BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lipid 2.1.1 Defenisi Lipid Sejumlah senyawa kimia dalam makanan dan dalam tubuh digolongkan dalam lipid. Senyawa tersebut adalah lemak netral dikenal juga sebagai Trigliserida, fosfolipid, kolesterol dan beberapa senyawa lain yang kurang penting (Guyton, 2007). Lipid adalah segolongan besar substansi biologi heterogen yang mudah larut dalam pelarut organik seperti metanol, aseton, khloroform dan benzena (Koolman et al, 2005). Dan pendapat lain mengatakan seperti Baynes (2007) mengatakan lipid adalah salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Untuk memberikan defenisi yang jelas tentang lipid sangat sukar, sebab senyawa yang termasuk lipid tidak mempunyai rumus struktur yang serupa atau mirip. Para ahli biokimia sepakat bahwa lemak dan senyawa organik yang mempunyai sifat fisika seperti lemak, dimasukkan kedalam satu kelompok yang disebut lipid. Adapun sifat fisika yang dimaksud ialah: (1) tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu pelarut organik misalnya ester, aseton, kloroform, benzena yang sering disebut “pelarut organik”: (2) ada hubungan dengan asam lemak atau esternya; (3) mempunyai kemungkinan digunakan oleh mahluk hidup. Jadi berdasarkan sifat fisika tersebut, lipid dapat diperoleh dari
Universitas Sumatera Utara
hewan atau tumbuhan dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut lemak tersebut. Jaringan bawah kulit di sekitar perut, jaringan sekitar ginjal mengandung banyak lipid terutama lemak kira-kira sebesar 90%, dalam jaringan otak atau dalam telur terdapat lipid kira-kira sebesar 7,5 sampai 30% (Poedjiadi, 2006).
2.1.2 Klasifikasi Lipid Menurut Tirtawinata (2006), lemak dibagi menjadi tiga jenis lemak yakni lemak sederhana, lemak gabungan dan derivat-derivatnya, seperti diperlihatkan pada gambar berikut ini: a) Lemak Sederhana Lemak sederhana terdiri atas lemak netral dan malam (Waxes). Lemak netral disebut juga trigliserida, karena tersusun atas satu gliserol dan tiga asam lemak. Ketiga asam lemak tersebut bisa dari jenis yang sama atau dapat pula dari jenis yang berbeda (Tirtawinata, 2006). b) Lemak Gabungan atau Lemak Majemuk Menurut Tirtawinata (2006), lemak gabungan adalah lemak yang bergabung dengan unsur atau senyawa organik lain misalnya fosfat, nitrogen, karbohidrat atau protein. Glikolipid, fosfolipid dan lipoprotein merupakan lemak majemuk yang terpenting. Glikolipid tersusun atas asam lemak, nitrogen dan karbohidrat. Glikolipid terutama terdapat dalam otak, yang berfungsi sebagai komponen jaringan syaraf otak, oleh karena itu disebut juga sebagai cerebrosid. Fosfolipid selalu mengandung satu molekul asam lemak atau lebih dan satu radikal asam fosfat, dan mereka biasanya mengandung basa nitrogen.
Universitas Sumatera Utara
Sebanyak 90% fosfolipid atau lebih yang terkandung dalam darah dibentuk dalam sel hati, walaupun dalam jumlah yang cukup besar juga dapat dibentuk oleh sel mukosa usus (Guyton, 2007). Tirtawinata (2006), menambahkan bahwa fosfolipid dibagi menjadi tiga jenis utama yaitu fosfolipid empedu yang disintesis di hati, fosfolipid membran sel (lesitin dan asetilkolin), dan fosfolipid lain seperti sefalin dan sfingomielin.
2.1.3 Fungsi Lipid Fungsi biomedis utama lipid adalah sebagai cadangan energi, yang berperan sebagai komponen struktural membran sel, dan berperan sebagai sinyal molekular yang penting. Lipid diangkut dalam plasma sebagai lipoprotein. Empat kelompok utama lipoprotein yang telah diidentifikasi yaitu kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Low Density Lipoprotein (LDL) dan High DensitybLipoprotein (HDL) (Murray et al, 2003). Ditambahkan pernyataan dari Tirtawinata (2006), bahwa Lipoprotein berperan besar dalam pengangkutan lemak dari saluran pencernaan ke seluruh sel jaringan tubuh dan dari sel jaringan tubuh ke hati.
2.1.4 Hiperlipidemia Menurut Sherwood (2003) hiperlipidemia adalah terjadinya akumulasi berlebih salah satu atau lebih lipid utama plasma dan merupakan manifestasi kelainan metabolisme atau transportasi lipid. Dalam klinis, hiperlipidemia dinyatakan
sebagai
hiperkolesterolemia,
hipertrigliserida
atau
kombinasi
Universitas Sumatera Utara
keduanya. Hiperlipidemia bisa terjadi karena defek transportasi lipid atau karena produksinya berlebihan. Kelainan ini bisa secara primer (hiperlipidemia primer). Hiperlipidemia primer disebabkan karena kelainan genetik. Hiperlipidemia primer dibagi menjadi hiperlipidemia familial dan sporadik. Hiperlipidemia sekunder disebabkan peningkatan kadar lipid darah yang disebabkan suatu penyakit tertentu, misalnya diabetes mellitus, gangguan tiroid, penyakit ginjal serta obatobatan.
2.2 Kolesterol Kolesterol ialah molekul yang ditemukan dalam sel, sejenis lipid yang merupakan molekul lemak atau yang menyerupainya. Kolesterol ialah jenis khusus lipid yang disebut steroid (Povey, 2002). Struktur kimia dasar kolesterol berupa steroid. Terdapat dalam jaringan dan lipoprotein plasma dalam bentuk kolesterol bebas atau gabungan dari asam lemak rantai panjang sebagai ester kolesterol. Senyawa kolesterol ini disintesis dalam banyak jaringan dari asetil-Ko A dan akhirnya dikeluarkan dari tubuh melalui empedu, sebagai garam kolesterol atau empedu. Kolesterol adalah produk khas hasil metabolisme hewan sehingga terdapat dalam semua bahan makanan yang berasal dari hewan, misalnya kuning telur, otak, daging dan hati (Wijaya, 1998). Tekstur kolesterol lembut dan berlilin, dengan konsistensi seperti tetesan lilin panas. Warna putih kehijauan, substansi berlemak, merupakan bagian terbesar yang dibentuk oleh tubuh di hati. Sekitar dua pertiga kolesterol tubuh
Universitas Sumatera Utara
diproduksi dengan cara ini menggunakan substansi yang diperoleh dari lemak pada makanan kita, sehingga makin banyak lemak yang kita makan, hati makin terpacu untuk mensintesis lebih banyak kolesterol. Kolesterol yang berada di dalam tubuh berasal dari rute yang berbeda-beda, sebagian besar berasal dari dinding usus kecil sebagai hasil dari lemak yang kita makan (Povey, 2002).
2.2.1 Manfaat Kolestrol (Karina, 2012)
Pembentuk dinding sel tubuh : Kolesterol dibutuhkan sebagai salah satu komponen pembentuk dinding-dinding sel tubuh. Dinding-dinding sel itu lah yang membentuk tubuh dengan baik.
Pembentukan hormon : Kolesterol merupakan bahan penting yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai bahan dasar pembentukan hormon testotero, estrogen dsn progesteron.
Pembentukan vitamin D : Kolesterol ini dibutuhkan untuk membuat vitamin D yang penting bagi kesehatan tulang dan kulit.
Membantu proses kerja tubuh di empedu : Sebagai bahan pembentukan asam dan garam empedu yang berfungsi mengemulsi lemak di dalam tubuh.
2.3 Trigliserida Triasilgliserol atau trigliserida merupakan ester dari alkohol gliserol dengan asam lemak. Proporsi molekul triasilgliserol yang mengandung residu
Universitas Sumatera Utara
asam lemak yang sama pada ketiga posisi ester pada lemak alami sangatlah kecil (Harper, 2007). Fungsi utama triasilgliserol adalah sebagai lemak penyimpan. Pada hampir semua sel hewan dan tumbuhan, triasilgliserol terdapat sebagai tetes minyak mikroskopi, terdispersi dan teremulsi di dalam sitosol dengan halus. Trigliserida berkaitan dengan kolesterol, bentuk lipid plasma (lemak darah). Trigliserida dalam plasma berasal dari lemak makanan kita, maupun dari dalam tubuh. Proses pencernaan lemak dari makanan selain meghasilkan kolesterol juga menghasilkan trigliserida dan lemak bebas. Kalori yang kita konsumsi, tetapi tidak digunakan segera, oleh jaringan tubuh kemudian diubah menjadi trigliserida dan disimpan didalam sel lemak. Trigliserida yang tinggi biasanya diikuti oleh kolesterol total dan LDL yang tinggi serta HDL yang rendah (Devinda, 2012).
2.4 Lipoprotein Lipoprotein adalah gabungan antara lemak dan protein yang merupakan unsur pembentuk penting pada sel, yang terdapat baik pada membran sel maupun mitokondria di dalam sitoplasama, serta juga berfungsi sebagai sarana pengangkutan lipid didalam darah. Lipoprotein sendiri merupakan suatu partikel dengan struktur tertentu yang tersusun dari lipida-lipida polar, lipida-lipida non polar dalam protein khusus (apoprotein), sehingga larut dalam air dan berfungsi untuk mengangkut lipid dalam darah. Plasma lipoprotein sendiri berdasarkan densitasnya, terdiri atas kilomikron, VLDL,IDL, LDL dan HDL (Harper, 2008). a) Kilomikron (Chylomicron)
Universitas Sumatera Utara
Kilomikron merupakan alat pengangkut lemak dari usus ke seluruh tubuh. Lemak utama yang diangkut oleh kilomikron adalah trigliserida, oleh karena itu kilomikron mengandung sekitar 86% trigliserida, 8,5% fosfolipid, 3% kolesterol dan 2% protein. Kilomikron adalah lipoprotein yang paling besar ukurannya dan mempunyai densitas paling rendah. Pembentukan kilomikron dalam dinding usus sesuai dengan jumlah trigliserida yang diserap (Guyton, 2007). b) VLDL (Very Low Density Lipoprotein) VLDL sebagian dibentuk di dinding usus dan sebagian lain disintesis di dalam hati. VLDL merupakan lipoprotein yang paling banyak mengandung trigliserida yang diangkut dari usus ke seluruh jaringan tubuh. VLDL dijaringan tubuh melepaskan trigliserida dengan bantuan lipoprotein lipase untuk digunakan sebagai sumber energi dan sebagai lemak cadangan. Lepasnya trigliserida mengakibatkan VLDL dapat mengikat kolesterol, fosfolipid dan protein dari lipoprotein lain dalam aliran darah dan dengan demikian VLDL berubah menjadi LDL (Guyton, 2007). c) LDL (Low Density Lipoprotein) Mengandung kolesterol dan fosfolipid yang cukup tinggi. LDL merupakan lipoprotein yang mengangkut kolesterol terbesar untuk disebarkan ke seluruh jaringan tubuh dan pembuluh darah. LDL sering disebut kolesterol jahat karena efeknya yang arterogenik (mudah melekat pada dinding pembuluh darah), sehingga dapat menyebabkan penumpukan lemak dan penyempitan pembuluh darah (arterosclerosis). Kadar LDL di dalam darah sangat tergantung dari lemak jenuh yang masuk. Semakin banyak lemak jenuh yang masuk, semakin
Universitas Sumatera Utara
menumpuk pula LDL. Hal ini disebabkan LDL merupakan lemak jenuh yang tidak mudah larut (Guyton, 2007). d) HDL (High Density Lipoprotein) Mengandung protein yang tinggi dan rendah kolesterol dan fosfolipid. HDL merupakan lipoprotein yang mengandung Apo-A, yang memiliki efek antiarterogenik, sehingga disebut kolesterol baik. Fungsi utamanya adalah membawa kolesterol bebas dari dalam endotel dan mengirimkannya ke pembuluh darah perifer, lalu keluar tubuh lewat empedu. Dengan demikian, penimbunan kolesterol di perifer menjadi berkurang (Guyton, 2007).
2.4.1 Kadar Kolestrol Serum Darah Kadar kolestrol
Keterangan
Kadar kolestrol total (mg/dl) <200
Optimal
200-239
Diinginkan
> 240
Tinggi
Kadar kolestrol LDL (mg/dl) >100
Optimal
100-129
Mendekati optimal
130-159
Diinginkan
160-189
Tinggi
>190
Sangat tinggi
Kadar kolestrol HDL (mg/dl) <40
Rendah
100 -129
Tinggi
Universitas Sumatera Utara
Trigliserida (mg/dl) >150
Optimal
150-199
Diinginkan
200-499
Tinggi
>500
Sangat tinggi
Dikutip dari: Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K, Marcellus Simadibrata, Setiati, S., 2007.
2.5 Radikal Bebas dan LDL oksidasi Menurut Mc Kee (2003) beberapa penelitian sudah membuktikan efek berbahaya yang akan ditimbulkan oleh reaksi kimia dari radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil atau sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan beraksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Molekul stabil
Radikal Bebas
Gambar 2. 1 Struktur Elektron Molekul Stabil dan Radikal Bebas (Hellen & Lynn ,2000) Oksigen dapat menerima elektron tunggal dan membentuk molekul tak stabil yang dikenal dengan molekul reactive oxygen species (ROS). Beberapa contoh reactive oxygen species antara lain radikal superoksid (O2), radikal
Universitas Sumatera Utara
hidroksil(HO) dan singlet oksigen (O). pada organisme hidup, normalnya pembentukan reactive oxygen species umumnya dijaga seminimal mungkin oleh mekanisme pertahanan antioksidan . Beberapa kondisi tertentu dimana mekanisme antioksidan tertutupi atau menjadi tak seimbang, akan menyebabkan kerusakan dalam jaringan, yang dikenal secara kolektif sebagai suatu stres oksidatif. Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung dan katarak, penuaan dini serta pnyakit degeneratif lainnya. Oleh karena itu tubuh memerlukan suatu substansi penting yaitu antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas tersebut sehingga tidak dapat mnginduksi suatu penyakit (Kikuzaki et al,2002; Sibuea 2003, Halliwell 2000). Radikal bebas dapat terbentuk dari beberapa reaksi pada sel makrofag, sel endotel, maupun sel monosit, berupa superoksida, hidroksil serta peroksida. Pada sel kariotik, produksi radikal bebas endogen utama berasal dari mitokondria. Peran penting radikal bebas dalam proses aterosklerosis adalah keterlibatannya dalam proses oksidasi LDL, serta menginduksi terjadinya inflamasi. LDL teroksidasi akan memicu timbulnya disfungsi endotel dan proses inflamasi akan mengakibatkan aktivasi migrasi monosit ke dalam intima, yang berlangsung secara terus menerus dan kompleks sehingga menyebabkan terjadinya aterosklerosis (Agarwal & Rao,1998).
Universitas Sumatera Utara
2.6 Antioksidan Antioksidan adalah senyawa dalam kadar rendah yang mampu menghambat oksidasi molekul target sehingga dapat melawan atau menetralisir radikal bebas. Dikenal ada tiga kelompok antioksidan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu antioksidan enzimatik, antioksidan pemutus rantai dan antioksidan logam transisi terikat protein. Yang termasuk antioksidan enzimatik adalah superoksida dismutase (SOD), Katalase (CAT), glutathion peroksidase (GPx), glutathion reduktase (GR) dan seruloplasmin. Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan radikal bebas dalam sel. Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima atau memberi elektron dari atau ke radikal bebas, sehingga membentuk senyawa baru stabil, misal vitamin E, vitamin C dan vitamin A, sedangkan antioksidan logam transisi terikat protein bekerja mengikat ion logam mencegah radikal bebas (HillBow,1999; Bohm & Bitsch,1999). Menurt Rock dkk (1996) bahwa antioksidan bisa dikelompokkan berdasarkan sumbernya menjadi antioksidan endogen dan eksogen. Antioksidan endogen merupakan antioksidan secara alami berada dalam sel manusia diantaranya adalah superokside dismutase (SOD), katalase (CAT) dan glutathion peroksidase (GPx). Antioksidan eksogen adalah antioksidan yang berasal dari luar tubuh, berasal dari makanan sehari-hari seperti vitamin-vitamin(vitaminC, vitamin E, betha-karoten) dan senyawa fitokimia (karotenoid, isoflavon, saponin, polifenol).
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Beta Karoten
Beta karoten sama dengan karotenoid yang lain , yaitu pigmen alami yang larut lemak yang secara umum ditemukan pada tanaman, alga (Dunaliella salina, Dunaliella bardawil) dan sintesis mikroorganisme. Betakaroten memiliki peran yang menguntungkan bagi kesehatan salah satunya mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, meningkatkan “komunikasi” interselular, immunomodulator dan antikarsinogenik. Kemampuan beta karoten sebagai antioksidan ditunjukkan dalam mengikat oksigen (O2), “merantas” radikal peroksil dan menghambat oksidasi lipid (Kritchevsky, 1999).
Gambar 2.2 Mekanisme Pembentukan Sel Busa.(Dawn et al,2000)
Pemberian antioksidan pada lesi aterosklerotik akan menghambat oksidasi kolesterol LDL dan mencegah stres oksidatif sehingga mengurangi timbulnya disfungsi endotel (Jialial & Grundy,1992; Chopra et al,2000). Betakaroten merupakan bentuk paling aktif secara biologis dan sumber utamanya adalah dari sayur dan buah. Pada beberapa penelitian betakaroten
Universitas Sumatera Utara
merupakan salah satu karotenoid yang berperan dalam perlindungan terhadap stres oksidatif (Juergen, 2003). Oksidasi LDL yang terjadi karena stres oksidatif tergantung dari kandungan antioksidan sebelum terbentuk sejumlah hiperoksida lipid. Bila senyawa antioksidan lipofilik yang terkandung dalam LDL cukup banyak, maka LDL akan terlindungi dari proses oksidasi (Agarwal & Rao, 2000).
2.7 Pembentukan Lesi Aterosklerotik Arterosklerosis adalah penyakit akibat terbentuknya plak di dinding arteri besar, sehingga mempersempit lumen pembuluh darah dan mengakibatkan aliran darah terganggu dan menurunkan elastisitas pembuluh darah. Plak terdiri dari sel otot polos, jaringan ikat, lemak, dan kotoran yang tertimbun dalam intima dinding arteri (Kumalasari, 2005). Menurut Japardi (2002) bahwa aterosklerosis dapat mengenai semua pembuluh darah sedang dan besar, namun yang paling sering adalah aorta, pembuluh koroner dan pembuluh darah otak, sehingga Infark miokard dan Infark otak merupakan dua akibat utama proses ini. Proses aterosklerosis dimulai sejak usia muda berjalan perlahan dan jika tidak terdapat faktor resiko yang mempercepat proses ini, aterosklerosis tidak akan muncul sebagai penyakit sampai usia pertengahan atau lebih. Aterosklerosis merupakan penyakit yang menyerang pembuluh darah besar dan sedang. Lesi utamanya berbentuk plaque menonjol pada tunika intima yang mempunyai inti berupa lemak (terutama kolesterol dan ester kolesterol) dan ditutupi oleh fibrous cap. Lesi aterosklerosis awal berupa fatty streak, yaitu penumpukan lemak pada daerah subintima. Lesi ini
Universitas Sumatera Utara
bahkan dijumpai pada bayi usia 3 tahun dan dikatakan pada orang yang mengkonsumsi makanan dengan pola Barat, fatty streak sudah akan terbentuk sebelum usia 20 tahun. Secara mikroskopis, fatty streak tampak sebagai daerah berwarna kekuningan pada permukaan dalam arteri, pada umumnya berbentuk bulat dengan θ 1 mm atau berbentuk guratan dengan lebar 1-2 mm dan panjang sampai 1 cm. Secara makroskopis, fatty streak ditandai dengan pengumpulan selsel besar yang disebut sel busa (foam cell) di daerah subintima. Sel busa ini pada mulanya adalah makrofag yang memakan lemak kemudian mengalami kematian inti sel. Komposisi tipe lesi mengawali perkembangan lesi aterosklerosis lanjut dan mekanismenya. Lesi tipe lanjut termasuk disorganisasi intima dan deformitas arteri, terjadinya nekrosis endothelium dan memicu terjadinya trombus. Tahapan aterosklerosis dimulai dari lesi tipe I yang memperlihatkan perubahan sangat dini berupa penambahan sejumlah makrofag intimal yang telah mati dan berisi ester kolesterol dan hanya dapat dilihat secara mikroskopis sebagai sel busa. Lesi tipe II terdapat penumpukan sel busa yang mendesak endothelium dan membentuk fatty streak. Secara makroskopik terlihat dinding arteri sedikit menonjol ke dalam lumen. Pada lesi III terjadi pembentukan ateroma dan masih terlihat tahapan antara lesi I dan II. Dalam sub intima dijumpai adanya limfosit, sel-sel otot polos dan serat kolagen yang menimbulkan fibrous plaque. Sel endothelium secara makroskopik tampak terdesak tapi tetap utuh dan terlihat sebagai dungkul (Constantinides,1994; Stary,1994).
Universitas Sumatera Utara
Proses kunci pada aterosklerosis adalah penebalan dinding tunika intima dan penimbunan lemak yang menghasilkan ateroma. Lesi aterosklerotik biasanya hanya mengenai sebagian lingkaran dinding arteri ( lesi eksentrik ) dan membentuk bercak-bercak yang tersebar disepanjang pembuluh darah. Lesi aterosklerotik awalnya bersifat fokal dan tersebar jarang, Namun seiring dengan perkembangan penyakit lesi bertambah banyak dan difus. Pada distribusinya yang khas pada manusia, plak aterosklerosis biasanya lebih banyak mengenai aorta abdominalis daripada aorta torakalis, dan lesi cenderung lebih mencolok disekitar ostia cabang besar. Dalam urutan menurun (setelah aorta abdominalis bawah) pembuluh yang paling banyak terkena adalah arteri koronaria dan pembuluh di sirkulus Willisi (Kumar,2007).
Gambar 2.3 : Mikroskopis pembuluh darah arteri yang aterosklerosis dengan pembesaran 10x, pewarnaan H&E
Hiperlipidemi kronik dapat menyebabkan cedera toksik pada sel endotel karena peningkatan LDL yang teroksidasi dan kolesterol. Keadaan hiperlipidemi kronik ini juga menyebabkan perubahan sel endotel, leukosit yang beredar dalam
Universitas Sumatera Utara
darah dan juga mungkin trombosit. Keadaan hiperkolesterolemi menyebabkan meningkatnya adhesi monosit ke dinding endotel. Monosit yang menempel pada sel endotel ini kemudian menyusup di antara sel endotel dan mengambil tempat di daerah subendotel untuk kemudian berubah menjadi scavenger cell dan berubah bentuk menjadi makrofag. Makrofag berfungsi menelan dan membersihkan lemak terutama LDL yang sudah teroksidasi tersebut melalui reseptor khusus yang disebut reseptor scavenger. Sel scavenger ini kemudian menjadi sel busa yang merupakan cikal bakal fatty streak. Berkumpulnya makrofag di daerah subintima menyebabkan kerusakan endotel bertambah. Sel-sel ini menghasilkan dan mensekresikan zat-zat yang bersifat toksik dan juga metabolit yang bersifat oksidatif seperti LDL teroksidasi dan anion superoksida (Japardi, 2002).
Inflammas i Endotoxins, LDL teroksidasi, dll
Inflammatory cytokines, chemokines, proteases
Gambar 2.4 : Migrasi Monosit menembus Endotel dan berdifferensiasi menjadi Makrofag yang memiliki reseptor terhadap LDL teroksidasi Suryohudoyo (2000) mengatakan LDL teroksidasi bersifat antigenik sehingga terjadi reaksi pembentukan antibodi yang mengikatnya dan membentuk kompleks imun, karena banyaknya monosit yang masuk ke sub intima. Kompleks
Universitas Sumatera Utara
imun LDL teroksidasi akan difagosit oleh makrofag karena adanya reseptor yang mengikat kompleks imun LDL-oks sehingga fagositosis semakin mudah dan memicu pembentukan sel busa .
Gambar 2.5: Mikroskopis Sel Busa pada dinding Aorta Abdominalis tikus Kemajuan ilmu biologi molekuler menyebabkan perlu ditambahkan faktor resiko lain terjadinya aterosklerosis, yaitu kadar antioksidan dalam tubuh yang rendah akan meningkatkan gangguan akibat radikal bebas mengenai lipid, karbohidrat, maupun protein sehingga terjadi kerusakan sampai kematian sel. (Riso et al,1999) Penelitian mekanisme terjadinya aterosklerosis dapat jelas digambarkan dengan studi eksperimental binatang dari spesies yang kebanyakan sensitif terhadap kolesterol, misalnya kelinci, sampai yang resisten kolesterol, misalnya tikus (Constantinides,1994). Pada hewan coba dapat diikuti perubahan arteri serta pembentukan plak aterosklerosis.(Kustiyah & Prasetyo, 2003)
Universitas Sumatera Utara
2.8. Hewan Percobaan 2.8.1 Karakteristik Utama Hewan Percobaan Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan termasuk sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobia seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktifitasnya tidak terganggu oleh manusia disekitarnya sehingga tidak gampang stres. Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dengan hewan coba lain, yaitu tikus putih tidak mengalami muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim ditempat esofagus bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Mangkoewidjojo, 1998).
2.8.2 Tikus Wistar Jantan Pada penelitian ini digunakan tikus wistar karena diketahui bahwa tikus putih jenis Rattus novergicus strain Wistar mudah diinduksi hiperkolesterol, lebih tahan terhadap perlakuan, bersifat omnivora serta memiliki karakteristik fisiologi yang mirip manusia dibandingkan dengan kelinci (fox et al, 1994). Digunakan tikus berjenis kelamin jantan karena dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus betina. Tikus jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Sugiyanto, 1995).
Universitas Sumatera Utara
2.8.3 Klasifikasi Biologi Tikus Menurut sugiyanto (1995). Klasifikasi biologi tikus hewan percobaan adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filunl
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Rodentia
Family
: Muridae
Genus
: Rattus
Spesies
: Rattus norvegicus
2.9 Buah Pepaya 2.9.1 Sejarah Singkat Pepaya (Carica papaya (L)) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis. Pusat penyebaran tanaman pepaya ini diduga berada di daerah sekitar Meksiko bagian selatan dan Nikaragua dan kini menyebar luas dan banyak ditanam di seluruh daerah tropis termasuk Indonesia (Ditjen BPPHP Departemen Pertanian, 2002).
2.9.2 Morfologi pepaya (carica papaya L) Menurut Ditjen BPPHP Departemen Pertanian (2002) bahwa Pepaya (Carica
Papaya L) merupakan tumbuhan berbatang tegak dan basah. Pepaya menyerupai palma, bunganya yang berwarna putih dan buahnya yang masak berwarna kuning kemerahan dan rasanya yang menyerupai melon. Tinggi pohon papaya dapat
Universitas Sumatera Utara
mencapai 8 sampai 10 meter dengan akar yang kuat. Helaian daunnya menyerupai telapak tangan manusia. Bentuk buah bulat hingga memanjang, dengan ujung biasanya meruncing. Warna buah ketika muda hijau gelap, dan setelah masak hijau muda hingga kuning. Bentuk buah membulat bila berasal dari tanaman betina dan memanjang (oval) bila dihasilkan tanaman sempurna. Tanaman pepaya sempurna lebih disukai dalam budidaya karena dapat menghasilkan buah lebih banyak dan buahnya lebih besar. Daging buah berasal dari karpela yang menebal, berwarna kuning hingga merah, tergantung varietasnya. Bagian tengah buah berongga. Bijibiji berwarna hitam atau kehitaman dan terbungkus semacam lapisan berlendir(pulp) untuk mencegahnya dari kekeringan. Dalam budidaya, biji-biji untuk ditanam kembali diambil dari bagian tengah buah.
2.9.3 Taksonomi Pepaya (Carica papaya) Berikut ini adalah taksonomi pepaya: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Brassicales Famili : Caricaceae Genus : Carica Spesies : Carica papaya (L) (Anonimous, 2008).
Nama lokal Papaw (Inggris), Pepaya (Indonesia), Gebang (Sunda), Betik, Kates, Telo gantung (Jawa).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 : Buah pepaya 2.9.4 Pepaya sebagai antioksidan
Buah pepaya merupakan salah satu buah sebagai sumber antioksidan. Pepaya kaya akan vitamin C dan merupakan sumber antioksidan yang baik. Vitamin C dapat membantu menjaga kesehatan sel, meningkatkan penyerapan asupan zat besi dan memperbaiki sistem kekebalan tubuh (Kumalaningsih, 2006). Selain vitamin C, buah pepaya juga mengandung betakaroten yang merupakan salah satu bentuk pigmen dari karoten (carotenoid). Karoten berfungsi sebagai antioksidan, sedangkan betakaroten merupakan salah satu bentuk senyawa karoten sebagai penawar yang kuat untuk oksigen reaktif, dan menstimulasi kemampuan tubuh untuk mengubah substansi toksik menjadi senyawa tidak berbahaya (Tim redaksi Vitahealth 2004).
2.9.5 Komposisi Menurut Kumalaningsih (2006) dengan mengkonsumsi 100 gram buah pepaya per hari sudah mampu mencukupi kebutuhan vitamin C dan betakaroten per harinya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Kandungan gizi dan unsur penting dalam pepaya per 100 gram. No
Unsur gizi
Pepaya mentah
Pepaya matang
1.
Energi (kal)
26
46
2.
Protein (g)
2,1
0,5
3.
Lemak (g)
0,1
-
4.
Karbohidrat (g)
4,9
12,2
5.
Kalsium (mg)
50
23
6.
Fosfor (mg)
16
12
7.
Besi (mg)
0,4
1,7
8.
Vitamin A (SI)
50
365
9.
Vitamin B (mg)
0,02
0,04
10.
Vitamin C (mg)
19
78
11.
Air (g)
92,3
86,7
Sumber: Nilai Gizi, Manfaat dan Teknologi Pengolahan Pepaya. Ditjen BPPHP Departemen Pertanian. 2002 2.9.6 Manfaat Lain Buah Pepaya Buah masak yang populer sebagai ”buah meja” selain untuk pencuci mulut juga sebagai pensuplai nutrisi atau gizi terutama vitamin A dan vitamin C. Buah pepaya masak yang mudah rusak perlu diolah dijadikan makanan seperti sari pepaya, dodol pepaya. Dalam industri makanan buah pepaya sering dijadikan bahan baku pembuatan (pencampur) saus tomat yakni untuk untuk menambah citarasa, warna dan kadar vitamin (Ditjen BPPHP Departemen Pertanian, 2002).
2.10 Anatomi-Histologi Pembuluh Darah Biasanya sistem sirkulasi dibagi dalam makrovaskular, yaitu pembuluh dengan diameter lebih dari 0,1 mm (arteriol besar, arteri muscular dan
Universitas Sumatera Utara
elastis,sertavena muscular) dan mikrovaskular (arteriol, kapiler, dan venula paskakapiler) yang hanya terlihat dengan mikroskop. Mikrovaskular terutama penting sebagai tempat terjadinya pertukaran antara darah dan jaringan sekitar pada keadaan normal dan pada proses peradangan. Kapiler memiliki variasi struktural yang memungkinkan berbagai tingkat pertukaran metabolik antara darah dan jaringan sekitar. Kapiler terdiri atas selapis sel endotel yang tergulung membentuk suatu saluran. Diameter rata-rata kapiler bervariasi dari 7-9 um dan panjangnya umumnya tidak melebihi 50 um. Panjang total kapiler pada tubuh manusia diperkirakan 96.000 Km (60.000 mil). Bila terpotong melintang, dinding kapiler terlihat memiliki bagian-bagian yang tersusun dari 1-3 sel. Permukaan luar sel-sel ini umumnya berada diatas lamina basal, yakni suatu produk endotel (Junqueira & Carneiro, 2008).
Gambar 2.7 : Mikroskopis pembuluh darah arteri dan vena dengan pembesaran 10x, pewarnaan H&E 2.10.1 Arteri : Setiap arteri memperlihatkan tata-bentuk yang umum. Dinding arteri pada umumnya terdiri atas 3 lapis atau tunika.:
Universitas Sumatera Utara
1. Yang paling dalam, tunika intima (interna), yang terdiri dari selapis sel endotel disebelah dalam, diluarnya diliputi oleh lapisan subendotel yang merupakan jaringan ikat fibroelastis halus, dan yang paling luar berupa sabuk erat elastik (tunika elastika interna) yang mungkin tak terdapat pada pembuluh yang lain. 2. Lapisan tengah, tunika media, terutama terdiri atas sel-sel otot polos yang tersusun melingkar. Serat-serat elastin dan kolagen dalam jumlah yang beragam terselip diantara sel-sel otot polos. 3. Lapisan Luar, tunika adventisia, terdiri atas jaringan ikat yang kebanyakan unsurnya tersusun sejajar sumbu panjang pembuluh(memanjang).berbatasan langsung dengan tunika media mungkin terdapat tunika elastika eksterna yang jelas. Tata bangun dan ketebalan relatif dari setiap lapisan tergantung pada jenis dan ukuran pembuluh (Leeson et al, 1996).
Gambar 2.8 : Mikroskopis pembuluh darah Arteri dengan pembesaran 40x,pewarnaan H&E Berdasarkan ukuran dan strukturnya, arteri dibagi menjadi 3 tipe, yaitu : 1. arteri besar, atau elastik, termasukAorta, cabang besarnya (terutama inominata, subclavia, karotis komunis, dan iliaka) dan arteri pulmonalis.
Universitas Sumatera Utara
2. arteri ukuran sedang, atau muskular, termasuk cabang lain aorta (misal arteri koronaria dan arteria renalis) 3. arteri kecil (garis tengah kurang dari 2mm) dan arteriol(garis tengah 20100um), yang terletak didalam substansi jaringan dan organ (Junqueira & Carneiro, 2007).
2.10.1.1 Arteri Besar (Elastis) Arteri besar digolongkan dalam arteri tipe elastis, dindingnya relatif tipis dibandingkan ukuran pembuluh ini. Kandungan serat elastinnya cukup menyebabkan potongan segar dindingnya terlihat kuning (Leeson et al, 1996). Sel endotel tunika intimanya berbentuk poligonal tidak memanjang seperti arteri yang lebih kecil.lapisan subendotel terdiri dari serat elastin dan kolagen serta tebaran fibroblas. Dibagian dalam tunika intima terdapat berkas-berkas kecil serat otot polos. Sulit dikenalitunika elastika interna yang jelas. Sejumlah besar serat elastin terutama tersusun memanjang, berjaln dibagian dalam lapisan subendotel dan memintas menuju membran elastika tunika media yang paling dalam (Leeson et al, 1996). Tunika media terdiri atas serat-serat elastin dan sederetan laminalamina elastis yang berlubang-lubang dan tersusun melingkar, yang jumlahnya bertambah dengan meningkatnya usia (pada neonatus berjumlah 40, pada orang dewasa berjumlah 70). Diantara lamina-lamina elastis terdapat sel-sel otot polos , serat retikulin, proteoglikan dan glikoprotein (Junqueira & Carneiro, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Tunika adventisianya berupa selubung tipis, tidak demikian tersusun secara khusus sehingga sulit dibedakan dari jaringan sekitarnya. Tidak jelas adanya tunika atau membran elastika eksterna.. arteri tipe elastis menyerap sebagian tekanan nadi dengan pengembangan jaringan elastis didalam dindingnya dan menghasilkan aliran darah yang tidak terlalu berdenyut dibandingkan andaikata ia merupakan sebuah tabung kaku. Mereka sering disebut arteri penghubung untuk menjelaskan fungsinya sebagai pengantar darah ke dalam cabang-cabang kecil sistem pembuh darah (Leeson et al, 1996).
Gambar 2.9 : Mikroskopis pembuluh darah Aorta dengan pembesaran 10x, 40x ,pewarnaan H&E
2.10.1.2 Arteri ukuran sedang Golongan arteri ini meliputi semua arteri yang termasuk tipe muskular dan mencakup hampir seluruh arteri yang bernama dan semua arteri kecil yang tidak bernama (Leeson et al, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Arteri muskular dapat mengendalikan banyaknya darah yang menuju organ dengan mengontraksi atau merelaksasi sel-sel otot polos tunika media.Tunika intima memiliki lapisan subendotel yang agak lebih tebal daripada di arteriol. Lamina elastika interna yaitu komponen terluar dari intima, tampak jelas dan tunika media dapat terdiri atas lapisan-lapisan sel otot polos sampai 40 lapisan. Sel-sel iniberbaur dengan lamella-lamella elastis(tergantung ukuran pembuluh) maupun serat –serat retikulin dan proteoglikan yang dihasilkan serabut otot polos dalam jumlah yang bervariasi. Lamina elastika interna, yaitu komponen terakhir dari tunika media, hanya terdapat pada arteri muskular yang lebih besar. Tunika adventisia sering setebal tunika media, Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat longgar yang mengandung serat kolagen dan elastin yang hampir diseluruhnya tersusun memanjang atau melingkar. Serat elastin terutama terdapat dibagian dalam tempat mereka biasanya membentuk membran elastika eksterna. Bagian luar, tunika adventisia berbaur dengan jaringan ikat disekitarnya tanpa batas yang jelas diantaranya (Leeson et al, 1996).
2.10.1.3 Arteri kecil dan arteriol. Pembuluh ini bergaris tengah 100 um atau kurang, mempunyai tunika intima terdiri atas endotel dan membran elastika interna saja. Tidak didapati jaringan subendotel. Membran elastika interna berupa jalinan serat yang terlihat dengan mikroskop cahaya sebagai garis tipis berkilau tepat dibawah endotel. Tunika media terdiri atas satu sampai lima lapis utuh sel otot dengan serat serat elastin bertebar diantaranya. Jumlah lapisan sel otot berkurang dan saat tengahya
Universitas Sumatera Utara
20 um, tinggal selapis saja. Tunika adventisia yang biasanya lebih tipis dari tunika medianya, berupa selapis jaringan ikat yang mengandung serat kolagen dan elastin yang tersusun memanjang. Lapisan ini menyatu dengan jaringan ikat disekitarnya. Tidak terdapat tunika elastika eksterna yang jelas. Arteriol mempunyai dinding lumen yang relatif tebal dengan lumen yang relatif sempit. Pembuluh ini mampu mengontrol distribusi darah kedalam berbagai jaring-jaring kapiler yang berbeda dengan vasokonstriksi dan vasodilatasi setempat. Merekalah yang merupakan pengendali utama tekanan darah sistemik. Sebagian besar penurunan tekanan darah terjadi didalam arteriol dan karenanya aliran darah yang masuk jarng-jaring kapiler hanyalah yang lunak /sedang saja. Dibandingkan dengan kapiler, arteriol mempunyai dinding yang relatif kedap dan tidak terlibat dalam saling-tukar antara darah dan cairan jaringan (Leeson et al, 1996).
2.10.1.4 Arteri Khusus Arteri tertentu memperlihatkan penyimpangan struktur yang mencolok dari susunan yang lazim. Variasi ini mencerminkan penyesuaian terhadap tempatnya yang khusus dan tuntutan akan fungsinya. Arteri yang terlindung didalam tengkorak berdinding tipis dengan tunika elastika interna yang sangat berkembang. Arteri paru berdinding tipis akibat berkurangnya jumlah otot dan jaringan elastisnya. Hal ini berkaitan dengan rendahnya tekanan darah didalam sirkulasi paru. Arteri umbilikalis mempunyai tunika media terdiri atas dua lapis otot tebal: memanjang yang sebelah dalam dan melingkar yang sebelah luar. Arteri ini tidak mempunyai tunika elastika interna ataupun bila ada, tidak
Universitas Sumatera Utara
sempurna. Pada arteri penis, tunika intima sangat menebal dan mengandung banyak serat otot memanjang. Kelompokan serat otot polos ini membentuk isu utama bantal intima yang berfungsi sebagai katup. Otot jantung merasuk ke dalam pangkal aorta dan arteri pilmonalis (Leeson et al, 1996).
2.10.2 Vena : Darah didalam sistem vena bertekanan sepersepuluh dari tekanan darah arteri dan karena itu harus menampung volume darah lebih besar daripada sistem arteri. Kaliber vena umumnya lebih lebar dari arteri, tetapi dindingnya jauh lebih tipis yang terutama disebabkan oleh berkurangnya unsur otot dan elastinnya.
Gambar 2.10 : Mikroskopis pembuluh darah arteri dengan pembesaran 40x,pewarnaan H&E Pembuluh darah vena digolongkan atas tiga golongan : 1. Venula 2. Vena sedang 3. Vena besar
Universitas Sumatera Utara
Penggolongan ini mungkin kurang pas karena penggolongan ini tidak demikian tegas dan lebih banyak ragam pada masing-masing pembuluh didalam satu golongan dibanding arteri. Strukturnya mungkin cukup besar ragamnya pada segolongan vena dengan kaliber yang sama dan bahkan pada vena yang sama mungkin terdapat struktur yang berubah-ubah sepanjang perjalanannya. Jadi pemerian dinding vena tidak praktis sperti arteri daan hanya berdasar pada gambaran umumnya (Leeson et al, 1996).
2.10.2.1 Venula pascakapiler dan Kapiler Venula pascaakapiler dan kapiler berpartisipasi dalam proses pertukaran antara darah dan jaringan. Venula memiliki diameter sebsar 0,2-1mm. Tunika intimanya terdari dari endotel dan lapisan subendotel yang sangat tipis. Tunika media pada venula kecil mungkin hanya mengandung perisit
kontraktil.
Pembuluh-pembuluh ini disebut venula pascakapiler atau venula perisit. Diameter lumennya mencapai 50 um. Meskipun begitu, kebanyakan venula mengandung otot, dan venula sekurang-kurangnya memiliki beberapa sel otot polos dalam dindingnya. Venula pascakapiler memiliki sejumlah ciri yang
sama dengan
kapiler, misalnya berpartisipasi dalam respon peradangan dan pertukaran sel dan molekul antara darah dan jaringan. Venula juga dapat mempengaruhi aliran darah didalam arteriol dengan menghasilkan dan menyekresikan zat vasoaktif yang dapat berdifusi (Junqueira & Carneiro, 2007). Perubahan dari kapiler vena ke venula berlangsung bertahap, sedikit demi sedikit , bermula meliputi penambahan jaringan ikat dan kemudian otot polos.
Universitas Sumatera Utara
Venula yang paling kecil mempunyai intima terdiri atas endotel saja dengan selubung serat kolagen di luarnya. Tunika adventisia tebal dibandingkan keseluruhan dindingnya yang tipis dan terdiri atas serat kolagen yang tersusun memanjang dan tebaran serat elastin erta fibroblas (Leeson et al, 1996).
2.10.2.2 Vena sedang Golongan ini praktis mencakup semua vena yang bernama dan cabangcabang utamanya, kecuali batang induknya. Garis tengahnya berkisar antara 1-9 mm. Tunika intimanya tipis. Sel endotelnya pendek dan berbentuk poligonal. Jaringan ikat lapis subendotel tidak jelas. Kadang-kadang diluarnya diliputi jalinan serat elastin tetapi tidak jelas membentuk tunika elastika interna. Tunika medianya tipis dibandingkan arteri yang setara. Lapisan ini terdiri dari berkas kecil serat otot polos yang tersusun melingkar dipisahkan oleh serat-serat kolagen dan jalinan halus serat elastin. Tunika media lebih berkembang pada vena anggota gerak. Tunika adventisianya sangat berkembang dan membentuk sebagian besar dindingnya. Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat longgar dengan berkas serat kolagen kasar tersusun memanjang dan sering kedapatan sedikit serat otot polos. Serat otot ini membentuk berkas-berkas dan tersusun memanjang sepanjang pembuluh (Leeson et al, 1996).
2.10.2.3 Vena Besar Dalam golongan ini termasuk vena kava inferior dan superior, vena porta dan cabang-cabang utamanya. Tunika intimanya berstruktur sama dengan vena
Universitas Sumatera Utara
yang lebih kecil, tetapi sedikit lebih tebal. Tunika medianya kurang berkembang dan otot polos pembentuknya sangat berkurang atau tidak ada. Tunika adventisianya paling tebal dari ketiga lapisannya, dan terdiri atas tiga lapis. Tepat diluar tunika media, berupa suatu lapis mengandung jaringan ikat padat fibroelastis dengan serat kolagen kasar, yang sering tersusun berbentuk uliran terbuka. Daerah tengah mengandung banyak serat otot mengandung banyak serat otot memanjang, dan yang paling luar hanya terdiri atas jalinan serat kolagen kasar dan serat elastin (Junqueira & Carneiro, 2007). Vena ini, terutama yang besar , dapat memiliki katup. Katup terdiri atas 2 lipatan semilunar dari tunika intima, yang menonjol ke dalam lumen. Katup tersebut terdiri atas jaringan ikat dengan banyak serat elastin dan dilapisi kedua sisinya oleh endotel. Katup ini yang terutama banyak terdapat pada vena tungkai, mengarahkan aliran darah ke arah jantung. Daya dorong jantung diperkuat oleh kontraksi otot-otot rangka yang mengelilingi vena-vena ini (Leeson et al, 1996).
Gambar 2.11 Mikroskopis pembuluh darah arteri & vena pembesaran 10x, pewarnaan H&E
Universitas Sumatera Utara