BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Persepsi Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupaakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas yang integrated dalam diri individu (Bimo walgito, 2001 dalam sunaryo). Persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian
sehingga
individu
mampu
mengetahui,
mengartikan,
dan
menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada diluar maupun dalam diri individu (Sunaryo, 2004). Persepsi adalah proses internal yang memungkinkaan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi. Persepsi menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain (Mulyana, 2004). Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli) (Rakhmat, 2000). Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi. Persepsi
menentukan kita
memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain (Mulyana, 2004). Semakin tinggi der ajat kesamaan mudah
dan
semakin
persepsi antar
sering mereka
individu,
berkomunikasi,
dan
semakin sebagai
6
konsekuensinya
semakin
cenderung membentuk kelompok budaya atau
kelompok identitas. 1. Macam – macam Persepsi Ada dua macam persepsi, yaitu : External perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar diri individu. Self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi obyek adalah dirinya sendiri (Sunaryo, 2004). 2. Syarat terjadi persepsi Menurut Sunaryo (2004), supaya individu dapat mengadakan persepsi diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu adanya objek yang dipersepsikan lalu objek tersebut menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor, adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi, adanya alat indera atau reseptor sebagai penerima stimulus dan saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak lalu dari otak dibawa melalui saraf motorik sebagai alat untuk mengadakan respon.Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak
(pusat saraf atau pusat kesadaran). Dan otak dibawa
melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respon. 3. Proses Terjadinya Persepsi ( Sunaryo, 2004) Menurut Sunaryo (2004) proses terjadinya persepsi melalui tiga proses yaitu proses fisik, proses fisiologis dan proses psikologis. Proses fisik berupa objek menimbulkan stimulus, lalu stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses fisiologis berupa stimulus yang diterima oleh indera diteruskan oleh saraf sensoris ke otak. Sedangkan proses psikologis
7
berupa proses dalam otak sehingga individu menyadari stimulus yang diterima.
B. Remaja Istilah remaja ( adolescent ) berasal dari bahasa latin ad alescere, yang berarti "bertumbuh" Sepanjang fase perkembangan ini, sejumlah masalah
fisik,
sosial,
dan psikologis
bergabung
untuk
menciptakan
karakteristik, perilaku, dan kebutuhan yang unik (Bobak, 2004). Menurut Perry & Potter Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak – kanak menuju dewasa, biasanya antara usia 13 dan 20 tahun. Istilah remaja (adolescent) biasanya
menunjukan
maturasi
psikologis
menunjukan titik dimana reproduksi
individu,
ketika
mungkin dapat
pubertas
terjadi.
WHO
menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja dan membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun
dan
remaja
akhir 15-20
tahun.
Menurut
Sarwono (2001)
pedoman umum remaja di Indonesia menggunakan batasan usia 11- 24 tahun dan belum menikah. Awal masa remaja disebut sebagai masa puber/pubertas, Ada beberapa alasan mengapa anak seusia ini disebut dengan anak remaja, antara lain adalah : 1. Pada usia ini secara umum sudah kelihatan adanya tanda-tanda seksual sekunder (kriteria fisik) 2. Pada usia ini oleh masyarakat Indonesia sudah dianggap akil baligh baik menurut
adat
maupun
agama,
sehingga
masyarakat
tidak
lagi
memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial). 3. Pada usia ini mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa.
8
4. Batas usia 24 tahun merupakan batas usia maksimum untuk member kesempatan kepada mereka mengembangkan dirinya setelah sebelumnya Remaja (adoloscence) mempunyai arti luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang- orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang – kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif kurang lebih dalam masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan social orang dewasa, yang kenyataanya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini ( Piaget dalam Hurlock, 2004). Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa (Setiono, 2002).
9
1. Perubahan dimensi pada remaja menurut Setiono : a. Dimensi biologis Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif
dalam
memproduksi
(gonadotrophins atau gonadotrophic
dua hormones)
jenis
hormone
yang
berhubungan
dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan,kedua
hormon
tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone (LH) yang juga
dinamakan Interstitial-Cell
Stimulating
Hormone (ICSH)
merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, tumbuh rambut kemaluan. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya
yang
berhubungan
dengan
tumbuhnya hormon
testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja. b. Dimensi Kognitif Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam
tahap
pertumbuhan
operasi
formal (period
of
formal
10
operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif
pemecahan
masalah
beserta
kemungkinan
akibat
atau
hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka. c. Dimensi Moral Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan
absolut
yang
diberikan
pada
mereka
selama
ini
tanpa
bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja
akan
lebih
banyak
melakukan
pengamatan
keluar
dan
11
membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya "kenyataan" lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak. d. Dimensi Psikologis Masa remaja merupakan masa yang
penuh gejolak. Pada masa
ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood "senang luar biasa" ke "sedih luar biasa", sementara orang
dewasa
memerlukan
beberapa
jam
untuk
hal
yang
sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubahubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.
2. Remaja dibagi dalam tiga fase ( Sunaryo, 2004) a. Fase Pra remaja Fase ini ditandai dengan kebutuhan menjalin hubungan dengan teman sejenis, kebutuhan akan sahabat yang dapat dipercaya, bekerja sama dalam melaksanakan tugas, dan memecahkan masalah kehidupan, dan kebutuhan dalam membangun hubungan dengan sebaya yang memiliki persamaan, 12
kerja sama, tindakan timbal balik sehingga tidak kesepian. Fase ini menandakan awal hubungan manusiawi sejaati dengan orang lain. Tugas perkembangan dalam fase ini adalah belajaar melakukan hubungan dengan teman sebaya dengan cara competition, compromise, dan kooperatif. b. Fase Remaja Awal Fase ini berawal dari berakhirnya fase praremaja sampai individu menemukan suatu pola perbuatan stabil yang memuaskan dorongan – dorongan genitalnya. Hal penting dalam fase ini, yaitu : 1) Tantangan utama yang dihadapi adalah mengembangkan pola aktivitas heteroseksual. 2) Terdapat perubahan fisiologis, antara lain perasaan birahi pertama menyangkut daerah genital dan daerah lain, seperti tangan dan mulut. 3) Terdapat pemisahan kebutuhan erotik yang sasaranya adalah lawan jenis dan keintiman dengan sasaran jenis kelamin yang sama. 4) Apabila kebutuhan erotik dan keintiman sejak dini tidak terpisahkan akan terjadi penampilan homoseksual bukan heteroseksual. 5) Timbulnya banyak konflik akibat kebutuhan kepuasan seksuaal, keamanan, keakraban. 6) Tugas perkembangan yang penting adalah belajar mandiri dan melakukan hubungan dengan jenis kelamin yang berbeda.
13
c. Fase Remaja Akhir Pada fase ini sudah mulai terpolakan aktivitas seksual melalui langkah pendidikan hingga terbentuk pola hubungan antar pribadi yang sungguh-sungguh matang sesuai dengan kesempatan yang ada. Fase ini merupakan inisiasi ke arah hak, kewajiban, kepuasan, dan tanggungjawab kehidupan sebagai warga masyaraakat dan warga negara. Tugas perkembangan fase remaja akhir adalah economically, intelectually, dan emotionally self sufficent. Setelah individu melewati enam fase perkembangan kepribadian, ia mencapai taraf kedewasaan, yaitu menjadi pribadi manusia yang matang dan setelah itu memasuki usia lanjut.
3. Karakteristik umum perkembangan remaja (Ali&Asrori, 2004) Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anakanak dan masa kehhidupan orang dewasa. Ditinjau dari segi fisik, mereka sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum menunjukan sikap dewasa. Oleh karena itu, ada sejumlah sikap yang sering ditunjukan oleh remaja, yaitu sebagi berikut: a. Kegelisahan Sesuai fase perkembanganya, remaja mempunyai banyak idealisme, angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan dimasa depan. Namun, sesungguhnya remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semua itu. Seringkali angan-angan dan keinginanya jauh lebih besar dibanding kemampuanya. Tarik – menarik antara angan-angan yang tinggi dengan kemampuanya yang masih belum memadai mengakibatkan mereka diliputi rasa gelisah. 14
b. Pertentangan Remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untk mandiri. Umumnya remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan orang tua. Pertentangan yang terjadi itu menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian ditentangnya sendiri karena dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman. Akibatnya pertentangan yang sering terjadi itu akan menimbulkan kebingungan dalam diri remaja itu sendiri maupun pada orang lain. c. Mengkhayal keinginan untuk menjelajah duina luas tidak semuanya tersalurkan. Biasanya hambatanya dari segi keuangan atau biaya. Sebab menjelajah lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang banyak, padahal kebanyakan remaja memperoleh uang dari pemberian orang tuanya. Akibatnya, mereka lalu mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalanya melalui dunia fantasi. d. Aktivitas berkelompok Berbagai macam keinginan remaja seringkali tidak dapat terpenuhi karena berbagai macam kendala, dan yang sering terjadi adalah tidak tersedianya biaya,
adanya
melemahkan
bermacam-macam
atau
bahkan
larangan
mematahkan
orang
semangat
tua para
seringkali remaja.
Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitanya tersebut setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama. Mereka melakukan kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat teratasi.
15
e. Keinginan mencoba segala sesuatu Pada umunya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin berpetualang, menjelajah dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. Selain itu, didorong juga oleh keinginan seperti orang dewasa menyebabkan remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan oleh orang dewasa. Oleh karena itu, yang amat penting bagi remaja adalah memberikan bimbingan agar rasa ingin tahunya yang tinggi dapat terarah kepada kegiatan-kegiatan yang positif, kreatif, dan produktif. Jika tidak dikhawatirkan dapat menjerumus kepada kegiatan atau perilaku negative. Masa dan proses perkembangan tidak sama bagi semua remaja, antara remaja pria dan wanita terdapat perbedaan mencolok (Gunarsa, 2001). Satu tugas penting yang harus dijalani oleh setiap remaja. ialah mengembangkan pengetahuan, sehingga memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan (Bobak, 2004). Pengambilan keputusan, dalam hal ini tentang masalah penyakit HIV/AIDS, bagaimana remaja memandang penyakit ini sangat dipengaruhi oleh persepsi remaja itu sendiri. Apakah remaja akan memahami dan mengerti tentang penyakit ini dengan baik atau tidak. Apa yang dilakukan remaja pada hal – hal yang dapat menularkan penyakit ini, apakah remaja akan menjauhi hal ini atu tidak. Apapun pandangan remaja tentang penyakit ini sangat dipengaruhi oleh persepsi remaja itu sendiri terhadap penyakit ini.
16
C. HIV/AIDS Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan system kekebalan tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh human immunodeficiency virus (Widoyono, 2008). AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi HIV, virus ini ditemukan oleh Montaigner
pada
tahun 1983 ( Mansjoer, 2000). 1. Patogenesis HIV menempel pada limfosit sel induk melalui gp120 sehingga akan terjadi fusi membrane HIV dengan sel induk. Inti HIV kemudian masuk kedalam sitoplasma sel induk. Di dalam sel induk, HIV akan membentuk DNA HIV dari RNA HIV melalui enzim polymerase. Enzim integrasi kemudian akan membantu DNA HIV untuk berintegrasi dengan DNA sel induk. DNA virus dianggap oleh tubuh sebagai DNA sel induk, akan membentuk RNA dengan fasilitas sel induk, sedangkan mRNA dalam sitoplasma akan diubah oleh enzim protease menjadi partikel HIV. Partikel itu selanjutnya mengambil selubung dari bahan sel induk untuk dilepas sebagai virus HIV lainnya. Mekanisme penekanan pada system imun (imunosupresi) ini akan menyebabkan pengurangan dan terganggunya jumlah dan fungsi sel limfosit T. 2. Penularan Jalur penularan infeksi HIV serupa dengan infeksi hepatitis B. Pada homoseksual pria, anal intercourse atau anal manipulation akan meningkatkan kemungkinan trauma pada mukosa rectum dan selanjutnya 17
memperbesar peluang untuk terkena virus HIV lewat secret tubuh( Bruner&Suddarth,2001).
Selain
melalui
cairan
tubuh,
menurut
(Widoyono, 2008) HIV juga ditularkan melalui : a. Ibu hamil 1) Secara intrauterine, intrapartum, dan postpartum (ASI). 2) Angka transmisi mencapai 20-50% 3) Angka transmisi melalui ASI dilaporkan lebih dari sepertiga. 4) Laporan lain menyatakan risiko penularan melalui ASI adalah 1129%. 5) Sebuah studi meta-analisis prospektif yang melibatkan penelitian pada dua kelompok ibu, yaitu kelompok ibu yang menyusui sejak awal kelahiran bayi dan kelompok ibu yang menyusui setelah beberapa waktu usia bayinya, melaporkan bahwa angka penularan HIV pada bayi yang belum disusui adalah 14% (yang diperoleh dari penularan melalui mekanisme kehamilan dan persalinan), dan angka penularan HIV meningkat menjadi 29% setelah bayinya disusui. b. Jarum suntik 1) Prevalensi 5-10% 2) Penularan HIV pada anak dan remaja biasanya melalui jarum suntik karena penyalahgunaan obat. 3) Diantara tahanan (tersangka atau terdakwa tindak pidana) dewasa, pengguna obat suntik di Jakarta sebanyak 40% terinfeksi HIV, di bogor 25%, dan bali 53%.
18
c. Transfusi darah 1) Risiko penularan sebesar 90% 2) Prevalensi 3-5% d. Hubungan seksual 1) Prevalensi 70-80% 2) Kemungkinan tertular adalah 1 dalam 200 kali hubungan intim. 3) Model penularan ini adalah yang tersering didunia. Akhir – akhir ini dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan kondom maka penularan melalui jalur ini cenderung menurun dan digantikan oleh penularan melalui penasun (pengguna narkoba suntik). 3. Gejala Klinis a. Masa inkubasi 6 bulan – 5 tahun b. Window period selama 6 – 8 minggu, adalah waktu saat tubuh sudah terinfeksi HIV tetapi belum terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium. c. Seseorang dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5 tahun. Jika tidak diobati, maka penyakit ini akan bermanifestasi sebagai AIDS. d. Gejala klinis muncul sebagai penyakit yang tidak khas seperti : 1) Diare kronis 2) Kandidiasis mulut yang luas 3) Pneumocystis carinii 4) Pneumonia interstisialis limfositik 5) Ensefalopati kronik.
19
4. Diagnosis penyakit AIDS Manifestasi
infeksi
HIV
memperlihatkan
keragaman.
Diagnosis
didasarkan pada riwayat klinis, identifikasi, faktor resiko, pemeriksaan fisik, bukti laboratorium yang menunjukan disfungsi kekebalan, identifikasi antibody HIV, tanda-tanda gejala, dan infeksi dan/ atau malignansi yang termasuk dalam system klasifikasi CDC untuk infeksi HIV (bruner&suddarth,2001). Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV (widoyono, 2008) meliputi : a. Enzyme – Linked ImmunoSorbent Assay (ELISA) Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1 – 100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infekksi. b. Western blot Spesifisitasnya tinggi yaitu sebesar 99,6 – 100% . Pemeriksaannya cukup sulit, mahal, dan mmembutuhkan waktu sekitar 24 jam. c. PCR (Polymerase Chain Reaction) Tes ini digunakan untuk : 1) Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yang menderita HIV akan membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit
tersebut.
Zat
kekebaalaan itulah yang
diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan menganurkan hasil pemeriksaan, seolah – olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut. 2) Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi. 3) Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
20
4) Tes
konfirmasi
untuk
HIV-,
sebab
Enzyme
–
Linked
ImmunoSorbent Assay (ELISA) mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV-2. Menurut World Health Organitation (WHO) Ada beberapa tanda mayor dan tanda minor seseorang mengidap HIV/AIDS. Tanda mayor antara lain : kehilangan berat badan (BB) lebih dari 10% , diare kronik lebih dari 1 bulan serta demam lebih dari 1 bulan. Sedangkan tanda minornya antara lain : batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis pruritis (gatal), herpes zoster berulang, kandidiasis orofaring, herpes simpleks yang meluas dan berat serta limfadenopati yang meluas (Widoyono, 2008) 5. Program pemberantasan Komisi penanggulangan AIDS Nasional/ KPAN dalam Widoyono, 2008 menentukan kebijakan penanggulangan penyakit HIV/AIDS secara nasional, antara lain : a. Arah Kebijakan 1) Peningkatan upaya pencegahan antara lain : pengurangan dampak buruk (harm reduction) penasun, peningkatan program pemakaian kondom 100% pada setiap hubungan seksual yang berisiko, pencegahan penularan ibu ke bayi Prevention of mother-to-child transmission (PMTCT), transfusi darah yang aman serta kewaspadaan universal. 2) Peningkatan jumlah dan mutu antara lain : pelayanan pengobatan IMS, peningkatan jumlah dan fungsi klinik Voluntary, crining, and Testing (VCT) serta perawatan dukungan, dan pengobatan care, support, and treatment (CST) pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) 21
3) Penguatan KPA ( Komisi Penanggulangan AIDS) di semua tingkat 4) Peningkatan peraturan perundang-undangan dan anggaran 5) Peningkatan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi). 6) Memperkuat monitoring dan evaluasi b. Target 1) 80% populasi yang paling berisiko, terjangkau oleh program pencegahan yang komprehensif 2) Perubahaan perilaku pada 60% populasi paling berisiko. 3) 80% dari mereka yang memenuhi syarat, menerima pengobatan dengan Anti Retro Virus (ARV). 4) Sumber daya dan dana (domestic dan internasional) memenuhi estimasi kebutuhan pada tahun 2008 5) Lingkungan yang memberdayakan : a) Peran civil society b) Menghilangkan stigma dan diskkriminasi 6) Persentase ibu hamil dengan HIV dan yang menerima profilaksis ARV. 7) Persentase yatim piatu dan anak yang rawan penularan (OVC) menerima paket dukungan 8) Mengurangi infeksi baru
22
c. Kegiatan Kegiatan disesuaikan dengan 8 kegiatan yang tercantum dalam standar pelayanan minimal (SPM) yang sudah ditetapkan oleh KPAN, meliputi : 1) Behavioral change communication (BCC) atau komunikasi perubahan perilaku (KPP) 2) Promosi pemakaian kondom (PPKK) 100% 3) Klinik infeksi menular seksual (IMS) 4) Voluntary and testing (VCT) 5) Care,support, and treatment (CST) 6) Prevention of mother-to-child transmission (PMTCT) 7) Komunikasi public
D. Faktor yang mempengaruhi persepsi remaja terhadap HIV/AIDS Berikut ini beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi baik dari faktor internal maupun eksternal. Menurut Jallaludin Rachmat (2005), adalah sebagai berikut : a. Faktor Internal 1. Alat Indra Alat indra atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf,
23
yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris 2. Perhatian Untuk menyadari atau mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek. 3. Pengalaman Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman
tidak
selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman bisa bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi. b. Faktor Eksternal 1. Objek yang dipersepsi Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indra atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu. 2. Informasi Era teknologi zaman sekarang ini lebih dari kata maju, banyak sekali cara untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber yang terpercaya. Baik dari media cetak seperti koran, majalah, tabloid, dll. Serta dari media elektronik seperti TV, internet dengan acara yang kita bisa langsung ikut dalam interaktif didalamnya
24
3. Budaya / lingkungan Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota suatu masyarakat.
E. Kerangka Teori
Faktor internal yang mempengaruhi persepsi -
Indera Perhatian Pengalaman
Faktor Eksternal yang mempengaruhi persepsi -
Obyek Informasi Budaya/ lingkungan
Persepsi remaja terhadap HIV/AIDS
Penilaian remaja pada HIV/AIDS -
Penyebab Penularan Pengobatan Pencegahan
Modifikasi dari Rakhmat (2009)
25
F. Variabel penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal, yaitu persepsi remaja terhadap penyakit HIV/AIDS di Kabupaten Blora.
26