BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen Logistik dan Farmasi
2.1.1
Manajemen Manajemen merupakan suatu proses dimana suatu perusahaan atau organisasi
dalam melakukan suatu usaha harus mempunyai prinsip-prinsip menajemen dengan menggunakan semua sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Manajemen adalah usaha atau kegiatan yang dilaksanakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan bantuan orang lain (Anief, 1995) Sedangkan menurut Manullang (2004) manajemen adalah seni ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen mempunyai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi, tujuan ini merupakan sasaran yang hendak dicapai melalui kegiatan yang telah diatur manajemen untuk pencapaian tujuan organisasi. 2.1.2
Logistik Logistik adalah beberapa proses yang dilakukan untuk memastikan bahwa
material yang akan digunakan telah tersedia. Tentunya material tersebut telah tersedia dengan kualitas dan kuantitas sesuai dengan standar yang telah ditentukan (Pramono, 2008). 10
11
Logistik berdasarkan pengertian dari Subagya MS, 1995, adalah ilmu atau pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material atau alat-alat. Sedangkan Lumenta, 1990, berpendapat bahwa logistik modern sebagai proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang atau material, suku cadang dan barang jadi dari para pemasok di dalam sarana atau fasilitas perusahaan sampai dengan konsumen. 2.1.3
Pengertian Manajemen Logistik Pengertian manajemen logistik menurut Subagya, 1994, adalah suatu ilmu
pengetahuan dan atau seni serta proses mengenal perencanaan dan penentuan kebutuhan,
pengadaan,
penyimpanan,
penyaluran
dan
pemeliharaan
serta
penghapusan material atau alat-alat. Ada lima komponen penting dalam membentuk sistem logistik, yaitu : a. Struktur lokasi fasilitas b. Transportasi c. Persediaan (Inventory) d. Komunikasi e. Penanganan (Handling) f. Penyimpanan (Storage) Menurut bidang pemanfaatannya, barang dan bahan yang harus disediakan di rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi : persediaan farmasi, persediaan makanan, persediaan logistik umum dan teknik. Biaya rutin terbesar di rumah sakit
12
pada umumnya terdapat pada pengadaan persediaan farmasi yang meliputi (Aditama, 2003) : a.
Persediaan obat, mencakup: obat-obatan esensial, non esensial, obat-obatan yang cepat, lama terpakai.
b.
Persediaan bahan kimia, mencakup: persediaan untuk kegiatan operasional laboratorium dan produksi farmasi intern, serta kegiatan non medis
c.
Persediaan gas medis, kegiatan pelayanan bagi pasien di akmar bedah, ICU atau ICCU membutuhkan beberapa jenis gas medis.
d.
Peralatan kesehatan, berbagai peralatan yang dibutuhkan bagi kegiatan perawatan maupun kedokteran yang dapat dikelompokkan sebagai barang habis pakai serta barang tahan lama atau peralatan elektronik dan non elektronik. Sedangkan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwaodarminto,
1976) adalah pengadaan, distribusi, pemeliharaan dan penggantian materiil dan personil. dari pengertian tersebut, maka logistik tidak hanya mempunyai pengertian sekedar perlengkapan semata dan yang bersifat padat, atau barang-barang inventaris kantor. Dalam konteks logistik sebuah Rumah Sakit, maka mengandung pengertian suatu perbekalan dari sebuah Rumah Sakit untuk dapat beroprasi. Jadi tidak hanya barang inventaris saja, tetapi lebih kepada seluruh sumber daya baik itu barang maupun jasa yang digunakan guna kepentingan beroprasinya sebuah Rumah Sakit. 2.1.4
Farmasi Farmasi adalah suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan pembuatan
dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat. Ini meliputi seni dan ilmu pembuatan dari sumber alam atau sintetik menjadi material atau produk yang cocok
13
dan enak dipakai untuk mencegah, mendiagnosa atau pengobatan panyakit. Farmasi juga meliputi profesi yang sah dan fungsi ekonomi dari distribusi produk yang berkhasiat obat baik dan aman (Anief, 1995) Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik, memformulasikan,
mengidentifikasi,
mengombinasi,
menganalisis,
serta
menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat berserta pendistribusian dan penggunaannya sacara aman. Farmasi dalam bahasa Yunani disebut Farmokon yang berarti medika atau obat (Syamsuni, 2006) 2.2
Tujuan Manajemen Logistik Rumah Sakit Menurut Aditama (2003), tujuan manajemen logistik rumah sakit dapat
diuraikan menjadi tiga tujuan pokok utama, yaitu: 1.
Tujuan operasional : agar tersedia barang atau material dalam jumlah yang tepat dan kualitas yang memadai pada waktu yang dibutuhkan.
2.
Tujuan keuangan : agar tujuan operasional tercapai dengan biaya terendah.
3.
Tujuan pengamanan : agar persediaan tidak terganggu oleh pencurian, kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak dan nilai persediaan dinyatakan dengan benar pada buku-buku bagian keuangan atau akuntansi.
2.3
Fungsi-Fungsi Manajemen Logistik Manajemen logistik di rumah sakit dapat disusun dalam bentuk skema siklus
kegiatan logistik yang terdiri dari beberapa fungsi logistik di dalamnya. Masingmasing fungsi logistik tersebut memiliki tugas dan wewenang tersendiri namun tetap saling berhubungan satu dengan yang lain secara kontinyu dan berkesinambungan. Adapun skema dari fungsi tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini:
14
Perencanaan
Penghapusan
Penganggaran
Pemeliharaan
Pengendalian (Control)
Pendistribusian
Pengadaan
Pendataan
Penyimpanan
Gambar 2.1 Siklus Manajemen Logistik 2.3.1
Fungsi Perencanaan Menurut pendapat Subagya (1994) perencanaan adalah proses untuk
merumuskan sasaran dan menentukan langkah-langkah yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan secara khusus perencanan logistik adalah merencanakan kebutuhan logistik yang pelaksanaannya dilakukan oleh semua calon pemakai (user) kemudian diajukan sesuai dengan alur yang berlaku di masing- masing organisasi. Dalam tahapan perencanaan logistik pada umumnya dapat menjawab dan menyimpulkan pernyataan sebagai berikut: 1.
Apakah yang di butuhkan (what), untuk menentukan jenis barang yang tepat
2.
Berapa yang di butuhkan (how much, how many), untuk menentukan jumlah
3.
Bilamana dibutuhkan (when), untuk menentukan waktu yang tepat
15
4.
Di mana dibutuhkan (where), untuk menentukan tempat yang tepat
5.
Siapa yang mengurus atau siapa yang menggunakan (who) untuk menentukan orang atau unit yang tepat
6.
Bagaimana diselenggarakan (how), untuk menentukan proses yang tepat
7.
Mengapa dibutuhkan (why), untuk mengecek apakah keputusan yang di ambil benar-benar tepat
2.3.2
Fungsi Penganggaran Penganggaran (budgeting), adalah suatu rencana yang disusun secara
sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang (Mustikasari, 2007) Dalam fungsi penganggaran, semua rencana-rencana dari fungsi perencanaan dan penentu kebutuhan dikaji lebih lanjut untuk disesuaikan dengan besarnya biaya dari dana yang tersedia. Dengan mengetahui hambatan-hambatan dan keterbatasan yang dikaji secara seksama maka anggaran tersebut merupakan anggaran yang terpercaya (reliable). 2.3.3
Fungsi Pengadaan Pengadaan adalah semua kegiatan dan usaha untuk menambah dan memenuhi
kebutuhan barang dan jasa berdasarkan peraturan yang berlaku dengan menciptakan sesuatu yang tadinya belum ada menjadi ada. Kegiatan ini termasuk dalam usaha untuk tetap mempertahankan sesuatu yang telah ada dalam batas-batas efisiensi. Metode pengadaan dapat berupa pembelian, pembuatan, perbaikan, peminjaman, penukaran dan penghibahan (Subagya, 1994)
16
2.3.4
Fungsi Pendataan Pendataan adalah salah satu dari upaya pengendalian terhadap suatu kegiatan
logistik, sebagai salah satu bentuk akuntabilitas. Pada pengelolaan logistik di rumah sakit ditunjuk seorang petugas sebagai bendahara logistik atau bendahara material. Tugasnya selain mengelola semua logistik yang diterima dari panitia pengadaan, juga harus mencatat setiap pengeluaran dan distribusi dari logistik kepada bagian-bagian atau unit-unit yang memerlukan. (Seto, 2008) 2.3.5
Fungsi Penyimpanan Penyimpanan merupakan suatu kegiatan dan usaha untuk melakukan
pengurusan penyelenggaraan dan pengaturan barang persediaan di tempat penyimpanan. Penyimpanan berfungsi untuk menjamin penjadwalan yang telah ditetapkan dalam fungsi-fungsi sebelumya dengan pemenuhan setepat-tepatnya dan biaya serendah-rendahnya. Fungsi ini mencakup semua kegiatan mengenai pengurusan, pengelolaan dan penyimpanan barang (Seto, 2008) 2.3.6
Fungsi Penyaluran Penyaluran atau distribusi merupakan kegiatan atau usaha untuk mengelola
pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lainnya (Subagya, 1994). Distribusi logistik
merupakan
kegiatan
dan
usaha
penyelenggaraan
penyaluran
dan
penyimpanan kebutuhan logistik kepada unit pengguna yang membutuhkan. Hal yang harus diperhatikan dalam pendistribusian barang yaitu jenis dan spesifikasi logistik yang disampaikan, waktu penyampaian, tempat penyampaian, dan logistik yang disampaikan.
17
2.3.7
Fungsi Pemeliharaan Pemeliharaan dan perbaikan diartikan sebagai kegiatan untuk memlihara atau
menjaga fasilitas/peralatan untuk menjamin agar sarana atau suatu barang selalu dalam kondisi daya guna yang baik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasional produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan sehingga dapat mempertahankan nilai ekonomis barang (Seto, 2008) 2.3.8
Fungsi Penghapusan Penghapusan logistik
pertanggung
jawaban
merupakan kegiatan pembebasan barang dari
yang
berlaku
dengan
alasan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan. Secara lebih operasional, penghapusan logistik merupakan pengakhiran fungsi logistik dengan pertimbangan-pertimbangan dan argumentasiargumentasi tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, dalam kegiatan penghapusan logistik harus mempertimbangkan alasan-alasan normatif tertentu (Dwiantara & Sumarto, 2005). 2.3.9
Fungsi Pengendalian Menurut Subagya (1994), Pengendalian merupakan fungsi yang mengatur
dan mengarahkan cara pelaksanaan dari suatu rencana, program, proyek, dan kegiatan baik dengan pengaturan dalam bentuk tata laksana manual, standar, kriteria, norma, instruksi dan prosedur lain-lain. Ataupun melalui tindakan turun tangan untuk memungkinkan optimasi dalam penyelenggaraan suatu rencana, program, proyek dan kegiatan oleh unsur dan unit pelaksana. Hal tersebut bertujuan agar manjemen logistik yang sedang berlangsung dapat terarah dan terkendali sesuai dengan perencanaan yang terkait efisiensi dan efektifitas.
18
2.4
System Approach (Input-Proses-Output) Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan
tertentu yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem tersebut perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan sistem (system approach) (Azwar, 1996). 2.4.1
Ciri-ciri Sistem Menurut Azrul Azwar (1996) ciri-ciri sistem dibedakan atas lima macam
yaitu : a.
Dalam sistem terdapat bagian atau elemen yang satu sama lain saling berhubungan dan mempengaruhi yang kesemuanya membentuk suatu kesatuan, dalam arti semuanya berfungsi untuk mencapai tujuan yang sama yang telah ditetapkan.
b.
Fungsi yang diperankan oleh masing-masing bagian atau elemen yang membentuk suatu kesatuan tersebut adalah dalam rangka mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.
c.
Dalam melaksanakan fungsi tersebut, semuanya bekerjasama secara bebas namun
terkait,
dalam
arti
terdapat
mekanisme
pengendalian
yang
mengarahkannya agar tetap berfungsi sebagaimana yang telah direncanakan. d.
Sekalipun sistem merupakan suatu kesatuan yang terpadu, bukan berarti ia tertutup terhadap lingkungan.
19
2.4.2
Unsur Sistem Menurut Azrul Azwar (1996), telah disebutkan bahwa sistem terbentuk dari
bagian atau elemen yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen tersebut adalah suatu yang mutlak harus ditemukan, yang jika tidak demikian, maka tidak ada yang disebut dengan sistem tersebut. Bagian atau elemen tersebut banyak macamnya, yang jika disederhanakan dapat dikelompokan sebagai berikut : 1.
Masukan (Input) Yang dimaksud dengan masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut. Yakni tenaga, dana, sarana dan metoda atau dikenal pula dengan istilah sumber, tata cara, dan kesanggupan.
2.
Proses (Process) Yang dimaksud dengan proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.
3.
Keluaran (Output) Yang dimaksud dengan keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dari sistem.
4.
Umpan Balik Yang dimaksud dengan umpan balik adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
20
5.
Dampak Yang dimaksud dengan dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.
6.
Lingkungan Yang dimaksud dengan lingkungan adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.
2.5
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Instalasi farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat bagi semua lapisan masyarakat. Instalasi farmasi semakin berkembang, tidak terbatas hanya pada penyiapan obat dan penyerahan obat pada pasien, tetapi perlu melakukan interaksi dengan pasien dan profesional kesehatan lainnya, dengan melaksanakan pelayanan “Pharmaceutical care” secara menyeluruh oleh tenaga farmasi. Tujuan pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang paripurna sehingga dapat : tepat pasien, tepat dosis, tepat cara pemakaian, tepat kombinasi, tepat waktu dan tepat harga. Selain itu pasien diharapkan juga mendapat pelayanan yang dianggap perlu oleh farmasi sehingga pasien mendapat pengobatan yang efektif, efisien, aman, rasional bermutu dan terjangkau. Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama (drug oriented) ke paradigma baru (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan kefarmasian (Pharmacheutical Care). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kesehatan (Siregar dan Amalia, 2004)
21
2.5.1
Pelaksanaan Instalasi Farmasi di Rumah Sakit Pelaksanaan farmasi terdiri dari 4 pelayanan yaitu : pelayanan obat non resep,
pelayanan
komunikasi-informasi-edukasi
(KIE),
pelayanan
obat
resep
dan
pengelolaan obat. a.
Pelayanan obat non resep Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Obat untuk swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi obat wajib apotik (OWA), obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas (OB). Obat wajib apotik terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskuler, anti parasit dan obat kulit topikal.
b.
Pelayanan komunikasi, Informasi dan edukasi (KIE) Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga kesehatan lain, termasuk kepada dokter. Termasuk memberi informasi tentang obat baru atau obat yang sudah ditarik. Hendaknya aktif mencari masukan tentang keluhan pasien terhadap obat-obatan yang dikonsumsi. Apoteker mencatat reaksi atau keluhan pasien untuk dilaporkan ke dokter, dengan cara demikian ikut berpartisipasi dalam pelaporan efek samping obat.
c.
Pelayanan Obat Resep Pelayanan resep sepenuhnya tanggung jawab apoteker pengelola apotik. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat yang ditulis dalam resep obat lain. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang ditulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih terjangkau.
22
d.
Pengelolaan obat Kompetensi penting yang harus dimiliki apoteker dalam bidang pengelolaan obat meliputi kemampuan merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah dengan melakukan seleksi, perencanaan, penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan,
pengamanan
persediaan,
perancangan
dan
melakukan
dispensing serta evaluasi penggunaan obat dalam rangka pelayanan kepada pasien yang terintegrasi dalam asuhan kefarmasian dan jaminan mutu (Siregar dan Amalia, 2004) 2.5.2
Administrasi dan Pengelolaan Farmasi di Rumah Sakit Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang standar pelayanan farmasi di Rumah sakit bahwa dalam hal administrasi dan pengelolaan farmasi Rumah Sakit harus dipenuhi unsurunsur sebagai berikut : a.
Adanya bagan organisasi yang menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun diluar pelayanan farmasi yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit.
b.
Bagan organisasi dan pembagian tugas dapat direvisi kembali setiap tiga tahun.
c.
Kepala instalasi farmasi harus terlibat dalam perencanaan manajemen dan penentuan anggaran serta penggunaan sumber daya
d.
Instalasi
farmasi
harus
menyelenggarakan
rapat
pertemuan
untuk
membicarakan masalah-masalah dalam peningkatan pelayanan farmasi. Hasil pertemuan tersebut disebarluaskan dan dicatat untuk disimpan.
23
e.
Adanya Komite/Panitia Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit dan apoteker IFRS menjadi sekretaris komite/panitia.
f.
Adanya komunikasi yang tetap dengan dokter dan paramedik, serta selalu berpartisipasi dalam rapat yang membahas masalah perawatan atau rapat antar bagian atau konferensi dengan pihak lain yang mempunyai relevansi dengan farmasi
g.
Hasil penilaian / pencatatan konduite terhadap staf didokumentasikan secara rahasia dan hanya digunakan oleh atasan yang mempunyai wewenang untuk itu
h.
Dokumentasi yang rapi dan rinci dari pelayanan farmasi dan dilakukan evaluasi terhadap pelayanan farmasi setiap tiga tahun
i.
Kepala Instalasi Farmasi harus terlibat langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat.
2.6
Obat Narkotika Pengertian narkotika menurut Undang-undang / UU No. 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika : Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dapat dibedakan kedalam golongan-golongannya. Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya :
24
1.
Narkotika Alami Zat dan obat yang langsung bisa dipakai sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu berisiko, seperti jenis ganja dan daun koka.
2.
Narkotika Sintetis Narkotika jenis ini memerlukan proses yang bersifat sintetis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit / analgesik, seperti jenis amfetamin, metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin. Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak sebagai berikut : a.
Depresan yaitu membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.
b.
Stimulan yaitu membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan merasa badan lebih segar.
c.
Halusinogen yaitu dapat membuat pemakai jadi berhalusinasi yang
mengubah perasaan serta pikiran. 3.
Narkotika Semi Sintetis Narkotika jenis ini adalah zat atau obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstraksi, seperti jenis heroin, morfin, codein.
2.7
Pengadaan Obat Narkotika Codein Pada Perbekalan Farmasi RSUD Sanjiwani Gianyar Secara umum pengadaan obat di perbekalan farmasi RSUD Sanjiwani
Gianyar dilakukan dengan metode konsumsi, begitu pula dengan pengadaan obat
25
Narkotika jenis Codein Tablet 10mg. Obat jenis Narkotika adalah salah satu obat yang harus dipesan secara khusus, pemesanan dilakukan dengan cara memperkirakan jumlah kebutuhan obat bulan lalu. Pemesanan dilakukan oleh apoteker pada perbekalan farmasi yang langsung datang ke distributor yaitu Kimia Farma untuk melakukan pemesanan obat Codein dengan waktu tunggu yaitu paling lama satu hari dan dengan jumlah pemesanan yang terbatas yaitu sebanyak 1000 butir. Pembayaran untuk pembelian obat ini juga harus dengan pembayaran cash, berbeda dengan beberapa obat lain yang bisa dibayar setelah obat tersebut habis dijual. Setelah obat masuk ke gudang obat, selanjutnya stok obat dibagi menjadi 4 yaitu untuk stok pasien umum, pasien dengan ASKES, pasien dengan JKBM dan pasien dengan Jamkesmas.
2.8
Perencanaan Persediaan Setiap perusahaan jasa maupun perusahaan manufaktur, selalu memerlukan
persediaan. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada risiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan para pelanggannya. Hal ini bisa saja terjadi karena tidak selamanya barang atau jasa tersedia setiap saat. Berarti, pengusaha akan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya di dapatkan. Jadi persediaan sangat penting untuk setiap perusahaan, baik yang menghasilkan jasa suatu barang maupun jasa (Rangkuti, 2007) Perencanaan merupakan suatu kegiatan membuat berbagai rencana jangka panjang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sehingga dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Perencanaan barang logistik harus sedemikian rupa sehingga akan siap tersedia pada saat dibutuhkan, akan tetapi tidak tertumpuk terlalu banyak. Ini berarti bahwa harus ada perencanaan yang baik dalam menentukan
26
kebutuhan, baik mengenai saatnya maupun jumlah sesuatu barang atau bahan yang diperlukan harus tersedia (just in time inventory). Barang yang sudah ada dalam persediaan harus pula dijaga agar tetap baik mutunya maupun kecukupan jumlahnya, serta keamanan penyimpanannya. Untuk itu juga diperlukan suatu perencanaan dan pengaturan yang baik untuk memberikan tempat yang sesuai bagi setiap barang atau bahan yang disimpan baik dari segi pengamanan penyimpanan maupun dari segi pemeliharaannya. Selanjutnya, jalur pendistribusiannya harus jelas, lengkap dengan tata cara permintaan dan penyerahan barang sehingga terjamin bahwa permintaan akan terlayani tepat pada waktunya dan sampai ke tujuan dengan selamat (Aditama, 2003) Pengelolaan
logistik
yang
cenderung
semakin
kompleks
dalam
pelaksanaannya, akan sulit dalam pengendaliaannya apabila tidak didasari dengan perencanaan yang matang. Perencanaan yang baik menuntut adanya sistem monitoring, evaluasi dan reporting yang memadai, yang berfungsi sebagai umpan balik (feed back) untuk tindakan pengendalian terhadap deviasi-deviasi yang terjadi. Perencanaan untuk kebutuhan yang akan datang terkadang dihadapkan kepada halhal atau masalah yang tidak pasti. Karena itu para perencana atau perancang hendaknya juga memperhatikan sebaik-baiknya tentang hal-hal atau masalahmasalah yang diluar kemampuan pengawas atau pengendali (Subagya, 1994) Adapun ada dua macam pendekatan yang digunakan dalam memprediksi keadaan atau kejadian yang akan datang yaitu : 1.
Prediksi secara kualitatif Prediksi ini bersifat subyektif, yaitu didasarkan pada intuisi, emosi, perkiraan, pengalaman pribadi dari pembuat keputusan atau perencana dan sistem nilai
27
yang dianutnya dengan dibantu berbagai teknik untuk forecasting kualitatif, misalnya : a.
Opini dari staf pimpinan
b.
Informasi dari Sales Representative
c.
Partisipasi dari komponen-komponen yakni pembuat keputusan, staf personel dan responden
d.
Survei pasar untuk para konsumen melalui polling atau tanya jawab perorangan.
2.
Prediksi secara kuantitatif Metode yang digunakan dalam prediksi secara kuantitatif tergantung pada banyak sedikitnya data-data masa lalu, stabil atau tidaknya permintaan sesungguhnya, jangka waktu prediksi, dan organisasi atau bagian dari organisasi yang membuat lamaran. Ada dua model yang digunakan, yaitu : a.
Pola deret berkala (time series) Memprediksi berdasarkan asumsi bahwa prediksi yang akan datang adalah
b.
suatu fungsi dari kenyataan sebelumnya.
Model kausal dengan menggunakan Linier Regression Model
kausal
menunjukkan
mengasumsikan
bahwa
faktor
yang
suatu hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih
variabel bebas. Ada 3 metode untuk peramalan kebutuhan obat, antara lain : a.
diramalkan
Berdasarkan populasi
28
Memperkirakan kebutuhan obat yang didasarkan pada jumlah ideal yang diperlukan untuk memenuhi keperluan kesehatan utama dari populasi tersebut. Dapat dilihat dari indeks populasi, morbiditas, mortalitas, dan standar terapi. b.
Berdasarkan pelayanan Memperkirakan jumlah pelayanan yang sebenarnya yang akan diberikan dengan program kesehatan dan jumlah obat-obatan yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan tersebut. Dapat dilihat dari pola penyakit, fasilitas kesehatan, petugas kesehatan, frekuensi dan standar terapi.
c.
Berdasarkan konsumsi Berdasarkan data historis yang mengandalkan pada permintaanpermintaan sesuai kejadian atau pengalaman masa lalu.
Menurut Subagya (1994), perencanaan tersebut dibagi ke dalam periodeperiode seperti : a.
Perencanaan jangka panjang (long range)
b.
Perencanaan jangka menangah (mid range)
c.
Perencanaan jangka pendek (short range)
Periodisasi dalam suatu perencanaan ini sekaligus merupakan usaha penentu skala prioritas secara menyeluruh yang akan sangat berguna dalam usaha tindak lanjut yang lebih terperinci. 2.9
Pengawasan Persediaan Pengawasan
persediaan
merupakan
suatu
prosedur
mekanis
dalam
pelaksanaan kebijakan persediaan. Pengawasan persediaan ini memliki aspek accountability, yang akan mengukur berapa unit yang ada ditangan pada suatu lokasi
29
tertentu dan terus mengikuti penambahan dan pengurangan terhadap kuantitas dasar itu. Accountability dan penelusuran dapat dilaksanakan dengan tangan (manual) atau dengan teknik komputer, perbedaannya adalah dalam hal kecepatan, ketelitian dan biaya (Subagya, 1994) Tidak mudah untuk dapat melakukan penjualan dalam jumlah besar dan sekaligus, yang berarti tidak akan pernah kehabisan produk dan tidak akan pernah pula melakukan pembelian pada tingkat harga tinggi (pembelian secara sedikitsedikit akan menyebabkan mahalnya harga produk yang dibeli). Tujuan dari pengawasan persediaan menurut Rangkuti (2007), antara lain : a.
Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan
b.
Supaya pembentukan persediaan stabil
c.
Menghindari pembelian sekecil-kecilnya
d.
Pemesanan yang ekonomis
Catatan penting dalam sistem pengawasan persediaan menurut (Rangkuti, 2007) adalah terdiri dari :
2.10
a.
Permintaan untuk dibeli
b.
Laporan permintaan
c.
Catatan persediaan
d.
Daftar permintaan bahan
e.
Perkiraan pengawasan
Pengendalian Persediaan Pengendalian merupakan fungsi yang mengatur dan mengarahkan cara
pelaksanaan dari suatu rencana, baik dengan pengaturan dalam bentuk tata laksana yaitu : manual, standar, kriteria, ataupun prosedur melalui tindakan untuk
30
memungkinkan optimasi dalam penyelanggaraan suatu program oleh unsur dan unit terkait (Subagya, 1994) Tujuan pengendalian persediaan adalah menciptakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan oleh karena itu hasil stock opname harus yang seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu tertentu, misalnya satu bulan atau dua bulan atau kurang dari satu tahun (Anief, 1995) Fungsi pengendalian mengandung kegiatan (Subagya, 1994) : 1.
Inventarisasi, menyangkut kegiatan-kegiatan dalam perolehan data logistik.
2.
Pengawasan, menyangkut kegiatan-kegiatan untuk menetapkan ada tidaknya deviasi-deviasi penyelenggaraan dari rencana-rencana logistik.
3.
Evaluasi, menyangkut kegiatan-kegiatan memonitor, menilai dan membentuk data-data logistik yang diperlukan hingga merupakan informasi bagi fungsi logistik lainnya.
Untuk mencapai keseimbangan antara persediaan dan permintaan itu ditentukan antara lain dengan ketentuan sebagai berikut : a.
Persediaan obat didasarkan atas kecepatan gerak atau perputaran Ini merupakan ketentuan yang paling sederhana dalam mencapai keseimbangan. Obat yang laku keras agar tersedia lebih banyak dan obat kurang laku disediakan lebih sedikit.
b.
Persediaan obat ditentukan berdasarkan lokasi Pedagang Besar Farmasi (PBF) Apabila lokasi PBF letaknya berjauhan dari farmasi maka diperlukan penyediaan obat yang lebih besar dibandingkan dengan apabila lokasi
31
PBF berdekatan dengan farmasi, untuk itu perlu diketahui berapa lama pesanan perbekalan kesehatan dapat dipenuhi. c.
Penambahan persediaan obat didasarkan atas kebutuhan perbulan atau hasil penjualan.
Ketentuan ini diharapkan persediaan barang pada setiap saat menunjukkan jumlah obat yang tersedia sebesar kebutuhan satu bulan. Hal ini dapat dilakukan apabila pembelian dilakukan secara tepat. 2.11
Pemesanaan Kembali (Reorder Point/ROP) Banyak cara yang dapat digunakan untuk dapat melakukan pengendalian
persediaan. Satu diantaranya adalah dengan menggunakan metode analisis titik pemesanan kembali (Reorder Point/ROP). Menurut Tirta Meiyana (2011) dalam skripsinya dengan judul Analisis Perencanaan Pengadaan Obat Antibiotik Berdasarkan Metode ABC dan Reorder Point Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Gianyar Tahun 2011, dikatakan bahwa adanya perhitungan Reorder Point dalam penelitian ini mempunyai arti penting dalam pengendalian persediaan. Pengendalian persediaan diharapkan akan mencegah terjadinya kekosongan stok ataupun kelebihan stok obat. Penentuan Reorder Point akan tetap menjamin ketersediaan obat Codein tablet 10 mg walaupun terjadi kenaikan pemakaian ataupun keterlambatan kedatangan obat dari distributor atau keduanya. Menurut Freddy Rangkuti dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Persediaan (2007)” ROP model terjadi apabila jumlah persediaan yang terdapat di dalam stok berkurang terus. Dengan demikian kita harus menentukan berapa banyak batas minimal tingkat kekurangan persediaan. Jumlah yang diharapkan tersebut
32
dihitung selama masa tenggang. Mungkin dapat juga ditambahkan dengan metode safety stock yang biasanya mengacu kepada probabilitas atau kemungkinan terjadinya kekurangan stok selama masa tenggang. Jay Heizer dan Barry Render dalam bukunya yang berjudul "Operation Management” ( 2001 ) mendefinisikan pemesanan kembali sebagai berikut : "The time between placement and receipt of an order, called lead time, or delivery time, can be as short as a few hours or as long as month. Thus, the when — to — order decision usually expressed in terms of a reorder point ( ROP ) — the inventory level at which an order should be placed. " "Waktu antara pemesanan dan penerimaan dari suatu objek, disebut waktu tenggang atau waktu pengiriman dapat sesingkat hitungan jam atau dapat selama hitungan bulan. Dan keputusan — ketika ingin memesan — biasa diartikan sebagai pemesanan kembali." Kegunaan utama dari metode ROP ini adalah : 1.
Untuk tetap dapat memenuhi permintaan pasar selama dalam waktu tenggang pemesanan.
2.
Metode ROP ini implementasinya memerlukan data mengenai rata-rata pemakaian barang per harian dan ukuran pengamanan stok untuk memenuhi permintaan selama masa tenggang.
3.
Peran ROP ini dalam pengendalian persediaan barang cukup vital karena dengan adanya ROP ini maka selama waktu tenggang pemesanan barang, permintaan pasar akan barang dapat tetap terpenuhi.
Reorder point menyatakan tingkat persediaan di mana pemesanan harus dilakukan kembali. Reorder point ini merupakan fungsi dari permintaan selama lead time pada asumsi permintaan tidak konstan tetapi dapat dispesifikasi melalui distribusi probabilitas maka dapat digunakan model probabilitas. Permintaan yang tidak pasti memperbesar kemungkinan terjadinya kehabisan stok. Salah satu metode
33
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kehabisan stok adalah dengan menahan unit tambahan di persediaan, hal ini meliputi penambahan jumlah unit stock pengaman sebagai penyangga titik pemesanan ulang (Rangkuti, 2007) Rumus Pemesanan Kembali/ROP menurut Rangkuti (2007) adalah :
ROP = ( Demand per days x Lead Time for a new order in days ) + Safety Stock = d x LT + ss Keterangan : d
= Permintaan per hari ( Demands )
LT
= Lead Time/waktu tunggu kedatangan barang setelah pemesanan
ss
= Persediaan pengaman ( safety stock )
Rumus diatas merupakan rumus umum yang dipakai untuk menentukan ROP. Sedangkan secara khusus, terdapat empat model analisis (Rangkuti, 2007) yaitu : Model 1 : Constant Demand Rate, Constant Lead Time Dalam model ini baik besarnya permintaan maupun masa tenggang konstan, sehingga tidak ada penambahan persediaan. Rumus yang digunakan adalah :
ROP = Permintaan x Lead Time = d x LT
Keterangan : d
= Permintaan per hari
LT
= Masa tenggang
Model 2 : Variable Demand Rate, Constant Lead Time
34
Model ini memiliki asumsi bahwa selama periode lead time, tidak tergantung pada permintaan harian yang digambarkan melalui suatu distribusi normal. ROP = Besarnya permintaan selama masa tenggang + Safety Stock = dLT + z √LT (σd) Keterangan : d
= Rata-rata tingkat permintaan
LT
= Masa Tenggang
σd
= Standar deviasi dari tingkat kebutuhan
Model 3 : Constant Demand Rate, Variable Lead Time Lead Time pada kondisi normal, diharapkan permintaan selama lead time pada kondisi distribusi normal, tetapi variannya tidak mencakup perhitungan atau penjualan varian-varian pada model yang sebelumnya. ROP = dLT + z d σLT Keterangan : d
= Tingkat permintaan konstan
LT
= Rata-rata masa tenggang
σLT
= Standar deviasi dari lead time
Model 4 : Variable Demand Rate, Variable Lead Time Dalam model ini, besarnya permintaan dan masa tenggang merupakan variable (dapat berubah-ubah) sesuai dengan perubahan masa tenggang. Untuk menyederhanakan model persediaan, kita asumsikan bahwa kebutuhan masa yang akan datang diketahui (biasanya, permintaan dapat diketahui dengan mengadakan perhitungan estimasi dengan proyeksi).
35
ROP = d (LT) + z √LT σd2 + d2 σLT2
Slope = unit/days = d ROP (Units)
Time(days) Lead time =L
Gambar 2.2 Kurva Reorder Point (ROP) 2.11.1 Permintaan Salah satu dasar untuk memperkirakan penggunaan barang selama periode tertentu, khususnya selama periode pemesanan adalah dengan penggunaan atau permintaan rata-rata barang pada masa sebelumnya. Hal ini perlu diperkirakan karena setelah kita mengadakan pesanan penggantian, maka pemenuhan kebutuhan atau permintaan sebelum barang yang dipesan datang harus dapat dipenuhi dari persediaan yang ada. Kebutuhan atau permintaan dari pelanggan biasanya turun naik dan tidak dapat diperkirakan dengan penuh keyakinan. Turun naiknya penggunaan ini membutuhkan metode untuk dapat memperkirakannya dan metode yang sering dipergunakan adalah dengan menggunakan rata-rata hitung (Rangkuti, 2007) 2.11.2 Lead Time Dalam pengisian kembali persediaan terdapat suatu perbedaan waktu yang cukup lama antara saat mengadakan pesanan, untuk penggantian atau pengisian
36
kembali persediaan dengan saat penerimaan barang-barang yang dipesan tersebut diterima dan dimasukkan ke dalam persediaan. Perbedaan waktu ini yang disebut dengan “lead time”. Jadi yang dimaksud lead time adalah lamanya waktu antara mulai dilakukan pemesanan bahan-bahan sampai kedatangan bahan-bahan yang dipesan tersebut diterima di gudang persediaan. Lamanya waktu tersebut tidaklah sama antara satu pesanan dengan pesanan yang lain, tetapi bervariasi. Lamanya waktu ini harus diperkirakan atau ditaksir, walaupun risiko kesalahan masih tetap ada karena mungkin lebih besar atau kecil. Biasanya persediaan yang diadakan adalah untuk menutupi kebutuhan selama lead time yang telah diperkirakan. Akan tetapi apabila kedatangan barang tersebut terlambat atau lead time yang terjadi lebih besar daripada yang diperkirakan, maka persediaan yang disiapkan semula tidak dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya persediaan pengaman untuk menghadapi keterlambatan kedatangan barang yang dapat mengakibatkan kemacetan produksi (Rangkuti, 2007) Menurut Ali Maimun (2008) dalam tesisnya yang berjudul Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode Konsumsi Dengan Analisis ABC dan Reorder Point Terhadap Nilai Persediaan Dan Turn Over Ratio Di Instalasi Farmasi RS Darul Istiqomah Kaliwangu Kendal (2008), didapatkan Lead time yang diperlukan dalam penyediaan obat adalah konstan yaitu 2 hari. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya persediaan pengaman untuk menghadapi keterlambatan kedatangan obat yang dapat mengakibatkan kemacetan produksi. 2.11.3 Safety Stock Menurut Sofjan Assauri (2004) persediaan pengaman adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya
37
kekurangan bahan (stock out). Safety stock merupakan bagian dari persediaan yang digunakan sebagai cadangan untuk mencegah terjadinya kekurangan persediaan (stock out) oleh karena ketidakpastian dalam permintaan pelanggan maupun proses supply. Dalarn kenyataannya, kelebihan persediaan diakibatkan perencanaan yang kurang tepat mengenai persediaan pengaman (Bowersox, 1995). Semakin besar tingkat safety stock-nya maka kemungkinan kehabisan persediaan semakin kecil. Akan tetapi, akibatnya adalah biaya simpan semakin besar karena jumlah total persediaan meningkat. Bila demikian, tujuan minimasi total biaya persediaan tidak tercapai karena total biaya dalam model persediaan didapatkan pada titik keseimbangan antara kelebihan dan kehabisan persediaan. Tetapi dengan diadakannya safety stock maka kerugian yang ditimbulkan karena terjadinya stock out dapat dikurangi, selain itu safety stock juga berperan untuk menjaga proses produksi agar berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Untuk menaksir besarnya safety stock, dapat dipakai Metode Perbedaan Pemakaian Maksimum dan Rata-rata, yaitu menghitung selisih antara pemakaian maksimum dengan pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu (misalnya per minggu), kemudian selisih tersebut dikalikan dengan lead time.
Safety Stock = (Pemakaian Maksimum – Pemakaian Rata-Rata) Lead Time
2.12
Perbandingan Metode Konsumsi dengan Reorder Point (ROP) dan Safety Stock Menurut Ali Maimun dalam tesisnya yang berjudul Perencanaan Obat
Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode Konsumsi Dengan Analisis ABC dan Reorder Point Terhadap Nilai Persediaan Dan Turn Over Ratio Di Instalasi Farmasi
38
RS Darul Istiqomah Kaliwangu Kendal, berikut ini disampaikan kelebihan dan kelemahan dari masing-masing metode konsumsi dan Reorder Point serta Safety Stock yang digunakan sebelum dan sesudah penelitian berlangsung. 1.
Metode Konsumsi a.
Kelebihan : kemudahan dari metode konsumsi adalah mudah dalam pengadaan obat karena hanya membandingkan perencanaan yang sebelumnya dan data obat sebelumnya, tidak perlu menghitung lead time dan safety stock, hanya mengandalkan pengalaman kepala IFRS dan kebiasaan sebelumnya.
b.
Kelemahan : kelemahan dari metode ini adalah terdapat kelebihan stock atau adanya kekurangan stock. Hal ini terjadi karena pemantauan dan perhitungan terhadap stock obat yang kurang maksimal.
2.
Metode Reorder Point dan Safety Stock a.
Kelebihan : kelebihan dari metode ini adalah pengadaan dan pengendalian didasarkan pada rencana yang telah disusun dan diperhitungkan secara akurat sebelumnya, sehingga ketersediaan obat terjamin dan bisa dihindari stock out atau over stock.
b.
Kelemahan : kelemahan dari metode ini adalah diperlukan data yang akurat tentang pemesanan obat sebelumnya, perhitungan yang cermat tentang Reorder Point dan Safety Stock, sehingga dibutuhkan tenaga yang benar-benar terampil dan teliti.