BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mekanisme Hemostasis Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang amat kompleks, berlangsung secara terus menerus dalam mencegah kehilangan darah
secara spontan, serta menghentikan perdarahan
akibat kerusakan sistem pembuluh darah. Ada beberapa komponen penting yang terlibat dalam proses hemostasis yaitu endotel pembuluh darah, trombosit, kaskade faktor koagulasi, inhibitor koagulasi dan fibrinolisis 1. Proses hemostasis yang berlangsung untuk memperbaiki kerusakan pada pembuluh darah dapat dibagi atas beberapa tahapan, yaitu hemostasis primer yang dimulai dengan aktivasi trombosit hingga terbentuknya sumbat trombosit. Hemostasis sekunder dimulai dengan aktivasi koagulasi hingga terbentuknya bekuan fibrin yang mengantikan sumbat trombosit. Hemostasis tertier dimulai dengan diaktifkannya sistem fibrinolisis hingga pembentukan kembali tempat yang luka setelah perdarahan berhenti 1,2. Pembuluh darah yang normal dilapisi oleh sel endotel. Sel endotel yang utuh bersifat antikoagulan dengan menghasilkan inhibitor trombosit (nitrogen oksida, prostasiklin, ADPase), inhibitor bekuan darah/lisis (trombomodulin, heparan, tissue plasminogen activator, urokinase plasminogen aktivator, inhibitor jalur faktor jaringan). Sel endotel ini dapat terkelupas oleh berbagai rangsangan seperti asidosis, hipoksia, endotoksin, oksidan, sitokin dan shear stress. Endotel pembuluh darah yang tidak utuh akan bersifat prokoagulan dengan menyebabkan vasokonstriksi lokal, menghasilkan faktor koagulasi (tromboplastin, faktor von Willebrand, aktivator dan inhibitor protein C, inhibitor aktivator plasminogen tipe 1), terbukanya jaringan ikat subendotel (serat kolagen, serat elastin dan membran basalis) yang menyebabkan aktivasi dan adhesi trombosit serta mengaktifkan faktor XI dan XII 2.
Universitas Sumatera Utara
Trombosit dalam proses hemostasis berperan sebagai penutup kebocoran dalam sistem sirkulasi dengan membentuk sumbat trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan. Agar dapat membentuk sumbat trombosit maka trombosit harus mengalami beberapa tahap reaksi yaitu aktivasi trombosit, adhesi trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan, aggregasi trombosit dan reaksi degranulasi. Trombosit akan teraktivasi jika terpapar dengan berbagai protein prokoagulan yang dihasilkan oleh sel endotel yang rusak. Adhesi trombosit pada jaringan ikat subendotel terjadi melalui interaksi antara reseptor glikoprotein membran trombosit dengan protein subendotel terutama faktor von Willebrand sedangkan aggregasi trombosit terjadi melalui interaksi antar reseptor trombosit dengan fibrinogen sebagai mediator. Degranulasi trombosit akan melepaskan berbagai senyawa yang terdapat dalam granul sitoplasma trombosit (serotonin, katekolamin, histamin, ADP, ATP, siklik AMP, ion kalsium dan kalium, faktor trombosit 3 dan 4, B-tromboglobulin, PDGF, plasminogen, fibrinogen, protein plasma, tromboksan A2). Senyawa-senyawa ini akan menstimulasi aktivasi dan aggregasi trombosit lebih lanjut hingga menghasilkan sumbat trombosit yang stabil, mengaktifkan membran fosfolipid dan memfasilitasi pembentukan komplek protein koagulasi yang terjadi secara berurutan 1,2. Proses pembekuan darah terdiri dari serangkaian reaksi enzimatik yang melibatkan protein plasma yang disebut sebagai faktor pembekuan darah, fosfolipid dan ion kalsium. Faktor pembekuan beredar dalam darah sebagai prekursor yang akan diubah menjadi enzim bila diaktifkan. Enzim ini akan mengubah prekursor selanjutnya untuk menjadi enzim. Jadi mula-mula faktor pembekuan darah bertindak sebagai substrat dan kemudian sebagai enzim. Proses pembekuan darah dimulai melalui dua jalur yaitu jalur intrinsik yang dicetuskan oleh adanya kontak faktor pembekuan dengan permukaan asing yang bermuatan negatif dan melibatkan F.XII, F.XI, F.IX, F.VIII, HMKW, PK, PF.3 dan ion kalsium, serta jalur ekstrinsik yang dicetuskan oleh tromboplastin jaringan dan melibatkan F.VII, ion kalsium.
Kedua jalur ini kemudian akan bergabung
menjadi jalur bersama yang melibatkan F.X, F.V, PF-3, protrombin dan fibrinogen. Rangkaian reaksi koagulasi ini akan membentuk trombin dan mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin yang tidak larut. Fibrin
Universitas Sumatera Utara
sebagai hasil akhir dari proses pembekuan darah akan menstabilkan sumbatan trombosit 2. Pembekuan darah merupakan proses autokatalitik dimana sejumlah kecil enzim yang terbentuk pada tiap reaksi akan menimbulkan enzim dalam jumlah besar pada reaksi selanjutnya. Ada mekanisme kontrol untuk mencegah aktivasi dan pemakaian faktor pembekuan darah secara berlebihan yaitu melalui aliran darah, mekanisme pembersihan seluler dan inhibitor alamiah. Aliran darah akan menghilangkan dan mengencerkan faktor pembekuan darah yang aktif dari tempat luka yang selanjutnya faktor pembekuan darah yang aktif ini akan dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati. Dalam keadaan normal plasma darah mengandung sejumlah protein yang dapat menghambat enzim proteolitik yang disebut sebagai inhibitor seperti antitrombin, alfa 2 makroglobulin, alfa 1 antitripsin, C1 esterase inhibitor, protein C, protein S. Inhibitor ini berfungsi untuk membatasi reaksi koagulasi agar tidak berlangsung secara berlebihan sehingga pembentukan fibrin hanya terbatas disekitar daerah yang mengalami cedera. Antitrombin akan menghambat aktivitas trombin, F.XIIa, F.XIa, F.Xa, F.IXa, F.VIIa, plasmin dan kalikrein. Protein C yang diaktifkan oleh trombin dengan kofaktor trombomodulin akan memecah F.Va dan F.VIIIa menjadi bentuk yang tidak aktif dengan adanya kofaktor protein S. Alfa 1 antitripsin akan berperan dalam menginaktifkan trombin, F.XIa, kalikrein dan HMWK. C1 inhibitor akan menghambat komponen pertama dari sistem komplemen, F.XIIa, F.XIa dan kalikrein 1,2. Untuk membatasi dan selanjutnya mengeliminasi bekuan darah maka sistem fibrinolisis mulai bekerja sesaat setelah terbentuknya bekuan fibrin. Deposisi fibrin akan merangsang aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh aktivator plasminogen seperti tissue plasminogen aktivator (t-PA), urokinase plasminogen aktivator (u-PA), F.XIIa dan kallikrein. Plasmin yang terbentuk akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen degradation product (FDP). Dengan proses ini fibrin yang tidak diperlukan dilarutkan sehingga hambatan terhadap aliran darah dapat dicegah. Untuk menghindari terjadinya aktivitas fibrinolisis yang berlebihan, tubuh mempunyai mekanisme kontrol berupa inhibitor aktivator plasminogen (PAI-1) yang akan menginaktivasi t-PA
Universitas Sumatera Utara
maupun u-PA, dan alfa 2 antiplasmin yang akan menetralkan aktivitas plasmin yang masuk ke sirkulasi 2.
2.2.Patofisiologi trombosis Trombosis adalah pembentukan suatu massa abnormal di dalam sistem peredaran darah yang berasal dari komponen-komponen darah. Trombosis terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara faktor trombogenik dengan mekanisme proteksi oleh karena meningkatnya stimulus trombogenik atau penurunan mekanisme proteksi. Menurut teori Virchow, Ada 3 hal yang menjadi penyebab timbulnya trombosis yaitu kelainan pembuluh darah/endotel, perubahan aliran darah yang melambat/stasis dan perubahan daya beku darah/hiperkoagulasi 3,10. Sel endotel pembuluh darah yang utuh akan melepaskan berbagai senyawa yang
bersifat
antitrombotik
dan
mencegah
trombosit
menempel
pada
permukaannya. Sifat non trombogenik akan hilang bila endotel mengalami kerusakan. Berbagai senyawa protrombotik yang dilepaskan akan mengaktifkan sistem pembekuan darah dan mengurangi aktifitas fibrinolisis sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadi trombosis. Bila kerusakan endotel terjadi sekali dan dalam waktu singkat, maka lapisan endotel normal akan terbentuk kembali, proliferasi sel otot polos berkurang dan intima menjadi tipis kembali. Bila kerusakan endotel terjadi berulang-ulang dan berlangsung lama, maka proliferasi sel otot polos dan penumpukan jaringan ikat serta lipid berlangsung terus sehingga dinding arteri akan menebal dan terbentuk bercak aterosklerosis. Bila bercak aterosklerotik ini robek maka jaringan yang bersifat trombogenik akan terpapar dan terjadi pembentukan trombus 3. Aliran darah yang cenderung lambat bahkan stasis akan mengakibatkan gangguan pembersih faktor koagulasi aktif, mencegah bercampurnya faktor koagulasi aktif dengan penghambatnya, mencegah faktor koagulasi aktif dilarutkan oleh darah yang tidak aktif. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya akumulasi faktor-faktor pembekuan yang aktif dan dapat merusak dinding pembuluh darah. Perubahan aliran darah ini dapat diakibatkan oleh imobilisasi, obstruksi vena dan meningkatnya viskositas darah 3,10.
Universitas Sumatera Utara
Menurut beberapa peneliti, darah penderita trombosis lebih cepat membeku dibandingkan orang normal. Ternyata pada penderita-penderita tersebut dijumpai adanya trombositosis dan peningkatan kadar berbagai faktor pembekuan terutama fibrinogen, F.V, VII, VIII dan X. Menurut Schafer penyebab lain yang dapat menimbulkan kecenderungan trombosis yaitu defisiensi AT, defisiensi protein C, defisiensi protein S, disfibrinogenemia, defisiensi F.XII dan kelainan struktur plasminogen 10.
2.3. Gangguan hemostasis pada stroke iskemik Bentuk stroke yang paling sering ditemukan adalah fokal iskemi serebral yang dapat disebabkan oleh stenosis atau oklusi a.ekstrakranial (a.carotid, a.vertebralis), oklusi a. Intrakranial oleh trombosis lokal & emboli dari jantung. Aterosklerosis adalah penyebab utama timbulnya stenosis a.ekstrakranial.selain faktor genetik, DM, hipertensi, dislipidemia, merokok memegang peranan dalam perkembangan aterosklerosis. Pada stenosis berat
( >70% penurunan diameter )
tekanan perfusi menurun pada ujung stenosis. Jika sirkulasi willisi berkembang baik, aliran kolateral melalui arteri ini sebagai kompensasi penurunan tekanan perfusi. Jika tidak memungkinkan karena tidak adanya atau kecilnya diameter a.communicans, tekanan perfusi menurun mengakibatkan vasodilatasi arteriol serebral.
Mekanisme
kompensasi
ini
menyebabkan
penurunan
tahanan
serebrovaskular kemudian meningkatkan aliran darah serebral. Jika vasodilatasi arteriol serebral mencapai maksimal, aliran darah serebral menurun. Pada keadaan ini hanya mekanisme kompensasi berupa peningkatan pengambilan O2 dari kapiler darah untuk mempertahankan suplai O2 pada jaringan otak. Penurunan tekanan perfusi lanjut akan menyebabkan iskemi serebral, timbul defisit neurologis . Terjadinya oklusi a.intrakranial yang disebabkan oleh trombosis atau emboli , secara langsung ataupun tidak langsung keadaan tadi dikarenakan olah koagulasi pada sirkulasi darah. Penyebab koagulasi pada darah arteri adalah karena kerusakan endotelium dan/atau aktivasi platelet, infark miokard atau atrial fibrilasi, peningkatan aktivitas komponen koagulasi atau penurunan aktivitas fibrinolisis 14.
Universitas Sumatera Utara
Ada perbedaan antara trombosis arteri dan trombosis vena. Pada trombosis arteri kandungan utamanya adalah trombosit dan diinduksi oleh rupturnya plak aterosklerotik, dan melalui trombi mediated platelet dapat menyebabkan iskemik terutama stroke sebagai manifestasi aterotrombosis.. Sebaliknya , trombosis vena mengandung eritrosit dan fibrin, sedikit trombosit . Faktor resiko terjadinya trombosis arteri adalah merokok , hipertensi, diabetes dan dislipidemia, sedangkan pada trombosis vena faktor resiko berupa trauma, operasi dan keganasan 15,16. Infark pada otak dapat dibedakan menjadi beberapa subtipe yaitu stroke kardioemboli, aterotrombotik dan lakunar stroke yang mempunyai perbedaan patogenesis. Dengan mengenal variasi keterlibatan hematologi tiap sub tipe stroke, dapat meningkatkan keakuratan diagnosis dan penatalaksanannya. Studi oleh Takano dkk, ditemukan peningkatan konsentrasi trombinantitrombin III kompleks dan D-dimer pada stroke kardioemboli, pada stroke aterotrombotik kadar D- dimer tidak meningkat pada saat kejadian stroke tetapi meningkat 7 hari setelah stroke. Pada stroke lakunar tidak ditemukan perubahan peningkatan yang signifikan 17. Pada studi oleh Skoloudik dkk, peningkatan kadar D-dimer yang signifikan dideteksi oleh pasien stroke kardioembolik dan aterotrombotik dan pasien dengan oklusi pada arteri cervikal atau arteri intrakranial yang besar
18
. Kadar D-dimer
yang tinggi dapat memperkirakan jenis stroke sehingga pengukuran kadar Ddimer dapat mengetahui mekanisme dasar gangguan serebrovaskular. Pada stroke kardioembolik, kadar D- dimer secara signifikan lebih tinggi dibandingkan etiologi yang lain. Pembentukan trombus pada ruang jantung paling banyak disebabkan oleh aliran darah yang stasis, mengakibatkan pembekuan kaya fibrin, mirip dengan trombosis vena. Trombus yang terjadi pada arteri besar kebanyakan kaya akan trombosit, dan pembentukan fibrin merupakan proses sekunder akibat aktivasi trombosit. Stroke tipe lakunar mempunyai kadar D-dimer dalam batas normal, sehingga diduga adanya mekanisme non trombosis pada penyumbatan pembuluh darah yang kecil. Menurut Fischer dan Francis, pada tipe lakunar, trombus terlalu kecil untuk memproduksi peningkatan D-dimer untuk dideteksi, kemungkinan lain adanya proses non trombosis, degenerasi dinding pembuluh darah yang berhubungan dengan hipertensi atau diabetes 19.
Universitas Sumatera Utara
Studi oleh Yang dkk, didapatkan bahwa ada hubungan meningkatnya faktor XI dengan kejadian stroke 20. Studi lain oleh Kofold dkk, bahwa peningkatan kadar fibrinogen diprediksi timbulnya kejadian stroke dimasa datang umumnya pada laki-laki muda dan umur pertengahan. Keadaan ini sepertiga sebagai refleksi aterosklerosis lanjut, jarang berhubungan dengan ruptur plak
21
. Fibrinogen sebagai faktor pembekuan dapat
menimbulkan proses trombosis dan dapat sebagi pertanda inflamasi 7. Pada pasien stroke iskemik atau TIA sebelumnya, resiko kambuhnya stroke iskemik meningkat berbanding lurus dengan kadar fibrinogen 22 .
2.4. Pemeriksaan penyaring hemostasis Untuk mengetahui adanya gangguan hemostasis dapat dilakukan dengan mengevaluasi faal hemostasis melalui pemeriksaan laboratorium yang secara rutin dapat dilakukan seperti hitung trombosit, masa perdarahan dan faal trombosit (menilai hemostasis primer), masa pembekuan, waktu protrombin plasma dan waktu tromboplastin partial teraktivasi (menilai fase koagulasi), waktu trombin, kadar fibrinogen (menilai pembentukan fibrin) dan kadar D-dimer (menilai proses fibrinolisis)
4
. Dikatakan hiperkoagulasi apabila satu atau lebih dari hasil
pemeriksaan hemostasis dengan nilai : -
Rasio aPTT < 0,8 x nilai kontrol
-
Rasio PT < 0,8 x nilai kontrol
-
INR < 0,9
-
Fibrinogen > 400 mg/dl
-
D-dimer > 500 ng/l
Universitas Sumatera Utara