BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Menurut Notoatmodjo (2010:50) Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). 2.1.2 Tingkat Pengetahuan Notoatmodjo (2010:50-52) Secara garis besarnya pengetahuan dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu: 1) Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati seseuatu. 2) Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui. 3) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4) Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obek tertentu. 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan (Anonim, 2010) 1) usia Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Nursalam & Siti Pariani 2000:134). 2) Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap orang lain menuju ke arah suatu cita–cita tertentu (Suwono, 1992) jadi
dapat dikatakan bahwa pendidikan itu menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula menerima pengetahuan yang dimilikinya (Nursalam & Pariani 2000:133). 3) Pekerjaaan Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan dan kehidupan keluargannya (Nursalam & Pariani 2000:133). 4) sosial ekonomi Tingkat
sosial
ekonomi
terlalu
rendah
sehingga
tidak
begitu
memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan karena lebih memikirkan kebutuhan- kebutuhan lain yang lebih mendesak (Efendi Nasrul, 1998:248). 2.1.4 Sumber Pengetahuan Manusia 1) Tradisi Dengan adat istiadat kita dan profesi keperawatan beberapa pendapat diterima sebagai sesuatu yang benar. Banyak pertanyaan terjawab dan banyak permasalahan dapat dipecahkan berdasarkan suatu tradisi. Tradisi adalah suatu dasar pengetahuan di mana setiap orang tidak dianjurkan untuk memulai mencoba memecahkan masalah. Akan tetapi tradisi mungkin terdapat kendala untuk kebutuhan manusia karena beberapa
tradisi begitu melekat sehingga validitas, manfaat, dan kebenarannya tidak pernah dicoba/diteliti. 2) Autoritas Dalam masyarakat yang semakin majemuk adanya suatu autoritas seseorang dengan keahlian tertentu, pasien memerlukan perawat atau dokter dalam lingkup medik. Akan tetapi seperti halnya tradisi jika keahliannya tergantung dari pengalaman pribadi sering pengetahuannya tidak teruji secara ilmiah. 3) Pengalaman Seseorang Kita semua memecahkan suatu permasalahan berdasarkan obsesi dan pengalaman sebelumnya, dan ini merupakan pendekatan yang penting dan bermanfaat. Kemampuan untuk menyimpulkan, mengetahui aturan dan membuat prediksi berdasarkan observasi adalah penting bagi pola penalaran manusia. Akan tetapi pengalaman individu tetap mempunyai keterbatasan pemahaman : a) setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk membuat kesimpulan yang valid tentang situasi, dan b) pengalaman seseorang diwarnai dengan penilaian yang bersifat subyektif. 4) Trial dan Error Kadang-kadang kita menyelesaikan suatu permasalahan keberhasilan kita dalam menggunakan alternatif pemecahan melalui coba dan salah. Meskipun pendekatan ini untuk beberapa masalah lebih praktis sering
tidak efisien. Metode ini cenderung mengandung resiko yang tinggi, penyelesaiannya untuk beberapa hal mungkin “idiosyentric”. 5) Alasan yang Logis Kita sering memecahkan suatu masalah berdasarkan proses pemikiran yang logis. Pemikiran ini merupakan komponen yang penting dalam pendekatan ilmiah, akan tetapi alasan yang rasional sangat terbatas karena validitas alasan deduktif tergantung dari informasi dimana seseorang memulai, dan alasan tersebut mungkin tidak efisien untuk mengevaluasi akurasi permasalahan. 6) Metode Ilmiah Pendekatan ilmiah adalah pendekatan yang paling tepat untuk mencari suatu kebenaran karena didasari pada pengetahuan yang terstruktur dan sistematis serta dalam mengumpulkan dan menganalisa datanya didasarkan pada prinsip validitas dan reliabilitas. (Anonim, 2010) 2.2 Posyandu 2.2.1 Pengertian Posyandu adalah suatu wadah komunikasi ahli teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dan keluarga yang dilaksanakan oleh masyarakat, dari masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan, yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini dalam rangka pembinaan kelangsungan hidup anak
(Child Survival) yang ditunjukan untuk menjaga kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan ibu sampai usia balita (Fallen, 2010:43). Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang di kelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar/sosial dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi (Kemenkes, 2011:7). Posyandu yang terintegrasi adalah kegiatan pelayanan sosial dasar keluarga dalam aspek pemantauan tumbuh kembang anak. Dalam pelaksanaanya dilakukan secara koordinatif dan integratif serta saling memperkuat antar kegiatan dan program untuk kelangsungan pelayanan di posyandu sesuai dengan situasi/kebutuhan lokal yang dalam kegiatannya tetap memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat (Kemenkes, 2011:3). 2.2.2 Sasaran dan Fungsi Dalam buku modul pelatihan kader posyandu, sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat terutama: a. Bayi ; b. Anak balita ; c. Ibu hamil, ibu nifas, dan ibu menyusui ; d. Pasangan usia subur (PUS).
Sedang dari segi Fungsi, posyandu berfungsi sebagai berikut : a. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan AKI, AKB, AKABA. b. Sebagai wadah untuk mendekati pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI, AKB, dan AKABA. 2.2.3 Manfaat Posyandu a. Bagi masyarakat 1) Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan dan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI, AKB, dan AKABA. 2) Memperoleh layanan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan terutama terkait kesehatan ibu, bayi dan anak balita. 3) Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar terpadu dan pelayanan sosial dasar sektor lain. b. Bagi kader dan tokoh mayarakat 1) Mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan AKI, AKB, dan AKABA. 2) Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI, AKB, dan AKABA.
c. Bagi puskesmas 1) Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan perorangan primer dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer. 2) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan sesuai kondisi tempat. 3) Mendekati akses pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat. d. Bagi sektor lain 1) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan dan sosial dasar lainnya, terutama yang terkait dengan upaya penurunana AKI, AKB, dn AKABA. 2) Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi masing-masing sektor. 2.2.4 Pengorganisasian a. Struktur organisasi Struktur organisasi posyandu ditetapkan oleh musyawarah masyarakat pada saat pembentukan posyandu. Struktur organisasi minimal terdiri dari ketua, sekertaris, dan bendahara serta kader poyandu yang merangkap sebagai anggota. Struktur organisasi bersifat fleksibel, sehinggah dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, kondisi, permasalahan dan kemampuan sumberdaya.
b. Pengelola posyandu Pengelola poyandu adalah unsur masyarakat, lembaga kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga mitra pemerintah, dan dunia usaha yang dipilih, bersedia, mampu, dan memiliki waktu dan kepedulian terhadap pelayanan sosial dasar masyarakat di posyandu. Kriteria pengelola posyandu antara lain : 1) Sukarelawan dan tokoh masyarakat setempat 2) Memilki
semangat
pengabdian, berinisiatif tinggi
dan mampu
memotivasi masyarakat 3) Bersedia bekerja sukarela bersama masyarakat. c. Kader posyandu Kader posyandu adalah anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memilki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu secara sukarela (Kemenkes, 2011:12) Menurut Kemenkes (2011:36-40) Tugas kader posyandu dalam rangka menyelenggarakan posyandu, dibagi dalam 3 kelompok yaitu : 1) Sebelum hari buka posyandu a) Melakukan persiapan penyelengggaraan kegiatan posyandu. b) Menyebarluaskan informasi tentang hari buka posyandu melalui pertemuan warga setempat atau surat edaran. c) Melakukan pembagian tugas antar kader, meliputi kader yang menangani pendaftaran, penimbangan, pencatatan, penyuluhan,
pemberian makanan tambahan, serta pelayanan yang dapat dilakukan oleh kader. d) Kader melakukan koordinasi dengan petugas kesehatan atau petugas kesehatan lainnya. e) Menyiapkan bahan pemberian makanan tambahan dan penyuluhan. Bahan penyuluhan sesuai dengan permasalahan yang ada yang dihadapi oleh para orang tua di wilayah kerjanya serta disesuaikan dengan metode penyuluhan. f) Menyiapkan buku-buku catatan kegiatan posyandu. 2) Saat hari buka posyandu a) Melakukan pendaftaran, meliputi pendaftaran balita, ibu hamil, ibu nifas, ibu menyususui dan sasaran lainnya. b) Pelayanan kesehatan ibu dan anak. c) Membimbing orang tua melakukan pencatatan terhadap berbagai hasil pengukuran dan pemantauan kondisi anak balita. d) Melakukan penyuluhan tentang pola asuh anak balita, agar anak tumbuh sehat, cerdas, aktif, dan tanggap. Dalam kegiatan ini kader bisa memberikan layanan konsultasi, konseling, diskusi kelompok dan demonstrasi dengan orang tua atau keluarga anak balita. e) Memotivasi orang tua balita agar terus melakukan pola asuh yang baik pada anaknya, dengan menerapkan prinsip asah, asih, asuh.
f) Menyampaikan penghargaan kepada orang tua yang telah datang keposyandu dan minta mereka untuk kembali pada hari posyandu berikutnya. g) Menyampaikan informasi pada orang tua agar menghubungi kader apabila ada permasalahan yang terkait dengan anak balitanya, jangan segan atau malu. h) Melakukan pencatatan kegiatan yang telah di lakukan pada hari buka poyandu. 3) Sesudah hari buka poyandu a) Melakukan kunjungan rumah pada balita yang tidak hadir pada hari buka posyandu, pada anak yang kurang gizi, atau pada anak yang mengalami gizi buruk rawat jalan, dan lain-lain. b) Memotivasi masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan dalam rangka meningkatkan gizi keluarga, menanam obat keluarga, membuat tempat bermain anak yang aman dan nyaman. c) Melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat, pimpinan wilayah untuk menyampaikan atau menginformasi hasil kegiatan posyandu serta mengusulkan dukungan agar posyandu dapat terus berjalan dengan baik. d) Menyelenggarakan
pertemuan-pertemuan,
komunikasi dengan masyarakat. e) Mempelajari sistem informasi posyandu.
diskusi
atau
forum
Ada beberapa jenis kegiatan yang dilakukan kader dalam memberikan pelayanan di posyandu, yaitu: 1) Melakukan pendataan atau pemetaan anak balita di wilayahnya. 2) Menggerakkan dan memotivasi keluarga yang punya anak balita untuk datang dan mendapatkan pelayanan poyandu. 3) Memberitahu waktu buka posyandu, lokasi poyandu, jenis layanan yang bisa diterima sasaran, petugas pemberi layanan, manfaat apabila membawa anaknya ke posyandu, dan lain-lain. 4) Menyiapkan sarana dan prasarana, buku catatan, bahan bahan penyuluhan, mungkin juga makanan yang akan di bagikan pada anak balita dan lain-lain. 5) Memberikan pelayanan anak balita di posyandu secara rutin. Sasaranya adalah orang tua dan keluarga anak balita, serta anak balita itu sendiri. 6) Melakukan pencatatan kegiatan pelayanan posyandu. Peran kader lainnya adalah melakukan pencatatan dan pelaporan. 7) Membuat dokumentasi kegiatan posyandu. 8) Menyusun program kerja/rencana aksi untuk kegiatan berikutnya. 9) Penyusunan rencana aksi dibuat secara lebih rinci dan jelas, meliputi jenis kegiatan , tujuan, sasaran, peran dan tanggung jawab berbagai pihak yag terlibat, serta waktu pelaksanaan kegiatan. Peran kader dalam memberikan layanan pada anak balita meliputi :
1) Mengajak atau membimbing orang tua mengenali kondisi anak balita, dengan jalan: a) Mendampingi orang tua untuk menimbang anaknya. b) Mendampingi orang tua untuk mengukur tinggi badan anak balitanya dan mencatat hasil pengukurannya. Dengan bertambahnya umur, maka bertambanh tinggi pula badan anak tersebut. Hasil pengukuran tinggi badan digunakan untuk menilai status anak. c) Mendampingi orang tua untuk mengukur lingkar kepala anak balitanya dan mencatat hasil pengukurannya. Hasil pengukuran lingkar kepala, merupakan indikator perkembangan otak anak. d) Melakukan pemantauan terhadap status imunisasi pada anak serta pemberian suplemen makanan atau vitamin (vitamin A) e) Mengajak atau membimbing orang tua mengenali kondisi keaktifan anak balita, dengan jalan memberikan stimulasi dan melihat respon anak tersebut. f) Mengajak atau membimbing orang tua mengenali kondisi anak balitanya dalam merespon keadaan lingkungan sekitar. 2) Melakukan penyuluhan atau menyampaikan informasi tentang pola asuh anak balita. 3) Membimbing orang tua untuk melakukan stimulasi yang sesuai dengan usia anak, agar anak menjadi sehat, cerdas dan aktif.
4) Melakukan rujukan pada anak balita yang bermasalah dengan menghubungi petugas yang ahli. Rujukan dilakukan agar anak mendapat penanganan yang lebih baik dari petugas yang ahli di bidangnya. Rujukan sebaiknya dilakukan oleh kader, sedini mungkin, artinya
setelah
mengetahui ada masalah hendaknya segera di rujuk. Rujukan dilakukan berdasarkan hasil pemantauan terhadap adanya permasalahan pada anak, maupun karena pola asuh orang tua yang tidak sesuai. 5) Melakukan pemantauan pasca rujukan. Peran kader disini adalah membimbing dan memantau pola asuh yang dilakukan ibu atau keluarga, setelah rujukan. 2.3 Gizi Kurang Kata gizi berasal dari Bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan. Menurut dialek mesir, ghidza dibaca ghizi. Selain itu sebagian orang menerjemahkan nutrition dengan mengejanya sebagai “nutrisi”. Terjemahan ini terdapat dalam kamus umum Bahasa Indonesia Badudu-Zain tahun 1994 (Ari Yuniastuti, 2008:1). Menurut Almatsier (2001: 4) mendefenisikan status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang berdasarkan pada data antropometri serta biokimia (Beck dalam Catur Rahman, 2012).
Menurut Mitayani dan Wiwi sartika ( 2010:136) faktor menurunnya status gizi pada bayi dan balita adalah: 1) Pola makan yang salah 2) Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala (sebulan sekali pada tahun pertama) 3) Faktor sosial 4) Faktor ekonomi 5) Faktor infeksi Gizi
kurang
adalah
gangguan
kesehatan
akibat
kekurangan
atau
ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk partumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun (Khaidirmuhaj dalam Ferry, 2012). Gizi kurang pada balita tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi diawali dengan keterbatasan kenaikan berat badan yang cukup tinggi. Perubahan berat badan balita dari waktu kewaktu merupakan petunjuk awal perubahan status gizi balita. Dalam periode 6 bulan, bayi yang berat badannya tidak naik dua kali beresiko mengalami gizi kurang 12,6 kali dibandingkan pada balita yang berat badannya naik terus. Adapun ciri klinis dari gizi kurang antara lain : a. Kenaikan berat badan berkurang, terhenti atau bahkan menurun. b. Ukuran lingkar lengan atas menurun. c. Maturasi tulang terhambat.
d. Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun. e. Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang. Secara umum penyebab terjadinya gizi kurang pada balita di pengaruhi oleh faktor tertentu. Adapun faktor penyebab gizi kurang adalah sebagai berikut : a. Faktor sosial Faktor sosial yang dimaksud disini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga banyak balita yang diberi makan “sekadarnya” atau asal kenyang padahal miskin gizi. b. Kemiskinan Kemiskinan sering dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit ini di negara-negara
berkembang.
Rendahnya
pendapatan
masyarakat
menyebabkan kebutuhan paling mendasar, yaitu pangan pun sering kali tidak bisa terpenuhi. c. Laju pertambahan penduduk Pertambahan penduduk yang tidak imbangai dengan bertambahnya ketersediaan bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. d. Infeksi Infeksi adalah masuknya, bertumbuh dan berkembangnya agen penytakit menular dalam tubuh manusia atau hewan. Infeksi tidaklah sama dengan penyakit menular karena akibatnya mungkin tidak kelihatan atau nyata.
Infeksi tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apapun akan berpengaruh pada tubuh. Gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung, penyebab tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah (Unicef dalam Anwar Sasake, 2009). Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangya konsumsi makanan dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin bertambah pula kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama, adat istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan (Almatsier, 2001). Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman dalam Anwar Sasake, 2009). Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Rendahnya ketahanan
pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak memadai, kurangnya sanitasi
lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi (Unicef dalam Anwar Sasake, 2009). Pengelompokkan gizi kurang menurut Z-skore dalam 3 kategori (Departemen Gizi dan Kesmas UI, 2011) : a. Gizi kurang tingkat ringan ( nilai Z_BBU ≥ - 2.5 SD dan < - 2.0 SD ). b. Gizi kurang tingkat sedang ( nilai Z_BBU ≥ 3.0 SD dan < 2.5 SD ). c. Gizi kurang tingkat buruk ( nilai Z_BBU < - 3.0 SD ). Penyakit gizi semakin lengkap diketahui dengan kemajuan-kemajuan dibidang ilmu gizi dan teknik risetnya. Banyak penyakit yang tadinya tidak diketahui sebabnya dan dimasukkan dalam golongan penyakit disposisi, kini ternyata merupakan penyakit kelainan gizi. Berikut adalah diantara dari penyakit masalah gizi : 1. Kwashiorkhor (Kekurangan Protein) Kwashiorkhor adalah nama penyakit yang diberikan terhadap suku Gad an terhadap penduduk kota Akra ibukota Ghana. Kwashiorkhor merupakan “penyakit yang diderita bayi yang berhenti menyusui dikarenakan ibunya melahirkan lagi”. Gejala-gejala umum kwashiorkor adalah sebagai berikut: a. Pertumbuhan dan mental mundur, perkembangan mental apatis; b. Edema; c. Otot menyusut (kurus);
d. Depigmentasi rambut dan kulit; e. Karakteristik di kulit: timbul sisik, gejala kulit itu disebut flaky paint dermatosis; f. Hipoalbuminemia, infiltrasi lemak dalam hati yang reversible; g. Atropi dari kelenjar Acini dan pankreas sehingga produksi enzim untuk meransang aktifitas enzim untuk mengeluarkan juice duodenum terhambat , diare; h. Anemia moderat (selalu bentuk normokhromik, tetapi sering kali bentuk makrositik; i. Masalah diare dan infeksi menjadi komponen gejala klinis; j. Menderita kekurangan vitamin A, dihasilkan karena ketidakcukupan sitesis plasma protein pengikat retinol sehingga sering kali timbul gejala kebutaan yang tetap permanen. 2. Marasmus Istilah marasmus sudah digunakan di dalam literature kedokteran sejak kedokteran ada. Marasmus yang terjadi pada balita ekuivalen dengan busung lapar pada orang dewasa, artinya pada balita marasmus ditandai dengan gejala klinis tertentu, sedangkan pada dewasa ditandai dengan busung lapar.
Marasmus adalah suatu keadaan kekurangan protein dan kilokalori yang kronis. Karakteristik dari marasmus adalah berat badan sangat rendah. Adapun gejala umum daripada marasmus adalah : a. Kurus kering; b. Tampak hanya tulang dan kulit; c. Otot dan lemak bawah kulit atropi (mengecil); d. Wajah seperti orang tua; e. Berkerut/keriput; f. Layu dan kering; g. Diare umum terjadi. Masalah penyebab terjadinya marasmus karena faktor-faktor sebagai berikut : a. Masalah sosial yang kurang menguntungkan; b. Kemiskinan; c. Infeksi; d. Mikroorganisme pathogen penyebab diare; e. Kecepatan pertumbuhan melampat; f. Tidak ada dermatitis depigmentasi; g. Tidak ada edema; h. Tumbuh kerdil, mental dan emosi terganggu;
2.4 Kerangka Berpikir 2.4.1 Kerangka Teori
Pengetahuan
Kader Posyandu
Gizi kurang : 1) Pengertian
2) Ciri klinis 3) Penyebab 4) Pengelompok-
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan :
kan gizi kurang
1) Usia
menurut Z-
2) Pendidikan
skore
3) Pekerjaan 4) Sosial ekonomi
Gambar 2.1 Kerangka Teori 2.4.2 Kerangka Konsep
Pengetahuan Kader Posyandu
Gizi Kurang
: Variabel yang diteliti
Gambar 2.2 Kerangka Konsep