BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Film Sebagai Media Massa Film digunakan untuk mencerminkan atau membuat realitas. Cerita yang
terdapat dalam sebuah film dapat terbuat dari fiksi maupun non fiksi. Melalui film , informasi menjadi lebih akurat penyampaiannya. Itu karena film menggunakan media audio visual yang membuatnya menjadi lebih mudah dalam menyalurkan maksud dan isi pesan yang terkandungn didalamnya. Salah satu kelebihan film adalah selain menggunakakn media audio visual atau suara dan gambar, film lebih kuat dalam menyampaikan pesan kepada khalayak yang beraneka ragam, seperti perbedaan kultur dan sosial. Melalui film, penonton bisa dibawa merasakan apa yang diceritakan oleh film tersebut. Bagi para pembuat film, film adalah salah satu wadah untuk menyalurkan ide – ide kreatif. Para khalayak atau penonton film menggunakan film menggunakan lebih dari satu indera karena karakter film yang audio-visual. Para penonton jadi lebih terbawa dalam dimensi parasosial yang dihadirkan lewat film. Pola penggunaan yang seperti ini menjadikan penonton dapat menyamarkan – bahkan menghapus – batas-batas kultural dan sosial (misalnya bahasa) sehingga pesan yang disampaikan lewat
8 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
9
film tetap akan dapat dimengerti oleh penonton. Industri film adalah industri yang tidak ada habisnya. Sebagai media massa, film digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas, atau bahkan membentuk realitas. Rakhmat (2007:51) menjelaskan tanggapan adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Proses yang terjadi antara pembuat film dan penonton menghasilkan reaksi berupa tanggapan. Kognisi berupa kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki tentang film. Motif merupakan latar belakang alasanmenonton film tersebut. Sikap merupakan perilaku setiap individu dalam menonton sebuah film.1
2.2
Film Sebagai Industri Media sebagai industri yang mencari keuntungan tidak terbatas pada media
cetak saja melainkan juga pada film. Film yang memiliki keunggulan dalam hal audio dan visual akan jauh lebih mudah dalam menyampaikan pesan. Pertanyaan yang mengikuti penyampaian nilai melalui film adalah nilai-nilai mana yang dipilih untuk diangkat dan disampaikan ke masyarakat melalui film indonesia. Film sebagai salah satu bentuk media massa juga merupakan industri yang mencari keuntungan. Industri
Rahmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya : Bandung, 2007.
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
10
disini juga tidak bisa lepas dari apa yang disebut dengan media owner atau kepemilikan media.2 Pemilik media massa memilki andil yang sangat besar dalam pembentukan pesan yang disampaikan oleh media, tidak terkecuali media film. Production haouse berwenang untuk menentukan cerita macam apa yang harus ditulis script director. Pemilik media bisa dengan leluasa memasukkan nilai-nilai politik, budaya dan moral yang dianut ke dalam film yang dia kerjakan. Tidak salah jika dikatakan bahwa media massa tidak objektif sebab selalu ada penyampaian pesan yang bias oleh kepentingankepentingan tertentu. Menurut Yanuar Nuugroho, Dinita Andriani Putri dan Shinta Laksmi dalam “Mapping The Landscape Of Media Industry In Contemporary Indonesia”, media massa tidak bisa dipisahkan dari bias kepentingan pemilik media. Semua isu yang dibentuk dan dikembangkan oleh media lebiih bertujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi bagi pemilik media daripada untuk memenuhi kebutuhan publik akan informasi yang benar-benar penting untuk diketahui. ( Nugroho, 2012 : 5) Untuk mencari keuntungan dari penjualan film, rumah produksi memiliki kepentingan dengan mengangkat nilai-nilai dominan dalam masyarakat. Dengan mengangkat nilai-nilai dominan di masyarakat tentu saja film mereka akan disukai dan ditonton oleh banyak orang. Oleh karena itu tidak heran bila di Indonesia sendiri film-film yang berbau islami lebih mudah didapatkan daripada film yang Bonaventura Satya Bharata, S.IP, M.Si. Film Horor dan Roman Indonesia. Buku Litera.Yogyakarta. 2012 hal 84.
2
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
11
menceritakan tentang kehidupan masyarakat Hindu, Budha, Katolik, Kong Hu Chu dan agama-agama lain yang jumlah penganutnya lebih sedikit dibandingkan Islam. Hal serupa juga bisa dikaitkan dengan begitu banyaknya film yang memakai setting di tanah jawa dan kekuasaan jawa atas Indonesia secara keseluruhan telah menyebabkan sentralisasi kebudayaan. (Heryanto, 2012: 13) Dominasi-dominasi dalam film tersebut tidak hanya terdapat pada film bergenre religius, tetapi hampir di semua jenis film termasuk film horor. Film horor Indonesia mulai menunjukkan prestasinya ketika film horor yang dibintangi Suzanna (Beranak Dalam Kubur, 1980-an) ditonton oleh banyak orang dan menjadi film favorit masyarakat indonesia. Pembangunan negeri yang waktu itu belum merata dan masih berpusat di jawa kususnya jakarta menyebabkan jalan cerita, penggambaran sosok hantu dan Setting tempat sangat kental dengan budaya jawa atau kejawen. Misalnya saja pada film Bangkitnya Nyi Roro Kidul (1985) merupakan salah satu film horor terlaris saat itu yang kental dengan istilah njawani sebab mitos nyi Roro Kidul itu sendiri merupakan mitos yang hidup dan berkembang di msayarakat Yogyakarta. Selain dilihat dari asal muasal film tersebut, corak Jawa sangat terlihat dari pakaian adat jawa yang dikenakan oleh Suzanna dalam film resebut.
2.3
Komunikasi Massa
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
12
Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner dalam Rakhmat adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh ahli komunikasi lain, yaitu Gerbner. Menurut Gerbner dalam Rakhmat, komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.SedangkanmenurutRakhmat komunikasi massaa dalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak oleh masyarakat luas. Komunikasi massa memiliki beberapa karakteristik yang dikemukakan oleh para ahli seperti menurut Wright dalam Ardianto. Berikut adalah karakteristik dari komunikasi massa : 1. Ditujukan kepada khalayak yang lebih besar dan heterogen. 2. Pesan disampaikan secara terbuka. 3. Pesan disampaikan secara serentak pada waktu yang sama dan bersifat sekilas ( Media elektronik ). 4. Komunikator biasanya berada di organisasi yang kompleks.
Fungsi komunikasi massa secara umum dikemukakan oleh Efendy dalam Ardianto secara umum yaitu :
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
13
1. Fungsi Informasi Fungsi memberikan informasi ini diartikan bahwa media massa adalah penyebar informasi bagi pembaca, pendengar atau pemirsa. Berbagai informasi
dibutuhkan
olehk
halayak
media
massa
yang
bersangkutan sesuai dengan kepentingannya. 2. Fungsi Pendidikan Media massa banyak menyajikan hal-hal yang sifatnya mendidik seperti melalui pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan yang berlaku kepada pemirsa, pendengar atau pembaca. 3. Fungsi Memengaruhi Media massa dapat memengaruhi khalayaknya baik yang bersifat pengetahuan
(cognitive), perasaan (affective), maupun
tingkahlaku (conative).
2.4
Definisi Film Film memiliki pengertian yang beragam, tergantung sudut pandang orang
yang membuat definisi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa pada tahun 2008, film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif. Film juga diartikan sebagai lakon gambar hidup.3 Definisi film menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1992 tentang PERFILMAN adalah
3
Teguh Trianton, Film Sebagai Media Belajar, Graha Ilmu, Yogyakarta. 2013, Hal : 1.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
14
a) Bahwa film sebagai media komunikasi massa pandang – dengar mempunyai peranan penting bagi pengembangan budaya bangsa sebagai salah satu aspek peningkatan ketahanan nasional dalam pembangunan nasional, b) Bahwa perfilman yang merupakan rangkaian kegiatan yang mendukung peranan film tersebut diatas memerlukan sarana hukum dan upaya yang lebih memadai bagi pembinaan dan pengembangan perfilman Indonesia;
Kemudian menurut UU no.23 tahun 2009 tentang perfilman, pasal 1menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.4 Dalam kamus komunikasi halaman 134, disebutkan; film adalah media yang bersifat visual atau audio visual untuk menyampaikan pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul disuatu tempat. Kamus komunikasi ini ditulis oleh Effendy dan diterbitkan oleh PT.Remaja Rosdakarya, Bandung pada tahun 1989. Nama lengkap penulis kamus ini adalah Onong Uchjana Effendy. Ada pula pendapat dari Heru Effendy. Dia menulis buku berjudul Mari Membuat Film, Panduan Menjadi Produser, penerbit yayasan konfiden, jakarta. Dalam buku yang terbit tahun 2002 ini, disebutkan bahwa film merupakan media untuk merekam gambar yang menggunakan bahan seluloid sebagai bahan dasarnya. 4
Ibid, hal 1.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
15
Sebenarnya masih ada banyak sekali batasan mengenai film yang ditinjau dari berbagai perspektif atau sudut pandang. Semua definisi itu benar, sehingga kita tidak perlu mempermasalahkannya. Ada ahli yang memberi definisi film berdasarkan jenisnya, berdasarkan tema, berdasarkan durasi tayang, dan lain-lain. Semakin banyak definisi membuat kita semakin kaya akan pengetahuan konsep tentang film. Kesimpulannya, secara normatif kita dapat mengambil definisi film menurut UU perfilman tadi. Jadi tidak ada kesimpulan, kesimpulan dapat kita buat sendiri selama tidak bertentangan dengan norma tentang film.
2.4.1
Karakteristik Film Tujuan menonton film yang utama adalah ingin memperoleh hiburan. Artinya
film berfungsi sebagai hiburan. Namun, didalam film juga terkandung fungsi normatif, edukatif dan persuasif. Fungsi-fungsi ini akan berjalan dengan baik, karena film memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan media pendidikan lain yang konvensional. Tentang karakteristik film yang terdapat di buku Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Buku yang ditulis oleh Ardianto atau Elvinaro Ardianto bersama Lukiati Erdinayaini terbit tahun 2004. Menurut kedua penulis, setidaknya ada empat
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
16
karakteristik film, yaitu : (a) layar yang luas, (b) pengambilan gambar atau shot, (c) konsentrasi penuh, dan (d) identifikasi psikologis.5 Berikut adalah penjelasan dari keempat karakteristik film diatas : a) Layar Yang Luas Maksudnya adalah bahwa film memberikan keleluasaan pada penonton untuk menikmati scene atau adegan-adegan yang disajikan melalui screen atau layar. Dengan dukungan kemajuan teknologi multi media, keleluasaan dalam menikmati film kian nyata. Teknologi layar tiga dimensi (3D) adegan dalam film terasa lebih nyata. b) Pengambilan Gambar atau Shot Visualisasi scene pada film dibuat sedekat mungkin menyamai realitas peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu pengambilan gambar dilakukan secara menyeluruh atau disebut panaromic shot dan extreme long shot
atau
pengambilan gambar dari jarak jauh. Dua teknik ini dipakai untuk memberikan kesan artistik dan memberi gambaran suasana yang sesungguhnya.
c) Konsentrasi Penuh
5
Dr.Elvinaro Ardianto, M.Si, Dra.Lukiati Komala,M.si, Dr.Siti Karlinah S. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Simbiosa Rekatama Media, Bandung: 2012, hal 145.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
17
Maksudnya adalah aktifitas menonton film dengan sendirinya akan mengajak penonton dalam konsentrasi yang penuh pada film. Karakteristik ini berlaku untuk film-film yang diputar di bioskop. Dalam gedung bioskop, kita terbebas dari gangguan hiruk pikuk serta dari luar gedung atau suara suara di luar suara dalam film. d) Identifikasi Psikologis Pada saat kita menonton film, semua mata hanya tertuju pada layar, sementara pikiran dan perasaan kita tertuju pada alur cerita. Dengan begitu emosi kita akan terbawa dan terlibat dalam suasana.
2.4.2
Fungsi Film Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama adalah
ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal ini pun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building (Effendy, 1981: 212). Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi film-film sejarah yang objektif,
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
18
atau film dokumenter dan film yang diangkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang.6 Sebagai salah satu nilai yang dapat memuaskan kebutuhan kita sebagai manusia. Khususnya sebagai pemenuhan kebutuhan psikologis dan spiritual dan kehidupannya. Kumpulan gambar yang artistik dan bercerita sering menghibur melalui pesan-pesan yang disampaikan oleh sebuah film. Adapun film memiliki tiga fungsi, sebagai penerangan, pendidikan dan hiburan.7 1) Sebagai alat penerangan, dalam film segala informasi yang disampaikan baik secara audio maupun visual memberikan pesan sehingga dapat dengan mudah dimengerti dan menjadi semacam alat untuk penerangan suatu hal yang masih kabur. 2) Sebagai alat pendidikan, film dapat memberikan contoh suatu peragaan yang bersifat mendidik serta tauladan dalam masyarakat serta film mampu memberikan tontonan perbuatan-perbuatan yang baik dengan baik. 3) Sebagai alat untuk menghibur, film juga bisa memberikan hiburan yang bisa mensejahterakan rohani manusia. Karena ketika menonton sebuah film, maka pada saat itulah terdapat kepuasan batin untuk melihat secara visual dengan didukung oleh audio serta pembinaan kebudayaan.
6
Ibid. Hal 145 Fajar Nugroho. Cara Pintar Bikin Film Dokumenter. PT.Buku Kita, Jakarta : 2007, hal 145.
7
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
19
2.4.3
Unsur-Unsur Dalam Film Produksi film melibatkan sejumlah keahlian tenaga kreatif yang menghasilkan
bahsa film yang harus dikenali karena film bercerita tentang kehidupan dan segala hal di dunia, sehingga penting untuk mengenali dan memahami teknik-teknik visual dan unsur-unsur film sebagai berikut:8 1) Sutradara Sutradara memiliki tanggung jawab yang meliputi aspek-aspek kreatif, baik interpretatif maupun teknis dari sebuah produksi film. Sutradara juga harus mampu membuat film dengan wawasan serta keartistikan untuk mengontrol film dan awal produksi hingga tahap penyelesaian. 2) Penulis Skenario Skenario film harus disampaikan dalam deskripsi visual dan harus mengandung ritme adegan beserta dialog yang selaras dengan tuntutan sebuah film. 3) Penata Fotografi Penata fotografi atau juru kamera bekerja sama dengan sutradara untuk menentukan jenis shot, jenis lensa, membuat komposisi dari subjek yang hendak direkam.
8
Asrul Sani. Cara Menilai Sebuah Film. Yayasan Citra. Jakarta : 1986. Hal 30.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
20
4) Penyunting Seorang editor bertugas menyusun hasil syuting hingga membentuk pengertian cerita agar sempurna dan mendapatkan isi yang diinginkan.
2.4.4
Jenis Film Sebagai seorang komunikator adalah penting untuk mengetahui jenis-jenis
film agar dapat memanfaatkan film tersebut sesuai dengan karakteristiknya. Film dapat dikelompokkan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter, dan film kartun.9 a) Film Cerita Adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan. b) Film Berita Adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita. Kriteria berita itu adalah penting dan menarik.
9
Dr.Elvinaro Ardianto, M.Si, Dra.Lukiati Komala,M.si, Dr.Siti Karlinah S. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Simbiosa Rekatama Media, Bandung: 2012, hal 148.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
21
c) Film Dokumenter Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan” (creative treatment of actuality). Berbeda dengan film berita yang merupakan rekaman kenyataan, maka film dokumenter merupakan hasil interpretrasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut. d) Film Kartun Film kartun (cartoon film) dibuat untuk konsumsi anak-anak. Dapat dipastikan, kita semua mengenal tokoh donal bebek, putri salju, cinderela, miki si tikus yang diciptakan oleh seniman Amerika Walt Disney.
2.5
Film Horor Film horor biasanya menyajikan cerita yang bersifat mistis seperti hantu,
dukun santet, ilmu hitam dan arwah. Film yang dibuat dalam adegan mengerikan akan membuat jantung berdebar-debar dan bulu kuduk merinding begitu saja. Seharusnya tidak menyajikan adegan erotis yang mempertontonkan bagian-bagian tubuh wanita. Realita yang ada dalam film horor Indonesia justru menyajikan adegan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
22
diranjang dan dikamar mandi yang menjurus kearah pornografi. Karl Heider dalam bukunya Indonesian Cinema, National Culture On Screen (Heider, 1994:44) menyatakan bahwa film horor indonesia pada masa orde baru tidak bisa dilepaskan dari tiga hal, yaitu komedi, seks dan religi. Ketiganya menjadi formula yang ampuh yang membuat film horor digemari penontonnya.10
2.6
Definisi Makna Makna adalah sebuah proses yang aktif. Para ahli semiotik menggunakan kata
kerja seperti : menciptakan, memunculkan atau negosiasi mengacu pada proses ini. Negosiasi mungkin merupakan istilah yang paling berguna yang mengindikasikan hal-hal seperti kepada – dan – dari, memberi – dan menerima antara manusia/orang dan pesan. Makna adalah hasil interaksi dinamis antara tanda, konsep mental dan objek: muncul dalam konteks historis yang spesifik dan mungkin berubah seiring dengan waktu.11 Dari mana datangnya makna ? “makna ada dalam diri manusia,” kata DeVito. Menurutnya, makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. “kita”, lanjut DeVito, “menggunakankata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi, kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudnkan. Demikian pula, makna yang didapat 10 11
Bonaventura Satya Bharata, Film Horor & Roman Indonesia, Buku Litera hal 2. Fiske John. Penghantar Ilmu Komunikasi. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta: 2012 Hal 76-77.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
23
pendengar dari pesan-pesan kita akan sangat berbeda dengan makna yang kita ingin komunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi, di benak pendengar, apa yang ada dalam benak kita. Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah” (DeVito, 1997:123-124).12 Semua ahli komunikasi, seperti dikutip Jalaludin Rakhmat (1996), sepakat bahwa makna kata sangat subjektif. Words dont mean, people mean. Sekiranya ada buku yang menyampaikan makna secara objektif, orang akan menunjuk kamus. Seorang penyusun kamus hanya menghimpun makna yang ia temukan dalam pemakaian; dalam percakapan atau tulisan. Istvan Meszaros pernah menggunakan program word finder thesaurus untuk menemukan makna “concervative”, “liberal”, dan “revolutionary”. Dengan sangat mengejutkan ia menemukan bahwa kamus pun ternyata menyajikan makna secara subjektif.13
2.6.1
Makna (Denotatif dan Konotatif) Kita sering kali menggunakan makna tetapi sering kali pula kita tidak
memikirkan makna itu. Ketika kita masuk ke dalam sebuah ruangan dengan parabotan, disana muncul sebuah makna. Seseorang sedang duduk di sebuah kursi dengan mata tertutup dan kita mengartikan bahwa ia sedang tidur dalam kondisi lelah. Seseorang tertawa dengan kehadiran kita dan kita mencari makna; apakah ia 12 13
Drs.Alex Sobur, M.Si. Analisis Isi Teks Media. PT.Remaja Rosdakarya. Bandung : 2012, hal 20 Ibid, hal 20.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
24
mentertawai kita atau mengajak kita tertawa? Seorang kawan menyeberang jalan dan melambaikan tangannya ke arah kita, hal itu berarti ia menyapa kita. Makna dalam satu bentuk atau bentuk lainnya, menyampaikan pengalaman sebagian besar umat manusiadi semua masyarakat. Menggigil bisa diartikan dan dapat pula menjadi simbol ketakutan, kegembiraan atau yang lainnya. Mencengkram gigi, mengerdipkan mata, menganggukan kepala, menundukan tubuh, atau melakukan gerakan lain yang memungkinkan, semuanya dapat merupakan simbol. Salah satu cara yang digunakan para pakar untuk membahas lingkup makna yang lebih besar adalah dengan membedakan makna denotatif dan makna konotatif.14 Spradley (1997: 122) menjabarkan makna denotatif meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata. Piliang (1998: 14) mengartikan makna denotatif adalah hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam pertandaan tahap denotatif. Misalnya ada gambar manusia, binatang, pohon, rumah. Warnanya juga dicat seperti merah, kuning , biru , putih dan sebagainya. Pada tahapan ini hanya informasi data yang disampaikan. Spradley (1997: 123) menyebut makna konotatif meliputi semua signifikasi sugestif dari simbol yang lebih daripada arti referensialnya. Menurut Piliang (1998: 17), makna konotatif meliputi aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan gambar wajah orang tersenyum dan dapat diartikan sebagai suatu keramahan dan kebahagiaan. Tetapi sebaliknya, bisa saja
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, Jalasutra, Yogyakarta. 2008. Hal 20.
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
25
tersenyum diartikan sebagai ekspresi penghinaan terhadap seseorang. Untuk memahami makna konotatif, maka unsur-unsur yang lain harus dipahami pula.15
2.7
Mitos Mitos adalah suatu informasi yang sebenarnya salah tetapi dianggap benar
karena telah beredar dari generasi ke generasi. Begitu luasnya suatu mitos beredar di masyarakat sehingga masyarakat tidak menyadari bahwa informasi yang diterimanya itu tidak benar. Karena begitu kuatnya keyakinan masyarakat terhadap suatu mitos tentang suatu hal, sehingga mempengaruhi perilaku masyarakat. Mitos adalah cerita rakyat yang di tokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang punya cerita atau penganutnya. Mitos juga disebut mitologi, yang kadang diartikan mitologi adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan bertalian dengan terjadinya tempat, alam semesta, para dewa, adat istiadat dan konsep dongeng suci. Mitos juga merujuk kepada satu cerita dalam sebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu peristiwa yang pernah terjadi pada masa dahulu. Jadi, mitos adalah cerita tentang asal-usul alam semesta, manusia atau bangsa yang diungkapkan dengan cara-cara gaib dan mengandung arti yang dalam. Mitos juga mengisahkan Ibid. Hal 20.
15
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
26
petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, kisah perang mereka dan sebagainya. Mengapa mitos dipercaya? Sebab masyarakat beranggapan mitos sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat tradisional yang masih sangat kental budaya kedaerahannya.
2.8
Konstruksi Realitas Istilah konstruksi sosial atau realitas (social construction of reality), menjadi
terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter.L Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul, The Social Construction Of Reality : A Treatise In The Sociology Of Knowlege (1966). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.16 Media bukan hanya memberikan informasi dan hiburan tapi juga memberikan pengetahuan kepada khalayak sehingga proses berfikir dan menganalisis suatu berkembang pada akhirnya membawa pada suatu kerangka berfikir sosial bagi terbentuknya sebuah kebijakan publik yang merupakan implikasi dari proses yang dilakukan elemen-elemen tersebut. Ini merupakan bagian bagaimana media merekonstruksi realitas sosial di masyarakat. 2.8.1 16
Konstruksi Realitas Oleh Media Massa
Apriadi Tamburaka. Agenda Setting Media Massa. PT.Raja Grafindo Persada. 2012. Jakarta Hal: 75
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
27
Prinsip dasar dari National Association For Media Literay Education’s (2007) adalah sebagai berikut : a. Semua pesan media “dibangun”. b. Setiap media memiliki karakteristik, kekuatan, dan keunikan “membangun bahasa” yang berbeda. c. Pesan media diproduksi untuk suatu tujuan. d. Semua pesan media berisi penanaman nilai dan tujuan yang ingin dicapai. e. Manusia menggunakan kemampuan, keyakinan, dan pengalaman mereka untuk membangun sendiri arti pesan media. f. Media dan pesan media dapat mempengaruhi keyakinan, sikap, nilai, perilaku dan proses demokrasi.17 Pesan berupa berita, liputan khusus, film atau sebagainya merupakan sesuatu yang dibangun dan dibentuk oleh media untuk suatu tujuan tertentu. Ada motif dibalik setiap pesan yang ditampilkan yakni ada nilai-nilai yang ingin ditanamkan dalam benak para pemirsa televisi dan pembaca surat kabar. Karena pada hakikatnya manusia memiliki pengharapan dan kemampuan menyerap pesan itu secara kognisi. Perubahan kognitif dalam pikiran individu dapat mempengaruhi pula perubahan sikap dan perilaku kita dalam memandang dan memahami dunia ini.
2.9 17
Semiotika
Ibid. Hal 84.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
28
Secara etimologi, istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.18 Sedangkan secara terminologi, semiotika dapat diidentifikasi sebagai ilmu yang mempelajari secara luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh budaya sebagai tanda. Pada dasarnya, analisis semiotika merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh. Sesuatu yang dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi/wacana tertentu. Analisisnya bersifat pragmatic dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi dibalik sebuah teks. Maka orang sering mengatakan semiotika adalah upaya menemukan makna “berita dibalik berita”.19 Semiotika adalah studi mengenai tanda, atau cara-cara tanda digunakan dalam menafsirkan peristiwa-peristiwa. Semiotika melihat pada cara pesan disusun, jenisjenis tanda yang digunakan, dan makna dari tanda-tanda yang dimaksudkan dan dipahami oleh produsen dan konsumen. Pendeknya, semiotika merupakan sebuah alat untuk menganalisis apa makna isi pesan media.20 Manusia selain berkomunikasi melalui bahasa verbal juga menggunakan tanda-tanda pada bahasa tubuh. Tanda-tanda (sign) adalah basis atau dasar dari seluruh komunikasi pada pakar komunikasi. Little John yang terkenal dengan 18
Indiwan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi. Mitra Wacana media. Jakarta. 2011. Hal 5. Ibid. 20 Heru Puji Winarso. Sosiologi Komunikasi Massa. Prestasi Pustaka. Jakarta: 2005. Hal 62. 19
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
29
bukunya “Theories On Human Behaviour” (1996). Menurutnya, manusia dengan perantara tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya dan banyak hal yang bisa dikomunikasikan di dunia ini.21 Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi yaitu pengirim, penerima kode, atau sistem tanda, pesan, saluran komunikasi dan acuan yang dibicarakan.
2.9.1
Semiotika Roland Barthes Selain Pierce dan Saussure masih terdapat beberapa nama tokoh lain yang
telah memberikan kontribusi bagi perkembangan analisis semiotik, salah satu diantaranya adalah Roland Barthes. Pemikiran Barthes tentang semiotika dipengaruhi oleh Saussure. Kalau Saussure mengintrodusir istilah signifier dan signified berkenaan dnegan lambang-lambang atau teks dalam suatu paket pesan maka barthes menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk menunjuk tingkatan-tingkatan makna. Makna dari denotasi adalah makna tingkat pertama yang bersifat objektif (first order) yang dapat diberikan terhadap lambang-lambang, yakni dengan mengaitkan secara langsung antara lambang dengan realitas atau gejala yang ditunjuk. Kemudian makna konotasi adalah makna-makna yang dapat diberikan pada
21
Arthur Asa Berger. Penghantar Semiotika. Tiara Wacana. Yogyakarta: 2010. hal 6.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
30
lambang-lambang dengan mengacu pada nilai-nilai budaya yang karenanya berada pada tingkatan kedua (second order).22 Semiotika atau dalam istilah Barthes semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana manusia memaknai hal-hal. Memaknai dalam hal ini tidak dapat mencampuradukkan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179;Kurniawan,2001:53).23 Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Saat menggunakan versi yang jauh lebih sederhana saat membahas tandatanda glossematic. Barthes mengabaikan dimensi bentuk dan substansi. Barthes mendefinisikan sebuah tanda (sign) sebagai sebuah sistem yang terdiri dari (E) sebuah ekspresi atau Signifier dalam hubungannya (R) dengan content (atau signified) C:ERC.24 Barthes menulis :25 Such sign system can become an element of a more comprehensive sign system. If the extension is one of content, the primary sign (E2R2C1) become the expression of a secondary sign system :
22
Pawito, Ph.D, Penelitian Komunikasi Kualitatif, LkiS Yogyakarta: 2007. Hal 163. Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. PT.Remaja Rosdakarya: 2009. Hal 15. 24 Indiawan Seto Wahyu Wibowo.Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktris bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Mitra Wacana Media. Jakarta: 2011. Hal 16. 25 Ibid. hal 16. 23
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
31
E2 = (E1 R1 C1) R2 C2 Dengan begitu, Primary sign adalah denotative sedangkan secondary sign adalah dari conotative semiotics. Konsep konotative inilah yang menjadi kunci paling penting dari model semiotika Roland Barthes.26 Signifier
Signified
(penanda)
(petanda)
Denotative Sign
Conotative Signified
(tanda denotatif)
(petanda konotatif)
Conotative Signifier
Conotative Signified
(petanda konotatif)
(petanda konotatif)
Conotative Sign ( tanda konotatif) Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara Signifier (ekspresi) dan signified(content)
didalam
sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Itu yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign). Konotasi adalah istilah yang digunakan Bartthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari
26
Ibid.hal 17.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
32
kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan makna konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya. Konotasi bekerja dalam tingkat subjhektif sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca dengan mudah sekali membaca makna konotatif sebagai tanda denotatif. Karena itu, salah satu tujuan analisis semiotika adalah untuk menyediakan metode analisis dan kerangka berfikir dan mengatasi terjadinya salah baca (missreading) atau salah dalam mengartikan makna suatu tanda.
2.9.2
Mitos Roland Barthes Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai
suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka denotasi tersebut akan menjadi mitos. Mitos adalah suatu wahana dimana suatu ideologi terwujud. Mitos dapat berangkai menjadi mitologi yang memainkan peranan penting dalam kesatuan-kesatuan budaya.27
27
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi. Mitra Wacana Media. Jakarta : 2011, hal 17
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
33
Mitos juga dapat berarti rujukan bersifat kultural yang digunakan untuk menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk dengan lambang-lambang penjelasan mana yang notabene adalah makna konotatif dari lambang-lambang yang ada dengan mengacu sejarah. Dengan kata lain, mitos berfungsi sebagai deformasi dari lambang yang kemudian menghadirkan makna-makna tertentu dengan berpijak pada nilainilain sejarah dan budaya masyarakat. Bagi Barthes, teks merupakan konstruksi lambang-lambang atau pesan yang pemaknaannya tidak cukup hanya dengan mengaitkan signifier dengan signified semata sebagaimana disarankan oleh Saussure, namun juga harus dilakukan dengan memerhatikan susunan dan isi dari lambang.28
28
Pawito, Ph.D, Penelitian Komunikasi Kualitatif. LkiS Yogyakarta: 2007. Hal 164.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z