9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kajian pustaka merupakan jabaran teori, konsep ataupun hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah Return Saham, EVA, MVA dan NPM, sedangkan hasil penelitian terdahulu diambil dari Subekti Puji Astuti (2006), Raden Tinneke (2007) serta Singgih Ariyo P. dan Ismani (2013). Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu dikembangkan menjadi kerangka pengembangan hipotesis dan selanjutnya menjadi hipotesis penelitian. 2.1
Return Saham Return merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah investasi. Return dapat
berupa return realisasi (realized return) yaitu return yang telah terjadi atau return ekspektasi (expected return) yaitu return yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang. Hartono (2005) menyatakan bahwa return abnormal (abnormal return) merupakan selisih antara return ekspektasi dan return realisasi. Tujuan corporate finance adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Tujuan ini bisa menyimpan konflik potensial antara pemilik perusahaan dengan kreditur. Jika perusahaan menikmati laba yang besar, nilai pasar saham (dana pemilik) akan meningkat pesat, sementara nilai hutang perusahaan (dana kreditur) tidak terpengaruh. Sebaliknya, apabila perusahaan mengalami kerugian atau bahkan kebangkrutan, maka hak kreditur akan didahulukan sementara nilai saham akan
10
menurun drastis. Jadi dengan demikian nilai saham merupakan indeks yang tepat untuk
mengukur
efektivitas
perusahaan,
sehingga
seringkali
dikatakan
memaksimalkan nilai perusahaan juga berarti memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Saham suatu perusahaan bisa dinilai dari pengambilan (return) yang diterima oleh pemegang saham bisa berupa penerimaan dividen tunai ataupun adanya perubahan harga saham pada suatu periode. Return tersebut memiliki dua komponen yaitu current income dan capital gain (Wahyudi, 2003). Bentuk dari current income berupa keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang bersifat periodik berupa dividen sebagai hasil kinerja fundamental perusahaan. Sedangkan capital gain berupa keuntungan yang diterima karena selisih antara harga jual dan harga beli saham. Besarnya capital gain suatu saham akan positif, bilamana harga jual dari saham yang dimiliki lebih tinggi dari harga belinya. Informasi yang tersedia di pasar modal memiliki peranan yang penting untuk mempengaruhi segala macam bentuk transaksi perdagangan di pasar modal tersebut. Hal ini disebabkan karena para pelaku di pasar modal akan melakukan analisis lebih lanjut terhadap setiap pengumuman atau informasi yang masuk ke bursa efek tersebut. Informasi atau pengumuman-pengumuman yang diterbitkan oleh emiten akan mempengaruhi para (calon) investor dalam mengambil keputusan untuk memilih portofolio investasi yang efisien. Menurut Jogiyanto (2010: 351), para pelaku pasar modal akan mengevaluasi setiap pengumuman yang diterbitkan oleh emiten, sehingga hal tersebut akan menyebabkan beberapa perubahan pada transaksi perdagangan saham, misalnya adanya perubahan pada
11
volume perdagangan saham, perubahan pada harga saham, proporsi kepemilikan, dan lain-lain. Hal ini mengindikasikan bahwa pengumuman yang masuk ke pasar memiliki kandungan informasi, sehingga direaksi oleh para pelaku di pasar modal. Suatu pengumuman memiliki kandungan informasi jika pada saat transaksi perdagangan terjadi, terdapat perubahan terutama perubahan harga. Untuk melakukan investasi dalam bentuk saham diperlukan analisis untuk mengukur nilai saham, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Tujuan analisis fundamental adalah menemukan apakah nilai saham benda pada posisi undervalue atau overvalue. Saham dikatakan undervalue bilamana return saham di pasar saham lebih kecil dari harga wajar atau nilai yang seharusnya, demikian juga sebaliknya. Analisis fundamental berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang efektifitas dan efisiensi perusahaan mencapai saasarannya. Untuk menganalisis kinerja perusahaan dapat digunakan rasio keuangan yang terbagi dalam empat kelompok, yaitu rasio likuiditas, aktivitas, hutang, dan profibilitas. Dengan analisis tersebut, para analisis mencoba memperkirakan return saham dimasa yang akan datang dengan mengestimasi nilai dari faktorfaktor fundamental yang mempengaruhi harga saham dimana yang akan datang dan menerapkan hubungan faktor-faktor tersebut sehingga diperoleh taksiran return saham.
12
2.2
Economic Value Added Menurut Pradhono dan Yulius Jogi Cristiawan (2006) Economic Value
Added (EVA) adalah laba operasi setelah pajak dikurangi dengan total biaya modal. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa Economic Value Added (EVA) sebagai alat pengukur telah memperhitungkan semua faktor yang berhubungan dengan penciptaan nilai bagi pemegang saham. Menurut Anthony dan Govindrajan (2007) Economic Value Added (EVA) adalah suatu sistem manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan, yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi dan biaya modal. EVA merupakan jumlah uang dan dapat diperoleh dengan mengurangkan beban modal dari laba operasi bersih (net operating profit). EVA merupakan inovasi terpenting karena ia membuat teori keuangan moderen. Implikasi manajerial dari teori ini adalah mudah diakses oleh manejer perusahaan yang tidak terlatih dengan baik dalam keuangan atau tidak pernah memikirkannya. EVA membantu para manajer untuk lebih memahami tujuan keuangan, dan dengan demikian membantu mereka untuk mencapai tujuan. EVA tidak memerlukan adanya suatu perbandingan dengan perusahaan sejenis dalam industri dan tidak pula membuat suatu analisa kecenderungan dengan tahun-tahun sebelumnya. Konsep ini lebih menekankan pada penentuan besarnya cost of capital. Diperhitungkannya biaya modal atas ekuitas merupakan keunggulan pendekatan EVA dibanding pendekatan akuntansi tradisional dalam mengukur kinerja perusahaan.
13
Economic Value Added (EVA) atau disebut juga dengan nilai tambah ekonomis (NITAMI) diartikan sebagai suatu konsep yang dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam pengukuran laba operasi perusahaan harus dengan adil mempertimbangkan harapan – harapan setiap penyedia dana (kreditur dan pemegang saham). Berdasarkan pendapat – pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian Economic Value Added (EVA) adalah keuntungan operasional setelah pajak, dikurangi biaya modal yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan dengan memperhatikan secara adil harapan – harapan para pemegang saham dan kreditur. Economic Value Added (EVA) merupakan perangkat finansial untuk mengukur keuntungan nyata perusahaan. Hal ini membuat perhitungan Economic Value Added (EVA) lain dengan perhitungan analisis rasio keuangan lainnya. Perbedaan tersebut dikarenakan pada perhitungan dengan menggunakan pendekatan Economic Value Added (EVA) dilibatkannya biaya modal operasi setelah laba bersih, dimana hal tersebut tidak dilakukan dalam
perhitungan
konvensional. Metode Economic Value Added (EVA) sebagai alat ukur kinerja perusahaan dalam konsep Economic Value Added (EVA) ini tidaklah dimaksudkan untuk mengganti laporan rugi laba yang telah ada. Namun pendekatan ini hanyalah alat analisis yang digunakan sebagai tambahan informasi keuangan yang sangat berguna bagi pihak kreditur dan penyedian dana dalam menentukan hubungannya dengan perusahaan. Bagi eksekutif hasil pengukuran kinerja dengan metode Economic Value Added (EVA) seringkali digunakan untuk
14
pengendalian serta sebagai alat yang sangat berguna didalam pengambilan keputusan – keputusan strategis. 2.2.1 Kelebihan dan Kelemahan EVA A. Kelebihan EVA Economic Value Added (EVA) adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatan atau aktifitas manajemen selama
periode
tertentu.
Prinsip
EVA
memberikan
sistem
pengukuran yang baik untuk menilai perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar perusahaan. Pihak manajemen perusahaan dapat melakukan banyak hal untuk menciptkan nilai tambah, tetapi pada prinsipnya EVA akan meningkat jika manajemen melakukan satu dari tiga hal berikut ini (Mulyadi, 2009): 1.
Bermanfaat sebagai penilai kinerja yang berfokus pada penciptaan nilai, membuat perusahaan lebih memperhatikan struktur modal, dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek pengembalian lebih tinggi daripada biaya modal.
2.
Manajemen dipaksa mengetahui berapa the true cost of capital dari bisnisnya sehingga tingkat pengembalian bersih dari modal yang merupakan hal yang sesungguhnya menjadi perhatian para investor dapat diperlihatkan secara jelas.
15
3.
Manajer akan berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.
Sebagai penilai kinerja perusahaan EVA memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut (Trihastutie, 2009): 1.
EVA dapat digunakan secara mandiri tanpa membutuhkan data pembanding seperti standard industri atau data dari perusahaan lain.
2.
EVA memfokuskan penilaiannya pada nilai tambah dengan memperhitungkan biaya modal dengan konsekuensi investasi.
3.
Perhitungan EVA relatif mudah dilakukan, hanya yang menjadi persoalan adalah perhitungan biaya modal yang memerlukan data yang lebih banyak dan analisis yang lebih mendalam.
B. Kelemahan EVA Menurut Trihastutie (2009) kelemahan EVA adalah: 1.
Sulit menentukan biaya modal secara obyektif. Hal ini disebabkan dana untuk investasi dapat berasal dari berbagai sumber dengan tingkat biaya modal yang berbeda-beda.
2.
EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham
16
tertentu, padahal faktor-faktor lain terkadang justru lebih dominan. 3.
Konsep ini sangat tergantung pada transparansi internal dalam perhitungan EVA secara akurat. Dalam kenyataannya sering kali perusahaan kurang transparan dalam mengemukakan kondisi internalnya.
4.
EVA hanya mengukur salah satu keberhasilan bisnis.
5.
EVA jarang dipakai dalam prakteknya.
EVA menghasilkan nilai positif dengan tingkat pengembalian yang dihasilkan melebihi dari tingkat biaya modal, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu menciptakan nilai yang tujuannya memaksimalkan nilai perusahaan, sebaliknya jika EVA menghasilkan nilai negatif berarti tingkat pengembalian yang dihasilkan lebih rendah dari yang diinginkan investor.
2.3
Market Value Added Young & O’Byrne (2001:26) menyatakan bahwa Market Value Added
(MVA) adalah perbedaan antara nilai pasar perusahaan (termasuk ekuitas dan utang) dan modal keseluruhan yang diinvestasikan dalam perusahaan. MVA secara teknis diperoleh dengan cara mengalikan selisih antara harga pasar per lembar saham (stock price per share) dan nilai buku per lembar saham (book value per share). Nilai pasar adalah nilai perusahaan. Yakni jumlah nilai pasar dari semua tuntutan modal terhadap perusahaan oleh pasar modal pada tanggal
17
tertentu. MVA meningkat hanya jika modal yang diinvestasikan mendapatkan angka pengembalian lebih besar dari pada biaya modal. Semakin besar MVA, semakin baik. MVA yang negatif berarti nilai dari investasi yang dijalankan manajemen kurang dari modal yang diserahkan kepada perusahaan oleh pasar modal, yang berarti bahwa kekayaan telah dimusnahkan (Young, 2001:27). MVA merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur keberhasilan dalam memaksimalkan kekayaan pemegang saham dengan mengalokasikan sumber-sumber yang sesuai. MVA juga merupakan indikator yang dapat mengukur seberapa besar kekayaan perusahaan yang telah diciptakan untuk investornya atau MVA menyatakan seberapa besar kemakmuran yang telah dicapai. 2.3.1 Kelebihan dan Kelemahan MVA Menurut Napitupuluh (2008:31) kelebihan dan kelemahan MVA adalah: A. Kelebihan MVA 1.
Penerapan MVA dalam perusahaan dapat menggambarkan prospek yang menguntungkan atas investasi yang dilakukan saat ini di masa yang akan datang.
2.
Nilai MVA dapat menjadi metode perhitungan dalam menganalisa kekayaan di masa mendatang.
B. Kelemahan MVA 1.
Metode MVA mengabaikan kesempatan biaya modal yang diinvestasikan dalam perusahaan
18
2.
Metode MVA hanya dapat diamati pada tingkat atas sehingga tidak dapat diterapkan pada divisi operasi.
3.
MVA mengabaikan distribusi kekayaan pada shareholder dan juga mengabaikan kontribusi mereka.
2.4
Net Profit Margin
Menurut Bastian dan Suhardjono (2006) Net Profit Margin adalah perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Rasio ini sangat penting bagi manajer operasi karena mencerminkan strategi penetapan harga penjualan yang diterapkan perusahaan dan kemampuannya untuk mengendalikan beban usaha. Semakin produktif kinerja perusahaan maka semakin besar NPM, maka akan semakin meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio ini dapat menunjukan persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar NPM, maka semakin baik kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba yang tinggi. Hubungan antara laba bersih dan penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen dalam menjalankan perusahaan secara cukup berhasil untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu risiko. Para investor pasar modal perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dengan mengetahui hal tersebut investor dapat menilai apakah perusahaan itu profitable atau tidak. Rasio ini menunjukkan semakin
19
tinggi nilai NPM menandakan bahwa perusahaan tersebut semakin efisien operasionalnya. Perusahaan dapat menekan biaya-biaya yang tidak perlu, sehingga perusahaan mampu memaksimalkan laba bersih yang didapatkan. Tingkat NPM memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan harga saham. Semakin tinggi tingkat NPM mengindikasikan semakin baik pula kinerja perusahaan. Makin besar Net Profit Margin maka perusahaan makin sehat. Jika Net Profit Margin kecil maka jika ada penurunan harga maka profit makin kecil dan bisa menuju rugi. Untuk melihat kinerja perusahaan, perusahaan biasanya membandingkan Net Profit Margin dalam beberapa tahun berturut-turut. Dari data ini jika angkanya naik kita bisa menganalisa pendapatan apa yang naik atau beban apa yang turun. Sebaliknya jika angkanya menurun, kita dapat menganalisa pendapatan apa yang menurun atau pengeluaran apa yang naik yang menyebabkan profit semakin berkurang. Untuk membandingkan kinerja satu perusahaan dengan perusahaan yang lain dalam industri yang sama, kita dapat menggunakan Net Profit Margin sebagai benchmark. Kita dapat belajar apa yang dilakukan pesaing kita dalam meningkatkan pendapatannya ataupun mengurangi beban perusahaan. Net Profit Margin ini menggambarkan efisiensi kerja perusahaan. Adanya Net Profit Margin ini, kita bisa mengetahui berapa keuntungan yang didapatkan dari setiap rupiah yang kita dapatkan pada penjualan yang kita lakukan.
20
2.4.4 Faktor-faktor Profit Margin Menurut Bambang Riyanto (2008) besar kecilnya profit margin pada setiap transaksi sales ditentukkan oleh 2 faktor, yaitu net sales dan laba usaha. Besar kecilnya laba usaha atau net operating income tergantung kepada pendapatan dari penjualan (sales) dan besarnya biaya usaha (operating expenses). Dengan jumlah operating expenses tertentu profit margin dapat diperbesar dengan memperbesar sales, atau dengan jumlah sales tertentu profit margin dapat diperbesar dengan menekan atau memperkecil operating expenses. Dengan demikian maka ada 2 alternatif dalam usaha untuk memperbesar profit margin, yaitu: 1.
Dengan menambah biaya usaha ( operating expenses) sampai tingkat tertentu diusahakan tercapainya tambahan sales yang sebesar-besarnya, atau dengan kata lain, tambahan sales harus lebih besar
daripada
tambahan operating
expenses.
Perubahan
besarnya sales dapat dapat disebabkan karena perubahan harga per unit apabila volume sales dalam unit sudah tertentu (tetap), atau disebabkan karena bertambahnya luas penjualan dalam unit kalau tingkat harga penjualan per unit produk sudah tertentu. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pengertian menaikkan tingkat sales di sini dapat berarti memperbesar pendapatan dari sales dengan jalan:
21
a.
Memperbesar
volume sales per unit
pada
tingkat
harga
unit
produk
pada
penjualan tertentu atau, b.
Menaikkan
harga
penjualan
per
luas sales dalam unit tertentu. 2.
Dengan mengurangi pendapatan dari sales sampai tingkat tertentu diusahakan adanya pengurangan operating expenses yang sebesarbesarnya, atau dengan kata lain mengurangi biaya usaha relatif lebih besar daripada berkurangnya pendapatan dari sales. Meskipun jumlah sales selama periode tertentu berkurang, tetapi oleh karena disertai dengan berkurangnya operating expenses yang lebih sebanding maka akibatnya ialah bahwa profit marginnya makin besar.
2.5
Telaah Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Subekti Puji Astuti (2006)
menyimpulkan bahwa kinerja keuangan alternatif yang tercermin melalui EVA dan MVA mempunyai pengaruh yang lemah. Sedangkan yang ditemukan oleh Raden Tinneke (2007) menemukan bahwa EVA berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap return saham. Diperoleh dari Erliyani (2008) EVA, MVA dan REVA secara parsial berpengaruh signifkan terhadap return saham perusahaan yang terdaftar di LQ45, dan secara simultan EVA dan REVA berpengaruh terhadap return saham.
22
Penelitian lain dalam jurnal yang dilakukan oleh Rescyana Putri Hutami (2012) meneliti tentang analisis pengaruh DPS, ROE, dan NPM terhadap harga saham. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa DPS berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham, sedangkan ROE berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham, NPM berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Kemudian Ida Bagus Putu Wira Putra (2013) menghasilkan bahwa secara simultan EVA, MVE, ROA, dan ROE tidak mempengaruhi return saham, secara parsial MVA berpengaruh positif signifikan. Penelitian terbaru dilakukan oleh Puspita Sari (2014) yang menyimpulkan bahwa secara simultan CR, NPM, ROA, DER, TATO, dan EPS berpengaruh secara signifikan terhadap Harga saham secara simultan. Secara parsial CR, NPM, DER, TATO berpengaruh positif terhadap harga saham. Sedangkan ROA dan EPS tidak berpengaruh terhadap harga saham. Penelitian baru yang dilakukan oleh Bergitta Sonia R, Zahroh Z.A. dan Devi Farah Azizah (2014) yang menyimpulkan membuktikan adanya pengaruh simultan dari EVA dan MVA dan ROI berpengaruh positif terhadap harga saham.
2.6
Hipotesis Penelitian
2.6.1 Pengaruh Economic Value Added terhadap Return Saham Bila perusahaan mampu menghasilkan tingkat pengembaliaan yang lebih besar dari biaya modalnya, hal ini menandakan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi pemilik modal, oleh karena itu hal ini menarik minat investor dan atau calon investor untuk menanamkan dananya karena ke
23
dalam perusahaan tersebut dan hal ini mendorong terjadinya permintaan terhadap saham yang bersangkutan semakin banyak maka harga saham cenderung meningkat di pasar modal. Berdasarkan hal tersebut diatas dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Raden Tinneke (2007) dan penelitian Singgih Ariyo P dan Ismani (2013) menemukan bahwa terdapat hubungan positif dengan return saham maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif antara EVA dan return saham artinya semakin tinggi nilai EVA yang diciptakan perusahaan maka harga saham akan mengalami kenaikan yang pada akhirnya memberikan return saham yang tinggi. Oleh sebab itu hipotesis pertama dirumuskan:
H1 = Economic Value Added memiliki pengaruh positif terhadap return saham
2.6.2 Pengaruh Market Value Added terhadap Return Saham Secara sederhana konsep MVA mengacu pada nilai total yang pasar berikan pada semua saham dan obligasi perusahaan dikurangi biaya modal yang diinvestasikan. MVA dapat dipahami sebagai premi yang diberikan pasar kepada sebuah perusahaan melalui perhitungan antara nilai pasar dikurangi nilai buku per lembar saham. MVA yang tinggi maka tingkat pengembalian saham juga tinggi sehingga menyebabkan harga saham ikut naik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Erliyani (2008), Athiy Dina
24
Rosihana (2012) bahwa Market Value Added (MVA) memiliki pengaruh positif terhadap Return Saham. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut: H2:
Market Value Added (MVA) berpengaruh positif
terhadap Return Saham
2.6.3 Pengaruh Net Profit Margin (NPM) terhadap Return Saham Menurut Riyanto (2013) Net Profit Margin adalah suatu rasio yang mengukur keuntungan netto per rupiah penjualan. Net Profit Margin (NPM), merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan, rasio ini akan menggambarkan penghasilan bersih perusahaan berdasarkan total penjualan. Pengukuran rasio dapat dilakukan dengan cara membandingkan laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih. Net Profit Margin mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan pendapatan bersihnya terhadap total penjualan yang dicapai oleh perusahaan. Jadi kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih atas penjualan semakin meningkat maka hal ini kan berdampak pada meningkatnya pendapatan yang akan diterima oleh para pemegang saham. Menurut Amelia (2012) Dengan meningkatnya keuntungan bersih sesudah pajak akan mencerminkan bagian laba dalam bentuk deviden maupun capital gain yang diterima oleh pemegang saham juga semakin besar. NPM semakin meningkat
25
menggambarkan kinerja perusahaan yang semakin baik dan keuntungan yang diperoleh pemegang saham akan meningkat pula. NPM dapat dikatakan baik jika nilainya lebih dari 5%. Dalam penelitian terdahulu Rescyana Putri Hutami (2012) NPM berpengaruh positif terhadap return saham. H3: Net Profit Margin (NPM) berpengaruh positif terhadap Return Saham.
26
2.7
Kerangka Pemikiran Berdasarkan telaah teori yang telah dilakukan, maka kerangka pemikiran
dapat di gambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
Variabel Independen
Variabel dependen
H1 (+) Economic Value Added (X1)
H2 (+) Market Value Added (X2)
H3 (+) Net Profit Margin (X3)
Return Saham (Y)