadap kompensasi, dan persoalan SDM yang lain dipengaruhi dan memengaruhi motivasi. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi (situation) kerja di perusahaan. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positip terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal. Sikap mental karyawan haruslah memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikofisik (sikap secara mental, fisik, situasi dan tujuan). Artinya karyawan dalam bekerja secara mental siap, fisik sehat, memahami situasi dan kondisi serta berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi). Salah satu aspek memanfaatkan karyawan ialah pemberian motivasi (daya
Universitas Sumatera Utara
48
perangsang) kepada karyawan, dengan istilah populer sekarang pemberian kegairahan bekerja kepada karyawan. Ini juga berarti bahwa setiap karyawan yang memberi kemungkinan bermanfaat ke dalam perusahaan. Usaha untuk merealisasi kemungkinan tersebut ialah dengan jalan memberikan motivasi. Motivasi ini dimaksudkan untuk memberikan daya perangsang kepada karyawan yang bersangkutan agar karyawan tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya. Motivasi juga berkaitan erat dengan kebutuhan seseorang. Oleh karena itu seorang pemimpin dituntutut harus mengetahui kebutuhan para bawahannya. Menurut Nurjanah (2010) berikut adalah beberapa tujuan motivasi: 1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja. 2. Meningkatkan produktivitas kerja. 3. Mempertahankan kesetabilan kerja. 4. Meningkatkan disiplin kerja. 5. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik. 6. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi. 7. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan. 8. Mempertinggi rasa tanggung jawab terhadap tugasnya. 9. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan. II.3.2. Teori Kebutuhan Maslow Teori motivasi yang sekarang banyak dirujuk orang adalah teori kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan manusia pada hakekatnya adalah untuk
Universitas Sumatera Utara
49
memenuhi kebutuhannya. Seperti teori yang dikemukakan oleh Maslow yang dikutip Mangkunegara (2009), bahwa ada lima jenjang kebutuhan pokok manusia, yaitu: 1. Kebutuhan Fisiologi (Physiological needs) Yaitu kebutuhan dasar untuk menunjang kehidupan manusia. Manifestasi kebutuhan ini tampak pada kebutuhan : sandang, pangan dan papan. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer kehidupan. Apabila kebutuhan fisiologi ini belum terpenuhi secukupnya, maka kebutuhan lain tidak akan memotivasi manusia. 2. Kebutuhan Keamanan (Safety needs) Manifestasi kebutuhan ini antara lain adalah kebutuhan akan keamanan jiwa, dimana manusia berada, kebutuhan keamanan harta, perlakuan yang adil, pensiun dan jaminan hari tua. 3. Kebutuhan Sosial (Social needs) Manifestasi kebutuhan ini antara lain tampak pada kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain (sense of belonging), kebutuhan untuk maju dan tidak gagal, kekuatan untuk ikut serta. 4. Kebutuhan akan Penghargaan/prestise (Esteem needs) Semakin tinggi status, semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status ini dimanifestasikan dalam banyak cara misalnya mobil mewah, kamar kerja full AC dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
50
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self actualization) Kebutuhan ini manifestasinya tampak pada keinginan mengembangkan kapasitas mental dan kapasitas kerja, melalui on the job training, of the job training, seminar, konfrensi, pendidikan akademis dan lain-lain. II.3.3. Teori Dua Faktor Herzberg Teori motivasi dua faktor Herzberg berdasarkan atas pembagian hierarki Maslow menjadi kebutuhan atas dan bawah. Menurut Herzberg, hanya kondisi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan atas, yaitu penghargaan dan aktualisasi diri sendiri akan meningkatkan motivasi kerja. Sebuah organisasi harus memungkinkan karyawannya memenuhi kebutuhan tingkat bawah melalui kerja, tetapi ini adalah cara utama untuk mempertahankan karyawan tersebut di organisasi, bukan untuk mempengaruhi motivasi kerjanya. Dari beberapa uraian pengertian motivasi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa konsep motivasi adalah keseluruhan pemberian dorongan bekerja dari atasan kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka bersedia memberikan yang terbaik dari dirinya dari baik waktu, tenaga dan keterampilannya demi tercapai tujuan organisasi. II.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Sutrisno (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dapat dibedakan atas faktor intern dan ekstern yang berasal dari karyawan.
Universitas Sumatera Utara
51
1. Faktor Intern. Faktor intern yang dapat memengaruhi pemberian motivasi pada seseorang antara lain: 1. Keinginan untuk dapat hidup. Keinginan untuk dapat hidup merupakan kebutuhan setiap manusia yang hidup di muka bumi ini. Untuk mempertahankan hidup ini orang mau mengerjakan apa saja asal hasilnya dapat memenuhi kebutuhan untuk makan. Keinginan untuk dapat hidup meliputi kebutuhan untuk: a. Memperoleh kompensasi yang memadai. b. Pekerjaan yang tetap walaupun penghasilan tidak begitu memadai. c. Kondisi kerja yang aman dan nyaman. 2. Keinginan untuk dapat memiliki. Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong seseorang untuk mau melakukan pekerjaan. Hal ini banyak kita alami dalam kehidupan sehari-hari, bahwa keinginan yang keras untuk dapat memiliki itu dapat mendorong orang untuk mau bekerja. 3. Keinginan untuk memperoleh penghargaan. Seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dihormati oleh orang lain. Untuk memperoleh status sosial yang lebih tinggi, orang mau mengeluarkan uangnya, untuk memperoleh uang itu pun ia harus bekerja keras
Universitas Sumatera Utara
52
4. Keinginan untuk memperoleh pengakuan. Bila kita perinci, maka keinginan untuk memperoleh pengakuan itu dapat meliputi hal-hal: a. Adanya penghargaan terhadap prestasi. b. Adanya hubungan kerja yang harmonis dan kompak. c. Pimpinan yang adil dan bijaksana; dan d. Perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat. 5. Keinginan untuk berkuasa Keinginan untuk berkuasa akan mendorong seseorang untuk bekerja. Kadangkadang keinginan untuk berkuasa ini dipenuhi dengan cara-cara tidak terpuji, namun cara-cara yang dilakukan itu masih termasuk bekerja juga. Apalagi keinginan untuk berkuasa atau menjadi pimpinan itu dalam arti positif, yaitu ingin dipilih menjadi ketua atau kepala, tentu sebelumnya si pemilih telah melihat dan menyaksikan sendiri bahwa orang itu benar-benar mau bekerja, sehingga ia pantas untuk dijadikan penguasa dalam unit organisasi/kerja. 2. Faktor Ekstern Faktor-faktor ekstern adalah: 1. Kondisi lingkungan kerja. Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasana kerja yang ada di sekitas karyawan yang sedang melakukan pekerja yang dapat memengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Lingkungan kerja ini meliputi tempat bekerja, fasilitas, dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga
Universitas Sumatera Utara
53
hubungan kerja antara orang-orang yang ada di tempat tersebut. 2. Kompensasi yang memadai. Kompensasi merupakan sumber penghasilan utama bagi para karyawan untuk menghidupi diri beserta keluarganya. Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik. 3. Supervisi yang baik. Fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah memberikan pengarahan, membimbing kerja para karyawan, agar dapat melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat kesalahan. Dengan demikian, posisi supervisi sangat dekat dengan para karyawan, dan selalu menghadapi para karyawan dalam melaksanakan tugas sehari-hari. 4. Adanya jaminan pekerjaan. Setiap orang akan mau bekerja mati-matian mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan karier yang jelas dalam melakukan pekerjaan. Mereka bekerja bukannya untuk hari ini saja, tetapi mereka berharap akan bekerja sampai tua, cukup dalam satu perusahaan saja dan tidak usah sering kali pindah. 5. Status dan tanggung jawab. Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan setiap karyawan dalam bekerja. Mereka bukan hanya mengharapkan kompensasi semata, tetapi pada suatu masa mereka juga berharap akan dapat kesempatan
Universitas Sumatera Utara
54
menduduki jabatan dalam suatu perusahaan. 6. Peraturan yang fleksibel. Bagi perusahaan besar, biasanya sudah ditetapkan sistem dan prosedur kerja yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan. Hal ini disebut dengan peraturan yang berlaku dan bersifat mengatur dan melindungi para karyawan. Semua ini merupakan aturan main yang mengatur hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan, termasuk hak dan kewajiban para karyawan, pemberian kompensasi, promosi, mutasi dan sebagainya. II.3.5. Dimensi Motivasi Kerja Berdasarkan teori McClelland tersebut sangat penting dibinanya virus mental manajer dengan cara mengembangkan potensi karyawan melalui lingkungan kerja secara efektif agar terwujudnya produktivitas perusahaan yang berkualitas tinggi dan tercapainya tujuan utama organisasi. Atas dasar teori McClelland’s Achievement Motivation Theory dikutip dari Mangkunegara (2001) tersebut dapat disimpulkan ada tiga faktor atau dimensi dari motivasi, yaitu motif, harapan dan insentif. Ketiga dimensi tersebut dapat diuraikan seperti berikut: a. Motif Motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Suatu dorongan di dalam diri setiap orang, tingkatan alasan atau motif-motif yang menggerakkan tersebut menggambarkan tingkat untuk menempuh sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
55
b. Harapan Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu. Seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya tingg bila karyawan meyakini upaya tersebut akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik; suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional (memberikan harapan kepada karyawan) seperti bonus, kenaikan gaji atau promosi; dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan. c. Insentif Insentif yang diberikan kepada karyawan sangat berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja. Hal ini sesuai dengan Edwin Locke (Mangkunegara, 2005) yang menyimpulkan bahwa insentif berupa uang jika pemberiannya dikaitkan dengan tujuan pelaksanaan tugas sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan. Pimpinan perlu membuat perencanaan pemberian insentif dalam bentuk uang yang memadai agar karyawan terpacu motivasi kerjanya dan mampu mencapai kinerja yang maksimal. II.4.
Teori tentang Kinerja
II.4.1. Pengertian Kinerja Kinerja pada dasarnya merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Mathis (2009) mengemukakan bahwa kinerja (performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen
Universitas Sumatera Utara
56
kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran, kemampuan bekerja sama. Mangkunegara (2005) menyatakan, “Kinerja pegawai (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya” Menurut Simanjuntak (2005), “Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Simanjuntak juga mengartikan kinerja individu sebagai tingkat pencapaian atau hasil kerja seseorang dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu”. Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan demikian bahwa kinerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik. II.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja Menurut Mathis dan Jackson (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1) Kemampuan mereka, 2) Motivasi, 3) Dukungan yang diterima, 4) Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5) Hubungan mereka dengan organisasi. Kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta
Universitas Sumatera Utara
57
keinginan untuk berprestasi. Menurut Mangkunegara (2001) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain : faktor kemampuan dan faktor motivasi. 1. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu karyawan perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. 2. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. Menurut Mc.Cleland dalam Mangkunegara (2001), berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai kinerja dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc.Clelland, mengemukakan enam karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu: 1. Memiliki tanggung jawab yang tinggi. 2. Berani mengambil risiko. 3. Memiliki tujuan yang realistis . 4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan.
Universitas Sumatera Utara
58
5. Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan. 6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan. II.4.3. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Apabila hal itu dikerjakan dengan benar, maka para karyawan, penyelia, departemen SDM, dan akhirnya perusahaan akan menguntungkan dengan jaminan bahwa upaya para individu karyawan mampu mengkontribusi pada fokus strategik dari perusahaan. Penilaian kinerja juga dipengaruhi oleh kegiatan lain dalam perusahaan dan pada gilirannya mempengaruhi keberhasilan perusahaan. Sofyandi (2008) mengemukakan bahwa, “penilaian kinerja adalah penilaian tentang prestasi kerja karyawan dan akuntabilitasnya. Dalam persaingan global, perusahaan-perusahaan menuntut kinerja yang tinggi. Seiring dengan itu, karyawan membutuhkan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman perilakunya di masa datang. Penilaian kinerja pada prinsipnya mencakup baik aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan. Mangkunegara (2009) mengemukakan bahwa, “penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat
Universitas Sumatera Utara
59
dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang)”. II.4.4. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Penilaian kinerja merupakan suatu proses organisasi dalam menilai kinerja karyawannya. Tujuan dilakukan penilaian kinerja secara umum adalah untuk memberikan feedback kepada karyawan dalam upaya memperbaiki tampilan kerjanya dan upaya meningkatkan produktivitas organisasi. Secara khusus dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai kebijaksanaan terhadap karyawan seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan dll. Penilaian kinerja dapat menjadi landasan untuk penilaian sejauh mana kegiatan manajemen sumber daya manusia seperti perekrutan, seleksi, penempatan dan pelatihan dilakukan dengan baik, kemudian dalam penggajian, perencanaan karier dll. Hal ini tentu saja merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam manajemen sumber daya manusia. Menurut Werther dan Davis
(1996) tujuan penilaian
kinerja secara lebih rinci
dikemukakan sebagai berikut: 1. Perbaikan kinerja memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui feedback yang diberikan organisasi. 2. Penyesuaian gaji dapat dipakai sebagai informasi untuk mengkompensasi karyawan secara layak sehingga dapat memotivasi mereka. 3. Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukannya penempatan karyawan sesuai dengan keahliannya. 4. Pelatihan dan pengembangan, yaitu melalui penilaian akan diketahui kelemahan-
Universitas Sumatera Utara
60
kelemahan dari karyawan sehingga dapat dilakukan program pelatihan dan pengembangan yang lebih efektif. 5. Perencanaan karier yaitu organisasi dapat memberikan bantuan perencanaan karier bagi karyawan dan menyelaraskannya dengan kepentingan organisasi. 6. Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan, yaitu kinerja yang tidak baik menunjukkan adanya kelemahan dalam penempatan sehingga dapat dilakukan perbaikan. 7. Dalam mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain pekerjaan, yaitu kekurangan kinerja akan menunjukkan adanya kekurangan dalam perancangan jabatan. 8. Meningkatkan adanya perlakuan kesempatan yang sama pada karyawan, yaitu dengan dilakukannya penilaian yang obyektif berarti meningkatkan perlakuan yang adil bagi karyawan. 9. Dapat membantu karyawan mengatasi masalah yang bersifat eksternal, yaitu dengan penilaian kinerja atasan akan mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya kinerja yang jelek, sehingga atasan dapat membantu menyelesaikannya. 10. Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya manusia, yaitu dengan diketahuinya kinerja karyawan secara keseluruhan, ini akan menjadi informasi sejauh mana fungsi sumber daya manusia berjalan dengan baik atau tidak. Menurut Alwi (2001) secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai suatu yang bersifat evaluation dan development.
Universitas Sumatera Utara
61
Kategori evaluation harus menyelesaikan: 1. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi. 2. Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision. 3. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar meengevaluasi sistem seleksi. Sedangkan yang bersifat development penilai harus menyelesaikan : 1. Prestasi riil yang dicapai individu. 2. Kelemahan- kelemahan individu yang menghambat kinerja 3. Prestasi- pestasi yang dikembangkan. Menurut Alwi (2001) manfaat penilaian kinerja merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi adapun secara terperinci penilaian kinerja bagi organisasi adalah: 1. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. 2. Perbaikan kinerja. 3. Kebutuhan latihan dan pengembangan 4. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja. 5. Untuk kepentingan penelitian karyawan. 6. Membantu diaknosis terhadap kesalahan desain karyawan II.4.5. Metode Penilaian Kinerja Secara praktis banyak metode penilaian yang dilakukan, yang tentunya berbeda-beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Berikut adalah beberapa
Universitas Sumatera Utara
62
metode penilaian kinerja karyawan (Sofyandi, 2008): 1. Rating Scale Rating scale adalah penilaian yang didasarkan pada suatu skala pada standarstandar kerja. Penilaian ini dilakukan oleh seorang penilai yang biasanya atasan langsung, yang dilakukan secara subyektif. 2. Checklist Checklist adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar kinerja yang sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian penilai memeriksa apakah karyawan sudah memenuhi atau melakukannya. 3. Critical Incident Technique Critical incident technique adalah penilaian yang didasarkan pada perilaku khusus yang dilakukan di tempat kerja, baik perilaku yang baik maupun perilaku yang tidak baik. Penilaian dilakukan
melalui observasi langsung ke tempat kerja,
kemudian mencatat perilaku-perilaku kritis yang baik atau tidak baik, dan mencatat tanggal dan waktu terjadinya perilaku tersebut. 4. Skala Penilaian Berjangkau Perilaku Skala penilaian berjangkau Perilaku (behaviorally anchored rating scale) adalah penilaian yang dilakukan dengan menspesifikasikan kinerja dalam dimensidimensi tertentu 5. Observasi dan Tes Kinerja Observasi dan tes kinerja adalah penilaian yang dilakukan melalui tes di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
63
6. Metode Perbandingan Kelompok Metode ini dilakukan dengan membandingkan seseorang karyawan dengan rekan sekerjanya, yang dilakukan oleh atasan dengan beberapa teknik seperti pemeringkatan (ranking method) , pengelompokan pada klasifikasi yang sudah ditentukan
(force distribution), pemberian poin atau angka (point allocation
method), dan metode perbandingan dengan karyawan lain (paired comparison). 7. Penilaian Diri Sendiri Penilaian diri sendiri adalah penilaian karyawan untuk diri sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. 8. Management By Objective Management by objective adalah sebuah program manajemen yang melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan sasaran-sasaran yang dicapainya, yang dapat dilakukan melalui prosedur. 9. Penilaian Secara Psikologis Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan para ahli psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, seperti kemampuan intelektual, motivasi dll yang bersifat psikologis. 10. Assessment Center Assessment center atau pusat perhatian adalah penilaian yang dilakukan melalui serangkaian teknik penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
64
Metode ini biasanya dilakukan di suatu tempat yang terpisah dari tempat kerja dan membutuhkan waktu yang lama dan tentu saja biaya yang besar. II.4.6. Dimensi Kinerja Penilaian kinerja bertujuan untuk menilai seberapa baik karyawan telah melaksanakan pekerjaannya dan apa yang harus mereka lakukan untuk menjadi lebih baik di masa mendatang. Ini dilaksanakan dengan merujuk pada isi pekerjaan yang mereka lakukan dan apa yang mereka harapkan untuk mencapai setiap aspek dari pekerjaan mereka. Isi dari suatu pekerjaan merupakan dasar tetap untuk perumusan sasaran yang akan dicapai dari suatu tugas utama yang dapat dirumuskan sebagai target kuantitas, standar kinerja suatu tugas atau proyek tertentu untuk diselesaikan. Menurut Prawirasentono (1999) dimensi yang dipergunakan di dalam melakukan penilaian kinerja karyawan adalah sebagai berikut: 1. Pengetahuan atas pekerjaan, kejelasan pengetahuan atas tanggung jawab pekerjaan yang menjadi tugas karyawan. 2. Perencanaan dan organisasi, kemampuan membuat rencana pekerjaan meliputi jadwal dan urutan pekerjaan, sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas. 3. Mutu pekerjaan, ketelitian dan ketepatan pekerjaan. 4. Produktivitas, jumlah pekerjaan yang dihasilkan dibandingkan dengan waktu yang digunakan. 5. Pengetahuan teknis, dasar teknis dan kepraktisan sehingga pekerjaannya mendekati standar kinerja. 6. Judgement, kebijakan naluria dan kemampuan menyimpulkan tugas sehingga
Universitas Sumatera Utara
65
tujuan organisasi tercapai. 7. Komunikasi, kemampuan berhubungan secara lisan dengan orang lain. 8. Kerjasama, kemampuan bekerja sama dengan orang lain dan sikap yang konstruktif dalam tim. 9. Kehadiran dalam rapat, kemampuan dan keikutsertaan (partisipasi) dalam rapat berupa pendapat atau ide. 10. Manajemen proyek, kemampuan mengelola proyek, baik membina tim, membuat jadwal kerja, anggaran dan menciptakan hubungan baik antar karyawan. 11. Kepemimpinan, kemampuan mengarahkan dan membimbing bawahan, sehingga tercipta efisiensi dan efektivitas. 12. Kemampuan memperbaiki diri sendiri, kemampuan memperbaiki diri dengan studi lanjutan atau kursus-kursus. Berdasarkan teori tentang kinerja tersebut, maka dalam penelitian ini dimensi kinerja yang dipakai adalah dimensi kuantitas kerja dan kualitas kerja.
Universitas Sumatera Utara