BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Batako Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen portland dan air dengan perbandingan 1 semen : 4 pasir. Batako difokuskan sebagai konstruksikonstruksi dinding bangunan non struktural. Bentuk dari batako itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu batako yang berlubang (hollow block) dan batako yang tidak berlubang (solid block) serta mempunyai ukuran yang bervariasi. (Wijanarko, W. 2008)
a. Batako padat
b. Batako berlubang
Gambar 2.1. Bentuk-bentuk batako: a. Batako padat; b. Batako berlubang Batako diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu batako normal dan batako ringan. Batako normal tergolong beton yang memiliki densitas 2200 – 2400 kg/m3 dan kekuatannya tergantung komposisi campuran beton (mix design). Sedangkan batako ringan merupakan beton yang memilikil densitas < 1800 kg/m3, kekuatannya biasanya disesuaikan pada penggunaan dan pencampuran bahan bakunya ( mix design). ( Simbolon, T, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Persyaratan batako menurut PUBI-(1982) pasal 6 yang dikutip oleh Wijanarko, W. 2008 antara lain “ permukaan batako harus mulus, berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering , berukur panjang ± 400 mm, lebar ± 200 mm, dan tebal ±100 – 200mm, kadar air 25-35%, dengan kuat tekan 2 – 7 MPa”. Hasil penelitian laboratorium yang pernah dilakukan untuk batako berumur 28 hari
diperoleh: berat fisik rata-rata sebesar 12,138 kg, densitas rata-rata
sebesar 2,118 gr/cm3, penyerapan air sebesar 12,876%, dan kuat tekan rata-rata sebesar 1,97 MPa.(Darmono, 2009)
2.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Batako Menurut SII yang dikutip oleh Darmono, yang mempengaruhi mutu batako adalah : f aktor air semen (f.a.s), umur batako, dan kepadatan batako. Faktor air semen adalah perbandingan antara berat air dan berat semen dalam campuran adukan. Pada dasarnya semen memerlukan jumlah air sebesar 32% berat semen untuk berekasi secara sempurna, akan tetapi apabila kurang dari 40% berat semen maka reaksi kimia tidak selesai dengan sempurna. Apabila kondisi seperti ini dipaksakan akan mengakibatkan kekuatan batako bekurang. Jadi air yang di butuhkan untuk bereaksi dengan semen dan untuk memudahkan pembuatan batako, nilai f.a.s pada pembuatan dibuat pada kondisi adukan lengas tanah, karena dalam kondisi ini adukan dapat dipadatkan secara optimal. Disini tidak dipakai patokan angka f.a.s. dan diasumsikan bekisar antara 0,3 sampai 0,6 atau disesuaikan dengan kondisi adukan agar mudah dikerjakan. Mutu batako (kuat tekan) batako bertambah tinggi dengan bertambahnya umur batako. Oleh karena itu sebagai standar kekuatan batako dipakai kekuatan pada umur batako 28 hari. Kekuatan batako juga dipengaruhi oleh tingkat kepadatannya. Dalam pembuatan batako diusahakan campuran dibuat sepadat mungkin. Hal ini memungkinkan untuk menjadikan bahan semakin mengikat keras dengan adanya kepadatan yang lebih, serta untuk membantu merekatnya bahan pembuat batako dengan semen yang dibantu oleh air.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Klasifikasi Batako Berdasarkan
PUBI
1982,
sesuai
dengan
pemakaiannya
batako
diklasifikasikan dalam beberapa kelompok sebagai beriku : 1. Batako dengan mutu A1, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainya yang selalu terlindung dari cuaca luar. 2. Batako dengan mutu A2, adalah batako yang digunakan hanya untuk halhal seperti dalam jenis A1, tetapi hanya permukaan konstruksi dari batako tersebut boleh tidak diplester. 3. Batako dengan mutu B1, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban, tetapi penggunaanya hanya untuk konstruksi yang terlindung dari cuaca luar (untuk konstruksi di bawah atap). 4. Batako dengan mutu B2, adalah batako untuk konstruksi yang memikul beban dan dapat digunakan untuk konstruksi yang tidak terlindung. (Darmono, 2009)
2.2. Beton Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan oleh bahan ikat. Bahan dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan pasta semen. Beton normal diklasifikasikan menjadi dua golongan, beton normal dan beton ringan. Beton normal tergolong beton yang memiliki densitas sekitar 2,2 – 2,4 g/cm3 dan kekuatannya tergantung pada komposisi campuran beton (mix design). Sedangkan beton ringan memiliki densitas < 1,8 g/cm3, begitu juga dengan kekuatannya sangat bervariasi dan sesuai dengan penggunaan dan percampuran bahan bakunya. Jenis dari beton ringan ada dua , yaitu beton ringan berpori (aerated concrete) dan beton ringan tidak berpori (non aerated concrete). Beton ringan berpori adalah beton yang dibuat agar strukturnya terdapat banyak pori.
Universitas Sumatera Utara
Kemajuan teknologi beton yang dikembangkan untuk mengulangi kekurangan yang dimiliki beton normal disebut beton special. Beton spesial biasanya terbuat dari campuran semen Portland dan agregat alami dan dibuat secara konvensional. Beberapa jenis beton yang bisa dikatagorikan sebagai beton special diantaranya adalah: a. Beton Ringan (Lightweight Concrete) Teknologi bahan bangunan berkembang terus, salah satunya beton ringan aerasi (Aerated Lightweigt Concrete) atau sering disebut juga (Auto Aerated Concrete). Sebutan lainnya Autoclaved Concrete, Celular concrete, Porous Concrete. Tujuan penggunaan beton ringan adalah untuk mengurangi berat sendiri dari struktur sehingga komponen struktur pendukungnya seperti pondasi akan menjadi lebih hemat. Pembuatan beton ringan ini pada prinsipnya membutuhkan rongga di dalam beton. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk membuat beton lebih ringan adalah sebagai berikut(Wijanarko, W. 2008) : 1. Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen sehingga terjadi banyak pori-pori udara didalam betonnya. Salah satu cara yang dapat di lakukan dengan menambah bubuk alumunium ke dalam campuran adukan beton. 2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu apung atau agregat buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih ringan dari pada beton biasa. 3. Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir-butir agregat halus atau pasir yang disebut beton non pasir. Keuntungan lain dari beton ringan antara lain : memiliki nilai tahanan panas (thermal insulator) yang baik, memiliki tahanan suara (peredam) yang baik, tahan api (fire resistant). Sedangkan kelemahan beton ringan adalah nilai kuat tekannya (compressive strength) lebih kecil dibanding dengan beton normal sehingga tidak dianjurkan penggunaannya untuk struktural.(Syaram, Z.2009)
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wijanarko, W. 2008 yang dikutipnya dari Tjokrodimuljo, 1996, secara garis besar pembagian penggunaan beton ringan dapat dibagi tiga yaitu: 1. Untuk non struktur dengan nilai densitas antara 240 – 800 kg/m3 dan kuat tekan dengan nilai 0,35 – 7 MPa digunakan untuk dinding pemisah atau dinding isolasi. 2. Untuk struktur ringan dengan nilai densitas antara 800 – 1400 kg/m3 dan kuat tekan dengan nilai 7 – 17 MPa digunakan untuk dinding memikul beban. 3. Untuk struktur dengan nilai densitas antara 1400 – 1800 kg/m3 dan kuat tekan > 17 MPa digunakan sebagai beton normal. Menurut Wijanarko, W. 2008 yang dikutipnya dari Dobrowolski, 1998, pembagian beton menurut penggunaan dan persyaratannya dibagi atas: 1. Beton dengan berat jenis rendah (Low-Density Concretes) dengan nilai densitas 240 – 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 0,35 – 6,9 MPa. 2. Beton dengan kekuatan menengah (Moderate-Trength Lighweight Concretes) dengan nilai densitas 800 – 1440 kg/m3 dan nilai kuat tekan 6,9 – 17,3 MPa. 3. Beton ringan struktur (Structural Lighweight Concrete) dengan nilai densitas 1440 - 1900 kg/m3 dan nilai kuat tekan > 17,3 MPa. Menurut Wijanarko, W. 2008 yang dikutipnya dari Neville and Brooks. 1987, pembagian beton menurut penggunaan dan persyaratannya dibagi atas : 1. Beton ringan struktur (Structural Lighweight Concretes) dengan nilai densitas 1400 - 1800 kg/m3 dan nilai kuat tekan > 17 MPa. 2. Beton ringan untuk pasangan batu (Masonry Concretes) dengan nilai densitas 500 - 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 7 – 14 MPa. 3. Beton ringan untuk penahan panas (Insulating Concretes) dengan nilai densitas < 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 0,7 – 7 MPa.
Universitas Sumatera Utara
b. Beton Tinggi ( Highstrength Concrete) Beton dengan kuat tekan yang lebih besar dari 40 MPa sudah bisa dikatagorikan sebagai beton bermutu tinggi. Beton ini dikembangkan untuk membuat struktur yang menuntut tingkat kepentingan yang tinggi misalnya bangunan-bangunan dengan tingkat keamanan tinggi seperti jembatan, gedung tinggi, reaktor nuklir dan lain-lain.(Syaram, Z.2009)
c. Beton dengan Workabilitas Tinggi (High Workability Concrete) Umumnya tingkat kesulitan dalam pengerjaan beton dikaitkan dengan tingkat keenceran campurannya atau kemampuannya mengalir (flowing consistency), semakin encer beton akan semakin mudah dikerjakan. Encer yang dimaksud bukan semata encer karena diberi banyak air, justru dengan kebanyakan air mutu beton akan semakin rendah karena material penyusunnya bisa terpisah-pisah (segregated). Yang dimaksud disini adalah beton yang mudah mengalir tetapi tetap memiliki mutu yang baik seperti beton normal atau mutu tinggi. (Syaram, Z.2009)
d. Beton Serat (Fiber Reinforced Concrete) Beton serat adalah beton yang materialnya ditambah dengan komponen serat yang bisa berupa serat baja, plastik, glass ataupun serabut dari bahan alami. Walaupun serat dalam campuran tidak terlalu banyak
meningkatkan kekuatan beton
terhadap gaya tarik, perilaku struktur beton tetap semakin baik misalnya meningkatkan ketahanan beton terhadap benturan dan menambah kerasnya beton. (Syaram, Z.2009)
2.3. Batu Apung (Pumice) Batu apung adalah salah satu jenis agregat yang berasal dari alam, biasanya berasal dari muntahan lahar panas gunung berapi. Kemudian dilanjutkan proses pendinginan secara alami dan terendapkan di dalam lapisan tanah selama bertahun-tahun. Batu apung adalah batuan alam yang berwarna terang,
Universitas Sumatera Utara
mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas vulkanik silikat.
Gambar 2.2. Batu Apung Batu apung memiliki densitas yang sangat kecil (<1 g/cm3). Sifat-sifat yang dimiliki oleh batu apung antara lain: densitas 9,8 g/cm3, daya serap air 21 %, dan kuat tekan 30 MPa . Adapun kandungan komposisi kimia yang terdapat dalam batu apung diperlihatkan pada tabel 2.1. Dari tabel ini terlihat bahwa komposisi dominan dari batu apung berturut-turut adalah sebagai berikut : SiO2, Al2O3, K2O, Na2O dan Fe2O3, sedangkan senyawa lainnya relative kecil (<2%). Batu apung dapat digunakan sebagai bahan baku utama untuk pembuatan batako ringan, kerena mempunyai porositas tinggi, densitas rendah, isothermal tinggi, dan tahan terhadap goncangan gempa, (Juwairiah, 2009). Tabel 2.1. Komposisi Kimia Batu Apung Komposisi
% berat
SiO2
59
Al2O3
16,60
Fe2O3
4,80
CaO
1,80
Na2O
5,2
K2O
5,40
MgO
1,80
LOI
1,60
Sumber : Juwairiah, 2009
Universitas Sumatera Utara
2.4. Semen Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi semen non hidrolik dan hidrolik . Semen non hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur. Sedangkan semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen penzzolan, semen terak, semen alam, semen portland, semen Portland ponzzoland, semen Portland terak tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif. ( Mulyono,T. 2007) Semen Portland adalah material yang mengandung paling tidak 75% kalsium silikat (3CaO.SiO2 dan 2CaO.SiO2), sisanya tidak kurang dari 5% berupa Al silikat, Al ferit silikat, dan MgO. Pada tabel 2.2, ditunjukkan komposisi kimia komponen yang ada di dalam semen portland. Tabel 2.2. Komposisi Utama Semen Portland Nama Kimia
Rumus Kimia
Singkatan
% berat
Tricalcium Silicate
3CaO.SiO2
C3S
50
Dicalcium Silicate
2CaO.SiO2
C2S
25
Tricalcium Aluminate
3CaO.Al2O3
C3A
12
Tetracalcium Aluminoferrite
4CaO.Al2O3.Fe2O3
C4AF
8
Gypsum
CaSO4.H2O
CSH2
3,5
Sumber : Simbolon, T. 2007 Untuk menghasilkan semen Portland, bahan kapur dan lempung dibakar sampai meleleh sebahagian untuk membentukan klinker yang kemudian dihancurkan, digerus dan ditambah dengan gips dalam jumlah yang sesuai.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Beton 1989 (SKBI.1.4.53.1989) membagi semen Portland menjadi lima jenis (SK.SNI T-15-1990-03:2) yaitu: •
Tipe I, semen Portland yang dalam penggunaanya tidak memerlukan persyratan khusus seperti jenis-jenis lainnya.
•
Tipe II, semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
•
Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal yang tinggi dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi.
•
Tipe IV, Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah.
•
Tipe V, Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat.( Muliyono,T. 2007)
2.5. Pasir. Pasir merupakan bahan pengisi yang digunakan dengan semen untuk membuat adukan. Selain itu juga pasir berpengaruh terhadap sifat tahan susut, keretakan dan kekerasan pada batako atau produk bahan bangunan campuran semen lainnya. Pada pembuatan batako ringan ini digunakan pasir yang lolos ayakan kurang dari 5 mm (ASTM E 11-70) dan harus bermutu baik yaitu pasir yang bebas dari lumpur, tanah liat, zat organik, garam florida dan garam sulfat. Selain itu juga pasir harus bersifat keras, kekal dan mempunyai susunan butir (gradasi) yang baik. Menurut Persyaratan Bangunan Indonesia (1982: 23) agregat halus sebagai campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut: 1. Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras. 2. Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama. 3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila lebih dari 5 % maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan 0,063 mm.
Universitas Sumatera Utara
4. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak. 5. Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca. 6. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton. (Wijanarko, W. 2008)
2.6. Air Air yang dimaksud disini adalah air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan, harus berupa air bersih dan tidak mengandung bahan–bahan yang dapat menurunkan kualitas batako. Menurut PBI 1971 persyaratan dari air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan adalah sebagai berikut : a. Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain yang dapat merusak daripada.beton. b. Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke Laboratorium Penyelidikan Bahan untuk mendapatkan pengujian sebagaimana yang dipersyaratkan. c. Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya. Air yang digunakan untuk proses pembuatan beton yang paling baik adalah air bersih yang memenuhi syarat air minum. Jika dipergunakan air yang tidak baik maka kekuatan beton akan berkurang. Air yang digunakan dalam proses pembuatan beton jika terlalu sedikit maka akan menyebabkan beton akan sulit untuk dikerjakan, tetapi jika air yang digunakan terlalu banyak maka kekuatan beton akan berkurang dan terjadi penyusutan setelah beton mengeras. (Wijanarko,W. 2008)
Universitas Sumatera Utara
2.7. Akustik Penataan bunyi pada bangunan merupakan dua tujuan, yaitu untuk kesehatan (mutlak) dan untuk kenikmatan (diusahakan). Penataan bunyi melibatkan empat elemen yang harus dipahami yaitu sumber bunyi (Sound source), penerima bunyi (receiver), media dan gelombang bunyi (soundwave). Sumber bunyi dapat berupa benda yang bergetar, misalnya tali suara manusia, senar gitar, loudspeaker, tepuk tangan. Penerima bunyi dapat berupa telinga manusia maupun micropon. Media adalah sarana bagi bunyi untuk merambat, dapat berupa gas, zat cair, maupun zat padat. Tanpa media maka gelombang bunyi tidak akan dapat merambat dari sumber ke penerima bunyi. Gelombang bunyi dapat merambat langsung melalui udara dari sumbernya ke telinga manusia. Selain itu, sebelum sampai ke telinga manusia, gelombang bunyi dapat juga terpantul–pantul terlebih dahulu oleh permukaan bangunan, menembus dinding atau merambat melalui bangunan. Perjalanan bunyi dari sumber ke telinga akan sangat menentukan karakter ( kualitas dan kuantitas) bunyi tersebut. Oleh karena itu pengolahan jalan bunyi tadi menjadi sangat penting untuk mendukung pengolahan bunyi agar sesuai keinginan penerima bunyi. Pemilihan bentuk, orientasi dan bahan permukaan ruang akan menentukan karakter jalan bunyi yang kemudian juga menentukan karakter bunyi. 2.7.1. Bunyi (Sound) Bunyi adalah gelombang getaran mekanik dalam udara atau benda padat yang masih bisa ditangkap telinga normal manusia dengan rentang frekuensi antara 20 – 20.000 Hz. Kepekaan telinga manusia terhadap rentang ini semakin menyempit sejalan dengan pertambahan umur. Bunyi udara (airbone sound) adalah bunyi yang merambat lewat udara sedangkan bunyi struktur (structural sound) adalah bunyi yang merambat melalui struktur bangunan. Kecepatan rambat bunyi (sound velocity) adalah kecepatan rambat bunyi pada suatu media, diukur dengan m/s. Kecepatan bunyi adalah tetap untuk kepadatan media tertentu, tidak tergantung frekuensinya. Untuk kemudahan kecepatan rambat bunyi diudara adalah 340 m/s.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Kecepatan bunyi dan suhu suhu ( 0C)
kecepatan (m/s)
-20
319,3
0
331,8
20
343,8
30
349,6
2.7.2. Taraf Intensitas Bunyi. Intensitas ambang pendengaran (I0) adalah Intensitas terkecil yang masih dapat menimbulkan rangsangan pendengaran pada telinga manusia adalah 10-12 W/m2, sedangkan intensitas terbesar yang masih dapat diterima telinga manusia tanpa sakit adalah 1 W/m2, yang disebut intensitas ambang pendengaran. Taraf Intensitas bunyi adalah logaritma perbandingan antara intensitas bunyi dengan intensitas ambang pendengaran manusia. Secara matematis dapat dituliskan (Giancholi, 2001) :
β = 10 log
I I0
(2.1)
dimana : β = Taraf intensitas (db) I = Intemsitas bunyi (W/m2) I0 = Intensitas ambang pendengaran (10-12 W/m2)
2.7.3. Kebisingan ( Noise)
Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki atau gangguan. Gangguan bunyi hingga tingkat tertentu dapat diadaptasi oleh fisik, namun syaraf terganggu. Ambang bunyi (threshold of audibility) adalah intensitas bunyi sangat lemah yang masih didengar telinga manusia, berenergi 10-12 W/m2. Ambang bunyi
Universitas Sumatera Utara
ini disepakati mempunyai tingkat bunyi 0 dB. Ambang sakit (threshold of poin) adalah kekuatan bunyi yang menyebabkan sakit pada telinga manusia, berenergi 1 x 10-12 W/m2. Kriteria kebisingan ( Noise Criterion ; NC: disebut juga bunyi latar yang diperkenankan agar aktivitas tak terganggu) adalah tingkat kebisingan terendah yang dipersyaratkan untuk ruang tertentu menurut fungsi utamanya Pengurangan kebisingan (Noise Reduction; NR) adalah pengurangan kekutan bunyi, diukur dalam dB. Kriteria pengurangan kebisingan (Noise Reduction Criteria; NRC) merupakan perhitungan rata-rata, dibulatkan ke bilangan terdekat 0,05, antara 250, 500, 1000, 2000 ( 125 dan 4000 tidak ikut dihitung). Informasi NRC biasanya menyertai papan akustik (Satwiko, P. 2008)
Gambar 2.3 Perbandingan tingkat bunyi beberapa sumber.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Karakteristik Bahan 2.8.1. Densitas
Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki densitas lebih tinggi akan memiliki volume yang lebih rendah dari pada benda yang bermassa sama yang memiliki densitas yang lebih rendah. Untuk pengukuran densitas batako menggunakan metode Archimedes mengacu pada standard ASTM C 134-95 dan dihitung dengan persamaan berikut (Juwairiah,2009):
ρ pc =
ms xρ air mb − (m g − mk )
( 2.2)
dimana :
ρpc = densitas (gr/cm3) ms = massa sample kering (gr) mb= massa sample setelah di rendam (gr) mg = massa sample digantung didalam air (gr) mk = massa kawat penggantung (gr)
ρair = densitas air = 1(gr/cm3) 2.8.2. Daya Serap Air (Water Absorption)
Persentasi berat air yang mampu diserap agregat di dalam air disebut serapan air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut kadar air. Besar kecilnya penyerapan air sangat dipengaruhi pori atau rongga yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori yang terkandung dalam beton maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunnya . Pengaruh rasio yang terlalu besar
Universitas Sumatera Utara
dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga. Untuk pengukuran penyerapan air batako menggunakan mengacu pada standar ASTM C 20-93 dan dihitung dengan persamaan berikut (Juwairiah,2009):
WA =
M j − Mk Mk
x100%
(2.3)
dimana : WA = Water Absorption (%) Mk = Massa benda kering (gr) Mj = Massa benda dalam kondisi jenuh (gr) 2.8.3. Kuat Tekan (Compressive Strength)
Kuat tekan suatu bahan merupakan perbandingan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan beban dengan luas penampang bahan yang mengalami gaya tersebut. Untuk pengukuran kuat tekan batako mengacu pada standard ASTM C -133-97 dan dihitung dengan persamaan berikut. (Juwairiah,2009):
P=
Fmaks A
(2.4)
dimana : P
= Kuat Tekan (N/m2)
Fmaks = Gaya Maksimum (N) A
= Luas permukaan benda uji (m2)
Universitas Sumatera Utara
2.8.3. Kuat Impak (Impact Strength)
Pengujian kuat impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Dasar pengujian impak adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Gambar 3.3. memberi ilustrasi suatu pengujian impak dengan metode Charpy:
Gambar 2.4 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan bend uji Charpy Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh suatu bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak (ketangguhan) bahan tersebut. Pada gambar 3.3. di atas dapat dilihat bahwa setelah benda uji patah akibat deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h’. Bila bahan tersebut tangguh yaitu makin menyerap energi lebih besar maka makin rendah posisi h’. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadi retak atau terdeformasi dengan mudah.
Universitas Sumatera Utara
Jadi kuat impak adalah besar energi yang diserap oleh specimen per satuan luas. Untuk pengukuran kuat impak batako mengacu pada SNI-07-0408-1989 dan dapat dihitung dengan persamaan:
HI =
E A
(2.5)
dimana :
HI
= Kuat Impak Charpy (J/m2)
E
= Energi yang diserap benda (J)
2.8.5. Kekerasan (Hardness)
Kekerasan adalah ketahanan yang diberikan oleh bahan terhadap penekanan ke dalam yang tetap, disebabkan oleh benda tekan yang berbentu tertentu karena pengaruh gaya tertentu. Penekanan kecil (atau tidak dalam) menunjukkan kekerasan yang besar (Van Vliet, G.L.J. 1984) Umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni : Brinell, Vickers, Rockwel dan micro Hardness.
a. Metode Brinell
Metode pengujian kekerasan ini dilakukan dengan memakai bola baja yang keras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu identasi tertentu, sebagaimana yang ditunjukkan oleh gambar 3.5. Hasil penekanan adalah jejak berbentuk linkaran bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah mikroskop khusus pengukur jejak.
Gambar 2.5 Skematis prinsip indentasi dengan metode Brinell
Universitas Sumatera Utara
Untuk pengukuran kekerasan batako mengacu pada SNI-07-0905-1989 dan dapat dihitung dengan persamaan berikut:
BHN =
(
2P
(πD) D − D 2 − d 2
)
(2.6)
dimana :
BHN = Kekerasan Brinell (N/m2) P = Beban yang diberikan (N) D = Diagonal indentor (m) d = Diameter jejak (m)
b. Metode Vickers
Metode pengujian kekerasan ini menggunakan identor intan berbentu piramida dengan sudut 1360, seperti diperlihatkan pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers
Universitas Sumatera Utara
Prinsip pengujian adalah sama dengan metode Brinnel, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengukur jejak. Untuk pengukuran kekerasan batako mengacu pada SNI-07-0905-1989 dan dapat dihitung dengan persamaan berikut:
VHN =
1.854 P d2
(2.7)
dimana : VHN = Kekerasan Vickers (N/m2) P = Beban yang diberikan (N) d = Diameter jejak (m)
2.8.6. Daya Serap Suara
Serapan (absorption) adalah perbandingan antara energi yang tidak dipantulkan kembali dengan energi keseluruhan yang datang.
Energi datang Energi yang diserap
Energi yang diteruskan
Energi yang terpantul
Gambar.2.7. Pemantulan energi bunyi pada material
Universitas Sumatera Utara
Untuk pengukuran penyerapan bahan dihitung dengan persamaan berikut
α=
Ia Ii
(2.8)
dimana : Ia = Intensitas suara yang diserap ( dB ) Ii = Intensitas suara yang datang ( dB ) Penyerapan bunyi (sound-absorbing), kemampuan suatu bahan untuk meredam bunyi yang datang, dihitung dalam persen, atau pecahan bernilai 0 ≤ α ≤ 1 . Nilai 0 berarti tidak ada peredaman bunyi (seluruh bunyi yang dating
dipantulkan sempurna). Sedangkan nilai 1 berarti bunyi yang datang diserap seluruhnya (tidak ada yang dipantulkan). Jendela yang terbuka dianggap mempunyai α = 1 karena seluruh bunyi tidak dipantulkan. (Satwiko,P. 2008)
Universitas Sumatera Utara