BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Formalin 1. Pengertian Formalin Formalin adalah nama dagang larutan formaldehida dalam air dengan kadar 36 – 40%. Formalin biasanya juga mengandung alkohol (metanol) sebanyak 10 – 15% yang berfungsi sebagai stabilisator supaya formaldehida tidak mengalami polimerisasi. Formalin juga dapat diperoleh
dalam
bentuk
sudah
diencerkan
yaitu
dengan
kadar
formaldehidanya 30, 20 dan 10%. Disamping itu bentuk cairan formalin dapat diperoleh dalam bentuk tablet yang masing-masing mempunyai berat 5 gram. Formalin merupakan bahan antiseptik, penghilang bau dan fumigan. Bahkan umum dikenal pula sebagai bahan pengawet sediaan atau mayat di rumah sakit.5) Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh.4 Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker)
dan
bersifat
mutagen
(menyebabkan
perubahan
fungsi
sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan, sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata. 4 Formalin biasanya diperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda-beda antara lain: Formol , Morbicid , Methanal , Formic
5
6
aldehyde,
Methyl
Oxomethane,
oxide,
Formoform,
Oxymethylene, Formalith,
Methylene
Karsan,
aldehyde,
Methylene
glycol,
Paraforin, Polyoxymethylene glycols, Superlysoform, Tetraoxymethylene, Trioxane4)
2. Kegunaan Formalin Bahan pengawet ini hanya bisa digunakan pada pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang, dan pakaian, pembasmi lalat dan berbagai serangga lain, bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahanpeledak, dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas, bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea, bahan untuk pembuatan produk parfum, bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur minyak, bahan untuk insulasi busa, bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood), cairan pembalsam ( pengawet mayat ), dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pemcuci piring, pelembut, perawat sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih karpet4).
3. Akibat yang bisa ditimbulkan akibat penggunaan formalin dalam tubuh Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia dengan gejala sebagai berikut : sukar menelan, mual, sakit perut. Keracunan formaldehida akut disertai muntahmuntah mencret berdarah, timbulnya depresi susunan saraf atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin dalam dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kening darang), dan
7
haematomosis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 100 gram dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam, formalin yang bersifat racun tersebut tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan makanan yang diijinkan (addictive).4)
B. Keamanan Pangan Makanan merupakan sumber zat gizi utama bagi keperluan tubuh. Makanan mengandung zat gizi utama yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Kebutuhan akan zat gizi tersebut masing-masing menerangkan peran khusus dalam tubuh. Sebagian merupakan penyedia energi bagi aktivitas sel-sel dan jaringan tersebut, sebagian lagi merupakan komponen yang ikut membangun struktur sel dan jaringan tubuh mengatur dan menjaga keseimbangan metabolisme serta semua proses yang terjadi dalam tubuh
6)
Makanan juga merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam upaya untuk mempertahankan hidup serta kehidupan. Apapun yang dimakan oleh manusia berasal dari bahan pangan botani maupun hewani mengandung beraneka ragam zat yang bermanfaat dipelukan oleh tubuh untuk menjalankan berbagai macam kegiatan.
6)
Makanan yang dikonsumsi manusia sehari-hari
umumnya memerlukan pengolahan. Pengolahan makanan dalam jumlah besar biasanya menggunakan suatu bahan makanan yang disebut dengan Bahan Tambahan Makanan (BTM). Dengan kemajuan teknologi pangan penggunaan BTM makin lama makin meningkat.
7)
Aset terbesar dan berharga bagi manusia adalah kesehatan. Untuk menjaga agar tubuh tetap sehat menurut persyaratan pangan yang bukan saja harus bergizi tetapi juga aman dan mempunyai mutu yang baik. Persyaratan keamanan pangan yang akan dikomsumsi semestinya menjadi persyaratan
8
pangan
terpenting
yang
harus
terpenuhi
sebelum
persyaratan
lain
dipertimbangkan. Artinya dalam suatu makanan yang sudah tidak lagi aman untuk dikonsumsi gizi, kelezatan, penampilan dan mutu tidak ada artinya lagi bahkan pangan tersebut harus dimusnahkan.
8)
Tujuan program keamanan pangan Departemen Kesehatan RI yaitu mengurangi angka kesakitan atau kematian akibat penyakit yang disebabkan oleh makanan, maka makanan yang dikonsumsi harus bebas dari bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan dan mikroba yang menyebabkan penyakit.
8)
Masalah keamanan pangan masih merupakan masalah mayoritas konsumen Indonesia. Fenomena tersebut memang tidak menyenangkan tetapi hal ini bisa terjadi karena produsen masih banyak yang memproduksi dan mengedarkan bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan.
7)
Makanan yang benar-benar aman atau bebas dari bahan-bahan berbahaya sangat didambakan oleh setiap konsumen tapi dalam kenyataannya tidak ada satupun yang benar-benar bebas dari resiko atau yang dikenal dengan Zero risk.
9)
Berbagai masalah keamanan makanan timbul karena Indonesia belum sepenuhnya memberlakukan tindakan sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang kesehatan tentang pengamanan makanan dan minuman, sehingga praktek-praktek curang dalam industri yang merugikan konsumen masih banyak dilakukan serta jaminan makanan yang aman belum seutuhnya didapat. Undang-undang pangan sebaiknya tidak hanya untuk melindungi konsumen dan mencapai tujuan yang diharapkan tetapi lebih kepada mutu pelaksanaan undang-undang tersebut. Menjadi kewajiban moral bagi industri untuk dapat memproduksi makanan yang aman bagi konsumen. Tanpa komitmen yang kuat dari para industri pangan perlindungan konsumen sulit diwujudkan. 10) Agar pangan indutsri tersebut beredar dengan mutu yang baik dan aman dikonsumsi masyarakat maka diperlukan sistem pengawasan makanan. Mutu dan keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara
9
pemerintah dan industri pangan bahkan konsumen. Pelaksanaannya di industri pangan menjadi tanggung jwab sepenuhnya dari industri pangan (food qulity control) dengan bimbingan dan binaan dari pemerintah (food control) untuk itu pemerintah dan industri pangan perlu mempunyai program atau kegiatan agar pangan yang diedarkan kepada konsumen bermutu dan aman. Konsumen perlu mempunyai pengetahuan mengenai pangan yang bermutu dan aman bagi kesehatan tubuh. Ketiga kegiatan ini merupakan bentuk intervensi langsung dalam mencapai tujuan pengamanan pangan.
8)
C. Bahan Tambahan Makanan Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
722
Men
Kes/Per/IX/1998 bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan bukan merupakan komposisi khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang sengaja ditambahkan ke dalam untuk maksud tehnologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan,
pengolahan,
penyiapan,
perlakuan,
pengepakan
atau
pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan. 7) 1. Bahan tambahan makanan yang diujikan dan dilarang penggunaannya dalam jumlah berlebih, melebihi batas maksimum. 11) a. Bahan tambahan makanan yang diijinkan dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Men Kes/ Per/IX/1998 tentang bahan tambahan makanan yang meliputi anti oksidan (anti oxidan), anti kempal (anti caking regulator), pengatur keasaman (acidity regulator), pemanis buatan (artifical sweetener), pemutih dan pematang tepung (flour treatmusi agen), pengawet (presertive), pengemulsi, pemantap, pengental (emulsifier, stabilizer, thickener), pengeras (Fiming agen), pewarna (Colour), penyedap rasa, penguat rasa (Flavour, flavour enhancer), sekuritrans (sequestrant)
10
b. Makanan yang diijinkan mengandung lebih dari satu macam anti oksidan maka hasil bagi masing-masing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak lebih dari satu. c. Makanan yang diijinkan mengandung lebih dari satu macam pengawet, maka hasil bagi masing-masing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidk boleh lebih dari satu. d. Batas penggunaan secukupnya adalah penggunaan sesuai dengan cara produksi yang baik, yang maksudnya jumlah yang ditambahkan pada makanan tidak melebihi jumlah yang wajar yang diperlukan sesuai tujuan penggunaan bahan tambahan makanan tersebut. e. Pada bahan tambahan makanan golongan pengawet batas maksimum penggunaan garam benzoat dihitung sebagai asam benzoat, garam sorbat atau senyawa sulfit sebagai SO2. bahan tambhan makanan dilarang digunakan dalam makanan berdasarkan peraturan menteri kesehatan RI No. 722 / Men Kes / Per / IX / 198812), asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, asam Salisilat (Salicylic acid) dn garamnya, diettil pirokarbonat (Diethyl pyrocarbonate / DEPC), dulcin (dulcin, kalium Klorat (Potasium Chlorate), klorampenikol (Chloramphenicol), minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon (Nitrofurazone), formalin (Formaldehyde)
2. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan Penggunaan bahan tambahan makanan tidak boleh sembarangan hanya
dibenarkan
untuk
tujuan
tertentu
saja,
misalnya
untuk
mempertahankan gizi makanan. Penggunaan bahan tambahan makanan dibenarkan pula untuk tujuan mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki sifat organoleptiknya dari sifat alami. Di samping itu juga diperlukan dalam pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, perawatan, pembungkusan, pemindahan atau pengangkutan. Selain itu setiap tambahan makanan mempunyai batas-
11
batas penggunaan maksimum seperti diantaranya diatur dalam peraturan menteri kesehatan RI No. 722 / Men Kes / Per / IX / 1988. 7) Pemakaian bahan tambahan makanan diperkenankan bila bahan tersebut mememnuhi persyaratan sebagai berikut.13) a. Pemeliharaan kualitas gizi pangan b. Peningkatan kualitas lebih stabilitas simpan sehingga mengurangi kehilangan bahan pangan. c. Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak mengarah pada penipuan. d. Diutamakan untuk membantu proses pengolahan bahan pangan. Penggunaan bahan tambahan makanan harus dapat menjaga produk tersebut dari hal-hal yang merugikan konsumen. Oleh karena itu pemakaian bahan tambahan makanan ini tidak diperkenankan bila : 1) Menutupi adanya tehnik pengolahan dana penanganan yang salah 2) Menipu konsumen 3) Menyebabkan penurunan nilai gizi 4) Pengaruh yang dikehendaki bisa diperoleh dengan pengolahan secara lebih baik dan ekonomis Keamanan
pemakaian
bahan
tambahan
makanan
adalah
merupakan persyaratan utama. Pemakaiannya diijinkan dalam bahan pangan harus merupakan kebutuhan minimum yang ditetapkan. Masalah yang biasa timbul pada penggunaan bahan tambahan makanan yaitu apabila penggunaannya melanggar atau menyimpang dari ketentuan yang ada dan penggunaan bahan tambahan makanan yang melebihi batas ketentuan.
3. Masalah Penggunaan Bahan Tambahan Makanan Kimiawi Kasus penyalahgunaan bahan tambahan makanan biasa terjadi adalah penggunaan bahan tambahan yang dilarang untuk bahan pangan dan penggunaan bahan makanan melebihi batas yang ditentukan. Masalah yang menyebabkan timbulnya penyalahgunaan bahan tambahan makanan
12
tersebut adalah kurangnya pengetahuan produsen terhadap penggunaan bahan tambahan makanan. Penyebab lain produsen berusaha memenuhi kebutuhan dengan keuntungan yang besar dan pada dasarnya konsumen ingin mendapatkan bahan makanan dalam jumlah banyak dengan harga murah. Munculnya bahan tambahan makanan dipergunakan untuk mempertahankan kondisi makanan agar tetap baik. Upaya tersebut dilakukan karena perhitungan waktu distribusi dan daya tahan pangan itu sendiri, sehingga muncul efek penggunaan bahan-bahan pengawet. Dalam proses penanganan pangan perlu memperhatikan segi-segi lain seperti kesehatan manusia sebagai komponen pangan itu sendiri. Dalam arti bahwa apabila bahan pengawet tersebut ternyata akan berdampak buruk pada kesehatan manusia maka penggunaannya harus dipertimbangkan kembali, dihentikan atau diganti dengan bahan pengawet lain yang lebih aman. Sesuai dengan undang-undang no. 7 tahun 1997 tentang pangan atau lazim disebut undang-undang pangan pada pasal 10 ayat (1) berbunyi : setiap orang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang untuk menggunakan bahan apapun sebagai sebagai bahan tambahan makanan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal. Penjelasan ayat (2) menyebutkan penggunaan bahan tambahan pangan dalam produksi pangan yang tidak mempunyai resiko terhadap kesehatan manusia dapat dibenarkan karena hal tersebut memang lazim dilakukan, namun penggunaan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan makanan atau penggunaan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan secara berlebihan sehingga melampaui ambang batas maksimal tidak dibenarkan karena dapat merugikan atau membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi pangan tersebut. 11)
13
D. Konsep Perilaku Menurut R.Y.Kwick seperti dikutip Notoatmodjo dan Solita mengatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Menurut Notoatmodjo, pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan. Akan tetapi tidak berarti bentuk perilaku hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakan saja. Perilaku dapat saja bersifat potensial, yaitu dari bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi. Pada pelaksanaannya perilaku dapat diartikan suatu respon seseorang terhadap rangsangan dari luar subyek. Respon ini masih berbentuk pasif atau bahkan berbentuk tindakan. Bentuk perilaku aktif adalah tindakan yang dapat dilihat dengan mata. 15) Bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu : 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar yang berupa segala hal dan kondisi baru yang perlu di ketahui dan dikuasai dirinya. 2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar atau lingkungan dari subyek yang terdiri dari : a. Lingkungan fisik yaitu lingkungan alam sehingga alam itu sendiri akan membentuk perilaku manusia yang hidup didalamnya sesuai dengan sikap dan keadaan lingkungan tersebut. b. Lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan perilaku manusia, lingkungan ini adalah keadaan masyarakat yang segala budidayanya dimana manusia itu lahir dan mengembangkan perilakunya. 3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit yaitu berupa (action) terhadap suatu rangsangan dari luar. 15)
14
E. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku Perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat berpengaruh untuk terjadinya perilaku tersebut yaitu : 1. Faktor Predisposisi (Predisposing), yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Kelompok yang termasuk didalamnya adalah pengetahuan dan sikap dari orang terhadap perilaku, beberapa karakteristik individu (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan). 2. Faktor Pemungkin (Enabling), yaitu faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tersebut. Kelompok yang termasuk didalamnya adalah ketersediaan pelayanan kesehatan, ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun biaya dan sosial, peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tersebut. 3. Faktor Penguat (Reinforsing), yaitu faktor yang memperkuat (atau kadang-kadang justru dapat memperlunak) untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut. Kelompok yang termasuk didalamnya adalah pendapat, dukungan, kritik (keluarga, teman, lingkungan). Ketiga kategori tersebut memberi kontribusi atas perilaku kesehatan.16)
F. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.17) Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: 17) 1. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.
15
3. Evaluation (menimbang–nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini sikap responden sudah lebih baik lagi. 4. Trial, subjek ini mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. 5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yakni :
17)
1. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali atau recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Ketidaktahuan masyarakat tentang formalin dapat diketahui apabila mereka tidak mengerti keberadaan dan kerugian yang diderita apabila mengkonsumsi makanan yang mengandung formalin. 2. Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Seseorang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh dan menyimpulkannya. Seseorang dinyatakan telah memahami formalin apabila dapat menjelaskan secara lengkap meliputi bahan kandungan, kerugian akibat mengkonsumsi makanan berformalin dan lainnya. 3. Aplikasi (Application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya) serta menggunakan metode, rumus dan prinsip dalam konteks atau situasi lain. Seorang anggota masyarakat pada tingkat aplikasi dapat menerapkan teori dengan memperhatikan dan tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung formalin. 4. Analisis (Analysis), diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
16
Kemampuan masyarakat dalam menganalisis keberadaan formalin, kerugian dan akibat dalam mengkonsumsinya. 5. Sintesis (Synthesis), menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Seseorang pada tingkatan ini diharapkan dapat menerapkan teori tentang kerugian dalam penggunaan formalin bagi kesehatan. 6. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilain itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Dalam tingkat ini seseorang dapat melakukan penilaian terhadap keberadaan dan pemakaian formalin dalam makanan kemudian untuk tidak mengkonsumsinya. Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah mendasar bagi pemikiran seseorang. Pandangan yang sederhana dalam memikirkan proses terjadinya pengetahuan yaitu dalam sifatnya baik apriori maupun aposteriori. Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indera maupun pengalaman batin. Sedangkan a posteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. 15) Pengetahuan didapatkan dari pengamatan. Di dalam pengamatan inderawi tidak dapat ditetapkan apa yang subyektif dan apa yang obyektif. Jika
kesan-kesan
subyektif
dianggap
sebagai
kebenaran,
hal
itu
mengakibatkan adanya gambaran-gambaran yang kacau di dalam imajinasi. Segala
pengetahuan
dimulai
dengan
gambaran-gambaran
inderawi.
Gambaran-gambaran itu kemudian ditingkatkan hingga sampai kepada tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan intuitif. Di dalam pengetahuan rasional orang hanya mengambil kesimpulan-kesimpulan. Pengalaman dengan akal hanya mempunyai fungsi
17
mekanisme semata-mata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan pengurangan. 17) Sementara itu salah seorang tokoh empirisme yang lain berpendapat bahwa segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Akal (rasio) adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan. Akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri. Semula akal serupa dengan secarik kertas yang tanpa tulisan, yang menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman. Pendapat dari ilmuan lain tidak membedakan antara pengetahuan inderawi dan pengetahuan akal.15)
G. Sikap Banyak teori yang mendefinisikan sikap antara lain adalah seseorang adalah
sikap
predisposisi untuk memberikan tanggapan terhadap
rangsang lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut. Secara definitif sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan berfikir yang disiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu obyek yang diorganisasikan melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada praktik / tindakan. 17) Sikap sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap dikatakan sebagai respon yang hanya timbul bila individu dihadapkan pada suatu stimulus. Sikap seseorang terhadap sesuatu obyek adalah
perasaan
mendukung atau memihak (Favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (Unfavorable) pada objek tertentu. 18) Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi dengan rangsang yang diterimanya. Jika sikap mengarah pada obyek tertentu, berarti bahwa penyesuaian diri terhadap obyek tertentu dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan untuk bereaksi dari orang terhadap obyek. Sikap merupakan
persiapan untuk bereaksi terhadap obyek
dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. 17) Salah seorang ahli psikologi sosial mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
18
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau
aktifitas akan tetapi merupakan prodisposisi tindak suatu perilaku, sikap itu masih merupakan
reaksi tertutup, bukan merupakan
tingkah laku yang terbuka, sikap merupakan
reaksi terbuka atau
kesiapan untuk bereaksi
terhadap obyek-obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. 17) Sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan, antara lain : 17) a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (obyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesadaran dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena itu suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah
suatu indikasi bersikap. Misalnya seorang ibu yang
mengajak ibu yang lain (tetangganya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. d. Bertanggung Jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari orang lain. Faktor-faktor mempengaruhi pembentukan sikap menurut antara lain : a. Pengalaman Pribadi Apa yang dialami seseorang akan mempengaruhi penghayatan dalam stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar dalam
19
pembentukan sikap, untuk dapat memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki pengamatan yang berkaitan dengan obyek psikologis. Sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap perilaku berikutnya. Pengaruh langsung tersebut dapat berupa predisposisi perilaku yang akan direalisasikan hanya apabila kondisi dan situasi memungkinkan. 18) b. Orang lain Seseorang cenderung akan memiliki sikap yang disesuaikan atau sejalan dengan sikap yang dimiliki orang yang dianggap berpengaruh antara lain adalah : Orang tua, teman dekat, teman sebaya, rekan kerja, guru, suami atau istri. c. Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup akan mempengaruhi pembentukan sikap seseorang. d. Media Massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, surat
kabar,
mempunyai
pengaruh
yang
cukup
besar
terhadap
pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dalam membawa pesanpesan yang berisi sugesti yang dapat mengarah pada opini yang kemudian dapat mengakibatkan adanya landasan kognisi sehingga mampu membentuk sikap. e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar dan pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. f. Faktor Emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap
20
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu. Begitu frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap lebih persisten dan bertahan lama.16)
H. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Produsen Terasi Dengan Keberadaan Formalin Dalam Terasi Penggunaan formalin sebagai pengawet makanan tentunya melanggar beberapa peraturan perundangan yang ada, antara lain Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Pangan, Peraturan Menteri Kesehatan tentang Bahan Tambahan Makanan yang dilarang, Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan.3) Ada sanksi hukum bagi produsen baik denda maupun pidana. Sayangnya sosialisasi peraturan yang ada ini belum banyak diketahui oleh produsen makanan, aparat/petugas departemen terkait untuk melakukan pengawasan dan pembinaan secara kontinyu. Hal ini sangat diperlukan karena umumnya yang melanggar adalah industri kecil / rumah tangga yang pengetahuan masalah keamanan pangan masih sangat rendah. Sosialisasi tentang bahaya formalin dan segala seluk beluknya perlu terus ditingkatkan sehingga produsen mendapatkan pengetahuan yang cukup dan akan terbentuk suatu sikap mental yang baik untuk tidak menggunakan bahan yang berbahaya pada produk yang di hasilkannya, mengingat kebanyakan produsen terasi adalah
industri-industri
rumah
tangga
yang
sebagian
besar
belum
mendapatkan informasi yang lengkap tentang bahaya formalin bagi kesehatan. Koordinasi antar departemen yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pengawasan bahan makanan yang dikonsumsi masyarakat sangatlah penting. Tidak kalah pentingnya adanya penerapan metode alternatif yang murah, mudah dan cepat dan tepat guna sebagai pengganti pemrosesan makanan agar menjadi lebih awet dan tetap aman untuk dikonsumsi. Tentunya peran dari para ahli teknologi pangan sangat diharapkan bantuannya dalam
21
proses
pengawetan
makanan
tersebut.
Bagi
produsen
yang
tidak
menggunakan formalin dan terkena imbas issu formalin sehingga omzetnya menurun, tentunya perlu menyebutkan
produk makanannya
“tanpa
formalin”, bila perlu disahkan dengan keterangan yang kuat dari departemen yang terkait. Bagi distributor / toko penjual formalin maupun bahan tambahan makanan yang dilarang lainnya juga perlu mengetahui peraturan perundangundangan di atas agar penyalahgunaan formalin untuk pengawetan makanan tidak terulang lagi dan meresahkan masyarakat luas.
I. Kerangka Teori Berdasarkan teori diatas dapat disusun kerangka teori sebagai berikut: Faktor Prediposisi : a. Pengetahuan b. Sikap c. Persepsi d. Nilai
Faktor Pemungkin : a. Ketersediaan SDM Kesehatan b. Keterjangkauan Sumber Daya Manusia c. Prioritas dan komitmen masyarakat /Pemerintah terhadap kesehatan d. Ketrampilan berkaitan dengan kesehatan
Faktor Penguat : a. Keluarga b. Teman produsen c. Petugas kesehatan
Biaya murah
Keberadaan formalin dalam terasi
Efektifitas bakteri lebih baik
Sumber : Modifikasi Green dan Kreuter dalam Soekidjo Notoatmojo dalam Buku Pendidikan Perilaku Kesehatan,
22
J. Kerangka Konsep Berdasarkan dari kerangka teori tersebut diatas, dikaitkan dengan permasalahan penelitian maka penelitian ini dirumuskan dengan kerangka konsep sebagai berikut :
Gambaran Pengetahuan produsen terasi tentang formalin
Keberadaan formalin dalam terasi
Gambaran Sikap produsen terasi terhadap penggunaan formalin