BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu bidang
manajemen umum yang meliputi segi
perencanaan, pengorganisasian dan
pengendalian sedangkan manajemen adalah suatu ilmu dan seni yang mengukur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara effisien serta efektif untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu manajemen yang berkaitan dengan pengelolaan kegiatan pemberdayaan sumber daya manusia disebut Manajemen Sumber Daya Manusia. Faktor manusia selalu berperan aktif dan dominan didalam kegiatan ekonomi dikarenakan manusia sebagai perencana, pelaku dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Oleh karena itu pengelolaan karyawan sebagai sumber daya manusia merupakan sesuatu yang sulit dan kompleks sifatnya dimana hal ini berhubungan dengan pikiran, perasaan, status, keinginan dan latar belakang yang berbeda- beda didalam suatu organisasi. Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu manajemen yang menitikberatkan
perhatian
terhadap
masalah
yang berhubungan
dengan
kepegawaian dalam suatu organisasi. Definisi beberapa ahli dalam bidang Manajemen Sumber Daya Manusia diantaranya mengatakan sebagai berikut :
9
Malayu S.P Hasibuan (2005) mengatakan bahwa “ Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat “. Menurut Edwin B. Flippo (Endah, 2009) “ Manajemen Sumber Daya Manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemberhentian karyawan, dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan, individu, karyawan dan masyarakat. Sedangkan Husein Umar (2005) mengemukakan bahwa “ Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu. Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah salah satu cabang dari ilmu manajemen yang memfokuskan masalah - masalah tenaga kerja yang diatur menurut urutan fungsinya agar efektif dan efisien didalam mewujudkan tujuan perusahaan dan karyawan.
2.1.2
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi manajemen sumber daya manusia menurut Malayu S.P Hasibuan
(2005) adalah sebagai berikut :
10
1. Fungsi Manajerial a. Perencanaan ( Planning ) Perencanaan ( Human Resource Planning ) adalah suatu perencanaan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan perusahaan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian yang meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi,
pengintegrasian,
pemeliharaan,
kedisiplinan
dan
pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan karyawan dan masyarakat. b. Pengorganisasian ( Organizing ) Adalah kegiatan untuk mengorganisasi seluruh karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, intergrasi dan koordinasi didalam struktur organisasi (organization chart), dimana organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan dan dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif. c. Pengarahan ( Directing ) Adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan efektif serta efisien demi tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan dan memberikan arahan kepada bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik sesuai dengan tugasnya masing-masing.
11
d. Pengendalian ( Controlling ) Adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana. Apabila terjadi penyimpangan
atau
kesalahan
maka
dilakukan
perbaikan
dan
penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, disiplin kerja, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan dan menjaga situasi lingkungan kerja. 2. Fungsi Operasional a. Pengadaan ( Procurement ) Adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan. b. Pengembangan ( Development ) Adalah proses peningkatan ketrampilan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan melalui
pendidikan dan pelatihan. Pendidikan yang
diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan. c. Kompensasi ( Compensation ) Adalah pemberian balas jasa langsung ( Direct ) dan tidak langsung ( Indirect ), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil sesuai prestasi kerjanya dan layak dalam memenuhi kebutuhan primernya serta
12
berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi. d. Pengintegrasian ( Integration ) Adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba dan karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil kerjanya e. Pemeliharaan ( Maintenance ) Adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan ekternal perusahaan. f. Kedisiplinan ( Discipline ) Merupakan fungsi SDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplisan merupakan keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan perusahaan dan norma sosial. g. Pemberhentian ( Separation ) Adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian disebabkan oleh keinginan pegawai, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun atau sebab-sebab lainnya.
13
2.1.3
Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia berperan didalam mengatur dan
menetapkan program kepegawaian secara efektif agar diperoleh suatu sumber daya manusia yang memuaskan dan hal ini merupakan bagian dari manajemen umum yang memfokuskan diri pada sumber daya manusia. Menurut Malayu S.P Hasibuan (2005)
Manajemen Sumber Daya
Manusia memiliki peranan antara lain yaitu : a. menetapkan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, Job Requirement, dan Job Evaluation. b. Menetapkan
penarikan,
seleksi,
dan
penempatan
karyawan
berdasarkan asas the right man in the right place and the right man in the right job. c. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan pemberhentian. d. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang akan datang. e. Memperkirakan
keadaan
perekonomian
pada
umumnya
dan
perburuhan
dan
perkembangan perusahaan pada khususnya. f. Memonitor
dengan
cermat
undang
undang
kebijaksanaan pemberian balas jasa perusahaan perusahaan sejenis. g. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh. h. Melaksanakan pendidikan, latihan, dan kinerja prestasi karyawan
14
i. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal. j. Mengatur pensiun, pemberhentian dan pesanggonnya. Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia diakui sangat menentukan bagi terwujudnya suatu tujuan organisasi, namun untuk memimpin unsur manusia ini sangat sulit dan rumit, hal ini dikarenakan tenaga kerja manusia selain di haruskan mampu, cakap dan terampil juga tidak kalah pentingnya kemauan dan kesungguhan mereka untuk bekerja efektif dan efisien, hal ini dikarenakan kemampuan dan kecakapan kurang berarti jika tidak diikuti moral kerja dan kedisiplinan karyawan dalam mewujudkan tujuan.
2.2
Motivasi
2.2.1
Pengertian Motivasi Motivasi memiliki pengertian yang beragam baik yang berhubungan
dengan perilaku individu maupun perilaku organisasi, dimana motivasi merupakan unsur penting dalam diri manusia yang berperan mewujudkan keberhasilan dalam usaha atau pekerjaan manusia. Motivasi itu sendiri berasal dari kata latin ” movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan. Didalam manajemen motivasi ( motivation ) ditujukan hanya
kepada
sumber daya manusia dimana motivasi adalah
memberikan daya gerak untuk menciptakan gairah kerja karyawan agar mereka mau bekerja sama secara produktif, bekerja efektif dan terintegrasi agar dapat mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan (Hasibuan, 2005).
15
Mangkunegara (2005) menyatakan bahwa motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan didalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation), dan motivasi sendiri merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja yang maksimal Sedangkan menurut Rivai (2005) motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu dan untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Oleh karena itu, motivasi dapat berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan / kegiatan yang berlangsung secara wajar. Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, memelihara dan mendorong perilaku manusia oleh karena itu para pimpinan perlu memahami orang orang yang berperilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya dalam bekerja sesuai dengan keinginan perusahaan. Hal ini dikarenakan tidak akan ada motivasi jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta keseimbangan. Dalam hal ini rangsangan terhadap hal termaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi dimana motivasi yang telah tumbuh akan menjadi dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri karyawan yang perlu dipenuhi agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi
yang
menggerakkan para karyawan agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.
16
2.2.2
Teori Motivasi Motivasi menjadi penting dikarenakan hal ini yang menyalurkan,
menyebabkan dan mendukung perilaku manusia agar mau bekerja dengan giat dan antusias untuk mencapai hasil yang optimal dan akan menjadi semakin penting manakala pimpinan / manajer mendelegasikan pekerjaan kepada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi terhadap tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu beberapa teori motivasi mengungkapkan bagaimana motivasi manusia didalam melaksanakan pekerjaan dan mencapai tujuan dipengaruhi oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Beberapa
ahli
ilmu
perilaku
administrasi
mengembangkan
dan
mengelompokkan teori motivasi kedalam beberapa kelompok diantaranya Gibson dkk (2001) yang mengelompokkan kedalam dua kategori yaitu : 1. Teori kepuasan ( Content Theory ) Adalah teori yang memusatkan perhatian kepada faktor-faktor dalam diri individu yang menguatkan ( energize ), mengarahkan (direct), mendukung (sustain) dan menghentikan (stop) perilaku karyawan. Dimana hal yang memotivasi semangat bekerja seseorang adalah untuk memenuhi keperluan dan kepuasan material maupun nonmaterial yang diperolehnya dari hasil pekerjaannya, bilamana keperluan dan kepuasannya semakin terpenuhi maka semagat kerjanya pun akan semakin baik pula. 2. Teori proses ( Process Theory ) Adalah teori yang menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku itu, digerakkan, diarahkan, didukung dan dihentikan agar setiap individu bekerja
17
giat sesuai dengan keinginan perusahaan. Teori ini juga merupakan proses sebab dan akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jadi hasil yang akan dicapai tercermin dalam bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang. Selain pengelompokan
dari teori motivasi diatas beberapa ahli
mengemukakan bahwa dalam perkembangan konsep-konsep motivasi telah berkembang teori motivasi yang dapat memberikan penjelasan mengenai motivasi kerja para karyawan mulai dari teori motivasi hirarki kebutuhan dari Maslow, teori motivasi X dan Y oleh Mc Gregor, teori motivasi dua faktor oleh Frederik Herzberg, teori ERG oleh Alderfer dan teori kebutuhan dari Mc Clelland yang kesemuanya bertitik tolak dari kebutuhan individu. Lebih jelas dipaparkan tentang beberapa teori motivasi seperti yang telah dikemukakan diatas sebagai berikut : A. Teori Hirarki Kebutuhan oleh Abraham Maslow Teori ini mengemukakan manusia bekerja adalah disebabkan adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia bekerja sama dengan orang lain dengan memasuki suatu organisasi. Oleh karena itu Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia dapat disusun secara hirarki, yang mana kebutuhan paling atas akan menjadi motivator utama jika kebutuhan bawahnya terpenuhi. Kebutuhan-kebutuhan manusia itu dapat dilihat dari gambar berikut :
18
Aktualisasi diri Penghargaan diri Kepemilikan sosial Rasa aman Kebutuhan fisiologis
Gambar 2.1 Hirarki Kebutuhan Maslow
- Kebutuhan aktualisasi diri Merupakan kebutuhan pengaktualisasian diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi optimal sehingga tercapai prestasi kerja yang memuaskan. - Kebutuhan Penghargaan Diri Merupakan kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Semakin tinggi status seseorang akan semakin tinggi kebutuhannya akan pengakuan dan penghargaan lainnya. - Kebutuhan Sosial Merupakan kebutuhan akan rasa kasih sayang, rasa memiliki, diterima oleh orang lain baik dilingkungan tempat tinggal maupun lingkungan kerja. - Kebutuhan Rasa Aman Merupakan kebutuhan akan kebebasan dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan baik berupa peralatan
19
pelindung, perlakuan adil, pensiunan dan jaminan hari tua sehingga karyawan akan mendapat kepuasan. - Kebutuhan Fisiologis Merupakan kebutuhan untuk mempertahankan hidup, yaitu pemenuhan akan sandang, pangan, dan papan, yang mana ini merupakan kebutuhan paling mendasar bagi setiap orang. Dengan adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan tersebut akan merangsang
seseorang bekerja
dengan giat. Pada hakikatnya manusia tidak akan pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun, tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih rendah terlebih dahulu. Dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhannya tersebut seseorang akan berperilaku yang
dipengaruhi
atau
ditentukan
oleh
pemenuhan
kebutuhannya
(Mangkunegara, 2005). B. Teori X dan Y menurut Douglas Mc.Gregor Teori hasil pemikiran Douglas McGregor didasarkan pada asumsi-asumsi dasar bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas penganut teori X (negatif) dan penganut teori Y (Positif), dengan asumsi-asumsi yang dirumuskan dalam teori X adalah sebagai berikut : -
Karyawan tidak suka bekerja dan bilamana memungkinkan akan berusaha menghindarinya.
-
Karena karyawan tidak suka bekerja maka mereka harus dipaksa, dikendalikan atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
20
-
Karyawan akan menghindari tanggungjawab dan sedapat mungkin hanya mengikuti formal
-
Kebanyakan pekerja menaruh rasa aman diatas semua faktor sehingga hanya menunjukkan sedikit ambisi.
Sedangkan Teori Y (positif) memiliki asumsi-asumsi berlawanan dari teori X yaitu sebagai berikut: -
Karyawan memandang pekerjaan sama ilmiahnya dengan istirahat dan bermain.
-
Seseorang yang memiliki komitmen pada tujuan akan melakukan pengarahan dan pengendalian diri.
-
Seseorang yang biasa-biasa saja dapat belajar untuk menerima bahkan bertanggungjawab.
-
Kemampuan untuk mengambil keputusan yang cerdas dan inovatif tidak harus berasal dari orang yang berada dalam manajemen.
C. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg Teori ini merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan Maslow dimana pengembangan tersebut
memberikan dua kontribusi penting bagi
pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Lebih lanjut dikemukan ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier dan faktor kesehatan (hygienes) atau disebut disatisfier. Selain itu teori Herzberg juga melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang
21
(Intrinsik), dan faktor daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja (Ektrinsik). Jadi karyawan yang terdorong
secara
intrinsik
akan
menyenangi
pekerjaan
yang
memungkinkannya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi.. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para pegawai untuk bekerja baik, akan tetapi jika faktorfaktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan maka hal tersebut dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi dari pada pemuasan kebutuhan lebih rendah. D. Teori ERG ( Existence, Relatednes, Growth ) dari Clayton Alderfer Teori ini mengemukakan bahwa manusia memiliki 3 (tiga) kebutuhan pokok ( core need ) yaitu :
22
-
Existence (eksistensi) adalah kebutuhan akan pemberian persyaratan keberadaan materil dasar kita ( kebutuhan psikologis dan keamanan )
-
Relatednes (keterhubungan) adalah kebutuhan yang berhubungan dengan hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antar pribadi (kebutuhan sosial dan penghargaan)
-
Growth (pertumbuhan) adalah kebutuhan akan hasrat
untuk
perkembangan pribadi (kebutuhan aktualisasi diri). E. Teori Kebutuhan dari McClelland Teori yang dikemukakan oleh David McClelland ini berfokus pada tiga kebutuhan yaitu : -
Kebutuhan akan prestasi ( Need for Achievement ) Merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja dan akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas serta mengarahkan semua kemampuan dan energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi kerja yang maksimal berdasarkan standar kerja yang tinggi
-
Kebutuhan akan kekuasaan atau wewenang ( Need for Power ) Merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja setiap individu untuk mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Dengan kekuasaan yang tinggi pula akan meningkatkan semangat bekerja apabila bisa mengendalikan dan mempengaruhi orang yang ada disekitarnya.
-
Kebutuhan akan afiliasi ( Need for Affliation )
23
Merupakan kebutuhan atau hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab setiap individu. Hal ini juga merefleksikan keinginan untuk mempunyai
hubungan yang erat, kooperatif dan
penuh sikap persahabatan dengan pihak lain serta kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dan perasaan dihormati.
2.2.3
Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seseorang sangat
dipengaruhi berbagai macam faktor yang dapat dibagi kedalam dua kelompok yaitu faktor motivasi intrinsik dan ektrinsik Faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari dalam pribadi tiaptiap individu atau perilaku yang terbentuk karena ada suatu kepentingan dari dalam dirinya sendiri, diantaranya faktor tersebut dapat meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dan memperoleh kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan yang mana bila semuanya itu dapat terpenuhi secara positif bagi karyawan
maka sejauh itu pula dorongan
motivasinya untuk bekerja bagi
tercapainya tujuan organisasi. Sedangkan faktor ektrinsik adalah faktor yang timbul dari luar pribadi tiap-tiap individu atau perilaku yang terbentuk akibat adanya keinginan mendapatkan ganjaran materi, sosial atau untuk menghindari suatu hukuman, diantaranya faktor tersebut dapat meliputi upah atau gaji yang meningkat, adanya atasan atau pimpinan yang bijak, hubungan rekan sekerja yang
24
baik,kebijaksanaan organisasi/instansi yang tepat, lingkungan kerja fisik yang baik dan terjaminnya keselamatan kerja. Oleh karena itu didalam hal motivasi kerja, setiap individu dapat termotivasi untuk bekerja dengan bergairah ataupun bersemangat tinggi, manakala ia memiliki keyakinan akan terpenuhinya harapan-harapan yang didambakan serta tingkat manfaat yang akan diperolehnya, dimana hal ini berarti semakin terpenuhinya harapan-harapan dan hasil kongkrit yang didapat maka akan semakin tinggi pula motivasi positif yang akan ditunjukkan olehnya dan motivasi timbul karena adanya usaha-usaha yang secara sadar dilakukan guna menimbulkan kekuatan atau dorongan untuk melakukan tindakan tertentu guna tercapainya tujuan organisasi suatu perusahaan. Adapun yang merupakan faktor-faktor motivasi menurut Herzberg dalam Hasibuan (2005) yang disebut faktor intrinsik meliputi : a Tanggung jawab ( Responsibility ). b. Prestasi yang diraih ( Achievement ). c. Pengakuan orang lain ( Recognition ). d. Pekerjaan itu sendiri ( The work it self ). e. Kemungkinan Pengembangan ( The possibility of Growth ) f. Kemajuan ( Advancement ). Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara lain : a. Gaji. b. Keamanan dan keselamatan kerja.
25
c. Kondisi kerja. d. Hubungan kerja. e. Prosedur perusahaan. f. Status Faktor-faktor tersebut diatas timbul karena adanya usaha yang secara sadar dari manusia dan dilakukan untuk menimbulkan kekuatan atau dorongan untuk melakukan perbuatan perbuatan tertentu (perilaku) bagi tercapainya tujuan organisasi ditempat bekerja.
2.3
Budaya Organisasi
2.3.1
Pengertian Budaya Organisasi Manusia adalah makhluk yang berbudaya dimana setiap aktifitasnya
mencerminkan sistem kebudayaan yang berintegrasi dengan dirinya baik cara berfikir, memandang sebuah permasalahan, ataupun pengambilan keputusan dan lain sebagainya sehingga budaya telah menjadi konsep penting didalam memahami masyarakat dan kelompok manusia untuk jangka waktu yang lama. Budaya Organisasi menurut Phiti Sithi Amnuai (Tika, 2006) adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah masalah adaptasi ekternal dan masalah integrasi internal, sedangkan Kotter dan Heskett (Tika, 2006) menyatakan bahwa ”budaya organisasi merupakan nilai yang dianut secara bersama oleh anggota organisasi membentuk perilaku kelompok”.
26
Nilai-nilai sebagai budaya organisasi cenderung tidak terlihat maka sangat sulit berubah sedangkan norma dan perilaku dapat dilihat dan tergambar pada pola tingkah laku serta gaya anggota organisasi yang relatif dapat berubah. Robbins (2006) mengemukakan bahwa ” Budaya organisasi adalah suatu makna bersama yang dianut oleh semua anggotanya yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain”. Budaya bisa sangat stabil sepanjang waktu, namun budaya juga tak pernah statis dimana krisis kadang mendorong kelompok untuk mengevaluasi kembali beberapa nilai atau perangkat praktis. Tantangan-tantangan baru dapat menciptakan cara baru untuk melakukan segala sesuatu sedangkan keluar masuknya anggota, diversifikasi kedalam bisnis yang sangat berbeda, ekspansi geografis serta asimilasi yang cepat dari karyawan baru dapat memperlemah atau mengubah
suatu budaya hal ini dikarenakan budaya organisasi merupakan
kesepakatan bersama para anggota dalam suatu organisasi atau perusahaan maka keutamaan budaya organisasi merupakan pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku manusia yang melibatkan diri dalam suatu kegiatan organisasi. Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dengan budaya organisasi dan pada umumnya mereka akan dipengaruhi oleh keanekaragaman sumber daya yang ada sebagai stimulus seseorang untuk bertindak. Dari definisi yang dikemukakan para ahli dan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan kerangka kerja dan sistem nilai yang dianut oleh semua anggota organisasi yang diciptakan, dipelajari dan dikembangkan secara berkesinambungan serta dijadikan acuan berperilaku dalam
27
organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan, sedangkan pada tingkat operasionalnya bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja.
2.3.2
Karakteristik Budaya Organisasi Budaya organisasi adalah persamaan persepsi yang dipegang oleh anggota
organisasi dalam memberikan arti (share meaning) dari suatu sistem nilai yang ada. Persamaan persepsi ini penting mengingat bahwa anggota organisasi mempunyai latar belakang dan level yang berbeda dan budaya mengimplikasikan adanya dimensi atau karakteristik tertentu yang berhubungan secara independen. Oleh karena itu budaya organisasi dalam suatu perusahaan berguna untuk menilai perusahaan dan menjadi dasar untuk pemahaman bersama yang dimiliki karyawan berperilaku dan untuk menciptakan budaya yang berbeda satu dengan yang lainnya. Menurut Robbins (2006) ada tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap hakikat budaya organisasi dan membedakannya dengan organisasi yang lain, yaitu : 1. Inovasi dan pengambilan resiko Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. 2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan dituntut untuk mampu memperlihatkan ketepatan, analisis dan perhatian terhadap detail. 3. Orientasi hasil
28
Sejauh mana manajemen atau perusahaan berfokus lebih kepada hasil ketimbang tehnik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. 4. Orientasi orang Sejauh mana manajemen memperhitungkan efek hasil dari keputusan yang diambil terhadap orang yang ada didalam organisasi itu sendiri. 5. Orientasi tim Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan dalam tim kerja ketimbang pada individu-individu. 6. Keagresifan Sejauh mana para pekerja bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai. 7. Stabilitas Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan Masing-masing karakteristik diatas bergerak pada suatu kontinuitas dari rendah hingga ke tinggi. Menilai suatu organisasi dengan ketujuh karakter ini akan menghasilkan gambaran mengenai budaya organisasi tersebut yang kemudian menjadi dasar untuk perasaan saling memahami yang dimiliki seluruh anggota organisasi mengenai organisasi mereka, bagaimana segala sesuatu dikerjakan berdasarkan pengertian bersama tersebut, dan cara-cara anggota organisasi seharusnya bersikap.
29
2.3.3
Fungsi dan Pembentukan Budaya Organisasi Budaya organisasi memiliki banyak definisi tentang apa budaya organisasi
itu yang pada gilirannya menciptakan pemahaman yang sama diantara para anggota mengenai bagaimana sebenarnya organisasi itu dan bagaimana anggotanya harus berperilaku. Dalam bukunya Organizational Behaviours, Stephen P Robbins (Tika, 2006) menerangkan bahwa budaya organisasi mempunyai lima fungsi yaitu : a. Berperan menetapkan batasan b. Mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi c. Mempermudah timbulnya komitmen yang luas daripada kepentingan individual seseorang. d. Meningkatkan stabilitas sistem sosial karena merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi e. Sebagai mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fungsi budaya organisasi adalah sebagai identitas perusahaan yang menjadi perekat sosial didalam menyatukan para anggotanya untuk mencapai tujuan perusahaan berupa ketentuan atau nilai yang harus dilakukan oleh para karyawan sehingga berfungsi sebagai kontrol dan menjaga stabilitas sistem dalam perusahaan. Sedangkan proses terbentuknya budaya organisasi membutuhkan waktu yang cukup lama dengan menanamkan, menumbuhkan dan mengembangkan budaya organisasi melalui gaya kepemimpinan dan iklim kerja berdasarkan
30
prinsip masing masing organisasi, yang mana bila sekali terbentuk budaya itu cenderung berurat berakar sehingga sukar bagi para manajer untuk mengubahnya.
Manajemen Puncak Filosofi Pendiri organisasi
Kriteria Seleksi
Budaya Organisasi Sosialisasi Sumber: Robbins (2006)
Gambar 2.2. Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Menurut Kotter dan Hesket (Tika, 2006), gagasan proses pembentukan budaya organisasi bisa berasal dari mana saja; dari peorangan atau kelompok, dari tingkat bawah atau puncak organisasi. Akan tetapi, gagasan ini sering dihubungkan dengan pendiri atau pemimpin awal yang mengartikulasikan sebagai visi, strategi bisnis, filosofi atau kesemuanya. Sedangkan Deal & Kennedy (Tika, 2006) menyatakan ada beberapa unsur yang mempengaruhi terbentuknya budaya organisasi, yaitu: 1. Lingkungan usaha, dimana perusahaan itu beroperasi akan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Nilai-nilai, adalah keyakinan dasar yang dianut oleh sebuah organisasi. 3. Pahlawan atau keteladanan, adalah panutan atau orang yang dapat menjadi contoh teladan bagi karyawan lain karena keberhasilannya.
31
4. Ritual, adalah kegiatan rutin yang diselenggarakan perusahaan dalam rangka memberikan penghargaan bagi karyawannya. 5. Jaringan Budaya, adalah jaringan komunikasi internal perusahaan yang dapat menjadi saran penyebaran nilai dan budaya organisasi. Budaya organisasi terbentuk karena mendapat pengaruh dari para pimpinan terutama ditentukan oleh para pendiri organisasi dimana tindakan para pendiri oganisasi menjadi inti budaya awal organisasi. Faktor yang tidak kalah penting adalah adanya kesempatan tertentu bagi pimpinan utuk mengatasi krisis dan merencanakan proses perubahan budaya organisasi dikarenakan pimpinan bertanggung jawab terhadap keberhasilan organsisasi sehingga memiliki kesempatan untuk mentransformasikan budaya organisasi dengan seperangkat artifak, perspektif, nilai dan asumsi baru yang dibawanya masuk kedalam organisasi.
2.4
Kinerja
2.4.1
Pengertian Kinerja Kinerja dalam bahasa Inggris adalah work performance atau job
performance atau biasa disingkat dengan performance saja, sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan prestasi kerja yang diartikan sebagai kesuksesan seseorang dalam melakukan pekerjaan. Berdasarkan pengertian tersebut job performance dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.
32
Mangkunegara (2005) mengemukakan bahwa “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan/pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dengan demikian kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan”. Malayu S.P Hasibuan (2005) mendefinisikan bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Sedangkan beberapa pengamat menegaskan bahwa kinerja adalah succesfull role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatannya sehingga kinerja atau prestasi kerja ( performance ) dapat diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan, motivasi dan kedisiplinan dalam menghasilkan sesuatu. Namun daripada itu ada yang memberikan batasan kinerja sebagai kesuksesan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan. Atas dasar pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku terhadap pekerjaan yang bersangkutan. Dari beberapa uraian teori diatas mengenai kinerja, maka dapat diartikan secara konseptual kinerja karyawan dalam penelitian ini diartikan sebagai hasil kerja seorang secara individu didalam mengelola dan melaksanakan tugas yang diembannya berdasarkan atas tanggung jawab yang dimilikinya sesuai dengan
33
ukuran yang berlaku bagi pekerjaannya pada suatu periode waktu yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan dapat dievaluasi tingkat kinerja pegawainya sehingga kinerja karyawan dapat ditentukan dengan pencapaian target selama periode waktu yang dicapai organisasi.
2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan produktivitas suatu organisasi dimana kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang diantaranya adalah kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran ditempat kerja dan sikap kooperatif. Kinerja adalah merupakan kuantitas dan kualitas suatu pekerjaan yang diselesaikan oleh setiap individu karyawan, oleh karena itu kinerja mempunyai hubungan erat dengan masalah produktivitas yang mana dalam hal ini kinerja merupakan indikator didalam menentukan bagaimana usaha yang harus dilakukan untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi didalam suatu organisasi. A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2005) mengatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu : 1. Faktor Kemampuan ( Ability ) Kemampuan ( ability ) secara psikologis terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality ( Knowledge + Skill ). Dalam hal ini seorang pimpinan ataupun karyawan yang memiliki tingkat kecerdasan diatas rata-rata
34
dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya serta terampil didalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari akan sangat mudah untuk mencapai kinerja yang maksimal. 2. Faktor Motivasi ( Motivation ) Motivasi adalah suatu sikap ( attitude ) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. Selain dua faktor tersebut diatas Anwar Prabu Mangkunegara (2005) juga mengutip pendapat A. Dale Timple yang menyatakan bahwa faktor-faktor kinerja terdiri dari dua faktor yaitu : 1. Faktor Internal ( disposisional ) yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang dan dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. 2. Faktor Eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan sekitarnya seperti perilaku, sikap, dan tindakan tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Dari dua faktor yang mempengaruhi kinerja menurut A. Dale Timple tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa seorang karyawan yang menganggap kinerjanya baik dan dipengaruhi faktor internal seperti kemampuan atau upaya
35
akan mengalami lebih banyak perasaan positif tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika ia menghubungkan kinerjanya yang baik dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti nasib baik, suatu tugas yang mudah atau ekonomi yang baik.
2.5
Hipotesis Penelitian Hipotesis
merupakan suatu jawaban sementara terhadap suatu
permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris (Sugiyono,2007),
dimana hipotesis juga merupakan dugaan sementara atas
permasalahan yang akan diteliti khususnya terhadap variabel variabel yang menjadi objek penelitian, hal yang berkaitan dengan ada atau tidaknya pengaruh antara variabel bebas (Independent Variable) dengan variable terikat (Dependent Variable). Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka konseptual yang telah dijelaskan dapat digambarkan kerangka pemikiran mengenai hubungan atau pengaruh
antara motivasi dan budaya kerja terhadap kinerja karyawan
sebagai berikut :
Motivasi (X1)
H1 Kinerja Karyawan (Y)
Budaya Organisasi (X2)
H2
Gambar 2.3 : Kerangka pemikiran dikembangkan ( Sugiyono, 2007)
36
Oleh karena itu berdasarkan atas kerangka pemikiran diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. H1 : Motivasi (X1) Ho = Tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara motivasi terhadap kinerja karyawan, dimana β = 0 Ha = Ada pengaruh postif dan signifikan antara motivasi dan kinerja karyawan, dimana β > 0 2. H2 : Budaya Organisasi (X2) Ho = Tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara Budaya Organisasi terhadap Kinerja karyawan, di mana β = 0. Ha = Ada pengaruh positif dan signifikan antara Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan, dimana β > 0.
37