7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori yang akan dijadikan sebagai acuan, prosedur dan langkah-langkah dalam melakukan penelitian, sehingga permasalahan yang diangkat nantinya akan dapat terselesaikan dengan baik. 2.1.
Lean Thinking
Konsep lean merupakan konsep perampingan yang fokus utamanya adalah efisiensi tanpa mengurangi efektivitas proses. Mekong Capital’s mendefinisikan lean manufacturing yang disebut juga lean production sebagai sekumpulan alat dan metodologi yang mempunyai tujuan untuk mengeliminasi waste secara kontinyu dalam proses produksi. Keuntungan utama yang diperoleh adalah biaya produksi lebih rendah, output meningkat dan lead time produksi lebih pendek. Secara lebih spesifik, beberapa tujuan lean production antara lain sebagai berikut : a.
Defects dan wastage
Mengurangi defect dan scrap yang tidak diperlukan, termasuk penggunaan input bahan baku yang berlebihan, defect yang dapat dicegah, biaya yang dihubungkan dengan pengulangan proses untuk item yang cacat, dan karakteristik produk yang tidak diperlukan dimana tidak sesuai dengan keinginan customer. b.
Cycle Time
Mengurangi manufacturing lead time dan waktu siklus produksi dengan mengurangi waktu tunggu antar proses. c.
Inventory Levels
8 Meminimumkan level inventory pada semua tahap produksi, perbagian pada work-in progress antar tahap pemrosesan. Inventory yang lebih rendah berarti membutuhkan working capital yang lebih rendah juga. d.
Labor productivity
Meningkatkan produktivitas tenaga kerja dengan mengurangi waktu idle dari pekerja dan memastikan bahwa pekerja sedang melakukan pekerjaannya, mereka menggunakan usaha yang seproduktif mungkin dalam bekerja (tidak melakukan tugas yang tidak diperlukan atau gerakan yang tidak perlu.) e.
Utilization of equipment and space
Penggunaan peralatan dan ruang manufacturing lebih efisien dengan mengeliminasi bottleneck dan memaksimumkan tingkat produksi dengan peralatan yang ada, meminimasi downtime mesin. f.
Flexibility
Mempunyai kemampuan untuk memproduksi produk lebih fleksible dengan meminimumkan changover cost dan changeover time. 7.
Output
Mengurangi waktu siklus, meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mengeliminasi bottleneck dan downtime mesin yang dapat dicapai, perusahaan dapat meningkatkan output secara significat dengan fasilitas yang ada. Konsep Lean Thinking ini diprakarsai oleh sistem produksi Toyota di Jepang. Lean dirintis di Jepang oleh Taichi Ohno dan Sensei Shigeo Shingo dimana implementasi dari konsep ini didasarkan pada 5 prinsip utama (Hines & Taylor, 2000) yaitu : 1. Specify value
9 Menentukan apa yang dapat memberikan nilai dari suatu produk atau pelayanan dilihat dari sudut pandang konsumen bukan dari sudut pandang perusahaan. 2. Identify whole value stream Mengidentifikasikan tahapan-tahapan yang diperlukan, mulai dari proses desain, pemesanan, dan pembuatan produk berdasarkan keseluruhan value stream untuk menemukan pemborosan yang tidak memiliki nilai tambah (non value adding waste). 3. Flow Melakukan aktivitas yang dapat menciptakan suatu nilai tanpa adanya gangguan, proses rework, aliran balik, aktivitas menunggu (waiting) ataupun sisa produksi. 4. Pulled Hanya membuat apa yang diinginkan oleh konsumen. 5. Perfection Berusaha mencapai kesempurnaan dengan menghilangkan waste (pemborosan) secara bertahap dan berkelanjutan. Untuk dapat menerapkan lean production, pemahaman tentang nilai yang didefinisikan oleh customer menjadi hal yang sangat fundamental. Hal yang pertama harus dilakukan adalah mengeliminasi atau mengurangi waste dari aktivitas-aktivitas dalam value stream, dimana customer tidak berkeinginan untuk membayar aktivitas-aktivitas tersebut. 2. 2.
Big Picture Mapping
Big Picture Mapping merupakan sebuah tool yang diadopsi dari sistem produksi Toyota. Merupakan tool yang digunakan untuk menggambarkan sistem secara keseluruhan dan value stream yang ada di dalamnya. Dari tool ini, informasi tentang aliran informasi dan fisik dalam sistem dapat diperoleh. Selain itu penggunaan tool ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi dimana terdapat pemborosan, serta mengetahui
10 keterkaitan antara aliran informasi dan aliran material ( Hines and Taylor, 2000). Peta ini dibuat untuk suatu produk atau pelanggan tertentu yang sudah diidentifikasikan sebelumnya. Pada gambar berikut ini diberikan simbol-simbol visual standar yang digunakan dalam Big Picture Mapping.
Gambar I.1 Simbol Big Picture Mapping Sumber : Mekong Capital’s Joulnal Untuk melakukan pemetaan terhadap aliran informasi dan material atau produk secara fisik, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : 1.
Mengidentifikasi jenis dan jumlah produk yang diinginkan customer, timing munculnya kebutuhan akan produk tersebut, kapasitas dan frekuensi pengirimannya, pengemasannya, serta jumlah persediaan yang disimpan untuk keperluan customer.
2.
Selanjutnya menggambarkan aliran informasi dari customer ke supplier yang berisi antara lain : peramalan dan informasi pembatalan supply oleh customer, orang
11
3.
4.
2. 3.
atau departemen yang memberi informasi ke perusahaan, berapa lama informasi muncul sampai diproses, informasi apa yang disampaikan kepada supplier serta pesanan yang disyaratkan. Menggambarkan aliran fisik yang berupa aliran material atau produk dalam perusahaan, waktu yang diperlukan, titik terjadinya inventory dan inspeksi, putaran rework, waktu siklus tiap titik, berapa banyak produk dibuat dan dipindah ditiap titik, waktu penyelesaian tiap operasi, berapa jam perhari tiap stasiun kerja beroperasi, berapa banyak produk yang diperiksa di tiap titik, berapa banyak orang yang bekerja di tiap stasiun kerja, waktu berpindah di tiap stasiun, dimana inventory diadakan dan berapa banyak, serta titik bottleneck yang terjadi. Menghubungkan aliran informasi dan fisik dengan anak panah yang dapat berisi informasi jadwal yang digunakan, instruksi dikirimkan, kapan dan dimana biasanya terjadi masalah dalam aliran fisik. Dan yang terakhir adalah melengkapi peta atau gambar aliran informasi dan fisik, dilakukan dengan menambahkan lead time dan value adding time di bawah gambar yang dibuat. Konsep Seven Waste
Prinsip utama dari pendekatan lean adalah pengurangan atau peniadaan pemborosan (waste). Dalam upaya menghilangkan waste, maka sangatlah penting untuk mengetahui apakah waste itu dan dimana ia berada. Ada 7 macam waste yang didefinisikan menurut Shigeo Shingo (Hines & Taylor, 2000) yaitu : 1. Overproduction Merupakan waste yang berupa produksi yang terlalu banyak, lebih awal, dan terlalu cepat diproduksi yang mengakibatkan inventori yang berlebih dan terganggunya aliran informasi dan fisik.
12 2.
Defect Merupakan waste yang dapat berupa kesalahan yang terjadi saat proses pengerjaan, permasalahan pada kualitas produk yang dihasilkan, dan perfomansi pengiriman yang buruk. 3. Unneccessary Inventory Merupakan waste yang berupa penyimpanan barang yang berlebih yang sebenarnya tidak perlu terjadi, serta delay informasi produk atau material yang mengakibatkan peningkatan biaya dan penurunan kualitas pelayanan terhadap customer. 4.
Inappropriate processing Merupakan waste yang disebabkan oleh proses produksi yang tidak tepat karena prosedur yang salah, penggunaan peralatan atau mesin yang tidak sesuai dengan kapasitas dan kemampuan dalam suatu operasi kerja. 5. Excessive transportation Merupakan waste yang berupa pemborosan waktu, usaha dan biaya karena karena pergerakan yang berlebihan dari orang, informasi atau produk atau material. Waste ini bisa disebabkan karena layout lantai produksi yang kurang baik, kurang memahami aliran proses produksi. 6. Waiting Merupakan waste yang berupa penggunaan waktu yang tidak efisien. Dapat berupa ketidakaktifan dari pekerja, informasi, material atau produk dalam periode waktu yang cukup panjang sehingga menyebakan aliran yang terganggu dan memperpanjang lead time produksi. 7. Unneccessary motion Merupakan waste yang berupa penggunaan waktu yang tidak memberikan nilai tambah untuk produk maupun proses. Waste jenis ini biasanya terjadi pada aktivitas tenaga kerja di pabrik, terjadi karena kondisi lingkungan kerja dan peralatan yang tidak ergonomis sehingga dapat menyebabkan rendahnya produktivitas pekerja dan berakibat pada terganggunya lead time produksi serta aliran informasi.
13 Untuk memahami ketujuh waste tersebut, perlu didefinisikan tiga tipe aktivitas yang terjadi dalam sistem produksi. Ketiga tipe aktivitas tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Value adding activity, yaitu semua aktivitas perusahaan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dapat memberikan nilai tambah dimata konsumen sehingga konsumen rela membayar atas aktivitas tersebut. 2. Necessary but non-value adding activity, yaitu semua aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah di mata customer pada suatu material atau produk yang diproses tapi perlu dilakukan. Aktivitas ini tidak dapat dihilangkan, namun dapat dijadikan lebih efektif dan efisien. 3. Non value adding activity, yaitu semua aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah di mata customer pada suatu material atau produk yang diproses. Aktivitas ini bisa direduksi atau dihilangkan, karena aktivitas ini murni waste yang sangat merugikan. 2. 4.
Value Stream Mapping Tools
Value Stream Mapping adalah suatu tool yang dapat digunakan untuk memetakan aliran nilai (value stream) secara mendetail untuk mengidentifikasi adanya pemborosan dan menemukan penyebab-penyebab terjadinya pemborosan serta memberikan cara yang tepat untuk menghilangkannya atau paling tidak mengeliminirnya. Dimana fokus value stream mapping adalah pada proses value adding dan non-value adding. Terdapat 7 macam detail mapping tools yang biasa digunakan, antara lain sebagai berikut : 1. Process Activity Mapping Tool ini memetakan proses secara detail langkah demi langkah. Gambar ini menggunakan simbol-simbol yang berbeda untuk mempresentasikan aktivitas operasi, menunggu, transportasi, inspeksi dan penyimpanan. Peta ini berguna untuk mengetahui
14 berapa persen kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan nilai tambah dan berapa persen bukan nilai tambah, baik yang bisa dikurangi maupun yang tidak. Perluasan dari tool ini dapat digunakan untuk mengidentifikasikan lead time dan produktivitas baik aliran fisik maupun aliran informasi. Lima tahap pendekatan dalam Process Activity Mapping secara umum adalah : 1. Memahami aliran proses 2. Mengidentifikasi pemborosan 3. Mempertimbangkan apakah proses dapat di arrange ulang pada rangkaian yang lebih effisien. 4. Mempertimbangkan aliran yang lebih baik, melibatkan aliran layout dan rute transportasi yang berbeda. 5. Mempertimbangkan apakah segala sesuatu yang telah dilakukan pada tiap-tiap stage benar-benar perlu dan apa yang akan terjadi jika hal-hal yang berlebihan tersebut dihilangkan. Tujuan dari pemetaan ini adalah untuk membantu memahami aliran proses, mengidentifikasikan adanya pembororsan, mengidentifikasikan apakah suatu proses dapat diatur kembali menjadi lebih efisien, mengidentifikasikan perbaikan aliran penambahan nilai. 2. Supply Chain Response Matrix Merupakan sebuah grafik yang menggambarkan hubungan antara inventory dengan lead time yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kenaikan atau penurunan tingkat persediaan dan panjang lead time pada tiap area dalam supply chain. Dari fungsi yang diberikan, selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan manajemen untuk menaksir kebutuhan stock apabila dikaitkan pencapaian lead time yang pendek. Tujuan penggunaan tool ini untuk menjaga dan meningkatkan service level kepada konsumen pada tiap jalur distribusi dengan biaya yang rendah.
15 3.
Production Variety Funnel Merupakan suatu teknik pemetaan secara visual dengan cara melakukan plot pada sejumlah variasi produk yang dihasilkan dalam setiap tahap proses manufaktur. Teknik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik mana sebuah produk generic diproses menjadi beberapa produk yang spesifik, dapat menunjukkan area bottleneck pada desain proses. Yang selanjutnya dapat digunakan untuk perbaikan kebijakan inventory, dalam bentuk bahan baku, produk setengah jadi atau produk jadi. 4. Quality Filter Mapping Merupakan tool yang memetakan di mana problemproblem kualitas muncul dalam supply chain. Problem kualitas yang dimaksud bisa berupa produk cacat (yang tidak terdeteksi oleh proses inspeksi ), internal scrap (kecacatan yang diproduksi dan terdeteksi oleh bagian inspeksi ), dan sevice defect yang merupakan masalah pada jasa yang menyertai produk, seperti keterlambatan pengiriman atau kekurangan dokumen, kesalahan proses packing maupun labeling, kesalahan jumlah (quantity), permasalahan faktur dan sebagainya. 5. Demand Amplification Mapping Merupakan tool yang digunakan untuk memetakan pola permintaan di tiap titik pada supply chain. Pada umumnya, variabilitas permintaan meningkat semakin ke hulu posisi dalam supply chain. 6. Decision Point Analysis Merupakan tool yang mempunyai nama lain decoupling point, yaitu titik di mana terjadi perubahan pemicu kegiatan produksi yang tadinya berdasarkan ramalan menjadi berdasarkan pesanan. 7. Physical Stucture Merupakan tool baru yang dapat digunakan untuk memahami sebuah kondisi supply chain di industri. Hal ini diperlukan untuk mengerti bagaimana industri itu sendiri, bagaimana operasinya dan khususnya dalam mengarahkan perhatian pada area yang mungkin belum mendapatkan perhatian
16 yang cukup. Alat ini membantu mengapresiasikan apa yang terjadi dalam industri Pemakaian tools yang tepat didasarkan pada kondisi perusahaan itu sendiri dan dilakukan dengan menggunakan value stream mapping tool yaitu Tabel 2.1 Value Stream Mapping Tools (Hines & Rich, 1997) Waste/ structure
Over-
Supply
Process Activity Mapping
Chain Response Matrix
L
M
Waiting
H
H
Transport
H
production
Prod. Variety Funnel
Quality Filter Mappin g L
L
Demand
Decision
Amplificatio
Point
n Mapping
Analysis
M
M
M
M
Physical Structure
L
Inappropriate
H
M
L
L
processing Unnecessary inventory Unnecessary motion Defect
M
H
H
L
M
L
Overall Structure
L
H
M
L
H
M
H
H L
M
L
Catatan: H (high correlation and usefulness) M (Medium correlation and usefulness) L (Low correlation and usefulness)
faktor pengali = 9 faktor pengali = 3 faktor pengali = 1
17 2.5
VALSAT (Value Stream Analysis Tool)
Metode yang digunakan untuk mendapatkan tool mana yang tepat dalam proses mapping. Tabel 2.2 Matriks seleksi untuk pemilihan value stream mapping tool
Kolom A berisi tujuh pemborosan yang biasanya terdapat dalam perusahaan. Kolom E merupakan kolom pembobotan dari masing-masing pemborosan yang didapatkan dari hasil kuisoner waste workshop yang diisi oleh manajer dan supervisor terkait. Kolom B merupakan tools pada value stream mapping. Kolom C adalah korelasi antara kolom A dan B dimana nilai korelasi antar keduanya ada 3 macam yaitu high correlation yang memiliki bobot 9, medium correlation yang memiliki bobot 3, low correlation yang memiliki bobot1. Kemudian masingmasing bobot dikalikan dengan bobot yang ada pada kolom D setelah didapatkan hasilnya maka dijumlahkan dan diletakkan pada kolom E dan nilai yang tertinggi adalah yang terpilih. Pemilihan lebih dari satu tool akan lebih berguna dalam mereduksi waste yang ada di perusahaan.
18 2.6
Review Penelitian Sebelumnya
Penelitian-penelitian yang sama juga telah dilakukan sebelumnya, dimana penelitian-penelitian tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Penelitian-penelitian terdahulu itu antara lain sebagai berikut: Tabel 2. Review Penelitian Sebelumnya No 1
Nama Peneliti
Judul&Tempat
Diskripsi Penelitian
Tools
Anis Nurhayati
Pendekatan Metode Lean Guna Mereduksi Waste dengan Menggunakan Value Stream Mapping Tools
Penelitian ini berkaitan dengan bagaimana mengevaluasi dan melakukan perbaikan akan adanya pemborosan di PT. Petrokimia Kayaku Gresik dengan melakukan pendekatan lean dan mengaplikasikan Value Stream Management..
Tools yang digunakan Big Picture Mapping, VALSAT, Process Activity Mapping, Supply Chain Respone Matrix
Studi Kasus : PT. Petrokimia Kayaku Gresik
19 Tabel I.3 Review Penelitian Sebelumnya Lanjutan No
Nama Peneliti
Judul&Tempat
Diskripsi Penelitian
Tools
2
Janus Widjaya Hutahaean
Penerapan Konsep Lean untuk Mengurangi Waste pada Sistem Produksi PT. Lotus Indah Textile Industries
Penelitian ini bertujuan untuk mengefisienkan proses dengan mengurangi aktivitas non value added, dengan menerapkan konsep lean.
3
Andrie Sandi Pramono
Evaluasi dan Perbaikan Proses Distribusi dalam Sistem Pengiriman
Penelitian ini berkaitan dengan perbaikan proses pengiriman komoditas karet. Menggunakan pendekatan lean thinking yang menekankan pengurangan setiap aktivitas yang tidak bernilai tambah (non added value).
Tools yang digunakan Big Picture Mapping, VALSAT, Proses Activity Mapping, Supply Chain Respone Matrix, Quality Filter Mapping. Tools yang digunakan Big Picture Mapping, VALSAT, Proses Activity Mapping, Supply Chain Respone Matrix, Demand Amplification Mapping.
Studi Kasus : PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero)
20 Penelitian tentang konsep lean ini baru pertama kali dilakukan di PT Otsuka Indonesia dimana belum ada penelitian sebelumnya. PT. Otsuka sebagai perusahaan yang memproduksi produk farmasi dengan berbagai macam tipe produk yang hampir keseluruhan prosesnya dilakukan dalam keadaan sterile sehingga memberi permasalahan yang tentunya berbeda dari penelitianpenelitian sebelumnya. Proses produksi pada medical equipment 1 yang menjadi obyek penelitian berbeda dengan proses produksi pada penelitian-penelitian sebelumnya, karena untuk memproduksi satu tipe produk menggunakan dua macam proses produksi yaitu proses bacth yang kemudian dilanjutkan dengan proses produksi secara continue dimana fenomena ini belum pernah ditemui pada penelitian-penelitian serupa sebelumnya.