BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen Aset Manajemen aset merupakan suatu teori baru dalam ilmu
properti yang
muncul akibat adanya kenyataan bahwa suatu wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya, baik sumber daya alam, manusia maupun infrastruktur termasuk Jalan Tol. Dalam pemerintahan dan bisnis, manajemen aset dilaksanakan dalam rangka
menuju
penyelenggaraan
good
governance
yang
mencakup
pelaksanaan
akuntabilitas, partisipasi dan keterbukaan. Manajemen aset ini berkembang cukup pesat dimulai dengan orientasi yang statis, kemudian berkembang menjadi dinamis, inisiatif dan strategis. Manajemen aset merupakan salah satu profesi atau keahlian yang belum sepenuhnya berkembang dan populer dimasyarakat. Secara harfiah, manajemen aset berasal dari dua kata yaitu manajemen dan aset. Manajemen merupakan serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengawasan (controlling) dan penganggaran (budgeting), (Nawawi, 2003). Sedangkan definisi manajemen menurut Griffin dalam Robbins (2007) adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa manajemen adalah kegiatan pengelolaan yang dimulai dari perencanaan, pengorgansasian, pelaksanaan, hingga pengontrolan. Sedangkan aset menurut Siregar (2004) adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu. Ada dua jenis aset yaitu aset berwujud (tangible) dan aset tidak berwujud (intangible). Berdasarkan Djumara (2007), aset adalah barang, yang dalam pengertian hukum disebut benda, yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak, baik yang berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (Intangible), 9
yang tercakup dalam aktiva/kekayaan atau harta kekayaan dari suatu instansi, organisasi, badan usaha ataupun individu perorangan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005, tentang Standar
Akuntansi Pemerintah menyatakan bahwa: ”Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumbersumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya”. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa aset merupakan barang atau benda yang mempunyai nilai ekonomis dan nilai tukar yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial yang dimiliki oleh suatu badan usaha atau individu yang berpotensi untuk meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari pengertian mengenai manajemen dan aset di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen aset secara umum adalah proses mulai dari perencanaan (planning) sampai dengan penghapusan (disposal) dan perlu adanya pengawasan terhadap aset-aset tersebut selama umur penggunaannya oleh suatu organisasi. Adapun kegiatan mengelola aset ini sangat penting bagi pemilik aset agar aset yang dimiliki dapat memberikan income sesuai yang diharapkan. Pemerintah South Australia dalam Hariyono (2007), mendefinisikan manajemen aset sebagai “…a process to manage demand and guide acquisition, use and disposal of assets to make the most of their service delivery potential, and manage risks and costs over their entire life”, yang artinya proses untuk mengelola permintaan dan akuisisi panduan, penggunaan dan penjualan aset untuk memanfaatkan potensi layanan, dan mengelola risiko dan biaya seumur hidup aset. Definisi lain dari manajemen aset menurut Danylo dan Lemer dalam Hariyono, (2007) adalah “…a methodology to efficiently and equitably allocate resources amongst valid and competing goals and objectives.”, yang artinya sebuah
10
metodologi efisien dan mengalokasikan sumber daya secara adil untuk mencapai tujuan dan sasaran. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen aset
mencakup proses mulai dari proses perencanaan (planning) sampai dengan penghapusan (disposal) dan perlu adanya pengawasan terhadap aset-aset tersebut selama umur penggunaannya oleh suatu organisasi. Kegiatan pengelolaan aset, tidak terlepas dari siklus pengelolaan barang yang dimulai dari perencanaan biasanya
sampai penghapusan. Namun hal ini disesuaikan dengan kebutuhan suatu entitas.
Dalam modul Prinsip-Prinsip Manajemen Aset/Barang Milik Daerah menurut Djumara (2007), manajemen aset mencakup rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap barang daerah yang meliputi, perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penerimaan penyimpanan dan penyaluran, penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, pembinaan pengawasan dan pengendalian, pembiayaan dan, tuntutan ganti rugi. 2.1.1 Kategori Aset Menurut Hariyono (2007), kategori aset publik dalam kaidah internasional mencakup aset operasional, aset non operasional, aset infrastruktur dan community aset. Kategori aset publik ditunjukkan pada tabel 2.1.
11
Tabel 2.1
Kategori Aset Publik
Kategori Aset
Keterangan
Aset Operasional
Tanah yang termasuk special property Rumah Tinggal Dinas Perumahan Lainnya Bangunan Kantor Sekolah Perpustakaan Gedung Olahraga Golf Mess Museum dan Galery Bengkel Tempat Parkir Kendaraan Mesin Kuburan
Aset Non Operasional
Tanah yang akan dibangun Komersial property Aset Investasi Aset berlebih (Surplus Aset)
Aset Infrastruktur
Jalan Pelabuhan/ Dermaga Jembatan Saluran Air Dan lain-lain
Community Aset
Halaman dan Taman Bangunan Bersejarah Bangunan Kesenian Museum Sarana Ibadah
Sumber: Hariyono, 2007.
12
Berdasarkan tabel 2.1 kategori aset publik dalam kaidah internasional adalah
sebagai berikut: 1.
Aset Operasional
Aset yang dipergunakan dalam operasional pemerintah/perusahaan yang
dipakai secara berkelanjutan dan/atau dipakai pada masa yang akan datang.
a.
Dimiliki dan dikuasai/diduduki untuk digunakan/dipakai operasional
pemerintah/ perusahaan.
b.
Bukan aset khusus, artinya jika aset khusus berupa prasarana dan aset peninggalan sejarah (yang harus dikontrol oleh pemerintah), tetapi secara
fisik tidak harus ditempati untuk tujuan operasional. 2.
Aset Non Operasional Aset Non Operasional adalah aset yang tidak merupakan bagian integral dari operasional perusahaan/pemerintah dan diklasifikasikan sebagai aset berlebih yang
tidak
dipakai
untuk
penggunaan
secara
berkelanjutan
atau
mempunyaimpotensi untuk digunakan dimasa yang akan dating. 3.
Aset Infrastruktur Aset infrastruktur adalah aset yang melayani kepentingan publik yang tidak terkait, biaya pengeluaran dari aset infrastruktur ditentukan oleh kontinuitas penggunaan aset bersangkutan, seperti jalan raya, jembatan dan sebagainya.
4.
Community Aset Community aset adalah aset milik pemerintah yang digunakan secara terus menerus, namun umur ekonomis atau umur gunanya tidak ditetapkan dan terkait kepada pengalihan yang terbatas (tidak dapat dialihkan). Dari penjelasan kategori aset publik di atas, dapat disimpulkan bahwa aset
yang bersifat pelayanan terhadap publik disesuaikan dengan berbagai macam aktivitasnya. Aset tersebut memiliki banyak fungsi yang diperuntukkan bagi pelayanan publik. Maka dari itu perlu adanya pengelolaan aset. Hal ini dilakukan
13
sehingga aset yang dimiliki dapat memberikan keuntungan yang dapat dirasakan oleh publik.
2.1.2 Tujuan Manajemen Aset Menurut Hariyono (2007) tujuan utama manajemen aset adalah membantu suatu entitas dalam memenuhi tujuan penyediaan pelayanan secara efektif dan efisien. Hal ini mencakup panduan pengadaan, penggunaan, dan penghapusan aset, serta risiko dan biaya yang terkait selama siklus hidup aset. Menurut Hariyono mengatur
juga, agar efektif dalam prinsip dan teknik manajemen aset sebagai aktivitas komprehensif, perlu dikaitakan dengan beberapa faktor sebagai berikut: 1.
Kebutuhan dari para pengguna aset,
2.
Kebijakan dan peraturan perundangan,
3.
Kerangka manajemen dan perencanaan organisasi,
4.
Kelayakan teknis dan kelangsungan komersial,
5.
Pengaruh eksternal/pasar (seperti komersial, teknologi, lingkungan, dan industri), serta
6.
Persaingan
permintaan
dari
para
stakeholder
dan
kebutuhan
merasionalisasikan operasi untuk memperbaiki pemberian pelayanan atau untuk meningkatkan keefektifan biaya. Sedangkan menurut Siregar (2004) ada tiga tujuan utama dari manajemen aset yaitu (1) efisiensi pemanfaatan dan pemilikan; (2) terjaga nilai ekonomis; dan (3) objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan, penggunaan serta alih penguasaan. 1.
Efisiensi pemanfaatan dan pemilikan. Pengelolaan yang baik akan meningkatkan pemanfaatan aset sehingga lebih optimal. Aset yang dikelola dapat digunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
14
2.
Terjaga nilai ekonomis dan potensi yang dimiliki. Nilai ekonomis suatu aset akan terjaga, apabila aset dikelola dengan baik.
Potensi yang dimiliki oleh aset akan memberikan keuntungan baik dari segi
pendapatan maupun dari pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3.
Objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan, penggunaan serta alih penguasaan. Pengelolaan aset yang baik, dapat membuat pengawasan lebih terarah sehingga peruntukkan, penggunaan dan alih penguasaan aset akan tepat sesuai
dengan rencana. Selain itu pengawasan bertujuan membantu pencapaian
tujuan dari aset tersebut. Dalam pencapaian tujuan manajemen aset, suatu entitas (organisasi) selaku pengelola aset harus bertanggung jawab atas optimalisasi pengelolaan aset negara/daerah. Hal tersebut ditujukkan agar pengelolaan aset dapat mencapai kecocokan/kesesuaian sebaik mungkin antara aset dengan strategi program penyediaan pelayanan efektif dan efisien. 2.1.3
Karakteristik Aset Menurut Sutrisno (2004) karakteristik aset dibagi menjadi tiga jenis, antara
lain tingkat kebutuhan, kepemilikan, dan penggunaan. Menurut tingkat kebutuhan dapat lihat sebagai fungsi basic, important, supporting dan optional. Berdasarkan penggunaan aset di bagi menjadi private, semi private atau semi public dan public. Berdasarkan kepemilikan aset di bagi menjadi own, partnership dan public Aset sebagai fungsi Basic (kebutuhan dasar) yaitu suatu aset harus dipenuhi agar dapat mencapai suatu tujuan yang telah di tetapkan. Important (penting), yaitu sesuatu aset yang keberadaannya dapat digunakan untuk memperlancar dalam pencapaian tujuan dengan hasil yang lebih optimal, serta keberadaannya sangat penting pada waktu-waktu tertentu. Supporting (mendukung), merupakan sesuatu yang dapat mendukung atau membuat lebih nyaman dalam mencapai suatu tujuan.
15
Sedangkan Optional (pilihan), yaitu suatu aset yang bersifat pilihan, jika aset tersebut tidak ada pun tidak akan menghambat dalam mencapai suatu tujuan. Karakteristik aset berdasarkan pengguna dapat dikelompokkan menjadi aset
private, semi public/semi private, dan public. Aset private merupakan aset yang penggunaannya terbatas hanya oleh pemiliknya saja. Aset semi public/semi private, penggunanya yaitu kelompok organisasi yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat menggunakan aset tersebut. Sedangkan aset public hanya digunakan oleh masyarakat umum.
Karakteristik aset berdasarkan kepemilikan dapat dikelompokkan berdasarkan own, partnership, dan public. Kepemilikan aset berdasarkan own, jika pemiliknya bersifat individual. Kepemilikan partnership, yaitu yang dimiliki oleh individu dan pemerintah. Sedangkan aset berdasarkan kepemilikan public, yaitu aset yang diperuntukkan bagi seluruh masyarakat umum. Dengan demikian aset harus dapat dibedakan berdasarkan karakter fungsinya agar penggunaanya dapat sesuai dengan fungsi aset tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Karakteristik Aset No
Karakteristik Aset
1
Tingkat Kebutuhan
2
Penggunaan
3
Kepemilikan
Sumber: Sutrisno (2004).
Kategori Basic, important, supportin , optional. Private, semi private atau semi public, public. Own, partnership, public.
16
2.1.4 Barang Milik Negara (BMN) Jalan Tol Purbaleunyi merupakan salah satu Barang Milik Negara, dimana
Barang tersebut adalah bagian dari kekayaan Negara yang merupakan satuan tertentu
yang dapat dinilai dihitung/ diukur/ditimbang dan dinilai. Aset-aset yang dimiliki oleh instansi/organisasi pemerintahan termasuk ke dalam barang milik Negara, karena berdasarkan PP No. 6 tahun 2006 Barang milik negara adalah semua barang
yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan lainnya yang sah meliputi:
1. Barang yang diperoleh dari hibah/ sumbangan atau yang sejenis; 2. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian / kontrak; 3. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang – undang; atau 4. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar (current asset) dan aset nonlancar (noncurrent asset). Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang dan persediaan. Sedangkan aset non lancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan dan aset lainnya. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, aset tetap lainnya dan konstruksi dalam pengerjaan. Berdasarkan PP.24 tahun 2005 jenis aset terdiri dari aset lancar, aset tak berwujud, aset lainnya, dan aset bersejarah. 1. Dikategorikan sebagai aset lancar apabila BMN tersebut diadakan dengan tujuan segera dipakai atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal perolehan. 2. Dikategorikan sebagai aset tetap apabila BMN mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi
17
normal. Contohnya seperti tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,
jalan, irigasi, dan jaringan.
3. Dikategorikan sebagai aset tak berwujud adalah aset non keuangan yang dapat
diidentifikasikan dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk
digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan
lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. 4. Dikategorikan sebagai Aset Lainnya adalah Aset yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam aset tak berwujud, berupa tagihan penjualan
angsuran, tuntutan perbendaharaan, tuntutan ganti rugi, dan kemitraan dengan
pihak ketiga. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah yang tidak memennuhi definisi asset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lain-lain. Aset tetap diakui sebagai asset lain-lain pada saat dinilai kondisi aset tetap tersebut adalah rusak berat, tetapi belum ada Surat Keputusan Penghapusan. 5. Dikategorikan Aset Bersejarah adalah bangunan bersejarah, monument, tempat purbakala seperti candi, dan karya seni. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan dan sejarah. 2.2
Siklus Manajemen Aset Seperti halnya siklus hidup aset, dalam kegiatan manajemen aset terdapat
siklus manajemen aset. Namun berbeda dengan siklus hidup aset, kegiatan perencanaan aset dalam siklus manajemen aset menjadi salah satu tahapan utama demi terciptanya efektivitas manajemen aset. Berdasarkan Hariyono (2007), siklus manajemen aset diantaranya adalah: 2.2.1
Perencanaan Aset Perencanaan aset merupakan hal yang sangat penting bagi manajemen yang
efektif atas bisnis yang ditekuni suatu entitas, yang juga merupakan fase pertama 18
dalam siklus hidup aset. Kesesuaian antara kebutuhan aset dari suatu entitas dengan strategi penyediaan pelayanan entitas semestinya menghasilkan aset dengan kapasitas dan kinerja yang diperlukan. Perencanaan aset juga memberi arah pada tindakan
tindakan khusus seperti membeli aset baru yang diperlukan (pengadaan), menjual aset yang berlebih, dan mengoperasikan dan memelihara aset secara efektif. Berdasarkan Hariyono (2007), operasional asaet adalah kegiatan yang merumuskan secara rinci mengenai kebutuhan suatu aset, operasional aset, waktu penggunaan,bentuk pemanfaatan, prakiraan risiko dan
pendanaan aset, yang mungkin akan terjadi
sehingga menghasilkan aset dengan kapasitas dan performance yang diharapkan. Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 6 tahun 2006 dan Hariyono (2007), disimpulkan mengenai kegiatan yang akan dilakukan dalam perencanaan. Perencanaan kebutuhan barang berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan dan standar harga yang akan memudahkan dalam penentuan penganggaran. Dalam rencana pengoperasian aset, ditentukan siapa calon pengguna aset, bagaimana kesiapan pengguna, dan kondisi aset yang akan dioperasikan. Untuk pengoperasian aset juga harus direncanakan mengenai waktu penggunaan aset yang akan digunakan agar aset dapat dievaluasi kondisinya dengan baik. Dalam perencanaan waktu penggunaan aset ini harus disesuaikan dengan kinerja aset yang akan dioperasikan. Selain itu pengelola juga dapat merencanakan bentuk pemanfaatan aset. Pemanfaatan aset harus memperhatikan kondisi dari aset yang akan dimanfaatkan. Kenaikan tingkat suku bunga juga harus diperhatikan agar kita dapat menentukan metode pendanaan yang akan dilakukan. Adapun beberapa hal yang harus dilakukan dalam kegiatan perencanaan menurut Hariyono (2007) diantaranya adalah: 1.
Menentukan Kebutuhan Aset Keputusan manajemen aset yang menyangkut pengadaan, penggunaan, dan penghapusan aset dibuat dalam suatu kerangka perencanaan pelayanan dan finansial yang terintegrasi dan dalam konteks kebijakan dan prioritas alokasi seluruh sumber daya pemerintah. Kebutuhan akan suatu aset secara langsung 19
berhubungan dengan ketentuan pelayanan. Perencanaan aset meliputi
penilaian terhadap aset
yang telah ada dan perencanaan pengadaan
dibandingkan dengan kebutuhan penyediaan pelayanan. Dalam proses
pengadaan aset, proposal pengadaan aset baru harus dijustifikasi melalui
evaluasi seluruh alternatif penyediaan pelayanan.
Semua entitas bertanggung jawab untuk mengembangkan strategi penyediaan pelayanan
dalam
konteks
rencana
dan
tujuan
organisasi
mereka
masingmasing. Strategi tersebut didasarkan pada analisis kebutuhan dan
review bagaimana pelayanan yang sekarang ini diberikan. Opsi atau alternatif
pelayanan perlu dievaluasi dari segi finansial, ekonomi, sosial, dan lingkungan. 2.
Mengevaluasi Aset yang Ada Evaluasi atas aset yang telah ada adalah untuk menentukan apakah kinerja aset tersebut memadai untuk mendukung strategi penyediaan pelayanan yang telah ditentukan. Evaluasi program pelayanan mencakup evaluasi atas kinerja aset. Kinerja aset ditinjau ulang (review) secara rutin dengan pembanding praktik terbaik (best practice) untuk mengidentifikasi aset yang kinerjanya buruk, atau membutuhkan biaya terlalu tinggi untuk dimiliki atau dioperasikan. Review ini juga memungkinkan dilakukannya alih investasi dalam aset. Evaluasi hendaknya dapat menemukan aset yang memiliki kapasitas berlebih, atau melebihi kebutuhan. Aset yang dipelihara secara tidak memadai dapat menimbulkan potensi risiko keamanan atau kesehatan, mengganggu pelayanan utama, atau menimbulkan pengeluaran tak terduga untuk perbaikan kerusakan.
3.
Menyesuaikan/Menyelaraskan Aset dengan Penyediaan Pelayanan Salah satu hal penting dalam perencanaan aset adalah penyesuaian antara aset yang akan direncanakan dengan program penyediaan pelayanan suatu organisasi. Kegiatan ini dapat mendorong penentuan biaya dari penyediaan
20
pelayanan. Proses ini juga dapat membandingkan antara aset yang dibutuhkan
dengan aset yang sedang digunakan dalam kegiatan pelayanan.
4.
Mengembangkan Strategi Aset
Untuk mengembangkan sistem dan proses guna mendukung penyusunan
strategi aset lima tahun kedepan yang meliputi pengadaan, pemeliharaan,
perbaikan, alokasi, dan penghapusan, secara bersamaan menggunakan penyertaan modal dan biaya operasi. Suatu pendekatan terintegrasi terhadap perencanaan dan manajemen aset akan memungkinkan entitas untuk
memberikan pelayanan berbasis aset yang berkualitas secara efisien dan
efektif. 2.2.2
Pengadaan Aset Dalam siklus hidup aset, pengadaan merupakan tahap selanjutnya setelah
tahap perencanaan. Bentuk/jenis aset yang dimiliki oleh suatu entitas adalah: 1.
Tanah, (baik yang dikembangkan maupun tidak dikembangkan);
2.
Bangunan dan semua pekerjaan yang terkait dengannya, dan konstruksi publik lainnya (yakni aset-aset yang dibangun);
3.
Aset-aset lainnya, termasuk peralatan/barang modal (yakni seperti aset-aset yang tercatat dalam daftar aset, tanpa memandang dari mana sumber pendanaannya). Berdasarkan Hariyono (2007), pengadaan adalah kegiatan mengadakan suatu
barang yang didalamnya ditentukan mengenai pendanaan (sumber dana), metode pengadaaan, potensi risiko dan penjadwalan. Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006, pengadaan barang/jasa adalah kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa. Mengacu pada ke dua perngertian tersebut, diketahui bahwa pengadaan aset adalah kegiatan mendapatkan aset berdasarkan spesifikasi dan peruntukan aset tersebut yang di dalamnya ditentukan mengenai, metode pengadaan, penjadwalan dan sumber dana. 21
Suatu aset diperlukan untuk penyediaan pelayanan, namun bisa saja suatu
organisasi/entitas tidak perlu memiliki aset tersebut. Penggunaan sektor privat untuk penyediaan pelayanan adalah salah satu alat yang mana dengan itu risiko kepemilikan
dapat dialihkan. Desain ulang (redesign) terhadap strategi penyediaan pelayanan juga dapat mengeliminasi atau mengurangi kebutuhan atas aset. Pilihan utama dalam pemerintah umum adalah apakah menyewa (lease) atau membeli aset. Leasing aset memberikan
pilihan
antara
operating
lease
dan
finance
lease.
Namun
perusahaan/entitas juga dapat melakukan swakelola dalam kegiatan pengadaan atau
melakukan pengadaan melalui perantara pihak ke dua. Sehingga pengelola dapat menentukan jadwal pengadaan berdasarkan metode yang akan dilakukan dan hasil dari evaluasi seluruh aset. Untuk melakukan pengadaan yang telah direncanakan, pendanaan yang dibutuhkan dapat berasal dari dalam perusahaan dan dapat juga berasal dari pihak eksternal. 2.2.3 Pengoperasian dan Pemeliharaan Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006, Operasi dan pemeliharaan adalah pengelolaan dan penatausahaan barang sesuai tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) dan pendayagunaan diluar tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Hariyono (2007), Operasi dan Pemeliharaan adalah kegiatan penggunaan dan pemanfaatan aset yang dimiliki serta pemeliharaan yang akan dilakukan, sehingga aset tersebut dapat digunakan secara optimal dalam masa umur ekonomisnya. Berdasarkan kedua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa operasi aset adalah kegiatan penggunaan aset sesuai tupoksi dan pemanfaatan aset yang dilakukan dengan memperhatikan kondisi dan kinerja finansial aset tersebut. 1.
Operasi Aset Dengan mengacu pada PP No. 6 tahun 2006 dan Hariyono (2007), dapat dijelaskan bahwa dalam operasi kegiatan penggunaan aset ditentukan
22
berdasarkan
peruntukkan
aset,
sehingga
dapat
diketahui
mengenai
penggunaan aset tersebut. Penggunaan harus disesuaikan dengan tugas pokok
dan fungsi dari aset tersebut dengan memperhatikan kondisi eksisting juga
kinerja finansial aset tersebut. Setelah penggunaan dilakukan dan dirasa
optimal, maka aset bisa dimanfaatkan diluar tugas pokok dan fungsinya
tersebut sehingga dapat menambah pendapatan bagi perusahaan. Pemanfaatan yang dilakukan harus sesuai dengan peruntukannya sama halnya dengan penggunaan. Pemanfaatan yang dilakukan tidak boleh keluar dari
peruntukkan yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan dan juga harus diperhatikan mengenai kondisi asetnya. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
96/PMK.06/2007,
pemanfaatan bisa dilakukan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan dan bangun serah guna atau bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan. 2.
Pemeliharaan Aset Untuk menjaga kualitas dan kehandalan dari aset yang dimiliki maka aset harus di pelihara dengan baik. Berdasarkan PP No. 6 tahun 2006 dan Hariyono (2007), disimpulkan bahwa pemeliharaan aset adalah kegiatan menjaga kualitas dari kondisi suatu aset agar dapat digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tupoksi. Menurut Heizer dan Render (2010), terdapat dua jenis pemeliharaan, yaitu pemeliharaan preventif dan pemeliharaan kerusakan. Pemeliharaan preventif adalah suatu rencana yang mencakup inspeksi rutin, perawatan rutin, dan pemeliharaan fasilitas tetap dalam kondisi baik. Sedangkan pemeliharaan kerusakan adalah pemeliharaan yang bersifat perbaikan yang terjadi ketika peralatan mengalami kegagalan dan menuntut perbaikan darurat atau berdasarkan prioritas.
23
Menurut Hariyono (2007), metode pemeliharaan yang sering digunakan antara
lain pendekatan korektif dan preventif. Pendekatan korektif yaitu pemeliharaan yang dilakukan tanpa atau sampai aset tidak berfungsi sesuai dengan standar yang
ditentukan. Sedangkan pendekatan preventif yaitu pemeliharaan yang terprogram untuk mengurangi kemungkinan kerusakan aset sampai pada tingkat yang dapat diterima. Setelah ditentukan metode pemeliharaan yang akan dilakukan, maka akan tentukan estimasi biaya pemeliharaan aset tersebut. Menurut Hariyono dapat di
(2007), hasil dari pemeliharaan yang efektif atas suatu aset yang dimiliki meliputi:
1.
Penurunan dalam jangka panjang terhadap biaya siklus hidup (life cycle cost),
2.
Kinerja dan pelayanan yang lebih baik dari aset,
3.
Optimalisasi umur aset, dan
4.
Memperbaiki persepsi publik terhadap manfaat/pelayanan dan standar keamanan dari suatu aset. Dari penjelasan mengenai operasi dan pemeliharaan di atas, disimpulkan
bahwa organisasi harus menyusun mekanisme akuntabilitas yang efektif yang memastikan penggunaan dan pemeliharaan berkelanjutan atas aset masih relevan dengan kebutuhan penyediaan pelayanan dan standar pelayanan seperti yang dijelaskan di dalam rencana pengadaan. Perbaikan dalam sektor publik telah diarahkan pada penyusunan akuntabilitas, pada tingkat program penyediaan pelayanan. Dalam hal ini, manajer program bertanggung jawab atas input dan hasil yang bisa dikendalikan dari masing-masing program. Untuk memastikan penggunaan aset yang efektif, seorang manajer harus bertanggung jawab terhadap biaya dari penggunaan aset dalam program penyediaan pelayanan dan kinerja aset tersebut dalam pencapaian tujuan program penyediaan pelayanan. Dalam hal ini juga manajer harus mencari mekanisme penyusunan akuntabilitas finansial dan kinerja aset. Selain itu juga harus memberikan panduan untuk implementasi penilaian kondisi dan pemantauan kinerja yang memadai.
24
2.3
Sistem Pemeliharaan Aset Untuk menjaga kualitas dan kehandalan dari aset yang dimiliki maka aset
harus dipelihara dengan baik. Berdasarkan PP No. 6 tahun 2006 dan Hariyono
(2007), disimpulkan bahwa pemeliharaan aset adalah kegiatan menjaga kualitas dari kondisi suatu aset agar dapat digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tupoksi. Menurut Duffuaa (1999) pemeliharaan dapat didefinisikan sebagai “the combination of activities by which equipment or a system is kept in, or restored to, a
state in which it can perform its designed function”. Pemeliharaan merupakan
kombinasi berbagai aktivitas untuk mempertahankan suatu peralatan atau sistem bekerja sesuai dengan fungsinya. Sedangkan menurut Heizer (2006) “pemeliharaan adalah semua aktivitas yang terlibat dalam menjaga peralatan suatu sistem agar tetap bekerja”. Berdasarkan pengertian tersebut, maka pemeliharaan merupakan semua aktivitas yang dilakukan untuk menjaga atau mempertahankan peralatan dalam sistem atau untuk menjaga sistem itu sendiri agar dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Manajemen pemeliharaan merupakan suatu proses kegiatan/aktivitas yang dilakukan oleh suatu entitas dalam mengatur sumber daya-sumber daya yang dimilikinya, secara efektif dan efisien, untuk menjaga atau mempertahankan peralatan dalam sistem atau untuk menjaga sistem itu sendiri agar dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Menurut Duffuaa, Raouf, dan Campbell (1999), fungsi manajemen dapat diterapkan dalam sistem pemeliharaan, yang secara sederhana dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 menunjukan bahwa pemeliharaan merupakan suatu sistem
di mana terdapat input yang diproses sehingga menghasilkan output. Kemudian output tersebut dianalisis sehingga menghasilkan informasi yang dapat digunakan sebagai input sistem pemeliharaan berikutnya. Input sistem pemeliharaan adalah masukan atau sumber daya yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan. Sumber daya tersebut berupa fasilitas, tenaga kerja, peralatan, persediaan suku cadang dan manajemen.
25
Variance at maintenance Demand
ORGANIZING Job design Standards Work measurement Project Management
PLANNING Maintenance philosophy Maintenance Load forecasting MAINTENANCE Maintenance Capacity PROCESS Maintenance Organization Maintenance Scheduling
INPUT Facilities Labor Equipment Spares Management
OUTPUT Operation aset Equipment
MONITOR
CONTROL Work Control Material control Inventory Control Cost Control Managing for Quality
Sumber: Duffuaa, 1999.
Gambar 2.1 Typical Maintenance System
2.3.1
Proses Sistem Pemeliharaan Proses
pada
sistem
pemeliharaan
merupakan
kumpulan
kegiatan
mentransformasikan sumber daya yang berupa fasilitas, tenaga kerja, peralatan, suku cadang, dan manajemen, secara efektif dan efisien, sehingga dihasilkan output berupa kehandalan. Proses pemeliharaan terbagi menjadi fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), dan pengendalian (controlling). a. Aktivitas Perencanaan (Planning) “Perencanaan adalah memutuskan di depan tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana melaksanakannya, kapan dilaksanakan, dan siapa yang
26
melaksanakan”
(Nasution,
2006).
Perencanaan
merupakan
kegiatan
pengambilan keputusan tentang tindakan atau jalan yang akan ditempuh oleh suatu perusahaan dan tiap departemennya. Menurut Dufuaa (1999) perencanaan
kegiatan
pemeliharaan
meliputi
kegiatan
menetapkan
bauran
strategi
pemeliharaan yang akan digunakan agar dapat tetap mempertahankan kemampuan dan produksi optimum dari suatu alat atau mesin tanpa mengurangi tingkat keamanan pekerjaan, memprediksi muatan kegiatan pemeliharaan, sumber daya yang dibutuhkan, pembagian tugas pemeliharaan dan jadwal
pemeliharaan. Menurut Dufffua, Raouf, dan Campbell (1999), Proses perencanaan (planning) pada sistem pemeliharaan terdiri dari beberapa poin, yaitu:\ 1. Maintenance Philosophy, adalah filosofi untuk meminimasi jumlah staf pemeliharaan dengan tetap mempertahankan kemampuan dan produksi optimum dari suatu alat atau mesin tanpa mengurangi tingkat keamanan pekerjaan. Untuk dapat mencapai filosofi ini, kombinasi yang tepat dari beberapa strategi berikut ini dapat dilakukan. 1) Breakdown/Corrective Maintenance, 2) Preventive Maintenance, 3) Opportunity Maintenance, 4) Fault Finding, 5) Design Modification, 6) Overhaul, 7) Replacement 2. Maintenance Load Forecasting, adalah proses dimana seluruh muatan kegiatan pemeliharaan diprediksikan. Muatan kegiatan pemeliharaan berbeda-beda tergantung pada mesin atau peralatannya. Muatan ini dapat berupa umur fungsi suatu peralatan, persentase penggunaannya, kualitas pemeliharaan, faktor iklim, dan keahlian pekerja
27
3. Maintenance Capacity, adalah proses yang dilakukan untuk menentukan
sumber daya yang tepat dan dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pemeliharaan. Sumber daya ini antara lain pekerja, material, suku cadang, peralatan, dan perlengkapan. 4. Maintenance Organization. Kegiatan pemeliharaan dapat diorganisasikan
berdasarkan departemen, area, atau terpusat tergantung pada muatan
kegiatan pemeliharaan, ukuran mesin/peralatan, keterampilan dan
sebagainya. 5. Maintenance Scheduling, adalah proses memisahkan sumber daya dan
pekerja untuk suatu pekerjaan yang harus dilakukan pada waktu tertentu. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa perkerja, suku cadang, dan material yang dibutuhkan tersedia sebelum kegiatan pemeliharaan dijadwalkan b. Aktivitas Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian merupakan bagian dari fungsi manajemen yakni pengalokasian/pembentukan struktur peran untuk mengisi tugas-tugas dalam organisasi. Menurut Duffuaa (1999), proses pengorganisasian (organizing) sistem pemeliharaan terdiri rincian pekerjaan pemeliharaan (job design), waktu standar kegiatan pemeliharaan (time standards), dan manajemen proyek untuk pekerjaan pemeliharaan yang besar (project management). c.
Aktivitas Pengendalian (Control) Pengendalian merupakan salah satu fungsi manajemen, yakni untuk memastikan kagiatan dilakukan sesuai dengan perencanaan. Menurut Duffuaa (1999), kegiatan pengendalian dalam sistem pemeliharaan terdiri dari work control (pengendalian pekerjaan), inventory control (pengendalian persediaan), cost control (pengendalian biaya), dan quality control (pengendalian kualitas).
28
1. Work Control
Pengaturan dan pengendalian kegiatan pemeliharaan sangat penting untuk mencapai rencana yang telah ditargetkan. Sistem perintah kerja adalah alat untuk mengendalikan kegiatan pemeliharaan. 2. Inventory Control
Untuk dapat menjadwalkan kegiatan pemeliharaan, sangat penting untuk
memastikan ketersediaan material dan suku cadang. Oleh karena itu,
pengendalian persediaan sangatlah penting. Apabila persediaan yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pemeliharaan tidak ada, maka
kegiatan pemeliharaan juga tidak dapat dilakukan. 3. Cost Control Biaya pengendalian terdiri dari beberapa komponen, diantaranya kegiatan pemeliharaan itu sendiri, produksi yang hilang, degradasi peralatan, cadangan, dan kelebihan biaya pemeliharaan. Pengendalian biaya mengoptimasi seluruh biaya pemeliharaan. 4. Quality Control Pengendalian kualitas dilakukan dengan mengukur atribut produk atau jasa yang dihasilkan dengan spesifikasi produk atau jasa yang seharusnya. Kualitas yang tinggi biasanya dipastikan dengan memeriksa kegiatan pemeliharaan yang penting. b.
Output Sistem Pemeliharaan Berdasarkan
Duffuaa
(1999),
output
sistem pemeliharaan
adalah
beroperasinya mesin (aset) dengan optimum. Sedangkan menurut Heizer (2006) dan Nasution (2006), output sistem pemeliharaan adalah kehandalan mesin (aset). Berdasarkan teori di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa output sistem pemeliharaan adalah beroperasinya suatu aset dengan kehandalan yang yang optimum. Secara umum kehandalan dapat diartikan sebagai peluang suatu
29
fasilitas ataupun proses produksi memiliki kinerja sesuai dengan yang
ditetapkan dengan kurun waktu dan kondisi operasi tertentu.
2.3.2
Kebijakan Pemeliharaan Aset
Menurut Haryono (2007:69), “Kebijakan Pemeliharaan diturunkan dari pertimbangan atas beberapa faktor yang berhubungan dengan kebutuhan organisasi dan
resiko dan konsekuensi kerusakan aset”. Jadi kebijakan pemeliharaan ini
merupakan dasar untuk menentukan mengapa aset dipelihara dengan cara tertentu.
Kebijakan pemeliharaan ini berhubungan langsung dengan strategi pemeliharaan aset. Dalam pemilihan strategi pemeliharaan mencakup pertimbangan dari gabungan prosedur dan kapasitas yang memadai untuk melakukan modifikasi dan perbaikan di saat dibutuhkan. Hal yang sangat penting dalam pertimbangan yaitu dari sifat aset itu sendiri. Sedikit dari kategori aset tertentu memerlukan sedikit atau tidak sama sekali pemeliharaan yang rutin. Aset yang seperti itu merupakan hal yang sah dikeluarkan dari program pemeliharaan formal dan mempercayakan sebagai gantinya kepada pemeriksa kondisi fisik secara periodik. Selain dari itu, risiko merupakan pertimbangan yang sangat penting dalam menentukan kebijakan pemeliharaan yang memadai. Risiko yang terkait dengan pengoprasian aset yang berhubungan dengan standar kesehatan dan keamanan perlu dipertimbangkan. Risiko dan konsekuensi kerusakan aset juga merupakan hal yang penting. Kegunaan dari suatu aset yaitu seberapa efektif aset tersebut dapat memenuhi kebutuhannya. Beberapa jenis aset dapat tergantung pada kerutinan dan kelayakan pemeliharaannya. Oleh karena itu, nilai aset dapat tergantung dari pemeliharaan rutin untuk tetap melindungi nilai aset tersebut. 2.3.3
Strategi Pemeliharaan Aset Menurut Hariyono (2007), dalam mengembangkan strategi pemeliharaan ada
dua pertimbangan penting yang harus dilakukan yaitu tingkat pemeliharaan (level of 30
maintenance) yang diperlukan untuk suatu aset dan prioritas pemeliharaan (maintenance priorities). 1.
Tingkat pemeliharaan
Tingkat pemeliharaan aset yang diperlukan untuk suatu aset yang
diharapkan dari aset tersebut harus rinci dan jelas. Dalam merancang
rancangan pemeliharaan, seharusnya:
a.
Konsisten dalam peranan yang diberikan aset dalam memberikan
pelayanan,
b.
Mencerminkan kewajiban untuk memenuhi ketentuan perundangundangan yang berhubungan dengan kesehatan, keamanan, kebakaran, manajemen lingkungan dan yang sejenisnya,
c.
Realistis, sesuai dengan kondisi dan umur aset yang diharapkan,
d.
Layak, dilakukan dalam konteks ketersediaan dalam sumber daya yang disediakan, dan
e.
Disetujui oleh pengguna aset. Tingkat pemeliharaan hendaknya menentukan tambahan pada kinerja
aset yang mana dipandang secara kritis secara operasional, dan dalam tampilan fisiknya mana yang dianggap penting. Selain dari itu dapat menetapkan waktu respon yang diperlukan dalam hal terjadi kerusakan. 2.
Prioritas Pemeliharaan Tugas
pemeliharaan
yang
memiliki
prioritas
tertinggi
harus
diidentifikasi dalam strategi pemeliharaan. Hal ini dapat memungkinkan untuk memfokuskan pemeliharaan pada area ini apabila sumber daya ternyata menurun dari tingkat yang direncanakan. Dengan adanya prioritas dalam pemeliharaan ini, pengelola dapat menentukan kegiatan pemeliharaan mana yang harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.
31
2.4
Perencanaan Load Forecasting (Prakiraan) Pemeliharaan Menurut Dufffuaa, Raouf, dan Campbell (1991), Perencanaan prakiraan
pemeliharaan dapat diklasifikasikan menjadi kualitatif dan kuantitatif. Prakiraan
kualitatif didasarkan pada ahli atau pengalaman teknik dan penilaian. Teknik tersebut termasuk survey, analogi historis, dan metode delphi. Prakiraan kuantitatif didasarkan pada model matematika yang berasal dari prakiraan data historis untuk trend masa depan. Model prakiraan dinilai oleh kriteria sebagai berikut:
1. Akurasi,
2. Kesederhanaan perhitungan, data dibutuhkan untuk model, dan persyaratan penyimpanan, 3. Fleksibilitas. Akurasi diukur dengan model memprediksi nilai masa depan secara tepat, dan dinilai oleh perbedaan diantara model memprediksi nilai masa depan dan nilai yang diamati. Secara umum, persyaratan akurasi yang tinggi menuntut hubungan yang kompleks dan oleh karena itu dengan meningkatkan kompleksitas perhitungan. Fleksibilitas adalah kemampuan untuk menyesuaikan kondisi perubahan. Dengan kata lain, itu adalah ukuran dari ketahanan model prakiraan. Pertimbangan penting dalam pemilihan pendekatan prakiraan adalah tujuan dari prakiraan, cakrawala waktu untuk prakiraan, dan ketersediaan data untuk prakiraan tersebut. 2.4.1
Teknik Prakiraan Kualitatif Dalam ketiadaan data, analis harus bergantung pada prakiraan ahli dan
penilaian mereka. Peran analis dalam prakiraan kualitatif untuk secara sistematis mengekstrak informasi dari ahli dengan menggunakan kuesioner terstruktur atau wawancara. Analis harus membantu ahli atau manajemen untuk mengukur pengetahuan mereka. Teknik seperti sebab akibat dapat membantu dalam mengidentifikasi hubungan antara variabel-variabel. Analis harus mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi perkiraan dan dampak masing-masing. 32
Setelah mengidentifikasi variabel dan dampaknya, langkah berikutnya adalah
untuk mencapai kesepakatan mengenai besarnya variabel. Kasus terbaik, kasus yang diharapkan dan skenario kasus terburuk biasanya digunakan untuk memperkirakan
besarnya variabel. Pendekatan interaktif dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya variabel. Pendekatan interaktif dapat digunakan untuk menyajikan pendapat ahli, seperti perkiraannya berbeda dari perkiraan rata-rata, dan ahli dapat diminta untuk merevisi perkiraannya sampai suatu konsesus yang wajar tercapai. Bila tidak ada pengurangan lebih lanjut, dalam variasi tentang konsesus adalah mungkin
hasilnya digunakan sebagai prakiraan. 2.4.2 Teknik Prakiraan Kuantitatif Dalam bagian ini, teknik prakiraan kuantitatif disajikan. Model yang disajikan tergantung pada ketersediaan data historis dan biasanya disebut sebagai time series atau model struktural. Menurut Hardjadinata (2000) metode ini menyangkut masalahmasalah yang berkaitan dengan model-model asosiatif yang dikembangkan, dimana di dalamnya mencoba memanfaatkan hubungan-hubungan variable sebab akibat dan analisis kuantitatif. Metode ini juga mengasumsikan bahwa nilai-nilai masa depan baik mengikuti tren historis atau bahwa prediktor (independen) variabel ada yang dapat memberikan model atau hubungan fungsional yang memprediksi karakteristik yang diteliti. Misalnya usia peralatan digunakan untuk memprediksi jumlah jam perawatan yang dibutuhkan pada peralatan. Adapun model-model prakiraan yang termasuk kedalam metode kuantitatif adalah. a. Model Deret Waktu (Time Series Model), terdiri dari 1. Naive Method (Metode Naif) Metode naïf merupakan suatu peramalan yang beranggapan bahwa nilai ramalan di maa yang akan dating akan sama dengan nilai sebelumnya
33
2. Moving Avarage Method (Metode Rata-rata Bergerak)
Moving average method merupakan peramalan yang dibuat berdasarkan rata-rata nilai dari masa lalu
3. Explonential Smoothing
Explonential smoothing adalah peramalan yang dibuat berdasarkan data
masa lalu dan masa kini dimana bobot data terbaru lebih besar dari pada
data sebelumnya
4. Classical Decomposition
Classical decomposition adalah suatu peramalan yang didalamnya
mengandung pola trend musiman, daur (siklus) dan ketidak beraturan (irregular) b. Model Asosiasi (Assosiative Models) terdiri dari 1. Simple Regression Simple resression merupakan suatu peramalan dengan menggunakan regresi sederhana 2. Multiple Regression Multiple regression merupakan suatu peramalan dengan regresi yang lebih kompleks 2.4.3
Langkah – Langkah Melakukan Prakiraan (Forecasting) Menurut Hardjadinata (2000), ada tiga langkah dalam melakukan suatu
peramalan, yaitu : 1. Menganalisis Data Masa Lalu Tahap ini berguna untuk mengetahui pola yang terjadi pada data masa lalu. Analisi ini dilakukan dengan cara membuat tabulasi data masa lalu. Dengan melalui tabulasi data tersebut, maka dapat diketahui pola yang terjadi dimasa yang lalu
34
2. Menentukan Metode Yang Digunakan Masing-masing metode akan memberikan hasil ramalan yang berbeda. Metodr
ramalan yang baik adalah metode yang memberikan hasil ramalan yang tidak
jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi
3. Memproyeksikan Data Masa Lalu dan Mempertimbangkan Faktor Perubahan Yang Mungkin Terjadi
Faktor-faktor perubahan tersebut antara lain terdiri dari perubahan-perubahan
kebijakan yang mungkin terjadi, termasuk perubahan kebijakan pemerintah, perkembangan potensi masyarakat, perkembangan teknologi dan penemuanpenemuan baru dan perbedaan antara hasil ramalan yang ada dengan kenyataan yang sebenarnya. Dengan memperhatikan factor-faktor tersebut, maka akan dapat ditentukan hasil ramalan yang terakhir. Hasil inilah yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. 2.5
Penjadwalan Pemeliharaan Menurut Dufffuaa, Raouf, dan Campbell (1991), Penjadwalan adalah proses
dimana pekerjaan yang cocok dengan sumber daya dan urutan untuk dieksekusi pada titik-titik tertentu dalam waktu. jadwal pemeliharaan dapat disiapkan pada tiga tingkatan, tergantung pada cakrawala jadwal: 1. Jadwal jangka panjang atau master yang mencakup periode 3 bulan sampai 1 tahun, 2. Jadwal mingguan meliputi 1 minggu, dan 3. Jadwal harian yang meliputi pekerjaan yang harus diselesaikan setiap hari. Jadwal jangka panjang didasarkan pada perintah kerja perawatan yang ada, termasuk backlog, pemeliharaan preventif, dan perawatan darurat yang diantisipasi. Itu harus menyeimbangkan jangka panjang permintaan untuk pekerjaan pemeliharaan dengan sumber daya yang tersedia. Jadwal jangka panjang biasanya tunduk pada 35
revisi dan memperbaharui untuk mencerminkan perubahan dalam rencana dan menyadari pekerjaan pemeliharaan. Jadwal perawatan mingguan dihasilkan dari jadwal jangka panjang dan
memeperhitungkan jadwal operasi saat ini dan mempertimbangkan ekonomi. Jadwal mingguan harus memungkinkan untuk sekitar 10 % sampai 15% dari tenaga kerja akan tersedia kembali diurutan berdasarkan prioritas. Analisis jalur kritis dan integer programming adalah teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan jadwal. Di perusahaan kecil dan menengah, penjadwalan dilakukan berdasarkan aturan heuristik
dan pengalaman. Jadwal harian yang dihasilkan dari jadwal mingguan dan biasanya dipersiapkan sehari sebelumnya. jadwal ini sering terganggu untuk melakukan perawatan darurat. Prioritas didirikan untuk menjadwalkan pekerjaan. Di beberapa organisasi, jadwal diserahkan ke pengawas daerah yang memeberikan pekerjaan sesuai dengan prioritas yang didirikan. 2.5.1
Sistem Prioritas Pekerjaan Pemeliharaan Sistem prioritas pekerjaan pemeliharaan memiliki dampak luar biasa pada
penjadwalan pemeliharaan. Prioritas ditetapkan untuk memastikan bahwa pekerjaan yang paling penting adalah pertama dijadwalkan. Pengembangkan sistem prioritas harus coordinated dengan staf operasi yang umumnya menetapkan prioritas yang lebih tinggi untuk pekerjaan pemeliharaan yang dibenarkan. Kecenderungan ini menempatkan tekanan pada sumber daya pemeliharaan dan dapat mengakibatkan kurang dari pemanfaatan sumber daya yang optimal. Juga sistem prioritas harus dinamis dan harus diperbaharui secara berkala untuk mencerminkan perubahan dalam operasi atau strategi pemeliharaan. Pada tabel 2.3 memberikan klasifikasi tingkat prioritas dan pekerjaan calon untuk dimasukkan dalam setiap kelas.
36
Tabel 2.3
Prioritas Pekerjaan Pemeliharaan
No 1.
Prioritas Nama Darurat
Kerangka Waktu Kerja Harus dimulai
Jenis Pekerjaan
Pekerjaan harus
Pekerjaan yang memiliki
dimulai segera
efek langsung dalam
keselamatan, lingkungan,
kualitas, atau akan menutup operasi.
2.
Urgensi
Pekerjaan harus
Pekerjaan yang mungkin
dimulai dengan 24
memiliki dampak pada
jam
keselamatan, lingkungan, kualitas, atau menutup operasi.
3.
4.
Normal
Jadwal
Pekerjaan harus
Pekerjaan yang mungkin
dimulai dengan 48
memiliki dampak produksi
jam
dalam seminggu.
Terjadwal
Pemeliharaan preventif dan rutin, semua program pekerjaan pemeliharaan.
5.
Postponable
Pekerjaan harus
Pekerjaan yang tidak
dimulai ketika sumber
memiliki dampak langsung
daya tersedia atau
terhadap keselamatan,
periode shutdown
kesehatan, lingkungan, atau kegiatan produksi.
Sumber: Dufffuaa, Raouf, dan Campbell (1999)
37
2.5.2
Teknik Penjadwalan Pemeliharaan Tujuan akhir dari penjadwalan adalah untuk membangun sebuah grafik yang
menunjukkan waktu mulai dan waktu selesai untuk setiap pekerjaan, yang saling
ketergantungan antar pekerjaan, dan pekerjaan penting yang memerlukan perhatian khusus dan pengawasan efektif.
Di masa lalu, pekerjaan penjadwalan dalam sebuah proyek didasarkan pada teknik heuristik dan alat penjadwalan pertama yang dikenal adalah Gantt Chart yang dikembangkan oleh Hendry L. Gantt. Grafik Gantt adalah bar chart yang menentukan
mulai dan waktu selesai untuk setiap aktivitas pada skala waktu horizontal. Kerugian utamanya adalah bahwa hal itu tidak menunjukkan saling ketergantungan di antara pekerjaan yang berbeda. Grafik Gantt dapat dimodifikasi untuk menunjukkan saling ketergantungan dengan mencatat tonggak pada setiap waktu kerja. Tonggak menunjukkan periode kunci dalam durasi setiap pekerjaan. Garis padat menggambarkan keterkaitan antara milestones. Demikian, tonggak menunjukkan saling ketergantungan antara pekerjaan. Milestones yang jelas untuk pekerjaan apa pun adalah waktu awal untuk pekerjaan dan titik penyelesaian yang dibutuhkan. Milestones penting lainnya adalah poin penting dalam pekerjaan, seperti titik dimana awal pekerjaan lain dimulai. 2.6
Manajemen Aset Jalan Akhir-akhir ini institusi penyelenggaraan jalan di dunia menerapkan
pendekatan strategis mengenai jalan. Pendekatan strategis ini disebut manajemen aset jalan yang dimana untuk menunjang keputusan-keputusan investasi sistem pemeliharaan dan rehabilitasi, perluasan dan operasional yang didasarkan pada informasi yang komprehensif dengan cara proaktif dan holistik 2.6.1
Pengertian Aset Jalan Menurut Suherman (2009), Manajemen Aset Jalan adalah suatu sistematik
dari proses pemeliharaan, rehabilitasi, dan operasional aset-aset fisik dengan cara 38
biaya yang efektif dan efisien. Ini merupakan kombinasi dari dasar-dasar teknik yang berbau bisnis dan teori ekonomi dan menyediakan suatu alat bantu untuk memfasilitasi suatu pengorganisasian, logika dan pendekatan terintegrasi terhadap
pembuatan keputusan investasi jalan. Dengan kata lain bahwa manajemen aset jalan adalah suatu sistematik proses yang dimaksudkan untuk efisiensi dan efektifitas biaya pemeliharaan, rehabilitasi dan operasional terhadap aset-aset jalan untuk dapat melakukan rasionalisasi dan integrasi
dalam pembuatan keputusan. Aset-aset jalan ini mencakup perkerasan, jembatan,
peralatan kontrol lalu lintas dan sebagainya. 2.6.2
Tahapan Sistem Manajemen Aset Jalan Menurut Suherman (2009:28), “Tujuan dari manajemen aset jalan adalah
untuk mengoptimalkan kinerja pada suatu jaringan jalan sepanjang waktu”. Dengan kata lain, kinerja dari suatu jaringan jalan dapat dioptimalkan kinerjanya sesuai dengan yang diharapkan. Dalam melaksanakan manajemen aset jalan tersebut, maka perlu dilakukan beberapa tahapan manajemen kegiatan yang secara langsung akan berdampak terhadap jaringan jalan tersebut. Menurut Robinson dalam Suherman (2009), pelaksanaan dalam kegiatan pemeliharaan jalan harus melalui tahapan-tahapan yang rasional dan terpadu. Tahapan ini terdiri dari perencanaan umum, pemograman tahunan, persiapan pelaksanaan, dan operasi dari pelaksanaan kegiatan tersebut. Kegiatan perencanaan umum merupakan tahapan awal dalam kegiatan manajemen pemeliharaan jalan. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan kebijakan akan ditentukan untuk manajemen pemeliharaan jalan secara menyeluruh. Setelah tahapan perencanaan selesai, maka tahapan selanjutnya yaitu tahapan pemograman. Kegiatan pemograman harus didasarkan pada kebijakan hasil dari tahapan perencanaan umum yang telah dilaksanakan. Tahapan berikutnya yaitu kegiatan persiapan dan pelaksanaan. Dan ketika selesai tahapan pelaksanaan, makan tahapan akan kembali kepada tahapan pemograman. Demikian seterusnya sehingga 39
membentuk siklus sampai harus kembali kepada perencanaan umum dari manajemen pemeliharaan jalan.
2.7
Pengelompokkan, Sistem Jaringan, dan Fungsi Jalan Menurut UU No 38 tahun 2004 tentang jalan, sesuai dengan peruntukannya
jalan dibedakan atas: Khusus a. Jalan ini dibangun oleh instansi, badan usaha, perseroan atau kelompok Jalan
masyarakat untuk kepentingan sendiri dan bukan diperuntukkan untuk
kepentingan umum dalam rangka distribusi barang dan jada yang dibutuhkannya. Termasuk jalan khusus tersebut antara lain: jalan dalam kawasan pelabuhan, jalan kehutanan, jalan perkebunan, jalan inspeksi pengairan, jalan dikawasan perindustrian dan jalan dikawasan permukiman yang belum diserahkan kepada pemerintah. b.
Jalan Umum Jalan ini diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Jalan umum dapat dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status dan kelas. Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berbeda yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis. Penyusunan sistem jaringan jalan dilakukan dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dengan memperhatikan keterhubungan antar dan/atau di dalam kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.
2.7.1
Sistem Jalan Primer Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang
dan jasa untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional dengan menghubungkan semua sampul jasa distribusi yang terwujud
pada pusat-pusat
kegiatan kegiatan. Penyusunan jaringan jalan primer mengikuti rencana tata ruang 40
dan memperhatikan keterhubungan antara kawasan perkotaan yang merupakan pusatpusat kegiatan nasional, wilayah, sampai kepusat kegiatan lokal.
2.7.2
Sistem Jalan Sekunder Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang
dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Penyusunan jaringan jalan ini mengikuti tata ruang wilayah kota/kabupaten yang menghubungkan sekunder secara menerus kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder
ke satu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai persil. 2.7.3
Jalan Tol Jalan Tol yang biasa di Indonesia disebut jalan bebas hambatan adalah suatu
jalan alternatif untuk mengatasi kemacetan lalu lintas ataupun dapat mempersingkat jarak dari suatu tempat ke tempat lain. Untuk menikmati Jalan tol ini biasanya pengguna jalan harus membayar tarif yang diberlakukan pengelola jalan tol. Penetapan tarif ini disesuaikan dengan jenis kendaraan dan jarak tempuh pengguna jalan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol, yang dimaksud dengan jalan tol adalah jalan umum yang sebagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Tujuan dari jalan tol ini adalah untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan jalan tol ini sangat diperlukan terutama untuk wilayah-wilayah yang memiliki tingkat perkembangan yang tinggi. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari pemborosan-pemborosan baik langsung maupun tidak langsung. Pemborosan langsung disini yaitu biaya operasi dari suatu kendaraan bermotor yang berhenti ataupun yang berjalan atau bergerak dengan kecepatan yang sangat rendah akibat terbaurnya peranan jalan. Sedangkan untuk pemborosan tidak langsung yaitu nilai relatif dan kepentingan tiap pemakai jalan menyangkut dari segi waktu dan kenyamanan. 41
Jalan tol mempunyai tingkat keamanan dan kenyaman yang lebih tinggi dari
jalan umum yang ada. Selain dari itu, dapat melayani arus lalu lintas jarak jauh dengan mobilitas yang tinggi. Jalan tol ini didesain dengan kecepatan paling rendah
80 Km/Jam untuk lalu lintas antar kota dan kecepatan paling rendah 60 Km/Jam untuk lalu lintas dalam kota. Hal ini agar sistem distribusi dapat berfungsi dengan baik, maka perlu dibangun jalan berspesifikasi bebas hambatan yang memperhatikan rasa keadilan. Pembangunan jalan bebas hambatan yang memerlukan pendanaan relatif besar diselenggarakan melalui pembangunan jalan tol.
Dalam hal ini, Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan negara, mempunyai
kewenangan menyelenggaraan jalan tol. Penyelenggaraan jalan tol meliputi kegiatan pengaturan jalan tol, pembinaan jalan tol, pengusahaan jalan tol dan pengawasan jalan tol. Pengaturan jalan tol meliputi perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum dan pembentukan peraturan perundang-undangan. Pembinaan jalan tol meliputi pedoman dan standar teknis, pelayanan,pemberdayaan, dan penelitian dan pengembangan. Pengusahaan jalan tol meliputi kegiatan pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi dan atau pemeliharan. Sedangkan, Pengawasan jalan tol meliputi pengawasan umum dan pengawasan pengusahaan jalan tol. 2.7.4
Fungsi Jalan Sesuai manual kapasitas jalan indonesia tahun 1997 dan fungsi jalan yang
diatur oleh pasal 8 UU No 38 Tahun 2004, dimana berdasarkan sifat, pergerakan lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan dibedakan atas: 1. Jalan Arteri Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dan ciri perjalanan jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdayaguna.
42
2. Jalan Kolektor
Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalan jarak sedang dan jumlah jalan
masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal
Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah. 2.8
Pemeliharaan Jalan Jaringan jalan mempunyai peranan yang strategis dan sangat penting bagi
pembangunan. Sesuai dengan karakteristiknya, jalan
cenderung mengalami
penurunan kondisi yang diindikasikan dengan terjadinya kerusakan pada perkerasan jalan. Maka untuk memperlambat kecepatan penurunan kondisi dan mempertahankan kondisi pada tingkat yang layak, jalan perlu dikelola dengan baik dan salah satunya dengan melakukan pemeliharaan jalan agar jalan dapat berfungsi sepanjang waktu. Tujuan Pemeliharaan Jalan Menurut Tranggono (2005), Tujuan utama dari pemeliharaan jalan adalah: 1. Mempertahankan kondisi agar tetap berfungsi Pemeliharaan jalan dilakukan agar dapat menjaga jalan dapat digunakan setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Suatu jalan yang terputus atau tertutup, sehingga tidak dapat digunakan akan mengakibatkan masyarakat di suatu tempat akan terisolasi dan akan berdampak kepada masalah sosial ekonomi. Sehingga
43
dengan terbukanya jalan setiap waktu mengakibatkan perkonomian tetap
lancar. 2. Mengurangi tingkat kerusakan Jalan Jalan yang sering digunakan untuk lalu lintas akan mengalami penurunan kondisi. Penurunan kondisi ini sampai dengan kondisi jalan tersebut jelek
dan terus berlanjut sampai jalan tersebut rusak ataupun rusak berat
sehingga jalan tersebut tidak dapat digunakan kembali. Oleh karena itu,
jalan harus direhabilitasi atau dikembalikan kondisinya seperti semula. Dengan pemeliharaan jalan, mengakibatkan laju kerusakan jalan dapat
dikurangi sehingga jalan dapat melayani lalu lintas sesuai dengan umur rencananya. 3. Memperkecil biaya operasi kendaraan Besarnya biaya operasi kendaraan dapat ditentukan oleh jenis kendaraan, geometri kendaraan, dan kondisi dari jalan. Pemeliharaan jalan yang baik maka tingkat kerataan dapat dipertahankan dan biaya operasi kendaraan tidak meningkat. Jalan yang semakin rusak akan mengakibatkan ketidakrataan tinggi dan memberikan konsekuensi keausan kendaraan dan konsumsi bahan bakar semakin tinggi. 2.9
Penurunan Kondisi Jalan Indikasi yang menunjukkan penurunan kondisi jalan adalah terjadinya
kerusakan jalan, baik kerusakan fungsional maupun kerusakan struktural, dapat bermacam-macam yang dapat dilihat dari bentuk dan proses terjadinya. Kerusakan yang terjadi tersebut akan mengakibatkan nilai kekasaran pada perkerasan dan pada akhirnya akan mengganggu kenyamanan berkendara, meningkatkan biaya operasi kendaraan, dan kemungkinan jalan tersebut tidak dapat beroperasi.
44
2.9.1
Jenis-Jenis Kerusakan Jalan Menurut Tranggono (2005), jenis-jenis kerusakan jalan dapat dikelompokkan
menjadi dua macam yaitu:
1. Kerusakan Struktural
“Kerusakan Struktural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian atau
keseluruhannya, yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu
mendukung beban lalu lintas” (Tranggono:2005:7). Untuk itu perlu
adanya perkuatan sturktur dari perkerasan dengan cara pemberian pelapisan ulang (overlay) atau perbaikan kembali terhadap lapisan
perkerasan yang ada. 2. Kerusakan Fungsional “Kerusakan Fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut” (Tranggono: 2005:7). Kerusakan fungsional ini dapat berhubungan dengan kerusakan struktural ataupun tidak. Pada kerusakan fungsional, jalan mampu menahan beban yang bekerja namun tidak memberikan tingkat kenyamanan dan keamanan yang diinginkan. 2.9.2
Penyebab Kerusakan Jalan Menurut Tranggono (2005), faktor penyebab kerusakan jalan dapat
dikelompokkan sebagai berikut. 1. Faktor Lalu Lintas Kerusakan pada kontruksi perkerasan jalan salah satunya disebabkan oleh lalu lintas. Faktor lalu lintas ini ditentukan antara lain oleh beban kendaraan, distribusi beban kendaraan pada lebar perkerasan, pengulangan beban lalu lintas, dan lain sebagainya.
45
2. Faktor Non Lalu Lintas
2.10
Selain dari lalu lintas, ada pengaruh lain yang menyebabkan kerusakan jalan termasuk faktor non lalu lintas. Faktor non lalu lintas ini yaitu bahan perkerasan, pelaksanaan pekerjaan, dan lingkungan (cuaca).
Waktu Penanganan Pemeliharaan Jalan Menurut Tranggono (2005), kategori kegiatan pemeliharaan berdasarkan waktu
penanganan, terdiri dari tiga kategori yaitu pemeliharaan rutin, pemeliharaan
periodik, dan pekerjaan darurat. 1. Pemeliharaan Rutin Frekuensi dari pemeliharaan rutin dilakukan dengan interval penanganan kurang dari satu tahun. Kegiatan pemelihraan rutin ini dibedakan atas yang direncakan secara rutin dan tidak direncanakan yang tergantung pada kejadian kerusakan. 2. Pemeliharaan Periodik Frekuensi
dari
pemeliharaan
periodik
dilakukan
dengan
interval
penanganan beberapa tahun. Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan untuk menambah nilai struktural ataupun menambah nilai fungsional yang meliputi kegiatan-kegiatan pencegahan, pelaburan, pelapisan tambah (overlay), dan rekontruksi perkerasan. 3. Pemeliharaan Darurat Frekuensi dari pemeliharaan darurat ini tidak dapat diperkirakan sebelumnya atau diprediksi. Pekerjaan pemeliharaan yang termasuk dalam kegiatan ini adalah perbaikan sementara untuk jalan tertutup akibat longsor, banjir, atau bekas kecelakaan jalan. 2.11
Teknik Pemeliharaan Jalan Tol Teknik pemeliharaan jalan tol diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 02/PRT/M/2007. Pada peraturan ini, teknik pemeliharaan jalan tol 46
dimaksudkan untuk menjamin bahwa jalan tol memenuhi ketentuan standar pelayanan minimal jalan tol. Selain dari itu, tujuan dari peraturan ini untuk mempertahankan dan meningkatkan pelayanan jalan tol bagi pengguna jalan tol.
Menurut Permen PU No. 02/PRT/M/2007, pemeliharaan jalan tol terdiri dari
pemeliharaan rutin, berkala, dan peningkatan. Apabila terjadi kerusakan jalan tol yang dapat mengganggu lalu lintas dan membahayakan pengguna jalan, maka harus dilakukan penanganan/pemeliharaan darurat. Penanganan darurat ini biasanya diakibatkan oleh banjir, longsor, gempa bumi, dan kecelakaan lalu lintas.
Pada pelaksanaan pemeliharaan jalan tol, Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dapat melakukan swakelola atau menyerahkan sebagian dan keseluruhan pekerjaan pemeliharaan kepada pihak lain menurut ketentuan yang berlaku. Ini dilakukan karena BPUJT yang ditunjuk pemerintah merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sehingga pekerjaan pemeliharaan jalan tol harus dilakukan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Tata cara pemeliharaan jalan tol menurut Permen PU No. 02/PRT/M/2007 meliputi pemeliharaan rutin, berkala, dan darurat. Serta pembuatan program pemeliharaan pemeliharaan rutin dan berkala. Penyusunan program pemeliharaan rutin dan berkala jalan tol meliputi kegiatan-kegiatan survei, analisis, penyusunan rencana kegiatan, penyusunan perkiraan biaya serta pengusulan dan penetapan program pemeliharaan rutin dan berkala. Pada penanganan darurat pemeliharaan jalan tol meliputi inspeksi harian dan pengambilan tindakan untuk memulihkan secepatnya kondisi jalan tol. Penyampaian informasi hasil inspeksi yang dilakukan agar dapat diambil tindakan dalam rangka memulihkan secepatnya kondisi jalan tol
47