8 Bab II Tinjauan Pustaka
Pada bab ini akan membahas mengenai pengertian kesenjangan digital, konsep kesenjangan digital, perkembangan TIK di Indonesia, kesenjangan digital di Indonesia,
indikator-indikator
pengukuran
SIBIS,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pengurangan kesenjangan digital, serta membahas teknik analisis data.
II.1. Pengertian Kesenjangan Digital (Digital Divide) Kata “digital” dalam “kesenjangan digital” (digital divide) berarti “sesuatu yang berkaitan dengan jari” atau “diselesaikan dengan jari” (10). Berdasarkan sejarahnya, digital digunakan untuk nomor Arab dari 1 hingga 9 dan simbol 0, atau salah satu bagian yang mengkombinasikan bentuk nomor dalam sebuah sistem selain sistem desimal. Digital juga adalah ”menggunakan perhitungan dengan metode numerik atau diskrit”. Pada televisi dan komputer modern, digital lebih baik daripada ”analog”. Digital lebih efisien dan mengikuti sebuah standar dan kecepatan yang lebih besar dalam transmisi data, gambar, dan teks, yang dikonversi dalam nol dan satu (encoding), ditransmisikan sebagai paket melalui internet, yang kemudian diterjemahkan ulang sebagai teks, gambar dan data pada penerima akhir (decoding). Pada dunia pertelevisian, digital adalah berkualitas lebih tinggi dan lebih efisien daripada analog.
Sedangkan istilah ”kesenjangan digital” secara sederhana dijelaskan sebagai ketidaksamaan dalam hal akses pada komputer dan internet antara kelompok yang didasarkan pada satu atau lebih identifikasi sosial dan kultural. Sebagai contoh kesenjangan digital adalah perbedaan akses pada komputer dan internet antara kelompok wanita dan pria, usia tua dan muda (8).
9 Berdasarkan OECD tahun 2001 (13), kesenjangan digital didefinisikan sebagai berikut "....the gap between individuals, households, businesses and geographic areas at different socio-economic levels with regard both to their opportunities to access information and communication technologies (ITs) and to their use of the Internet for a wide variety of activities". Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesenjangan terjadi antara tingkat individu, rumah tangga, bisnis, dan area geografi yang tingkat sosial ekonominya berbeda, berdasarkan kesempatan mereka untuk mengakses teknologi informasi dan komunikasi.
Kesenjangan digital membahas mengenai kesenjangan antara individu yang memiliki akses dan yang mampu menggunakan teknologi komunikasi dan komputer secara efektif dengan individu yang tidak mampu serta tidak memiliki akses. Mengurangi kesenjangan digital berarti membahas mengenai pengaksesan internet dan sumber dayanya, penggunaan teknologi telekomunikasi dan komputer untuk bekerja, berkomunikasi, mencari informasi, membuat dan membentuk pengetahuan yang berfungsi efektif, dan pada akhirnya menciptakan sebuah komunitas yang lebih baik dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
II.2. Konsep Kesenjangan Digital Menurut Chen dan Wellman (27), konsep kesenjangan digital adalah kesenjangan dari faktor pengaksesan dan penggunaan internet, yang dibedakan oleh status sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat hidup, etnik, dan lokasi geografi. Sedangkan Bridges.org (3) menilai kesenjangan digital dari jumlah pengguna atau komputer, akses infrastruktur, kemampuan penggunaan, pelatihan, isi yang relevan, sektor teknologi informasi (seberapa besar integrasi sektor TIK pada industri yang ada), kemiskinan, dan batas demografi (geografi, ras, usia, agama, jenis kelamin, dan kecacatan). Dan berdasarkan Kemly Camacho (4), konsep kesenjangan digital fokus pada hal sebagai berikut:
10 (1) Fokus pada infrastruktur adalah berdasarkan perbedaan antara individu yang memiliki infrastruktur TIK serta koneksi internet dengan individu yang tidak memiliki infrastruktur TIK serta koneksi internet. (2) Fokus pada upaya pencapaian kecakapan TIK adalah antara individu yang berusaha mencapai kecakapan TIK yang dibutuhkan dengan individu yang tidak memiliki upaya mencapai kecakapan TIK yang dibutuhkan. (3) Fokus pada pemanfaatan sumber daya. Hal ini berdasarkan pada keterbatasan individu untuk menggunakan sumber daya yang tersedia di web (melalui internet). Konsep kesenjangan digital tidak hanya mengenai ketidakmampuan untuk mengakses informasi, pengetahuan, tetapi juga dapat menemukan pembelajaran bagaimana mengambil manfaat dari kesempatan baru tersebut, seperti pengembangan pekerjaan, informasi kesehatan, mencari pekerjaan, dan sebagainya.
Berdasarkan berbagai konsep yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini akan meneliti pengurangan kesenjangan digital dari sisi: (1) Ketersediaan akses TIK; Dalam hal ini fokus pada kesiapan internet, yaitu individu yang sudah dapat on-line dengan individu yang belum dapat online, jumlah pengguna komputer, dan kepemilikan akses TIK. (2) Pemanfaatan TIK; Setelah tersedia akses TIK, akan diteliti apakah pengguna dapat memanfaatkan TIK tersebut dengan optimal. (3) Upaya pencapaian kecakapan TIK; Dalam penelitian ini akan diteliti apakah pengguna berusaha untuk melakukan peningkatan terhadap kecakapan TIK yang dimilikinya untuk mendukung pekerjaan sekarang dan masa datang. (4) Tingkat kecakapan TIK; apakah individu sudah percaya diri menggunakan TIK atau individu belum percaya diri menggunakan TIK.
11 II.3. Kesenjangan Digital di Indonesia Indikator kemampuan Indonesia dalam memanfaatkan TIK dalam pembangunan ekonomi di antaranya dapat dilihat dalam E-Readiness yang dikeluarkan The Economist Intelligence Unit untuk tahun 2007. Indonesia hanya berada di peringkat 67 dengan nilai 3.39. Sementara untuk pemanfaatan layanan elektronik pemerintah (e-government), Indonesia berada pada peringkat 106 dari 189 negara yang disurvei oleh PBB dalam pengembangan e-government. Posisi ini merosot dari posisi sebelumnya pada peringkat 96 (25).
Sedangkan menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah penetrasi komputer baru mencapai 6 juta, jumlah ini sangat kecil bila dibandingkan populasi penduduk Indonesia yang hampir 250 juta jiwa (6). Menurut perkiraan hingga akhir tahun 2007, jumlah pengguna internet di Indonesia baru mencapai 25 juta, sementara pelanggan internet 2 juta (1), dan sedangkan pelanggan perumahan baru mencapai 4% (17).
Sementara kondisi perkembangan SMU, menurut data Depdiknas menunjukkan bahwa sebanyak 90% SMU dan 95% SMK telah memiliki komputer. Namun demikian, kurang dari 25% SMU dan 10% SMK yang telah terhubungkan dengan Internet (11).
Selain itu, data dari Depkominfo (12), memaparkan bahwa penduduk Indonesia dimana 80%nya berada di pedesaan, tetapi teledensitas akses jaringan telekomunikasi (penetrasi per 100 penduduk) baru sekitar 0,2%, yang berarti masih sangat rendah. Sementara itu, Teledensitas akses jaringan telekomunikasi perkotaan memiliki kecukupan teledensitas yaitu sebesar 11%, di mana wilayah metropolis memiliki teledensitas sebesar 25%. Sesuai data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) yang kemudian digunakan oleh Ditjen Pos dan Telekomunikasi, diperkirakan masih
12 terdapat 43.000 desa dari total 67.000 desa di seluruh Indonesia, masih belum memiliki fasilitas telekomunikasi (16). Data dari PT. Telkom pada majalah Bisnis Indonesia, penetrasi telekomunikasi saat ini adalah akses telepon tetap mencapai 8,7 juta pelanggan (14). Menurut data Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI), jumlah pengguna seluler saat ini mencapai angka 50 juta, sekitar 2%-nya merupakan pengguna GPRS (General Packet Radio Service) yang aktif atau maksimal sekitar 1 juta pengguna (28).
Kondisi seperti inilah yang membuat Indonesia diasumsikan masih terjadi kesenjangan digital yang sangat tinggi.
II.4. Perkembangan TIK di Indonesia Dunia TIK di Indonesia kini telah memasuki babak baru kembali, sejak November 2006, Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (DTIKN) berdiri. Dewan ini merupakan kelompok kerja yang dibentuk untuk mendorong pengunaan teknologi informasi dan komunikasi Indonesia. DTIKN harus dapat melakukan akselerasi dalam akses TIK yang akan dirasakan oleh seluruh masyarakat dalam rangka membentuk masyarakat informasi. DTIKN merupakan satu upaya memperbaiki strategi bangsa dalam mengembangkan TIK dengan merombak struktur lembaga penggerak yang ada sebelumnya yakni Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI), yang sempat mengalami pergantian struktur lembaga sebanyak empat kali (terakhir tahun 2003). Hasil kinerja TKTI ini dinilai bahwa TKTI gagal mengemban tugasnya karena Indonesia belum mampu mendayagunakan potensi teknologi TIK secara baik, termasuk kesenjangan digital yang kian melebar (24).
Berdasarkan kepada Keppres No. 20/2006 bertanggal 11 November 2006 (9), tugas utama DTIKN adalah merumuskan kebijakan umum dan arahan strategis pembangunan nasional melalui pendayagunaan TIK, salah satunya adalah
13 menyiapkan cetak biru dan roadmap TIK Indonesia guna menentukan arah perkembangan langkah-langkah yang harus ditempuh guna mewujudkan masyarakat Indonesia berbasis pengetahuan pada 2025.
Adapun program pemerintah Indonesia sebagai cetak biru dan roadmap TIK Indonesia yang akan dilaksanakan oleh DTIKN adalah 19 program flagship, yakni merupakan program fokus nasional yang memiliki dampak besar pada pemerintah, masyarakat, dan internasional (24), yaitu sebagai berikut : (1) Palapa Ring Project (2) Implementasi Digital TV Terestrial (3) Implementasi 3G (4) Pengembangan Broadband Wireless Access (BWA) (5) Program PC Murah (6) e-Procurement dan e-Services (7) National Single Window (8) Nomor Induk Nasional (NIN) (9) e-Anggaran (10) Penyediaan Software Legal bagi Pemerintah (11) e-Education (12) e-Learning (13) Pengembangan Software Pendidikan (14) Standardisasi Kompetensi Profesi SDM TIK (15) Kampanye Penggunaan Internet untuk Pendidikan (16) Pembangunan dan Pengembangan Technopark (17) Venture Capital untuk Industri TIK (18) UU ITE, dan (19) UU Konvergensi TIK
Berdasarkan cetak biru dan roadmap TIK Indonesia tersebut di atas, maka terdapat banyak program-program yang sangat mendukung perkembangan pendidikan di Indonesia yaitu di antaranya program PC murah, e-Education, e-
14 Learning, pengembangan software pendidikan, standardisasi kompetensi profesi SDM TIK, kampanye penggunaan internet untuk pendidikan. Dari salah satu program cetak biru perkembangan TIK Indonesia tersebut adalah standardisasi kompetensi profesi SDM TIK. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi TIK pada SDM sangat dibutuhkan saat ini.
II.5. Instrumen SIBIS SIBIS (Statistical Indicators Bencmarking the Information Society) adalah sebuah proyek komisi Eropa (European Commission), yang berusaha untuk menganalisis dan membandingkan indikator-indikator kesenjangan digital yang berbeda. Proyek SIBIS berjalan dari Januari 2001 hingga September 2003 (20).
Tujuan keseluruhan SIBIS adalah mengembangkan indikator-indikator untuk memonitor perkembangan menuju masyarakat informasi. Berlandaskan pada tujuan ini, SIBIS fokus pada akses dan pemanfaatan dasar seperti kesiapan internet, kesenjangan digital dan keamanan informasi. SIBIS juga melibatkan faktor yang menentukan dapat akses dan pemanfaatan TIK seperti kemungkinan hambatan, literasi digital, pembelajaran dan pelatihan, serta perbandingan antara aplikasi-aplikasi on-line seperti e-commerce, e-work, e-science, e-government, dan e-health. Instrumen SIBIS mengkombinasikan 3 (tiga) tingkat dasar dalam pengembangan masyarakat informasi, yaitu kesiapan, intensitas, dan dampaknya.
Indikator-indikator SIBIS telah diuji dan dilaksanakan survei perbandingan pada 15 anggota negara bagian, yaitu di Amerika Serikat, Swiss dan EU Accession Countries (seperti New Accession States – NAS), Bulgaria, Czech Republic, Estonia, Hungaria, Lithuania, Latvia, Polandia, Rumania, Slovenia dan Slovakia. Survei ini mengumpulkan dan mempresentasikan data untuk tujuan perbandingan antara anggota negara bagian Eropa, untuk pertama kalinya, antara Eropa dan Amerika Serikat dengan indikator yang sama persis pada saat yang sama (18).
15 Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu kepada instrumen SIBIS General Population Survey (SIBIS GPS) yaitu instrumen untuk mensurvei lingkup individu (warga negara). Mengingat bahwa indikator ini dikembangkan khusus untuk mengukur perbedaan yang terjadi di antara negara masyarakat Uni Eropa, tentunya indikator dan juga model pengukurannya perlu disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Untuk melakukannya perlu dilakukan survei dan analisis tentang situasi dan kondisi perkembangan TIK di Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis kondisi kesenjangan digital di Indonesia (dalam sub bab II.3) didapatkan bahwa kesenjangan digital di Indonesia masih sangat tinggi. Dan berdasarkan analisis perkembangan TIK di Indonesia (dalam sub bab II.4) menyebutkan bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia baru pada tahap awal, belum tahap perwujudan (program-program cetak biru TIK direncanakan implementasi tahun 2025). Pada tahap perkembangan TIK Indonesia saat ini yaitu masih berada pada tahap awal dan kesenjangan digital masih sangat tinggi, maka tiga hal dasar yang dikombinasikan dalam instrumen SIBIS yaitu mengenai kesiapan, intensitas, dan dampaknya adalah tiga hal yang sesuai dan dapat diterapkan dalam penelitian perkembangan TIK Indonesia saat ini.
Berdasarkan analisis tersebut, maka diteliti seluruh aspek-aspek dalam instrumen SIBIS GPS, dan didapatkan terdapat aspek-aspek yang dapat diterapkan di Indonesia. Aspek-aspek dalam instrumen SIBIS GPS yang dianalisis sesuai dengan kondisi perkembangan TIK di Indonesia saat ini dan sesuai dengan konsep kesenjangan digital (seperti yang telah dijelaskan pada sub bab II.2) adalah sebagai berikut (20) : (1) Kesiapan internet (2) Kesenjangan digital (3) Pemanfaatan TIK (4) Upaya pencapaian kecakapan TIK (5) Tingkat kecakapan TIK
16 Adapun aspek-aspek SIBIS GPS yang tidak sesuai dengan kondisi perkembangan TIK dan belum dapat diteliti di Indonesia disebabkan belum dilaksanakan di Indonesia (baru terwujud tahun 2025) adalah sebagai berikut: (1) Keamanan aktivitas on-line (2) Tindakan pada penghalang akses (3) E-commerce (4) E-work (5) E-science (6) E-government (7) E-health
II.6. Aspek Kesenjangan Digital Dasar pemikiran untuk mempertimbangkan kesenjangan digital berasal dari asumsi implisit bahwa ketiadaan akses informasi di dunia, padahal akses tersebut terus meningkat menjadi penting untuk mempersempit kesenjangan digital. Dasar pemikiran ini sebagai dasar kesenjangan digital, yang fokus pada yang beresiko lebih tinggi terhadap pengeluaran dan kerugian pada digital karena perbedaan akses dan penggunaan TIK. Dari konsep ini, kesenjangan digital SIBIS fokus pada aspek utama akses internet dan dikonsepkan menjadi yang on-line atau tidak.
Hambatan mengakses dibedakan pada tingkat individu karena lebih dapat diselidiki untuk beberapa hal dasar isu struktural (yaitu akses dan penggunaan). Baik akses maupun penggunaan internet, seperti halnya TIK, keduanya adalah tidak mungkin dilepaskan dari kemampuan dan kecakapan yang dimiliki oleh individu. Akses dapat ditiadakan bila terdapat kekurangan kemampuan akses teknologi, khususnya pada internet. Oleh sebab itu, kedua isu ini – kemampuan akses dan dukungan kecakapan – adalah sebagai sebuah bagian integral dalam kesenjangan digital. Sebagai tambahan, penghambat akses dapat juga dikaitkan dengan kurangnya kesadaran, ketiadaan kepercayaan, dan gagal untuk menyediakan isi informasi yang cukup.
17 Kesenjangan digital fokus pada area yang kesiapannya sudah lebih tinggi dengan yang mengalami kerugian digital karena perbedaan akses dan penggunaan TIK. Dalam SIBIS, indikator kesenjangan digital yang dibahas adalah fokus pada akses dan penggunaan internet yaitu kesenjangan digital antara yang dapat on-line dan tidak. Berikut ini adalah indikator-indikator yang akan diteliti dalam aspek kesenjangan digital : (1) Kesenjangan digital dari pengguna komputer; Indikator ini dapat digunakan untuk memastikan tingkat penggunaan komputer. Pertanyaan indikator adalah ”Apakah Anda sudah menggunakan komputer personal atau lainnya, untuk bekerja atau untuk keperluan pribadi, dalam 4 minggu terakhir ini?”, dengan pilihan jawaban : ya dan tidak. (2) Kesenjangan digital dari pengguna internet; Indikator ini digunakan untuk memastikan tingkat penggunaan internet. Pertanyaan indikator adalah ”Apakah Anda sudah menggunakan internet minimal satu kali dalam 4 (empat) minggu terakhir ini, di rumah, sekolah, tempat bekerja, atau di tempat lainnya?” untuk penelitian penggunaan secara reguler, dan pertanyaan ”Apakah Anda sudah menggunakan internet dalam 12 bulan ini minimal satu kali?” untuk penelitian kesempatan penggunaan, dengan pilihan jawaban : ya dan tidak. (3) Kesenjangan digital dari pengguna akses internet dari rumah; Indikator ini dapat digunakan untuk memastikan tingkat pengaksesan internet dari rumah. Pertanyaan indikator adalah ”Apakah Anda memiliki akses internet di rumah?”, dengan pilihan jawaban : ya dan tidak.
II.7. Aspek Kesiapan Internet (Internet Readiness) Berdasarkan konsep yang sudah dibahas sebelumnya, aspek ketersediaan infrastruktur menjadi salah satu penyebab kesenjangan digital, yang dibedakan antara individu yang dapat akses internet dengan individu individu yang tidak dapat akses internet. Oleh sebab itu, penelitian ini akan mengambil aspek kesiapan internet dengan memperhatikan kepada isu yang lebih kompleks daripada sekadar akses infrastruktur yaitu e-Readiness warga negara. Definisi
18 kesiapan warga negara difokuskan pada isu kepedulian terhadap penggunaan, akses, isi dan kemampuan individu. Dalam hal aspek kesiapan internet, SIBIS mengelompokkan dalam 2 (dua) sub domain yaitu ketersediaan akses TIK dan infrastruktur TIK.
II.7.1. Ketersediaan Akses TIK Dalam sub domain ketersediaan akses TIK dibahas 2 (dua) aspek, yaitu : (1) Aspek pertama yaitu penggunaan peralatan yang lebih baru untuk akses internet, seperti telepon genggam, TV digital, game console, dimana peralatan baru ini lambat laun akan tersedia dimana saja. Hal ini berarti akses terhadap pelayanan melalui alat lainnya akan meningkatkan fasilitas dan berpengaruh pada kesenjangan digital. Melalui indikator ini, penelitian dapat mengukur perluasannya pada personal komputer, HP, telepon yang dimiliki, diinstalasi, dan digunakan. (2) Aspek kedua, penelitian pengguna internet, yang memiliki akses internet lebih dari satu lokasi, misal di rumah, di kantor, di tempat umum.
II.7.2. Infrastruktur TIK Dalam sub domain infrastruktur, SIBIS membahas mengenai perkembangan, perluasan teknologi pita lebar(broadband) untuk mengukur persaingan pasar pita lebar baik di pasaran penduduk maupun bisnis.
Di Eropa, pita lebar adalah salah satu pengembangan teknologi yang paling penting, sehingga bersaing untuk mengukur siapa yang memiliki akses dan digunakan untuk apa. Indikator di SIBIS dikembangkan untuk merefleksikan banyaknya metode akses pita lebar, biaya langganan dan luasnya ketersediaan infrastruktur pita lebar antar negara yang berbeda. Yang termasuk dalam teknologi pita lebar adalah satelit, modem kabel, xDSL, leased line, fibre, dan
19 multiplex (T1/T3). Di Indonesia, sub domain infrastruktur TIK ini tidak dibahas dalam penelitian ini, karena kondisi Indonesia yang belum memungkinkan karena masih minimnya pengguna internet perumahan seperti yang telah dijelaskan pada bagian perkembangan TIK di Indonesia sebelumnya.
II.8. Aspek Pemanfaatan TIK Aspek pemanfaatan TIK menjadi fokus dalam pengurangan kesenjangan digital. Yang diteliti di sini adalah lebih dari hanya sekadar dapat on-line dan yang tidak on-line, tetapi mulai kepada pemanfaatan akses. Setelah akses tersedia, kemudian bagaimana memanfaatkan akses tersebut.
Dengan tersedianya akses internet dapat membuat perubahan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu beralih pada jaringan internet, misal komunikasi tradisional antar warga negara dalam sebuah masyarakat beralih pada komunikasi on-line. Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa penggunaan TIK akan menyebabkan kerugian, setidaknya akan menyebabkan pola kehidupan sosial ekonomi yang sudah ada. Tapi SIBIS menunjukkan bahwa dengan tersedianya akses on-line maka aktivitas on-line dapat mengurangi masalah sosial ekonomi individu, misal karena dapat mengakses berbagai informasi bermanfaat sesuai kebutuhan individu tersebut di internet walau menurut jarak dan biaya sangat sulit terjangkau dikarenakan jarak sangat jauh dan biaya mahal. Sebagai contoh informasi bermanfaat tersebut adalah e-learning, informasi mengenai kesehatan (e-health), informasi mendapatkan literasi, dan sebagainya.
II.9. Aspek Upaya Pencapaian Kecakapan TIK Teknologi baru seperti TIK (perangkat keras) dan aplikasi-aplikasi (perangkat lunak) yang diciptakan akan melahirkan kebutuhan kecakapan baru untuk mengembangkan, mengoperasikan, dan memelihara perangkat keras dan
20 perangkat lunak serta untuk pemanfaatan yang terbaik sesuai kemampuan teknologi tersebut. Sebagai konsekuensinya adalah kemampuan dan pembelajaran kecakapan TIK harus dapat disediakan dan diperoleh.
Saat ini, dalam era teknologi dan informasi, setiap masyarakat harus dapat melaksanakan
sistem
pembelajaran
dan
pelatihan
yang
mampu
untuk
menyediakan dan mendukung kecakapan dasar TIK ini, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Fokus usaha pencapaian kecakapan TIK ini adalah pada aktivitas pembelajaran seumur hidup yang membantu pembelajar tingkat dewasa untuk mengingatkan atau meningkatkan kecakapan yang terkait dengan pekerjaan mereka atau untuk menyiapkan karir baru pada wilayah yang berbeda. Usaha ini dibatasi pada aktivitas
pembelajaran/pelatihan
yang
terkait
dengan
TIK
atau
pembelajaran/pelatihan yang menggunakan TIK (on-line) sebagai alat untuk memperoleh kecakapan, misal melalui e-learning, dan sebagainya.
II.10. Aspek Tingkat Kecakapan TIK Dengan perkembangan TIK yang cepat, dibutuhkan tingkat kecakapan TIK yang selalu dapat mengikuti perkembangannya, minimal untuk memenuhi kebutuhan pekerjaannya atau kebutuhan hidup sehari-harinya. Dengan tingkat kecakapan TIK yang rendah, maka individu tidak dapat mengakses TIK dan memanfaatkan ketersediaan TIK dengan optimal sesuai yang diharapkan. Hal ini berarti bila individu memiliki tingkat kecakapan TIK yang rendah, maka kesenjangan digital masih lebar terjadi. Tetapi sebaliknya, bila individu sudah memiliki tingkat kecakapan TIK yang tinggi, maka dapat mengurangi kesenjangan digital.
21 Pada aspek tingkat kecakapan TIK ini lebih menekankan pada seberapa percaya diri tingkat kemampuan/kecakapan TIK dalam hal memanfaatkan ketersediaan akses TIK, apakah untuk mencari informasi di internet, menggunakan surat elektronik (e-mail), chatting, membuat halaman web, download atau instalasi perangkat lunak, dan sebagainya.
II.11. Analisis Data
II.11.1.
Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Instrumen penelitian harus memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas. Tujuan pengukuran validitas instrumen adalah untuk membuktikan bahwa instrumen penelitian adalah valid sehingga dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen penelitian yang reliabel menunjukkan bahwa instrumen tersebut bersifat ajeg, yaitu instrumen dapat digunakan untuk mengukur obyek yang sama beberapa kali maka hasil yang didapatkan adalah sama atau data yang didapatkan sama.
Untuk pengujian validitas digunakan korelasi Pearson (r). Nomor pertanyaan berperan sebagai variabel bebas, sedangkan skor total pertanyaan berperan sebagai variabel tidak bebas. Selanjutnya skor setiap nomor dikorelasikan dengan skor total. Jika skor korelasi tiap nomor adalah berada di atas t tabel maka item pernyataan/pertanyaan dapat dinyatakan valid.
Untuk pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan metode belah dua dari Sperman Brown, yaitu nomor pertanyaan yang valid dibelah (dibagi) menjadi dua, tanpa melihat ganjil dan genap. Selanjutnya skor kelompok I (belahan pertama) dikorelasikan dengan skor kelompok II (belahan kedua). Hasil pengujian akan reliabel (handal) bila korelasi yang diperoleh bermakna (20).
22 Berikut diberikan rumus-rumusnya : ri =
2rb 1+rb
(II.1)
Dimana : ri
= reliabilitas instrumen
rb
= korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua
II.11.2.
Pembuktian Hipotesis atau Model dengan Korelasi Ganda dan
Regresi Ganda Analisis korelasi ganda berfungsi untuk mencari besarnya pengaruh atau hubungan antara dua variabel bebas (X) atau lebih secara simultan (bersamasama) dengan variabel terikat (Y). Sedangkan analisis regresi ganda adalah suatu alat analisis peramalan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap variabel terikat. Analisis regresi ganda digunakan untuk meramalkan nilai variabel terikat (Y) apabila variabel bebas minimal dua atau lebih (22). Desain penelitian dan rumus korelasi ganda sebagai berikut :
RYX 1 X 2 X 3 X 4 =
b1 ∑ X 1Y +b2 ∑ X 2Y +b3 ∑ X 3Y + b4 ∑ X 4Y
∑Y
2
(II.2)
Dimana : R YX1X2X3X4 = Korelasi antara variabel X1, X2, X3, X4 secara bersama-sama dengan variabel Y ryx1 = Korelasi product moment antara X1 dengan Y ryx2 = Korelasi product moment antara X2 dengan Y ryx3 = Korelasi product moment antara X3 dengan Y ryx4 = Korelasi product moment antara X4 dengan Y rx1x2 = Korelasi product moment antara X1 dengan X2 rx2x3 = Korelasi product moment antara X2 dengan X3 rx3x4 = Korelasi product moment antara X3 dengan X4
23 Rumus korelasi product moment adalah sebagai berikut : rxy =
∑ xy (∑ x y 2
2
(II.3)
)
Persamaan regresi ganda untuk empat variabel bebas adalah : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4
(II.4)
Dimana : Y = Subyek dalam variabel terikat yang diprediksi. a = Harga Y bila X=0 (harga konstan), dimana : a=
(∑ Yi )(∑ X i2 ) − (∑ X i )(∑ X i Yi ) n∑ X i2 − (∑ X i ) 2
(II.5)
b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan peningkatan ataupun penurunan variabel terikat yang didasarkan pada variabel bebas. Bila b ( + ) maka naik, dan bila ( - ) maka terjadi penurunan, dimana : b=r
sy
(II.6)
sx
dimana : r = koefisien korelasi product moment antara variabel X dengan variabel Y sx = simpangan baku variabel Y sy = simpangan baku variabel X atau dapat menggunakan rumus : b=
n∑ X i Yi − (∑ X i )(∑ Yi ) n∑ X i2 − (∑ X i ) 2
(II.7)