BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Aset, Manajemen dan Manajemen Aset Untuk menjelaskan mengenai Manajemen Aset terlebih dahulu memahami
pengertian dari Aset dan Manajemen sehingga akhirnya dapat disimpulkan
mengenai penjelasan dari Manajemen Aset itu sendiri seperti apa. Berikut ini dijelaskan mengenai pengertian dari aset, manajemen, dan manajemen aset:
2.1.1 Pengertian Aset Aset adalah barang yang dalam pengertian hukum disebut benda, yang terdiri dari benda tidak bergerak dan bergerak. Barang yang dimaksud meliputi barang tidak bergerak (tanah atau bangunan) dan barang bergerak, baik yang berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible), yang tercakup dalam aktiva/kekayaan atau harta kekayaan dari suatu perusahaan, badan usaha, institusi atau individu perorangan, dan dalam pengertian aset negara atau HKN (Harta Kekayaan Negara) juga terdiri dari barang-barang atau benda yang disebutkan di atas. Termasuk pula bantuan-bantuan dari luar negeri yang diperoleh secara sah (Siregar. 2004:hal.178). Menurut Siregar (2004:hal.178) aset secara umum adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan). Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa aset secara umum adalah sesuatu barang atau sumber daya yang dimiliki oleh organisasi atau individu dan mempunyai nilai, baik nilai ekonomi, nilai tukar, atau nilai komersial yang terdapat dalam potensi aset dan dapat dikembangkan atau dioptimalkan sesuai dengan tujuan organisasi atau individu. Potensi yang dimiliki dari suatu aset dapat di manfaatkan untuk kebutuhan organisasi dan dikembangkan menjadi suatu sumber daya pendukung kegiatan operasional organisasi atau memanfaatkan
1
potensi aset yang ada untuk menciptakan suatu konsep dalam menghasilkan pendapatan (revenue).
Oleh karena itu aset diklasifikasikan berdasarkan bentuk, perolehan dana,
konsep hukum properti, dan karakteristiknya , dengan tujuan dari setiap klasifikasi
aset tersebut dapat dilakukan pengelolaan/manajemen aset untuk mendapatkan hasil yang optimal secara efektif dan penggunaan yang efisien dari suatu aset.
2.1.2 Pengertian Manajemen Manajemen yaitu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber dayasumber daya organisasi lainnya agar tercapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. (Stoner dalam Hani: 8, Modul Bahan Ajar Pengantar Manajemen). Penjelasan lain mengenai manajemen juga dikemukakan oleh Robbins dan Decenzo (2004) yang dikutip dalam Bahan Ajar Pengantar Manajemen, menjelaskan bahwa,” management is the process of getting done, effectively and efficiently, through and with other people.” Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen adalah suatu proses pengorganisasian yang memanfaatkan sumber daya yang ada melalui anggota organisasi guna mencapai target atau tujuan yan telah ditetapkan. Mengenai Efisiensi dan Efektifitas dijelaskan oleh Robbins dan Coulter (2005) dalam Bahan Ajar Pengantar Manajemen, dijelaskan dimana “efficiency: getting the most output from the least amount of inputs; reffered to as “doing things right”, and “effectiveness: completing activities so that organizational goals are attained: reffered to as “doing the right thing.” Berdasarkan pengertian mengenai efektifitas dan efisiensi diatas dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah dimana suatu hal yang fokus pada cara untuk mencapai tujuan akhir, sedangkan efesiensi adalah hasil akhir dari cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dilihat dari efektifitas cara yang digunakan, dan berikut dijelaskan dalam gambar mengenai efektifitas dan efisiensi yang dijelaskan oleh Robbins dan Coulter (2005) dalam bahan ajar Pengantar Manajemen:
2
Efficiency (Means)
Effectiveness (Ends) GOALS ATTAINMENT
RESOURCES USAGE
HIGH ATTAINMENT
LOW WASTE
Management Strives for:
Low Resources Waste (High Efficeincy) High Goal Attainment (High Effectiveness)
Sumber: Robbins and Coulter (2005)
Gambar 2.1 Efektifitas dan Efisiensi Dalam Manajemen Proses Manajemen seperti yang dijelaskan oleh Stoner seperti yang dikutip oleh Marwansyah dalam bahan ajar Pengantar Manajemen, menyebutkan ada 4 tahapan dalam proses manajemen, yaitu Planning, Organizing, Leading, dan Controlling yang digambarkan sifat interaktifnya dalam gambar. Berikut ini adalah langkah sistematik dalam proses manajemen: 1.
Langkah awal dari proses manajemen adalah planning atau perencanaan yang memproses penetapan tujuan oleh manajer melalui logika dan metode atau cara-cara yang paling baik dalam mencapai tujuan tersebut.
2.
Langkah
kedua
dari
proses
manajemen
adalah
organizing
atau
pengorganisasian dalam rangka pencapaian tujuan organisasi melalui alokasi dan pengaturan sumber daya, tugas, dan kewenangan oleh manajer. 3.
Langkah ketiga dari proses manajemen adalah leading atau pengarahan oleh manajer dalam pencapaian tujuan organisasi melalui cara mempengaruhi, memerintah, dan memotivasi karyawannya agar memiliki kinerja yang baik.
4.
Langkah terakhir dari proses manajemen adalah pengawasan atau controlling yaitu manajer memantau kegiatan perusahaan apakah rencana
3
yang sudah ditetapkan sesuai dengan rencana serta dapat dilakukan koreksi
atas terjadinya penyimpangan.
Proses manajemen merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam menjalankan
kegiatan atau usaha untuk mencapai tujuan yang dilakukan dengan suatu
planning, organizing, leading, dan controlling. Untuk mengetahui secara singkat keempat proses dalam manajemen, berikut ditampilkan dalam bentuk gambar: PLANNING
Manajer menggunakan logika dan metode untuk berpikir melalui tujuan dan tindakan-tindakan.
CONTROLLING
ORGANIZING
Manajer meyakinkan suatu organisasi bergerak sejalan dengan tujuan organisasi tersebut.
Manajer menyusun, mengalokasikan tugas, kewenangan, dan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi. LEADING Manajer memerintah, mempengaruhi, dan memotivasi karyawan sebagai kinerja tugastugas pokok.
Sumber: Stoner dikutip dalam Bahan Ajar Pengantar Manajemen (2009)
Gambar 2.2 Proses Manajemen Berdasarkan Konsep Stoner 2.1.3 Pengertian Manajemen Aset Manajemen aset merupakan suatu bidang keilmuan dalam dunia pendidikan yang muncul akibat adanya kenyataan terutama di Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya baik sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM) dan juga insfrastruktur yang masih belum dikelola dengan baik. Oleh karena itu, segala kekayaan yang dimiliki oleh Negara ini harus dikelola dan
4
dijaga keberadaannya, dan dalam pemanfaatannya jangan berlebihan atau over capacity.
Menurut Hariyono (2007). Pengelolaan Aset adalah kegiatan mengelola
barang yang dimiliki mulai dari perencanaan, pengadaan, operasi, dan suatu
pemeliharaan serta penghapusan. Berdasarkan pada Departement of Threasury and Finance (2004). bahwa pengertian Manajemen Aset adalah proses pengelolaan suatu barang yang memiliki nilai dan manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun yang digunakan dalam kegiatan operasional Perusahaan. Berdasarkan definisi tersebut dapat dijabarkan bahwa Manajemen Aset
adalah kegiatan pengelolaan suatu barang yang memiliki nilai dan manfaat yang dapat digunakan untuk mendukung suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam melakukan pengelolaan aset tiap proses atau fungsi yang ada harus dilakukan pengawasan oleh suatu organisasi atau Kementerian/Lembaga. Pengawasan pengelolaan aset selama umur ekonomis bertujuan untuk tetap menjaga aset agar dapat membantu proses pencapaian tujuan individu atau organisasi yang memiliki aset tersebut.
a.
Tujuan Manajemen Aset Menurut Sutrisno (2004) tujuan umum manajemen aset adalah mengarahkan
sistem pengelolaan aset sehingga pemanfaatannya efektif dan efisien. Efektif berkaitan dengan sasaran yang tercapai, sedangkan efisien berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan.
Tujuan khusus dari manajemen aset
yaitu meningkatkan
kualitas aset, meningkatkan penggunaan dan pemanfaatan aset, meningkatkan kualitas layanan aset dan meningkatkan cakupan layanan aset. Menurut Siregar (2002:198) ada tiga tujuan utama dari manajemen aset yaitu efisiensi pemanfaatan dan kepemilikan, terjaga nilai ekonomis dan potensi yang dimiliki, objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan penggunaan serta alih penguasaan.
Berikut adalah tiga tujuan utama dari
manajemen aset menurut Siregar: 1.
Efisiensi pemanfaatan dan kepemilikan
5
Pengelolaan yang baik. membuat pemanfaatan aset optimal ataupun
maksimal. Aset yang dikelola dapat digunakan sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi (TUPOKSI) dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan.
2.
Terjaga nilai ekonomis dan potensi yang dimiliki Nilai ekonomis suatu aset akan terjaga. apabila aset dikelola dengan baik.
Potensi yang dimiliki oleh aset akan memberikan keuntungan baik dari segi
pendapatan maupun dari pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3. Objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan penggunaan serta alih penguasaan.
Pengelolaan aset yang baik dapat membuat pengawasan lebih terarah, sehingga peruntukkan penggunaan dan alih penguasaan aset akan tepat sesuai dengan rencana. Selain itu pengawasan bertujuan membantu pencapaian tujuan dari aset tersebut. Sedangkan Menurut Hambali (2010), ada lima tujuan dari manajemen aset. Tujuan-tujuan dari manajemen aset meliputi kejelasan status kepemilikan aset, inventarisasi kekayaan daerah dan masa pakai aset, optimasi penggunaan dan pemanfaatan untuk meningkatkan pendapatan, pengamanan aset dan dasar penyusunan neraca, untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini: 1.
Kejelasan status kepemilikan aset Pengelolaan aset yang dilakukan salah satunya dengan melakukan legal audit dari suatu aset, sehingga dapat diketahui secara jelas kepemilikan aset tersebut. Hal ini untuk menghindarkan kepemilikan ganda dari satu aset.
2.
Inventarisasi kekayaan daerah dan masa pakai aset Aset yang sudah diketahui secara jelas status kepemilikannya dapat di inventarisasikan sesuai dengan status kepemilikannya.
Apabila aset itu
milik negara maka akan di inventarisasi sebagai kekayaan negara, apabila aset itu milik pemerintah daerah maka aset tersebut akan di inventarisasi sebagai kekayaan daerah. Selain itu akan diketahui masa pakai dan umur ekonomis dari aset tersebut. 3.
Optimasi penggunaan dan pemanfaatan untuk peningkatan pendapatan
6
Aset yang berstatus idle capacity dapat dimanfaatkan dengan baik sesuai
dengan
peruntukkan
yang
ditetapkan
sehingga
dapat
diketahui
pemanfaatannya untuk apa, peruntukkan dari aset tersebut kepada siapa, dan
mampu mendatangkan pendapatan bagi pengelola aset.
4.
Pengamanan aset Aset yang dimiliki oleh individu atau pemerintah dapat diamankan dengan
baik karena telah di lakukan inventarisasi, sehingga aset tersebut tidak akan
mudah jatuh ke tangan orang lain. Apabila ada yang mengakui memiliki
aset tersebut maka dapat dibuktikan secara hukum.
5.
Dasar penyusunan neraca Aset yang sudah diketahui secara jelas kepemilikannya akan dapat diperhitungkan dalam dasar penyusunan neraca sebagai jumlah kekayaan yang dimiliki baik oleh negara maupun daerah. Berdasarkan pendapat di atas secara umum tujuan dari pengelolaan aset ini
adalah membantu suatu entitas (organisasi) dalam memenuhi tujuan penyediaan pelayanan secara efektif dan efisien. Hal ini mencakup perencanaan, panduan pengadaan, penggunaan, penghapusan aset dan pengaturan risiko serta biaya yang terkait selama siklus hidup aset.
b.
Tahapan Manajemen Aset Dalam pelaksanaannya manajemen aset memiliki alur proses pengelolaan
tersendiri. Menurut Siregar (2004) alur manajemen aset dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahapan kerja, yaitu inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, optimasi aset, dan pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Akan tetapi, terdapat alur yang lebih lengkap dari lima tahapan kerja tersebut, yaitu pengadaan aset, inventarisasi aset, legal audit aset, penilaian aset, operasi aset, pemeliharaan aset, pengalihan aset, dan penghapusan, berikut adalah penjelasan mengenai setiap alur manajemen aset menurut Siregar (2004):
7
Sumber: Siregar (2004)
Gambar 2.3 Alur Manajemen Aset
Dari gambar diatas mengenai alur manajemen aset, berikut adalah
penjelasan dari setiap alur/tahapan manajemen aset: 1.
Inventarisasi Aset Proses kerja yang dilakukan dalam inventarisasi adalah pendataan, kodefikasi atau labelling, pengelompokkan, dan pembukuan/administrasi sesuai dengan tujuan manajemen aset. Inventasisasi aset terdiri dari dua aspek, yaitu inventarisasi fisik dan yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain. Sedangkan aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain-lain
2.
Legal Audit Legal Audit merupakan satu lingkup kerja yang berupa inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau pengalihan aset, identifikasi dan mencari solusi atas permasalahan legal, dan strategi untuk memecahkan berbagai permasalahan legal yang terkait dengan penguasaan ataupun pengalihan aset.
3.
Penilaian Aset Penilaian aset merupakan suatu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang dikuasai. Biasanya hal ini dikerjakan oleh konsultan penilaian yang independen. Manfaat dari penilaian aset biasanya digunakan oleh para pemilik aset/properti baik individu atau organisasi untuk dilakukan
8
pengembangan dan optimasi aset, sehingga aset yang dimiliki menghasilkan
pendapatan (income). 4.
Optimasi Aset
Optimasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan
untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal, dan
nilai ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Pada tahap ini aset-aset yang
memiliki potensi untuk dioptimalkan dilakukan analisis potensi dari aspek
fisik, legal, finansial, dan produktivitas tertinggi, sehingga hasilnya akan
mendapatkan
alternatif
pengembangan
untuk
optimasi
aset
yang
menguntungkan bagi pemilik aset baik individu atau organisasi
5.
Pengembangan SIMA SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset) adalah salah satu sarana yang efektif untuk meningkatkan kinerja pengawasan dan pengendalian aset. SIMA menyediakan informasi mengenai aset, baik potensi, masalah, nilai aset, fungsi, legal aset, dll. Pemetaan aset yang dibuat dalam SIMA memudahkan pemilik aset melakukan penataan dan pendataan, dan mendukung untuk melakukan pengambilan keputusan atas aset, selain itu SIMA juga bermanfaat bagi para pemilik modal untuk informasi kerjasama dalam hal penanaman modal, apakah mendatangkan keuntungan atau kerugian, dan berapa besar keuntungan yang akan diterima di waktu yang akan datang, dan dalam perkembangannya SIMA menjadi sangat dibutuhkan jika melihat banyaknya aset dan potensi aset yang memungkinkan untuk dioptimalkan.
2.2 Penggunaan dan Pemanfaatan (Utilisation) Pemanfaatan aset merupakan ukuran seberapa intensif suatu aset digunakan untuk memenuhi tujuan pemberian pelayanan, sehubungan dengan potensi dari kapasitas aset (Hariyono: 2007). Untuk mengevaluasi dan menilai penggunaan dan pemanfaatan (utilisation), kriteria-kriteria yang perlu dipertimbangkan dan perlu ditetapkan antara lain:
9
a.
Kegiatan penggunaan aset yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI).
b.
Seberapa intensif aset tersebut digunakan.
c. Suatu aset dapat digunakan secara lebih produktif dengan menambah jam kerja atau dengan memberi fungsi tambahan.
Aset-aset yang sudah tidak bermanfaat dan tidak digunakan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi harus diidentifikasi atau dilakukan analisis masalah.
Sebagai contoh, suatu aset yang sudah tidak efektif dalam melakukan aktivitas aktivitas yang telah ditentukan sesuai dengan fungsi aset tersebut. Hal ini juga
berdampak bagi kegiatan pendukung aset lainnya berkurang, dan keadaan tersebut menunjukkan bahwa pemeliharaan dan perawatan aset tersebut tidak terlaksana secara optimal. Menurut Hariyono (2007), kriteria pemanfaatan hendaknya berdasarkan pada data praktik terbaik (best practice) yang merupakan hasil analisis yang dilakukan baik oleh entitas ataupun swasta di sektor publik. Aset-aset yang sudah tidak bermanfaat harus diidentifikasi dan disertai alasannya. Hal ini dapat berupa, sebagai contoh, aset-aset yang sudah tidak efektif dalam aktivitas-aktivitas yang disyaratkan bagi aset tersebut atau yang lebih rendah dari kondisi optimalnya. Hal ini juga berarti bahwa kebutuhan pelayanan yang diberikan atau didukung oleh aset tersebut telah berkurang. Ketika pemanfaatan aset rendah, entitas harus mempertimbangkan apakah biaya pemilikan aset melebihi biaya pentrasferan pelayanan yang diberikan aset tersebut, dan apakah terdapat cara lain yang lebih ekonomis untuk pemberian pelayanan. Penggunaan alternatif atau tambahan dari suatu aset juga harus dipertimbangkan. Pemanfaatan dari setiap aset hendaknya ditinjau ulang (review) setiap tahun. Penggunaan dari setiap aset harus mewakili fungsi dan peruntukkan aset, hal ini bertujuan agar setiap aktivitas-aktivitas yang dilakukan dapat mengoptimalkan potensi dan kapasitas aset, sehingga aset tersebut dapat mendukung dan memberikan pelayanan dengan baik.
10
Optimasi
penggunaan
(utilisation)
aset
dapat
dilakukan
dengan
mengembangkan potensi aset. Menurut Hariyono (2007:126) konsep potensi
manfaat berkaitan dengan sifat dasar suatu aset ada atau diperoleh untuk mendukung suatu pelayanan. Istilah potensi dipakai karena aset itu sendiri tidak
memberikan pelayanan-aset hanya berkontribusi pada penyediaan pelayanan. Selain itu, kapasitas aset untuk mendukung penyediaan pelayanan mungkin tidak sepenuhnya digunakan. Potensi manfaat merupakan sebuah ukuran kemampuan
dari suatu aset untuk memenuhi peranannya dalam penyediaan pelayanan. Penurunan potensi manfaat aset dari suatu aset khususnya terjadi pada suatu
waktu setelah melalui: a.
Pemakaian secara fisik, dan/atau
b.
Keusangan teknikal atau fungsional, dan/atau
c.
Keusangan komersial. Menjaga potensi manfaat suatu aset merupakan prioritas pada saat membuat
keputusan mengenai penggunaan dan pemeliharaan aset. Berapa lama penggunaan suatu aset tergantung pada seberapa efektif aset tersebut dipelihara untuk tujuan tersebut. Penilaian dan evaluasi setelah kepemilikan aset harus dilakukan secara periodik atau memverifikasi bahwa outcome yang diharapkan dari aset tersebut masih tercapai (Hariyono, 2007:135). Menurut Yusuf (2010:33) penggunaan, pemanfaatan, dan pengamanan dilakukan dalam rangka memperjelas status aset. Apabila tidak dilakukan dengan jelas, maka pemerintah atau pihak yang berkepentingan terhadap aset tersebut sangat mudah sekali mengusulkan untuk dialihfungsikan. Pengalih fungsi aset harus mempunyai tujuan yang jelas untuk manfaat ekonomi maupun manfaat sosial agar semua aset tidak ada yang menganggur (idle). Dengan adanya status aset yang digunakan/dimanfaatkan sesuai fungsinya, maka akan mudah dalam melakukan pengamanannya agar tidak mudah hilang, hancur, atau aus. Apabila aset masih sesuai fungsi sebagaimana tujuan semula ketika membeli jangan dialihfungsikan, sebaliknya apabila kondisi saat ini sudah tidak sesuai dengan tujuan semula maka dapat dialihfungsikan asal sesuai dengan dasar hukum.
11
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 06 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara, menjelaskan bahwa Penggunaan adalah
kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi instansi yang bersangkutan, sedangkan Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk
sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna dengan tidak mengubah status kepemilikan. serah
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dijelaskan secara umum bahwa Penggunaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka memenuhi tugas pokok dan fungsi dari suatu aset, sehingga aset tersebut dapat dioptimalkan, sedangkan pemanfaatan merupakan kegiatan yang mendayagunakan kapasitas atau potensi dari suatu aset, dan aset yang tidak diberdayakan dapat dimanfaatkan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah, pemanfaatan aset harus sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, atau tujuan dari instansi yang bersangkutan.
2.3 Barang Milik Negara/Daerah Barang Milik Negara/Daerah merupakan aset yang dilihat dari sumber dananya berasal dari dana APBN/D (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah). Pengelola barang harus bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan barang milik negara.daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D). Dalam pengelolaannya pengelola barang harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang diberlakukan oleh pemerintah sebagai pemilik modal utama. Pengelolaan barang meliputi diantaranya, penggunaan dan pemanfaatan.
12
2.3.1 Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah Barang milik negara/daerah dapat ditetapkan status penggunaannya untuk
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan perangkat daerah, untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka kerja
menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan, ketentuan tersebut berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Status penggunaan barang ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Barang milik negara oleh pengelola barang;
b.
Barang milik daerah oleh gubernur/bupati/walikota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 (pasal 16)
menyebutkan bahwa
penetapan status penggunaan tanah dan/atau bangunan
dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau bangunan tersebut diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang yang bersangkutan. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan
Penggunaan,
Pemanfaatan,
Penghapusan,
dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara, yang dijelaskan dalam Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan Barang Milik Negara bahwa pelaksanaan penggunaan Barang Milik Negara (BMN) termasuk dalam rangka optimasi Barang Milik Negara sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Pengguna Barang. Pengelola Barang dapat mengalihkan status penggunaan Barang Milik Negara dari suatu Pengguna Barang kepada Pengguna Barang Lainnya. Berdasarkan penjelasan Peraturan tersebut penggunaan Barang merupakan cara untuk mengoptimalkan Barang Milik Negara dengan tujuan untuk mengefektifkan dan mengefisiensikan Barang Milik Negara agar memiliki nilai guna dan manfaat. Untuk penjelasan mengenai Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan Barang Milik Negara (BMN) terlampir pada lampiran Tugas Akhir ini.
13
2.3.2 Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah Pemanfaatan barang milik negara/daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah,
dimana
dijelaskan
bahwa
Pemanfaatan
barang
milik
negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang/kuasa pengguna barang dilakukan oleh pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang.
Pemanfaatan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan umum. teknis
Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik negara/daerah berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, berupa: a.
Sewa
b.
Pinjam Pakai
c.
Kerjasama Pemanfaatan,
d.
Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Sumber: Lembaga Administrasi Negara (2007)
Gambar 2.4 Bentuk Pemanfaatan Aset Negara/Daerah
14
Penjelasan tentang bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik negara/daerah mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96/PMK.06/2007,
dimana dijelaskan bahwa:
a.
Sewa Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.06/2007 Lampiran
II, yang didefinisikan dengan sewa adalah pemanfaatan Barang Milik
Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan
uang
tunai.
Penyewaan
Barang
Milik
Negara
dilakukan
untuk
mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak
dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan,
menunjang
pelaksanaan
tugas
pokok
dan
fungsi
kementerian/lembaga, atau mencegah penggunaan Barang Milik Negara oleh pihak lain secara tidak sah. Barang Milik Negara yang dapat disewakan adalah tanah dan/atau bangunan, baik yang ada pada Pengelola Barang maupun yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang, dan Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan. Pihak yang dapat menyewa Barang Milik Negara meliputi: a). Badan Usaha Milik Negara b). Badan Usaha Milik Daerah c). Badan Hukum lainnya d). Perorangan
b.
Pinjam Pakai Definisi
Pinjam
Pakai
pada
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.96/PMK.06/2007 Lampiran III, adalah penyerahan penggunaan Barang Milik Negara antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu berakhir Barang Milik Negara tersebut diserahkan kembali kepada pemerintah pusat.
Pinjam pakai Barang Milik Negara dilakukan untuk
mengoptimalkan penggunaan Barang Milik Negara yang belum/tidak
15
dipergunakan untuk pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan pusat dan
untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Barang Milik Negara yang dapat dipinjam-pakaikan adalah tanah dan/atau
bangunan, baik yang ada pada Pengelola Barang maupun yang status
penggunaannya ada pada Pengguna Barang, serta Barang Milik Negara
selain tanah dan/atau bangunan. Pihak yang dapat meminjam Barang Milik
Negara adalah Pemerintah Daerah.
c. Kerjasama Pemanfaatan Pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.96/PMK.06/2007 Lampiran
IV didefinisikan bahwa Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Kerjasama pemanfaatan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan, meningkatkan penerimaan negara, dan mengamankan Barang Milik Negara dalam arti mencegah penggunaan Barang Milik Negara tanpa didasarkan pada ketentuan yang berlaku. Barang Milik Negara yang dapat dijadikan objek kerjasama pemanfaatan adalah tanah dan/atau bangunan, baik yang ada pada Pengelola Barang maupun yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang, serta Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan. Pihak yang dapat menjadi mitra kerjasama pemanfaatan Barang Milik Negara meliputi: a). Badan Usaha Milik Negara b). Badan Usaha Milik Daerah c). Badan Hukum lainnya.
d.
Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.06/2007 Lampiran V, yang dimaksud dengan Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan
16
tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan
dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak
lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk
selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya,
diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka
waktu. Bangun Serah Guna (BSG) adalah pemanfaatan tanah milik
pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau
sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan
kepada Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain
tersebut selama jangka waktu tertentu yang disepakati. BGS dan BSG dilakukan untuk menyediakan bangunan dan fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, yang dana pembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Barang Milik Negara yang dapat dijadikan objek BGS/BSG adalah Barang Milik Negara yang berupa tanah, baik tanah yang ada pada Pengelola Barang maupun tanah yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang. 2.4 Optimasi Aset Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (2009), mengatakan optimasi adalah suatu tindakan, proses, atau metodologi untuk membuat sesuatu (sebagai sebuah desain, sistem, atau keputusan) menjadi lebih atau sepenuhnya sempurna, fungsional atau lebih efektif.
Sedangkan, menurut Fanani (2010), optimasi berasal dari kata optimal
yang berarti terbaik. Jadi, optimasi adalah proses pencapaian suatu pekerjaan dengan hasil dan keuntungan yang besar tanpa harus mengurangi mutu atau kualitas suatu konstruksi). Selain itu, menurut Hariyono (2007), aset dikatakan produktif apabila digunakan sesuai dengan jam kerja dan fungsi dari aset tersebut. Bagi aset yang belum digunakan secara produktif, dapat dilakukan optimasi dengan menambah jam kerja atau dengan memberi fungsi tambahan.
Optimasi aset merupakan
proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi
17
fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut, (Siregar, 2004). Dalam tahap ini aset-aset yang dimiliki negara diidentifikasi dan
dikelompokkan berdasarkan potensi dari aset tersebut.
Sedangkan menurut
Sugiama (2010), Optimizing the utilization of assets in terms of service benefit
and financial returns.
Menurut Laszkiewicz (2002) optimasi aset yaitu
mengetahui dan mencapai potensi yang dimiliki suatu aset secara penuh. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa optimasi adalah
pengoptimalan penggunaan potensi dari sebuah aset yang dimana dapat menghasilkan manfaat yang lebih atau juga mendatangkan pendapatan.
Aset yang memiliki potensi yang dapat dikelompokkan berdasarkan sektor-
sektor unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Tentunya kriteria untuk menentukan hal tersebut harus terukur dan transparan. Sedangkan aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari penyebabnya mengapa aset tersebut menjadi idle capacity. Sebagaimana disebutkan oleh Siregar (2004), bahwa untuk mengoptimalkan suatu aset harus dibuat sebuah formulasi strategi untuk meminimalisir atau menghilangkan ancaman dari faktor lingkungan, dan untuk aset yang tidak dapat dioptimalkan harus dicari penyebabnya. Menurut Siregar (2004), bahwa optimasi pengelolaan aset itu harus memaksimalkan ketersediaan aset (maximize asset availability), memaksimalkan penggunaan aset (maximize asset utilization) dan meminimalkan biaya kepemilikan (minimize cost of ownership). Hal tersebut bisa dilakukan dengan meminimalisir atau mungkin menghilangkan hambatan atau ancaman atas pengelolaan aset-aset tersebut. Sehingga optimasi dari suatu aset yang berstatus idle capacity bisa dilakukan. Siregar (2004:776), menyebutkan bahwa tujuan optimasi aset secara umum adalah sebagai berikut: 1.
Mengidentifikasi dan inventarisasi semua aset meliputi bentuk, ukuran, fisik, legal, sekaligus mengetahui nilai pasar atas masing-masing aset tersebut yang mencerminkan manfaat ekonomisnya.
18
2.
Mengoptimalkan pemanfaatan aset, apakah aset tersebut telah sesuai dengan peruntukkannya atau tidak.
3.
Terciptanya suatu sitem informasi dan administrasi sehingga tercapainya
efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan aset.
Optimasi aset bertujuan untuk mengidentifikasi aset, sehingga akan
diketahui aset yang perlu di optimalkan dan bagaimana cara mengoptimalkan aset tersebut. Hasil akhir optimasi aset ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran,
strategi dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai.
2.4.1 Mekanisme Optimasi Aset Untuk
mengoptimalkan aset, pengelola barang perlu membentuk tim
optimasi aset guna memberikan saran, usulan dan rancangan program dalam penggunaan aset secara optimal, dalam rangka menggali sumber-sumber pendapatan yang berkelanjutan. Mekanisme dalam pelaksanaan optimasi aset, dapat dilakukan melalui proses sebagai berikut: 1.
Pendataan aset/barang milik negara/daerah.
2.
Mengidentifikasi aset/barang milik negara/daerah (legal audit, potensinya dan sebagainya).
3.
Menganalisa potensi peluang untuk dioptimasikan.
4.
Menyusun rancangan program optimasi aset.
2.4.2 Rencana Optimasi Aset Menurut Djumara (2007), dalam menyusun rancangan optimasi aset harus dilakukan suatu analisa dan penyusunan rencana pemanfaatan. Oleh karena itu, masing-masing unit dari aset harus diidentifikasi terlebih dahulu, dengan melakukan serangkaian kegiatan meliputi: 1.
Menyusun data aset tentang; teknis, lokasi, legal, ekonomis, dan data sosial.
2.
Meneliti potensi peluang yang dimiliki aset untuk dioptimalkan dari segi: potensi teknis yang dimiliki dari aset, potensi lingkungan tempat aset berada, potensi legal dari aset, potensi peluang ekonomis dari aset, dan potensi sosial.
19
3.
Menganalisa potensi/kemampuan dari aset-aset yang memungkinkan untuk dioptimasikan dari segi:
a.
Kemampuan dari aset tersebut untuk dipasarkan (marketability).
b. Kemampuan
dari aset tersebut untuk menghasilkan uang atau
keuntungan (profitability) jika dioptimasikan.
c.
Sejauh mana kemampuan teknis dari aset itu sendiri (technical viability).
d. Bagaimana dukungan lingkungan guna optimasi aset itu sendiri.
e.
Landasan legal untuk optimasi aset yang memungkinkan apakah cukup kuat dan menunjang.
4.
Menyusun rancangan program optimasi aset yang meliputi: a.
Menyusun rancangan program optimasi untuk masing-masing aset yang mungkin untuk dioptimasikan,
b. Menyusun rancangan pengelolaannya/pelaksanaannya apakah akan dilaksanakan oleh pihak ketiga/swakelola, dan c.
Menyusun prakiraan/estimasi pemasukan penerimaan (jumlah dan lama masanya) bagi aset yang mempunyai kemungkinan untuk dioptimasikan tersebut.
2.4.3 Perancangan Optimasi Aset Perancangan adalah aktivitas kreatif menuju sesuatu yang baru dan berguna yang tidak ada sebelumnya (Soetedjo; 2009), sedangkan menurut McGinty (2008) perancangan adalah proses mengubah sesuatu yang sudah ada menjadi sesuatu yang lebih baik. Perancangan merupakan proses 3 bagian yaitu keadaan semula, proses transformasi, dan keadaan kemudian. Menurut Pressman (2009), perancangan adalah langkah pertama dalam fase pengembangan rekayasa produk atau sistem. Berikut ini tahap-tahap dalam perancangan: Kondisi awal permasalahan
Proses Transformasi Usaha & Kreasi
20
Sintesa Pemecahan Masalah
Sumber: McGinty, (2008)
Gambar 2.5 Tahapan Perancangan
Berdasarkan gambar 2.5 tentang Tahapan Perancangan di atas maka tahapan
yang pertama perlu dilakukan yaitu mengetahui kondisi awal permasalahan yang
ada atau terjadi. Setelah masalah didapatkan maka masuk ke dalam tahapan proses dan membuat usaha serta kreasi untuk pada akhirnya sampai pada tahapan terakhir yaitu pemecahan masalah. Perancangan optimasi aset merupakan suatu pendayagunaan aset yang masih
memiliki potensi untuk dimanfaatkan. Menurut Hariyono (2007), istilah potensi aset dipakai karena aset tersebut tidak sepenuhnya digunakan dalam memberikan suatu pelayanan.
Oleh karena itu, maka dalam membuat suatu optimasi
penggunaan aset harus dilakukan serangkaian kegiatan yang mendukung pengoperasian suatu aset. Menurut Djumara (2007), ada tiga kegiatan yang harus dilakukan dalam menyusun program optimasi aset, meliputi: (1) menyusun rancangan optimasi aset, (2) menentukan pasar untuk optimasi aset, dan (3) menyusun prakiraan/estimasi penerimaan dari hasil optimasi aset.
2.4.4 Rancangan Optimasi Aset Dalam membuat suatu rancangan optimasi aset, maka harus dilakukan serangkaian
kegiatan
yang
mendukung
pengoperasian
aset
tersebut.
Pengoperasian adalah seluruh kegiatan pada suatu aset yang mencakup pengembangan fungsi pemanfaatan aset, peningkatan kualitas prasarana dan sarana aset, sistem administrasi keuangan berupa penetapan dan pelaporan tarif sewa, serta persiapan dan strategi pemasaran (Raharjo, 2009).
2.5 Prasarana dan Sarana Menurut Yuwono (2008), prasarana adalah perangkat penunjang utama suatu kegiatan atau usaha agar dapat mencapai suatu tujuan, mencakup lahan dan bangunan gedung baik ruangan-ruangan yang ada didalamnya. Sedangkan, sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat atau media untuk mencapai
21
maksud atau tujuan, mencakup perabotan dan peralatan yang diperlukan sebagai kelengkapan setiap gedung atau ruangan dalam menjalankan fungsinya untuk
meningkatkan mutu dan relevansi hasil produk dan layanannya. Prasarana dan merupakan kelengkapan dari suatu aset yang mendukung kinerja aset lebih sarana
maksimal. Untuk menjelaskan mengenai prasarana dan sarana bangunan dan gedung, akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.
2.6 Manajemen Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Mengacu pada standar ISO/IEC 17025:2005 – General Requirements for
The Competence of Testing and Calibration Laboratories, melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun 2008 dirubah menjadi SNI ISO/IEC 17025:2008 Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi, bahwa Peranan laboratorium sangat menentukan dalam proses pengendalian mutu dan penjaminan mutu dari produk yang dihasilkan. Untuk mencapai keseragaman hasil analisis antar laboratorium dibutuhkan suatu standar yang bersifat internasional yang mencakup sistem mutu dan teknis yang baik. Badan Standarisasi Nasional (BSN) merupakan lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyusun, mengadopsi, merevisi dan mengesahkan Standar Nasional Indonesia (SNI), sedangkan Komite Akreditasi Nasional (KAN) adalah lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan akreditasi terhadap laboratorium dan badan sertifikasi. Satu-satunya lembaga akreditasi di Indonesia yang berwenang melakukan akreditasi adalah KAN. Sertifikat untuk laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi yang dikeluarkan oleh KAN sudah diakui oleh negara-negara kawasan Asia Pasifik karena sudah mempunyai perjanjian saling pengakuan (Mutual Recognition Agreements). Manfaat penerapan dan akreditasi ISO/IEC 17025: 1.
Pengurangan risiko, memungkinkan laboratorium untuk menentukan apakah personel melakukan pekerjaan dengan benar dan sesuai dengan prosedur.
2.
Komitmen untuk semua personel laboratorium sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
3.
Perbaikan terus-menerus sistem manajemen laboratorium.
22
4.
Pengembangan keterampilan personel melalui program pelatihan dan evaluasi efektivitas kerja mereka.
5.
Meningkatkan citra serta meningkatnya kepercayaan dan kepuasan
pelanggan.
6.
Pengakuan internasional, melalui perjanjian saling pengakuan antar badan akreditasi di berbagai negara.
7.
Menghindari kesalahan dan pengulangan dari proses pengujian atau
kalibrasi.
8. Pengurangan pengaduan dan keluhan pelanggan.
9.
Keuntungan dalam bidang pemasaran jasa laboratorium.
10. Perbandingan kemampuan antar laboratorium. Dalam buku berjudul “Genap (gerakan nasional penerapan) SNI”, dijelaskan, SNI adalah dokumen berisi ketentuan teknis (merupakan konsolidasi iptek dan pengalaman) (aturan pedoman, atau karakteristik) dari suatu kegiatan atau hasilnya yang dirumuskan secara konsensus (untuk menjamin agar suatu standar merupakan kesepakatan pihak yang berkepentingan) dan ditetapkan (berlaku diseluruh wilayah nasional) oleh BSN untuk dipergunakan oleh pemangku kepentingan dengan tujuan mencapai keteraturan yang optimum ditinjau dari konteks keperluan tertentu.(hal 30) Berdasarkan pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-17025:2000 tentang persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan kalibrasi, untuk mencapai standar yang telah ditetapkan untuk laboratorium pengujian dan kalibrasi harus mengikuti persyaratan manajemen dan persyaratan teknis. b.
Persyaratan Manajemen Persyaratan manajemen ini meliputi persyaratan organisasi pengelola
laboratorium, sistem mutu dan pengendalian dokumen. 1.
Organisasi Laboratorium Organisasi laboratorium atau organisasi induknya harus merupakan satu kesatuan yang secara legal dapat dipertanggungjawabkan, dimana sudah merupakan tanggung jawab laboratorium untuk melakukan pengujian sesuai
23
dengan standar yang ada dan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan, pihak
yang berwenang atau organisasi yang memberikan pengakuan. Dalam
manajemen organisasi, laboratorium harus:
a) Memiliki personel manajerial dan teknis dengan wewenang dan sumber
daya yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya dan untuk
mengidentifikasikan terjadinya penyimpangan dari sistem mutu dan
prosedur pelaksanaan pengujian.
b) Memiliki
pengaturan
untuk
memastikan
agar
manajemen
dan
personelnya bebas dari setiap pengaruh dan tekanan komersial, keuangan dan tekanan intern dan ekstern yang tidak patut dan lainnya yang dapat
berpengaruh buruk terhadap mutu kerja. c) Menetapkan
struktur
organisasi
dan
manajemen
laboratorium,
kedudukannya dalam organisasi induk dan hubungan antara manajemen mutu, kegiatan teknis dan jasa penunjang. d) Menentukan tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personel yang mengelola, melaksanakan atau memverifikasi pekerjaan yang mempengaruhi mutu pengujian/kalibrasi. e) Mengadakan penyeliaan yang memadai pada staff pengujian/kalibrasi termasuk personel yang dilatih oleh personel yang memahami metode dan prosedur, maksud dari tiap pengujian/kalibrasi, dan asesmen dari pengujian/kalibrasi. f)
Memiliki manajemen teknis yang sepenuhnya bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis dan ketersediaan sumber daya yang diperlukan untuk memastikan mutu kegiatan laboratorium yang dipersyaratkan.
g) Menunjuk seorang staff sebagai manajer mutu (atau apapun namanya) yang terlepas dari tanggung jawabnya yang lain, harus mempunyai tanggung jawab dan kewenangan tertentu untuk memastikan system mutu diterapkan dan diikuti setiap waktu. Manajer mutu harus mempunyai akses langsung ke pimpinan tertinggi yang membuat keputusan terhadap kebijakan dan sumber daya laboratorium. 2.
Sistem Mutu
24
Dalam sistem mutu ini, laboratorium harus menetapkan, menerapkan dan
memelihara sistem mutu yang sesuai dengan lingkup kegiatannya.
Laboratorium harus mendokumentasikan kebijakan, sistem, program,
prosedur dan instruksi sejauh yang diperlukan untuk menjamin mutu hasil
pengujian/kalibrasi,
dan
dokumentasi
system
mutu
tersebut
harus
dikomunikasikan kepada, dimengerti oleh, tersedia bagi dan diterapkan oleh
semua personel yang terkait. Kebijakan dan tujuan sistem mutu laboratorium
harus ditetapkan dalam panduan mutu (atau apapun namanya). Tujuan
keseluruhan harus didokumentasikan dalam pernyataan kebijakan mutu,
yang harus diterbitkan dibawah kewenangan pimpinan tertinggi organisasi.
Panduan mutu harus mencakup atau menjadi acuan untuk prosedur pendukung termasuk juga prosedur teknisnya. Peranan dan tanggung jawab manajer teknis dan manajer mutu termasuk tanggung jawab mereka untuk memastikan kesesuaian dengan standar yang berlaku harus ditetapkan dalam panduan mutu.
3.
Pengendalian Dokumen Laboratorium
harus
menetapkan
dan
memelihara
prosedur
untuk
mengendalikan semua dokumen yang merupakan bagian dari sistem mutu (dibuat secara internal atau dari sumber eksternal), seperti peraturan, standar, dokumen normatif lain, metode pengujian/kalibrasi, demikian juga gambar, perangkat lunak, spesifikasi, instruksi dan panduan. Semua dokumen yang diterbitkan untuk personel laboratorium yang merupakan bagian dari system mutu harus dikaji ulang dan disahkan oleh personel yang berwenang sebelum diterbitkan. Perubahan pada dokumen harus dikaji ulang dan disahkan oleh fungsi yang sama, yang melakukan kaji ulang sebelumnya.
b.
Persyaratan Teknis Faktor alat sangat berpengaruh pada ketelitian data yang diperoleh,
disamping faktor manusia dan metode yang digunakan. Oleh karena itu ,perlatan yang digunakan, harus memiliki ketelitian sesuai dengan standar yang telah
25
ditentukan. Berbagai faktor yang menentukan ketepatan/akurasi dan kehandalan pengujian/kalibrasi diantaranya meliputi: 1.
Faktor Manusia (Sumber Daya Manusia)
Manajemen
harus
mengoperasikan
memastikan
peralatan
kompetensi
tertentu,
semua
melakukan
personel
yang
pengujian/kalibrasi,
mengevaluasi hasil, dan menadatangani laporan pengujian dan sertifikat
kalibrasi. Personel yang melakukan tugas tertentu harus mempunyai
kualifikasi berdasarkan pendidikan, pelatihan, pengalaman yang sesuai atau
keterampilan yang ditunjukkan. Dalam beberapa bidang teknis (yang tidak
merusak) mungkin diperlukan personel yang melakukan tugas tertentu
mempunyai sertifikat personel, dimana laboratorium bertanggung jawab untuk memenuhi persyaratan sertifikasi personel tertentu. 2.
Kondisi Akomodasi dan Lingkungan Fasilitas laboratorium untuk pengujian seperti sumber energi, kondisi penerangan dan lingkungan, harus sedemikian rupa untuk memfasilitasi kebenaran unjuk kerja pengujian. Laboratorium harus memastikan bahwa kondisi lingkungan tidak mengakibatkan ketidakabsahan hasil atau berpengaruh buruk pada mutu setiap pengukuran yang dipersyaratkan. Perhatian yang semestinya harus diberikan pada, misalnya sterilitas biologis, debu, gangguan elektromagnetik, radiasi, kelembapan, catu daya listrik, suhu, dan tingkat bunyi serta getaran yang sesuai dengan kegiatan teknis yang dimaksud. Pengujian harus dihentikan apabila lingkungan merusak hasil pengujian.
3.
Metode Pengujian/Kalibrasi Laboratorium harus menggunakan metode dan prosedur yang sesuai untuk semua pengujian didalam lingkupnya. Hal tersebut mencakup pengambilan sampel, penanganan, transportasi, penyimpanan dan persiapan barang untuk diuji/dikalibrasi. Laboratorium harus memiliki instruksi penggunaan dan penginperasian semua peralatan yang relevan, dan penanganan serta penyiapan barang yang diuji. Metode yang digunakan lebih baik standar yang
dipublikasikan
secara
internasional,
26
regional
atau
nasional.
Laboratorium harus menjamin bahwa standar yang digunakan adalah edisi
mutakhir yang berlaku, kecuali bila standar tersebut sudah tidak sesuai lagi
atau tidak mungkin dilakukan. Pelanggan harus diberi informasi tentang
metode yang dipilih, dan harus memastikan menggunakan metode yang baik
sebelum melakukan pengujian/kalibrasi, dan jika ada perubahan metode
standar, harus dilakukan konfirmasi ulang.
4.
Peralatan
Laboratorium harus dilengkapi dengan semua barang untuk pengambilan
sampel, peralatan pengukuran dan pengujian yang diperlukan untuk melaksanakan pengujian dengan benar. Peralatan dan piranti lunak yang digunakan untuk pengujian, dan pengambilan sampel harus mampu menghasilkan akurasi yang diperlukan dan harus sesuai dengan spesifikasi yang
relevan dengan pengujian yang dimaksud. Sebelum digunakan,
peralatan harus dikalibrasi atau dicek untuk menetapkan peralatan tersebut memenuhi persyaratan spesifikasi laboratorium dan sesuai dengan spesifikasi standar yang relevan. Laboratorium harus memilki prosedur untuk penanganan yang aman, transportasi, penyimpanan, penggunaan dan perawatan yang direncanakan bagi peralatan ukur untuk memastikan kelayakan fungsinya dan untuk mencegah kontaminasi atau deteriorasi. Bagi peralatan yang telah mengalami pembebanan lebih atau kesalahan penanganan, memberikan hasil yang mencurigakan, atau telah dijumpai mengalami cacat atau berada diluar batas-batas yang ditentukan, harus ditarik dari penggunaannya. Bila memungkinkan semua peralatan yang berada dibawah harus diberi
pengendalian
laboratorium dan memerlukan kalibrasi,
label, kode atau cara
identifikasi lainnya untuk
mengindikasikan status kalibrasi, termasuk tanggal terakhir dikalibrasi, dan tanggal atau criteria kadaluarsa saat kalibrasi ulang harus dilakukan. Peralatan pengujian, termasuk piranti keras dan piranti lunak, harus dijaga keamanannya dari penyetelan yang akan mengakibatkan ketidakabsahan hasil pengujian/kalibrasi.
27
2.7
Kerjasama/Kemitraan (Partnering)
Menurut Sentanoe Kertonegoro (1988:125-126 dalam Nana Rukmana
(2006:60)), kemitraan adalah kerjasama yang saling menguntungkan antar pihak,
dengan menempatkan kedua pihak dalam posisi sederajat. Pendapat lain dalam “The American Heritage Dictionary” (1992 dalam Nana Rukmana (2006:59)), kemitraan
(partnership)
didefinisikan
sebagai:
“a
relationship
between
individuals or groups that is characterized by mutual cooperation and responsibility, as for the achievement of a specified goals”.
Berdasarkan pengertian diatas dapat diartikan bahwa ,kemitraan adalah
suatu bentuk kerjasama antara dua pihak yang membutuhkan sebuah hasil atau keuntungan dari kerjasama tersebut. Nana Rukmana (2006:60) dalam bukunya berpendapat “dalam mewujudkan kemitraan yang baik terdapat sejumlah prinsip, nilai (value), dan konsep dasar yang harus diperhatikan. Prinsip yang sangat penting dan tidak dapat ditawartawar dalam menjalin kemitraan adalah saling percaya antar institusi/lembaga yang bermitra. Adapun nilai (value) yang diperlukan yakni karakteristik atau kualitas SDM untuk mencapai visi dan misi organisasi. Hal ini seringkali berbeda dalam realisasinya disetiap organisasi, karena tatkala nilai bersama (share value) dapat dirumuskan bersama, tetapi dalam prakteknya masing-masing organisasi sering melanggar prinsip-prinsip yang sangat fundamental.” Penjelasan mengenai konsep dan prinsip kemitraan menandakan bahwa kerjasama/kemitraan (partnering) itu merupakan hal yang penting dalam melakukan suatu kerjasama dengan instansi/organisasi lain, demi terjaganya hubungan jangka panjang (long-term relationship) perlu ditumbuhkan nilai bersama (share value) dalam kemitraan.
2.8
Analisis Proyeksi Permintaan Potensial Menurut Suliyanto (2010:109), berpendapat dalam bukunya, “permintaan
pasar dapat dibagi menjadi permintaan efektif dan permintaan potensial. Permintaan potensial merupakan permintaan sejumlah produk yang mungkin akan
28
dibeli oleh masyarakat atau industry pada masa yang akan datang. Proyeksi permintaan potensial dapat dilakukan dengan cara berikut. a.
Judgement Method (Non-Statistical Method)
Judgement method merupakan metode untuk memproyeksikan permintaan
atas dasar pendapat. Metode ini dapat dilakukan dengan cara berikut:
1) Survei Niat Beli
Survei niat beli merupakan metode untuk memproyeksikan permintaan
yang akan datang dengan menanyakan kepada calon konsumen (target) pasar apakan mereka akan membeli atau tidak. 2) Pendapat para tenaga penjual
Metode ini memproyeksikan permintaan yang akan datang dengan cara meminta kepada para tenaga penjualan untuk mengestimasikan penjualan tiap produk untuk daerah mereka masing-masing. Setelah itu, semua estimasi dari tenaga penjualan dijumlahkan untuk mendapatkan ramalan penjualan secara keseluruhan. 3) Pendapat para ahli Metode ini memproyeksikan permintaan yang akan datang dengan cara meminta pendapat para ahli di bidangnya untuk mengestimasikan permintaan produk berdasarkan analisis ilmiah. b.
Statistical Method Statistical method merupakan metode untuk memproyeksikan permintaan atas dasar perhitungan statistik. Metode ini dapat dilakukan dengan caracara berikut: 1) Analisis Tren (Trend Analysis) Analisis tren merupakan metode analisis yang digunakan untuk memproyeksikan penjualan pada masa yang akan datang dengan berdasarkan pada data sebelumnya. Untuk membuat proyeksi penjualan pada masa yang akan datang dengan menggunakan analisis tren dibutuhkan data yang memadai dan diamati dalam periode waktu yang relative lama. Tingkat ketepatan analisis tren sangat tergantung pada keakuratan data sebelumnya dan ketepatan waktu pengumpulan data
29
yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis. Metode tren
yang paling banyak digunakan untuk melakukan analisis data adalah
metode kuadrat terkecil (trend least square method). Metode kuadrat terkecil merupakan metode untuk menentukan garis tren dengan menempatkan tahun dasar di tengah. Persamaan tren kuadrat
terkecil adalah sebagai berikut:
Y = a + bX
Dimana: a = ΣY / n sedangkan b = ΣXY / ΣX² 2) Analisis Korelasi dan Regresi Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui derajat hubungan linier antarsatu variabel dengan variabel yang lain. Suatu variabel dikatakan memiliki hubungan dengan variabel yang lain jika perubahan satu variabel diikuti dengan perubahan variabel yang lain. Dengan diketahuinya hubungan variabel satu dengan variabel yang lain maka kita dapat memproyeksikan penjualan berdasarkan perubahan pada variabel yang memiliki korelasi. Jika arah perubahannya searah maka kedua variabel akan memiliki korelasi yang positif. Sebaliknya, jika arah perubahannya berlawanan maka kedua variabel akan memiliki korelasi yang negatif. Sedangkan jika perubahan variabel tidak diikuti oleh perubahan variabel yang lain maka dikatakan bahwa variabel tersebut tidak saling berkorelasi. Korelasi antarvariabel dapat diukur dengan menggunakan korelasi product moment. Untuk mencari koefisien korelasi product moment digunakan rumus berikut: n ∑XY – (∑X)(∑Y)
rxy =
√{n ∑X2 – (∑X)2} √{n ∑Y2 – (∑Y)2} Keterangan: rxy
= Koefisien korelasi Product Moment
n
= Jumlah pengamatan
∑X = Jumlah dari pengamatan nilai X 30
∑Y = Jumlah dari pengamatan Y
rxy merupakan koefisien korelasi yang nilainya akan senantiasa berkisar antara -1 (minus satu) sampai dengan 1 (satu). Jika koefisien korelasi semakin mendekati angka satu berarti koefisien korelasi tersebut
semakin kuat, tetapi jika koefisien korelasi tersebut mendekati angka 0
(nol) berarti koefisien korelasi tersebut semakin lemah.
Analisis Regresi sangat banyak digunakan sebagai salah satu alat analisis untuk membuat proyeksi. Hal ini didasari kenyataan bahwa nilai suatu variabel dapat dipengaruhi oleh satu atau lebih perubahan-perubahan variabel lain. Dengan menggunakan analisis regresi koefisien untuk setiap variabel bebasnya akan didapat. Dengan diperolehnya koefisien regresi maka diharapkan sebuah proyeksi besarnya nilai variabel akan dapat
dibuat,
tergantung
pada
kemampuan
meminimumkan
penyimpangannya. Berikut persamaan regresi linier sederhana: Y = a+bX+ԑ Keterangan: Y
= Nilai yang diramalkan
a
= Konstanta/intercept
b
= Koefisien regresi/slope
X
= Variabel bebas
ԑ
= Nilai residu
Nilai a (konstanta) dan nilai b (koefisien regresi) dalam persamaan tersebut dapat ditentukan dengan rumus berikut: b = n (∑XY) – (∑X) (∑Y) n (∑X2) – (∑X)2 a=
∑Y – b (∑X) n
31