BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II. 1
Pendahuluan
Rangkaian kegiatan dalam suatu proyek, dimulai dari lahirnya suatu gagasan karena adanya suatu kebutuhan (need), yang dapat berasal dari beberapa sumber seperti : rencana pemerintah, permintaan pasar, dari dalam perusahaan yang bersangkutan, kegiatan penelitian dan pengembangan dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan studi kelayakan (feasibility study), membuat penjabaran yang lebih rinci tentang rumusan kebutuhan tersebut dan menuangkan dalam bentuk rancangan (design), melakukan persiapan administrasi untuk pelaksanaan pembangunan dengan memilih calon pelaksana (procurement), melaksanakan pembangunan di lokasi yang telah disediakan (construction), mempersiapkan penggunaan bangunan tersebut (start up), operasi dan pemeliharaan (operation and maintenance), selanjutnya penyelesaian dari seluruh fasilitas untuk siap digunakan (disposal of facility). Rangkaian kegiatan tersebut oleh Hendrickson (2003) dalam the perspective of an owner dapat dijelaskan seperti Gambar II.1 berikut : Market Demands or Perceived Needs
Definition of Project Objective and Scope
Conceptual Planning and Feasibility Studi
Conceptual Plan or Preliminary Design
Design and Engineering
Construction Plans and Specification
Procurement and Construction
Completion of Construction
Startup for Occupancy
Acceptance of Facility
Operation anda Maintenance
Fulfillment of Useful Life
Disposal of Facility
Gambar II.1 The Project Life Cycle of a Constructed Facility (Hendrickson, 2003) 12
Rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan mencakup pekerjaan-pekerjaan seperti arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan, masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Tahap implementasi atau tahap pelaksanaan (construction) adalah tahap untuk mewujudkan suatu rencana menjadi suatu bentuk fisik. Tahap ini umumnya merupakan tahap yang paling banyak menyita pembiayaan, tenaga dan waktu, serta melibatkan berbagai pihak serta sumberdaya yang cukup besar, dibandingkan tahap lainnya.
II.1.1 Aspek-Aspek dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi Keberhasilan pelaksanaan suatu proyek konstruksi secara garis besar dapat ditinjau dari dua aspek yaitu, effective aspect dan efficiency aspect (Paulson, 1984) 1
Effective aspect Effective aspect adalah upaya-upaya koordinasi dan pengendalian yang dilakukan oleh seluruh fungsi manajemen atau berbagai pihak yang terlibat dengan tanggung jawab yang jelas, tegas dan obyektif sehingga dapat mencegah
keraguan
dalam
pelaksanaan
pembangunan
dan
dapat
meminimalisasi uncertain events yang kemungkinan dapat terjadi untuk tercapainya keberhasilan pelaksanaan proyek. 2. Efficiency Aspect Efficiency Aspect adalah upaya-upaya yang harus dilakukan agar keberhasilan pelaksanaan proyek yang terjadi, tepat sesuai tujuan yaitu tepat biaya, waktu dan kualitas (triple constraint). Tercapainya ke dua aspek di atas bergantung pada hubungan ke tiga kriteria di atas yaitu kriteria waktu, biaya dan mutu pekerjaan (triple constraint) yang membentuk tata hubungan saling ketergantungan serta berpengaruh sangat kuat dengan kepekaan yang tinggi. Jika salah satu kriteria berubah sedikit saja maka akan langsung berdampak pada kriteria yang lainnya. Dengan demikian 13
pelaksanaan proyek konstruksi selalu ditujukan untuk menghasilkan suatu bangunan yang bermutu, diwujudkan dalam rentang waktu yang terbatas dengan pembiayaan sesuai anggaran. Ketiga kriteria di atas akan tercapai, apabila didukung oleh faktor-faktor penunjang yang memadai yaitu : - Perencanaan lingkup proyek dan penyusunan Work Breakdown Structure (WBS) dengan urutan yang logis dan cukup rinci. - Rencana metode pelaksanaan yang efektif dan efisien . - Rancangan organisasi yang akan menangani proyek dan pengisian personil meliputi : hirarkhi, wewenang, tugas, tanggung jawab masing-masing dan mekanisme koordinasi - Proyeksi keperluan sumber daya dan cara pengadaannya meliputi : tenaga kerja, material dan peralatan. - Rencana jadwal kegiatan dan jadwal alokasi sumber daya - Perkiraan biaya atau anggaran - Standar mutu dan lain-lain.
II.1.2 Pihak – Pihak yang Terlibat dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi Berbagai pihak yang turut berkontribusi dalam pelaksanaan proyek selain berasal dari lingkungan internal proyek yang bertanggung jawab langsung terhadap proses kegiatan proyek, berasal juga dari lingkungan eksternal proyek. Pihak-pihak dari eksternal proyek antara lain, pemerintah sebagai regulator dengan berbagai peraturan dan undang-undang yang berpengaruh bagi kelangsungan proyek, institusi keuangan, masyarakat dan alam lingkungannya. Pihak-pihak yang terlibat di dalam lingkungan internal proyek atau merupakan tim internal proyek adalah: pemilik proyek, konsultan perencana, konsultan pengawas, kontraktor dan subkontraktor, supplier, beserta tenaga kerja. Pihak-pihak yang terlibat tersebut akan berkontribusi secara berbeda-beda sesuai dengan fungsinya. Dalam pelaksanaan proyek, perlu disusun kesepakatan tentang peran dan tanggung
jawab di antara semua pihak yang terlibat. Tujuan sasaran dan strategi
proyek perlu dinyatakan secara jelas dan terinci dengan menciptakan mekanisme 14
yang handal untuk memonitor mengkoordinasi, mengendalikan dan mengawasi setiap pelaksanaan seluruh tugas dan tanggung jawab. Ketidakpastian mengenai hubungan dasar antara pihak-pihak yang terlibat dalam proyek tersebut seperti ambiguitas, konflik dan kendala-kendala sosial serta pengalaman-pengalaman masa lalu yang tidak sepenuhnya dapat ditransfer ke proyek-proyek yang baru perlu diminimisasi.
1. Pemberi Tugas atau Pemilik Proyek Pemberi Tugas atau Pemilik Proyek yang adalah perorangan atau institusi, sebagai pemrakarsa proyek dapat berasal dari kalangan swasta atau pejabat yang mewakili kepentingan pemerintah. Pemberi Tugas dari kalangan swasta, dapat selaku pemakai atau pemilik bangunan atau dapat pula mewakili pihak pengembang (developer).
Sedangkan pada proyek–proyek pemerintah, Pemberi Tugas
bertindak selaku Pemimpin Proyek (Pimpro) yang terikat oleh berbagai peraturan dan tatanan yang mekanismenya diatur sesuai dengan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara melalui Keputusan Presiden. Kedudukan Pemberi Tugas berada di dalam sistem yang berfungsi sebagai fasilitator, motivator dan katalisator dalam penyelenggaraan proyek sehingga dapat menghasilkan keluaran-keluaran yang efektif dan efisien sesuai tujuan fungsional proyek. Pemberi Tugas juga dapat berperan sebagai stabilisator dalam menyelesaikan perselisihan yang dapat saja muncul selama siklus proyek. Di Indonesia pengaturan pelaksanaan proyek berpedoman pada UU Jasa Konstruksi No.18 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2000 yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Di samping itu Pemberi Tugas mempunyai fungsi untuk menyediakan lahan proyek, dana yang diperlukan proyek dan menetapkan sasaran (fungsi dan kualitas) serta jadwal proyek.
15
2. Konsultan Seiring dengan perkembangan dalam pelaksanaan proses konstruksi, Pemberi Tugas memerlukan jasa seseorang atau lembaga yang secara profesional dapat memberikan rekomendasi serta jasa konsultasi. Konsultan pada tahap konseptual adalah Konsultan Perencana yang bertugas memberikan dan menuangkan pemikiran-pemikiran,
gagasan
untuk
memenuhi
kebutuhan
agar
hasil
pembangunan benar-benar dapat berfungsi dengan struktur bangunan yang memenuhi syarat (suitable) dan layak untuk melayani aktivitas tertentu. Dalam tahap pelaksanaan, konsultan adalah organisasi yang ditunjuk dan diberi kuasa oleh pemilik proyek sebagai pengawas pekerjaan yang melakukan tugas koordinasi dan memberi bimbingan tentang pelaksanaan konstruksi, melakukan pengawasan teknis pekerjaan selama siklus pelaksanaan serta memantau laju kemajuan pekerjaan para
kontraktor agar sesuai dengan kontrak yang telah
disepakati.
3. Kontraktor Kontraktor
pada hakekatnya adalah pelaksana konstruksi yang bertugas
memberikan idea dan ketrampilan untuk mentransformasikan sumber daya– sumber daya konstruksi (input) dengan berlatar belakang kekayaan pengalaman secara terintegrasi dalam suatu proses produksi sehingga menghasilkan bangunan dalam bentuk fisik (output) sesuai syarat–syarat yang tertuang dalam kontrak. Di samping itu kontraktor
sebagai pelaksana konstruksi dapat saja memberikan
penilaian tentang kelayakan dokumen perencanaan dalam rangka mewujudkannya dalam bentuk fisik. Oleh karena itu kontraktor diwajibkan membuat shop drawings secara terperinci sebelum melaksanakan konstruksi. Pemberi Tugas, Konsultan dan Kontraktor membentuk suatu mekanisme pengelolaan proyek yaitu proses pengendalian dan evaluasi pekerjaan terus menerus untuk mengantisipasi setiap ketidakpastian yang dapat menimbulkan risiko terhadap setiap kegiatan untuk mencapai suatu tujuan yang sama sepanjang siklus proyek . 16
4. Subkontraktor Berbagai tipe proyek memerlukan berbagai tipe keahlian khusus. Dengan demikian untuk mendapatkan kualitas kerja yang lebih baik, maka pengadaan subkontraktor spesialis sudah menjadi fenomena yang lazim dalam kegiatan pelaksanaan proyek konstruksi. Dengan adanya perbedaan pada masing – masing tipe proyek, kompleksitas teknologi yang digunakan dengan berbagai peralatan, serta metode dan tenaga kerja khusus yang diperlukan untuk mengaplikasikan rencana maka pola kombinasi keahlian subkontraktor yang diperlukan akan berbeda–beda pula. Di lain pihak dengan adanya subkontraktor, kontraktor tidak perlu mengalokasikan dana untuk pelatihan atau pendidikan secara khusus. Hal yang juga penting adalah, kontraktor dapat dengan mudah melakukan pengendalian biaya, karena umumnya kontrak yang disepakati antara kontraktor dan subkontraktor adalah kontrak harga tetap (fixed price) serta pengalihan risiko akibat ketidakpastian yang dapat terjadi pada item pekerjaan yang dilakukan subkontraktor.
5. Pemasok Material dan Peralatan (Supplier) Pengadaan dalam arti luas mencakup pembelian peralatan, perlengkapan, material, tenaga kerja dan segala macam bentuk jasa yang diperlukan untuk proses konstruksi. Pengadaan sumber daya seperti material dan peralatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi merupakan bagian terpenting. Pemakaian material (material permanen dan material habis pakai) mempunyai persentasi yang cukup besar dari total biaya proyek. Sedangkan ketersediaan peralatan dengan berbagai ukuran dan jenis yang akan digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Oleh karena itu dalam proses pemilihan pemasok material dan peralatan, kontraktor harus menentukan
beberapa kriteria selain berdasarkan
harga terendah, yaitu : keandalan pemasok, pelayanan yang ditawarkan, syarat pembayaran yang disepakati, kualitas dan kemampuan menyediakan kebutuhan dalam keadaan yang tidak terjadwal. Agar proses alokasi material dan peralatan dapat dilakukan secara efektif dan efisien maka segala sesuatu yang berkaitan dengan sumberdaya tersebut harus secara tegas dijelaskan dalam kontrak. 17
6. Tenaga Kerja Sumber daya yang sangat penting dalam kegiatan pelaksanaan proyek adalah sumber daya manusia dengan tingkat ketrampilan yang harus dikelola secara cermat untuk mendapatkan performa bangunan yang diinginkan, serta berfungsi dalam pengoperasiannya. Beberapa faktor yang penting dalam mengelola sumber daya manusia/tenaga kerja menurut Anderson dan Woodhead (1981) adalah : hubungan manusia (human relations), pengelolaan pribadi tenaga kerja (personal management of labor), pengelolaan tenaga kerja secara umum (impersonal management of labor), serta hubungan industri (industrial relations) . Pengelolaan terhadap tenaga kerja bertujuan untuk mencapai hasil kerja yang berkualitas tinggi karena andilnya yang besar terhadap keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan suatu proyek. Di Indonesia, pengerahan tenaga kerja untuk proyek konstruksi umumnya masih menggunakan cara tradisional yaitu melalui jasa perantara mandor borong. Mandor bertugas mendatangkan sejumlah tenaga kerja sesuai kualifikasi yang diperlukan (kelompok tukang batu,besi, kayu dan sebagainya) dan sekaligus memimpin dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan. Dengan demikian mandor dituntut untuk mengendalikan kualitas hasil pekerjaan agar sesuai dengan ketentuan spesifikasi teknis dan gambar-gambar perencanaan. Kontraktor melakukan pengawasan dan pengendalian secara menyeluruh terhadap setiap pekerjaan yang dilakukan tenaga kerja karena kegagalan dan keberhasilan dalam pelaksanaan merupakan tanggung jawab dari kontraktor.
7. Pemerintah (Regulator) Dalam kegiatan jasa konstruksi, pemerintah sebagai regulator berperan penting dalam rangka penciptaan iklim usaha jasa konstruksi secara adil dan merata, struktrur usaha yang kokoh dan efisien,
dengan dikeluarkannya UU Jasa
Konstruksi No.18 tahun 1999 dan PP No.29 tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Dengan demikian kesenjangan-kesenjangan yang selama ini 18
terjadi antara pemberi tugas dan kontraktor pada pelaksanaan proyek konstruksi diharapkan dapat diatasi. Di samping itu, kebijakan–kebijakan pemerintah yang mempengaruhi iklim ekonomi dalam negara dan sistem politik turut mempengaruhi kegiatan pelaksanaan proyek konstruksi pada saat yang bersamaan,
misalnya
peraturan-peraturan
tentang
kenaikan
harga–harga
kebutuhan pokok yang berdampak pada kenaikan biaya konstruksi.
8. Institusi Keuangan Bank, lembaga keuangan non bank, perusahaan leasing dan asuransi adalah institusi keuangan di luar industri jasa konstruksi yang terlibat juga dalam kegiatan industri jasa konstruksi. Dalam kegiatan pelaksanaan proyek, perusahaan asuransi merupakan suatu institusi keuangan yang bertindak sebagai alat sosial dan bertujuan untuk menangani proses pengalihan risiko. Menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Republik Indonesia, “asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberi penggantian kepadanya karena suatu kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan , yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”. Dengan demikian perusahaan asuransi dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengalihan risiko –risiko tertentu oleh kontraktor. Di samping itu, jaminan juga merupakan salah satu bentuk pengalihan risiko akibat ketidakpastian dalam pelaksanaan proyek konstruksi yang dapat ditempuh oleh kontraktor. Namun berbeda dengan asuransi khususnya Asuransi Contractor´s All Risks (CAR) yang
hanya memberikan perlindungan terhadap
jenis kerugian tertentu , maka jaminan dapat memberikan perlindungan terhadap segala bentuk kerugian. Masing-masing pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi mempunyai tujuan dan motivasi yang sama yaitu keberhasilan pelaksanaan proyek. Namun pada 19
kenyataannya, proyek konstruksi memiliki ciri-ciri yang
kompleks dan unik,
sehingga proyek konstruksi memiliki tingkat ketidakpastian (uncertainty) yang cukup tinggi. Ketidakpastian (uncertainty) tersebut akan menghasilkan keluaran berupa peluang maupun risiko dan mempengaruhi setiap aspek dalam pelaksanaan proyek maupun pihak – pihak yang terlibat. Risiko proyek adalah kumpulan efek dari segala peristiwa yang mungkin terjadi yang akan mengakibatkan terjadinya penyimpangan terhadap kesepakatankesepakatan yang telah diatur dalam kontrak menyangkut dua aspek di atas yang dapat menimbulkan kerugian sehingga berdampak pada meningkatnya biaya pelaksanaan. Dengan demikian perusahaan-perusahaan kontarktor harus dapat mengidentifikasi sejak awal peristiwa yang mengandung ketidapastian (uncertain events) yang berpotensi ada selama pelaksanaan konstruksi yang menimbulkan kerugian dan dapat mempengaruhi output yang diharapkan. Hal ini dikarenakan pengalaman-pengalaman dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi membuktikan bahwa
tanpa
memperhitungkan
uncertain
events,
perusahaan-perusahaan
kontraktor sering mengalami kerugian dengan meningkatnya biaya pelaksanaan akibat timbulnya risiko yang tidak diperhitungkan sebelumnya. Dalam rangka mengantisipasi uncertain events tersebut, kontraktor harus mengidentifikasi, mengklasifikasi, serta memperhitungkan hubungan dari masingmasing peristiwa yang berdampak pada biaya pelaksanaan dan merespon hal-hal tersebut serta menentukan suatu nilai biaya kontinjensi yaitu sejumlah biaya yang dicadangkan dan diperhitungkan di dalam estimasi biaya sebagai usaha mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak terduga.
II.2
Ketidakpastian dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi
Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, ketidakpastian (uncertainty) dan risiko (risk) selalu melekat dalam setiap kegiatan terlepas dari apakah menyangkut ukuran proyek, kompleksitas proyek, lokasi proyek, atau lainnya. Namun demikian, sebelum kita dapat melakukan apapun untuk mengelola risiko tersebut, maka terlebih dahulu harus ada definisi mengenai apa yang disebut oleh 20
kontraktor sebagai risiko. Tanpa itu para kontraktor tidak akan dapat memperoleh metode yang sistematis untuk mengidentifikasi risiko. ”Risiko” adalah sebuah kata yang cukup sederhana untuk memahaminya tetapi sulit untuk mendefinisikannya. Untuk itu akan ditinjau beberapa definisi dari risiko yang telah dikemukakan dalam beberapa literatur. Walaupun kadangkadang istilah ketidakpastian dan risiko dipergunakan dengan makna yang sama, namun ada perbedaan dalam makna formal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2002), ”risiko” adalah akibat yang kurang menyenangkan, merugikan, membahayakan dari suatu perbuatan atau tindakan. Sedangkan ”ketidakpastian” adalah keadaan yang tidak diketahui atau tidak pasti. Dalam beberapa literatur, oleh beberapa pengarang kata ”risiko” (risk) didefinisikan sebagai suatu kondisi yang akan
menimbulkan
kerugian,
kerusakan atau kehilangan (Kerzner, 1995 ; Flanagan dan Norman, 1993; Palmer, 1996 didokumentasi oleh Muttaqin, 2002). Sedangkan Al-Bahar dan Crandall, (1990) mendefinisikan risiko sebagai peluang timbulnya suatu kejadian, baik yang memberikan dampak positif maupun negatif, yang dapat mempengaruhi tujuan proyek sebagai akibat adanya ketidakpastian. Walaupun di satu sisi Al-Bahar (1990)
melihat dari dua segi yaitu kerugian maupun keuntungan dengan memberikan suatu contoh yaitu pada risiko foreign currency fluctuation, bahwa apabila risiko tersebut terjadi, bisa menimbulkan kerugian atau bisa mendatangkan keuntungan tergantung dari besar exchange rate yang ditetapkan sebelumnya. Lowe. J, 1996
mendefinisikan risiko sebagai peristiwa-peristiwa dengan
probabilitas yang dapat diperkirakan sehingga dapat dimodelkan secara statistik. Sedangkan ”ketidakpastian” (uncertainty) adalah berkaitan dengan peristiwaperistiwa yang tidak diketahui, yang tidak dapat diramalkan secara meyakinkan dan teknik-teknik matematika yang dipergunakan untuk memperkirakan pengaruhnya adalah didasarkan pada skenario kemungkinan yang ”paling baik” atau ”paling buruk” . Cost Engineering Note book (1992), seperti yang didokumentasikan oleh 21
Partawijaya, (2001) mendefinisikan ketidakpastian sebagai hal-hal yang tidak dapat diduga secara pasti (unforeseeable), atau yang tidak dapat dinyatakan secara jelas (intangible) atau tidak dapat diramalkan (unforseen). Dalam hal ini definisi dari Lowe (1996) dapat diadopsi untuk kebutuhan definisi risiko pada penelitian yang akan dilakukan. Risiko dilihat dari sisi negatifnya, karena sisi positif bagi kontraktor bukan suatu masalah tetapi merupakan suatu peluang bagi perusahaan kontraktor tersebut. Oleh karena itu dalam penelitian yang dilakukan
risiko pelaksanaan proyek konstruksi dapat didefinisikan sebagai ”Kombinasikombinasi dari peristiwa yang mengandung ketidakpastian (uncertain events) yang memiliki dampak buruk dan dapat mempengaruhi pelaksanaan proyek sehingga mendatangkan kerugian pada aspek finansial (meningkatnya biaya pelaksanaan)”. Uncertain events tersebut dapat diperkirakan probabilitas terjadinya sehingga dapat dimodelkan secara kuantitatif. Dengan demikian di dalam penelitian ini ada tiga hal pokok yang dapat diuraikan menyangkut ketidakpastian, risiko dan dampak dari risiko sebagai berikut : - Ada peristiwa-peristiwa pada pelaksanaan proyek yang tidak pasti
dan dapat
terjadi (uncertain events). - Risiko adalah akibat adanya uncertain events - Kerugian adalah keadaan yang terjadi dengan adanya risiko.
II.2.1 Identifikasi uncertain events di dalam pelaksanaan proyek konstruksi Penelitian-penelitian terhadap risiko akibat ketidakpastian (uncertainty) pada proyek konstruksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Hasil-hasil penelitian tersebut akan diidentifikasi dengan melakukan studi terhadap literatur-literatur terkait dan studi terhadap pasal-pasal dalam kontrak kerja yang digunakan dalam proyek
konstruksi di Indonesia sebagai dasar/landasan untuk melakukan identifikasi melalui pengamatan langsung dilapangan (survey) nantinya. Proses identifikasi ini adalah proses yang sangat penting karena keakuratan dalam proses selanjutnya bergantung dari seberapa baik pengidentifikasian uncertain events dalam
pelaksanaan proyek konstruksi. 22
Menurut Al-Bahar (1990), proses analisis risiko dan manajemen respons, dapat dilaksanakan hanya terhadap risiko-risiko yang telah teridentifikasi. Apabila tidak ada
risiko yang diidentifikasi, maka tidak ada yang perlu dievaluasi dan dikelola. Hal yang paling buruk dapat terjadi apabila risiko yang tidak teridentifikasi adalah yang cenderung berakibat yang paling buruk. Akibat-akibat seperti ini disebabkan munculnya risiko-risiko yang tidak teridentifikasi karena dianggap memiliki probabilitas kemunculan yang rendah. Untuk itu dalam penelitian ini proses identifikasi dilakukan secara mendalam dan hanya dibatasi pada uncertain events dalam tahap pelaksanaan proyek konstruksi.
1.
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai ketidakpastian dan risiko di dalam proyek konstruksi
Penelitian yang dilakukan oleh Burcu (1998), difokuskan pada faktor-faktor risiko yang berakibat pada cost overburden yang terdiri dari faktor-faktor risiko yang dapat dikontrol dan yang tidak dapat dikontrol. Risiko yang dapat dikontrol dianggap dapat ditanggulangi oleh kontraktor. Sedangkan risiko yang tidak dapat dikontrol diteliti dengan pendekatan sebatas mengidentifikasi sumber-sumber risiko melalui wawancara dan selanjutnya memetakan risiko-risiko yang mengakibatkan cost overburden. Faktor-faktor risiko tersebut dibagi dalam beberapa kelompok yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi perkiraan biaya seperti: kesalahan estimasi; faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan konstruksi seperti: lingkungan,ekonomi dan keuangan; faktor-faktor yang mempengaruhi kontrak seperti: tipe kontrak, konteks kontrak (lihat Tabel II-1). Al-Bahar (1990) meneliti tentang pendekatan sistem manajemen risiko untuk proyek konstruksi dengan studi kasus pada pembangunan Jembatan JamunaBangladesh. Proses manajemen risiko yang diterapkan adalah model Construction Risk Management System (CRMS). CRMS adalah model yang memberikan suatu frame work tentang identifikasi risiko, analisis risiko dan evaluasi, manajemen respons risiko serta siatem administrasi dalam proyek konstruksi. Hasil identifikasi
risiko-risiko
pada
pelaksanaan
proyek
Jembatan
Jamuna
dikelompokkan dalam 5 kategori risiko konstruksi. Risiko-risiko hasil identifikasi Al-Bahar akan diadopsi ke dalam penelitian yang dilakukan dengan melakukan 23
penyesuaian sesuai peristiwa-peristiwa yang mengandung ketidakpastian dalam pelaksanaan proyek konstruksi di Indonesia (telah diadopsi oleh Azwar, 2003). Selanjutnya Lowe dan Withworth (1996) melakukan kajian literatur tentang manajemen risiko dalam proyek-proyek konstruksi yang besar dengan ilustrasi pelaksanaan sebuah proyek konstruksi yang besar yaitu ”Channel Tunnel” di Inggris United Kingdom. Menurut Lowe proyek-proyek besar sangat rentan terhadap risiko-risiko tertentu. Sebagai contoh, suatu proyek yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyelesaiannya, kemungkinan akan menghadapi sekurang-kurangnya satu kali inflasi yang cukup tinggi yang dapat mengakibatkan peningkatan biaya. Identifikasi risiko dengan ilustrasi contoh proyek di atas menemukan sebelas faktor risiko yang terjadi pada masa pelaksanaannya. Namun karena proyek ini didukung oleh Pemerintah, maka tidak langsung mengalami kebangkrutan (insolvency). Karena didasarkan pada sebuah proyek konstruksi yang besar, dengan jangka waktu pelaksanaan yang panjang, maka ke sebelas faktor risiko yang diidentifikasi (Lihat Tabel II-1) mungkin belum mengakomodir risiko-risiko akibat peristiwa-peristiwa yang mengandung ketidakpastian pada saat proyek tersebut dilaksanakan. Penelitian yang dilakukan oleh Smith dan Bohn (1999) dengan cara studi literatur dan
wawancara
terhadap
beberapa
kontraktor
kecil
sampai
menengah
menghasilkan 8 kategori risiko serta klasifikasinya yaitu sebagai risiko internal dan risiko eksternal. Risiko-risiko internal adalah risiko-risiko yang ditemukan dalam proyek dan merupakan risiko yang mungkin dikontrol. Sedangkan risiko eksternal adalah risiko yang berasal dari luar proyek dan umumnya bukan merupakan risiko yang dapat dikontrol. Sementara itu beberapa text book yang telah membahas tentang manajemen risiko proyek konstruksi dan
menjelaskan berbagai faktor risiko yang berpengaruh
dalam pelaksanaan proyek konstruksi antara lain adalah yang ditulis oleh Niwa (1989), Flanagan (1993), Raftery (1994), dan Kerzner (1995).
24
Masalah-masalah dalam proyek konstruksi yang menimbulkan risiko dipetakan oleh Niwa (1989) berdasarkan tahap-tahap dalam rangkaian kegiatan proyek konstruksi yaitu tahap kontraktual, tahap disain, tahap pengadaan, tahap transportasi, tahap konstruksi dan tahap uji coba. Dalam tahap pelaksanaan konstruksi
(construction), masalah yang dianggap sebagai risiko adalah : keterlambatan pekerjaan (contoh, pekerjaan pengelasan), pemogokan tenaga kerja dan kegagalan para engineers disebabkan kesenjangan komunikasi dengan tenaga kerja-tenaga kerja lokal. Pemetaan risiko yang dilakukan Niwa masih terbatas, sementara kegiatan pelaksanaan proyek sebenarnya sangat kompleks dan unik sehingga mengandung banyak ketidakpastian. Selanjutnya, Flanagan (1993) menyatakan bahwa identifikasi risiko adalah bagaimana melihat peristiwa-peristiwa dengan jelas, sumber dari risiko serta dampak dari peristiwa tersebut. Ada risiko yang dapat dikontrol dan ada yang tidak dapat dikontrol. Perbedaan antara risiko yang terkontrol dan yang tidak terkontrol sangat penting dipahami, agar memudahkan penanganannya. Flanagan melakukan pembahasan secara sistematis dan mendalam tentang risikorisiko dalam proyek konstruksi, sumber, dampak dan akibat yang akan terjadi, pihak-pihak yang harus bertanggung jawab dan alternatif-alternatif di dalam memitigasi
risiko
beserta
contoh-contohnya.
Disamping
itu
juga
direkomendasikan beberapa metode dalam menganalisis risiko-risiko. Raftery (1994), menyatakan bahwa identifikasi risiko meliputi penggunaan informasi dan pengalaman terbaik yang ada, pada waktu pengambilan keputusan bersama tim proyek, dengan mempertimbangkan secara eksplisit perbedaanperbedaan, minimal dalam tiga hal yaitu : 1. risiko internal proyek, dengan pemecahan pekerjaan proyek dalam paketpaket utama 2. risiko eksternal proyek, yang berasal dari bisnis dan lingkungan fisik. 3. pertimbangan klien, proyek, tim proyek dan kualitas dokumentasi dari perspektif berbagai kontraktor, dalam mengantisipasi sumber setiap klaim yang mungkin ada.
25
Selanjutnya risiko-risiko ini dikategorikan berdasarkan sumbernya seperti : ukuran
proyek,
kompleksitas,
pengalaman
baru,
kecepatan
disain
dan
pelaksanaan, serta lokasi. Pemisahan antara risiko eksternal dan risiko internal dalam proyek konstruksi tidak terlalu jelas dan proses analisis risiko yang lebih menjadi perhatian di dalam makalah ini. Menurut Kerzner (1995), tahap pertama di dalam manajemen risiko adalah mengidentifikasi dan menilai semua risiko yang potensial. Identifikasi risiko dilakukan secara luas meliputi beberapa bidang seperti: - bidang proyek : pendanaan, jadwal, hubungan dalam kontrak dan politik. - bidang teknis : kinerja, kelayakan konsep, disain dan peralatan. Kerzner juga menyatakan bahwa tidak semua risiko yang tinggi akan berdampak kritis pada suatu proyek, tetapi efek kumulatif kombinasi beberapa risiko yang sangat rendah dapat mempunyai dampak yang besar. Beberapa metode untuk pengidentifikasian yang diusulkan Kerzner, antara lain dokumentasi sistem rekayasa, expert judgment, brainstorming. Di Indonesia beberapa peneliti telah melakukan penelitian terhadap peristiwaperistiwa yang mengandung ketidakpastian dan risiko dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Umumnya penelitian meliputi studi kasus pada proyek kostruksi. Saputra (1998) telah mengemukakan beberapa faktor risiko dengan dipilihnya alternatif penggunaan teknologi pada pelaksanaan proyek melalui hasil wawancara dan kuesioner terhadap 7 perusahaan kontraktor, 6 perusahaan konsultan dan 2 perusahaan produsen beton pracetak. Kesimpulannya faktor risiko kecelakaan pekerja, kebakaran, perubahan desain, kesalahan disain, cuaca, koordinasi/ pengawasan, tidak sesuai spesifikasi, kemampuan kontraktor dan inflasi merupakan faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi waktu dan biaya pelaksanaan (lihat Tabel II-1). Dalam hal pemilihan teknologi/metode, Azwar (2003) juga telah melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Saputra (1998). Hanya saja setelah kegiatan identifikasi, Azwar mengklasifikasikan faktor-faktor risiko tersebut ke dalam kategori-kategori risiko utama. Dari kegiatan wawancara dan penyebaran 26
kuesioner diperoleh 4 kategori risiko utama dengan 30 faktor risiko yang dianggap berpengaruh dalam pelaksanaan proyek sebagai akibat dari pemilihan teknologi yang digunakan (lihat Tabel II.1) Apabila diperbandingkan kedua penelitian di atas dalam hal pemilihan teknologi maka hasil-hasil identifikasi yang dilakukan oleh Azwar lebih spesifik dan mendetail, mengklasifikasi butir-butir risiko kedalam kategori risiko utama dengan tujuan untuk memahami butir-butir risiko tersebut dan memudahkan dalam memitigasi risiko. Melihat lokasi proyek dan kondisi ekonomi Indonesia pada saat pembangunan proyek tempat di mana Saputra melakukan penelitian (mulai 29 September 1996, selama 9 bulan) maka beberapa hal yang dapat disarankan antara lain : - Mengidentifikasi lingkungan lokasi proyek, karena berhubungan dengan pensupplian material konstruksi berdasarkan lalu-lintas disekitar proyek. - Identifikasi perubahan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan. - Dengan adanya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, maka faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan kondisi ekonomi dan keuangan negara, perlu diidentifikasi. - Mengidentifikasi kondisi bawah bangunan (tanah) mungkin meliputi instalasi utilitas yang dapat menghambat pelaksanaan dan berdampak pada jadwal pelaksanaan yang akhirnya bermuara pada biaya pelaksanaan proyek. - Mengklasifikasikan
risiko-risiko
dalam
kategori-kategori
utama
untuk
memudahkan alokasi faktor-faktor risiko. Azwar (2003) melakukan penelitian yang serupa dengan Saputra, namun dengan lokasi dan karakteristik proyek yang berbeda. Penelitian ini telah mengidentifikasi dan mengklasifikasi faktor-faktor risiko secara sistematis sehingga mudah dipahami.
Namun beberapa aspek belum ditinjau di dalam penelitian ini seperti : -
Risiko yang disebabkan oleh kurangnya penguasaan teknologi, karena pengalaman yang minimal dari kontraktor sehingga yang terjadi adalah belajar sambil bekerja.
-
Risiko yang disebabkan oleh keterlambatan penyelesaian pembebasan lahan. Walaupun hal ini merupakan tanggung jawab pemberi tugas, namun akan 27
tetap berdampak pada jadwal pelaksanaan. -
Risiko yang disebabkan oleh tidak tersedianya sumber daya manusia
-
Risiko yang disebabkan oleh birokrasi yang berbelit-belit.
Umar (2000) dalam penelitiannya pada Proyek Krib Pengaman Pantai Padang, telah menguraikan beberapa risiko yang dihadapi kontraktor dalam pelaksanaan proyek
beserta
cara
penanganannya.
Hasil
identifikasi
risiko-risiko
diklasifikasikan kedalam 5 kategori risiko utama dengan 20 faktor risiko (lihat Tabel II.1). Di dalam cara penanganan risiko ketidakpastian finansial (Kategori risiko ekonomi) dan risiko kegagalan pembayaran (Kategori risiko kontrak), Umar mengusulkan dihentikannya pekerjaan bila tidak ada atau terjadi keterlambatan pembayaran. Ditinjau dari fakta bahwa pemilik proyek yang adalah pemerintah dan kontraktor adalah perusahaan BUMN yang berpengalaman maka seyogyanya keterlambatan pembayaran yang mengakibatkan pemberhentian pekerjaan tidak perlu terjadi, kecuali bila ada peristiwa-peristiwa setempat atau kebijakankebijakan pemerintah yang secara langsung mengakibatkan pekerjaan tersebut harus dihentikan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Partawijaya (2001) meliputi identifikasi dan analisis variabel ketidakpastian untuk mendapatkan variabel yang paling berpengaruh dalam melakukan estimasi harga satuan pekerjaan konstruksi, dengan studi kasus proyek konstruksi di Padang, Sumatera Barat. Menurut Partawijaya, ketidakpastian pada proyek konstruksi di Indonesia lebih kompleks, mengingat kondisi negara yang memiliki keanekaragaman sosial budaya, kondisi geografi, tingkat pendidikan yang masih rendah, taraf kehidupan perekonomian masyarakat yang belum merata, gejolak politik yang masih berlangsung dan krisis ekonomi yang masih belum pulih. Untuk itu ketidakpastian pada
proyek
konstruksi
di
Indonesia
dikelompokkan
menjadi
faktor
ketidakpastian eksternal dan faktor ketidakpastian internal. Identifikasi yang dilakukan menghasilkan 4 kategori risiko (variabel) dengan 12 faktor risiko (indikator variabel) dari eksternal proyek dan 2 kategori risiko (variabel) dengan 7 faktor risiko (indikator variabel) dari internal proyek (lihat Tabel II.1). 28
Karena
penelitian
Partawijaya
bertujuan
untuk
mendapatkan
variabel
ketidakpastian yang sangat berpengaruh dalam melakukan estimasi harga satuan yang akan digunakan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, maka hasil penelitian ini menjadi masukan bagi penelitian yang akan dilakukan. Hal-hal yang didapatkan dalam kegiatan penelaahan literatur tentang peristiwaperistiwa yang mengandung ketidakpastian dan risiko dalam pelaksanaan proyek konstruksi menyatakan bahwa kegiatan identifikasi terhadap uncertain events yang menimbulkan risiko dalam pelaksanaan proyek adalah kegiatan yang penting
dan
harus dilakukan sebelum melakukan
awal
kegiatan analisis.
Prosedur untuk melakukan identifikasi umumnya telah jelas. Dengan demikian pada penelitian ini nantinya akan diadopsi prosedur yang ada dan dilakukan penyesuaian-penyesuaian sebelum melakukan kegiatan identifikasi uncertain events secara langsung pada pelaksanaan proyek konstruksi di Indonesia, sehingga didapatkan suatu prosedur yang rasional selangkah demi selangkah dan mudah diterapkan. Prosedur dari Flanagan (1993) sangat signifikan untuk diterapkan yaitu mengidentifikasi berdasarkan sumber risiko yang dapat dikontrol dan tidak dapat dikontrol serta dampak akibat terjadinya uncertain events tersebut. Uncertain events yang teridentifikasi oleh diadopsi sebagai
beberapa
peneliti di atas akan
dasar untuk melakukan pengamatan langsung di lapangan,
disamping kondisi-kondisi lain yang terjadi di Indonesia yang
dapat
menimbulkan risiko pada biaya pelaksanaan proyek konstruksi. Rangkuman identifikasi yang dilakukan para peneliti terdahulu menghasilkan sembilan kategori risiko dengan 69 faktor risiko dari lingkungan eksternal proyek dan
lingkungan internal proyek. Hasil identifikasi peristiwa yang mengandung ketidakpastian yang menimbulkan risiko berdasarkan studi literatur tersebut
diperlihatkan pada Tabel II.1 berikut ini :
29
30
31
32
33
Di samping itu identifikasi uncertain events yang menimbulkan risiko dalam pelaksanaan proyek konstruksi di Indonesia berdasarkan media massa diperoleh dari : Majalah Proyeksi yang khusus menyajikan masalah-masalah bisnis rancang bangun dan investasi, koran-koran nasional, serta pencarian informasi melalui internet. Kondisi-kondisi yang menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaan proyek jalan layang dan jembatan Pasupati (Pasteur-Cikapayang-Surapati) ditengarai sebagai berikut (Majalah Proyeksi, 2005) : -
Waktu penyelesaian tertunda akibat terhentinya aliran dana pinjaman pada saat krisis moneter.
-
Jumlah SDM yang kurang pada awal proyek.
-
Diterapkannya teknologi baru.
-
Peralatan konstruksi yang spesifik dan harus diimpor.
-
Biaya pengadaan peralatan lebih mahal.
-
Permasalahan nonteknis yang belum selesai
Sedangkan uncertain events dan menimbulkan risiko pada pelaksanaan proyek jalan Tol Cipularang [(Cikampek-Purwakarta-Padalarang) Proyeksi, 2005] adalah: - Kondisi lokasi - Jadwal pelaksanaan yang ketat. - Kondisi finansial kontraktor - Teknologi konstruksi - Karakteristik tanah. Keluhan masyarakat sekitar yang kemudian akan berdampak pada pelaksanaan proyek merupakan uncertainty yang menimbulkan risiko pada jadwal maupun biaya pelaksanaan proyek seperti yang diberitakan oleh surat kabar Kompas (2004) tentang :Sekolah Terganggu Pembangunan Bandung Electronic Mall: dan pemberitaan Surat Kabar Pikiran Rakyat (2005) tentang belum adanya persyaratan AMDAL untuk proyek pembangunan dua mall di Jatinangor yang sedang dilaksanakan.
34
Di samping itu kenaikan harga merupakan kondisi yang perlu diperhitungkan pula, dimana kenaikan bahan bangunan hingga 40% (Properti, 14 Oktober 2005) sebagai konsekuensi logis dari kenaikan harga bahan bakar minyak rata-rata diatas 100% (Indoproperty, 19 Oktober 2005) merupakan ketidakpastian yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Risiko yang terbesar akibat peristiwa tersebut adalah kebangkrutan pemberi tugas ataupun kontraktor. Kepala Bappenas pada tahun 2005 menyampaikan bahwa pengaruh ikutan kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 adalah laju inflasi hingga 8,6% dan efek lanjutannya hingga kuartal pertama tahun 2006. Dampak lainnya adalah rencana adanya kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan upah minimum regional. Hal ini diperparah dengan kenaikan tarif jasa angkutan akibat kenaikan BBM sebelumnya (Kapan lagi. Com, 2005). Biaya angkutan yang naik sebesar 50 %, mengakibatkan harga bahan bangunan pasir dan batu kali meningkat tajam (Dirut Perumnas, Kompas 29 Oktober 2005).
2.
Tinjauan terhadap Aspek Legal
Di dalam industri konstruksi, kontrak adalah perjanjian perikatan secara hukum antara pemberi kerja yaitu pemilik proyek dan penerima kerja, yaitu kontraktor, atau supplier, atau konsultan perencana atau konsultan pengawas. Kontrak antara pemilik proyek dan kontraktor pada umumnya terdiri dari beberapa dokumen yang saling melengkapi dan secara bersama disebut dokumen kontrak. Di dalam Dokumen Kontrak, terdapat syarat-syarat perjanjian (Conditions of Contract) yang berisi ketentuan-ketentuan tentang :aturan main: yang disetujui oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian. Industri konstruksi di Indonesia belum mempunyai format atau bentuk standar kontrak yang dapat dipakai sebagai dokumen baku untuk perjanjian antara pemilik proyek dan kontraktor, namun demikian sudah banyak digunakan syarat-syarat perjanjian yang mengacu kepada format standar kontrak Internasional antara lain
35
format standar kontrak FIDIC (Federation Internationale Des Ingenieurs Conseils) atau ICE (Institution of Civil Engineer). Syarat-syarat perjanjian di dalam setiap kontrak antara pemilik proyek dan kontraktor di Indonesia selalu berisi dua bagian utama yaitu : syarat-syarat umum perjanjian dan syarat-syarat khusus perjanjian. Syarat-syarat umum perjanjian berisi ketentuan-ketentuan yang
merupakan hak dan kewajiban dari masing-
masing pihak serta pihak ketiga yang terkait dalam perjanjian yang terdiri dari pasal-pasal yang memuat persyaratan, larangan, tanggung jawab, sanksi-sanksi, hak dan kewajiban masing-masing pihak. Sedangkan syarat-syarat khusus perjanjian berisi antara lain lingkup pekerjaan, nilai kontrak, waktu pelaksanaan dan lain-lain. Selain identifikasi sebagai contoh
uncertain events terhadap
kontrak berdasarkan FIDIC,
kasus juga dilakukan penelaahan Dokumen Kontrak Proyek
Paskal Hypersquare Bandung, tempat survey penelitian dilakukan yaitu, Dokumen Kontrak yang berisi syarat-syarat perjanjian antara pemberi tugas dengan kontraktor. Tinjauan dilakukan juga terhadap undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan proyek konstruksi. Undang-undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi diterbitkan oleh pemerintah sebagai salah satu upaya pemerintah dalam rangka mengatasi masalah-masalah dalam industri
jasa
konstruksi
di
Indonesia
dan
merupakan
landasan
bagi
penyelenggaraan jasa konstruksi. Selanjutnya UU ini dijabarkan lebih lanjut dengan PP No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Hasil tinjauan berdasarkan aspek legal dijabarkan dalam Tabel II.2, Tabel II.3, Tabel II.4 dan Tabel II.5 berikut ini :
36
Tabel II.2. Identifikasi Ketidakpastian di dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi Berdasarkan FIDIC (Federation International des Inginieurs Conseils)
No.
Pasalpasal Dalam FIDIC
1.
4:1
2.
4:1
3.
6:4
4.
6:5
5.
12 : 2 20 : 3 20 : 4
6. 7.
22 : 1 24 : 1
8.
27 : 1
9.
29 : 1
10.
30 : 2
11. 12.
39 : 2 40 : 2
13.
42 : 2
14.
42 : 3
15.
44 : 1
16.
47 : 1
17.
63 : 1
18.
69 : 1
19.
70
Berdampak Tanggung terhadap Pasal-pasal Jawab
Deskripsi
Pengsubkontrakkan → kelalaian, kealpaan setiap subkontraktor, 6:5,22: 1 24:1, 29:1 agennya, pegawainya atau karyawannya. Kelalaian, kealpaan karyawannya.
kontraktor,
agennya,
atau 6:5;22:1 24:1;29:1 39:2;40:2 47:1 Penundaan gambar-gambar/pekerjaan oleh Pengawas Pekerjaan. Kegagalan kontraktor untuk menyerahkan gambar-gambar (Shop 47:1 drawing) Hambatan/keadaan fisik yang merugikan (kondisi yang tidak dapat diduga). Perang, invasi, pemberontakan, revolusi, kerusuhan, kekuatan alam, pencemaran oleh bahan radio aktif atau bahan berbahaya lain, 44:1 kerusakan karena desain pekerjaan, kerugian/kerusakan karena pemberi pekerjaan menguasai suatu bagian dari pekerjaan permanen. Kerusakan harta benda orang lain. Kecelakaan atau cedera pada karyawan Keterlambatan pekerjaan karena adanya penemuan fosil, mineral 40:2 atau barang peninggalan lain dilapangan. Gangguan terhadap lalu lintas dan harta benda disekitarnya. 22:1 Biaya untuk perkuatan jembatan, penggantian atau memperbaiki jalan yang menghubungkan dengan atau didalam rute ke lokasi pekerjaan untuk memudahkan pemindahan perlengkapan kontraktor atau pekerjaan sementara. Kegagalan kontraktor untuk melaksanakan instruksi 47:1 Penundaan pekerjaan oleh Owner 6:4 Kegagalan untuk memberi hak penggunaan lokasi dan akses oleh Owner Pengeluaran biaya untuk jalan yang melewati tanah orang dan fasilitas tambahan. Perpanjangan waktu untuk menyelesaian pekerjaan akibat banyaknya atau sifat dari pekerjaan tambahan atau keadaan iklim yang kelewat merugikan, suatu keterlambatan, halangan atau pencegahan oleh pemberi pekerjaan atau keadaan khusus lain. Membayar suatu jumlah apabila kontraktor gagal mematuhi waktu untuk penyelesaian sesuai lampiran tender Kelalaian kontraktor (bangkrut, tidak membayar hutang-hutang yang jatuh tempo likuiditas dan lain-lain) Kelalaian owner dalam membayar kontraktor, bangkrut, 40:2 menghambat atau menolak persetujuan yang diperlukan untuk 42:2 mengeluarkan suatu sertifikat. Nilai kontrak tidak berubah, akibat perubahan biaya tenaga kerja, bahan bangunan atau sebab-sebab lain yang mempengaruhi pelaksanaan kontrak.
37
Kontraktor
pegawainya
Kontraktor Owner Kontraktor
Owner dan Kontraktor
Kontraktor Owner Owner Kontraktor Kontraktor Kontraktor Owner Owner Kontraktor Owner Kontraktor Kontraktor Owner Kontraktor
Tabel II.3. Identifikasi Ketidakpastian berdasarkan Dokumen Kontrak yang umumnya digunakan pada Proyek-Proyek Konstruksi di Indonesia
No.
I. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9.
Pasal-pasal
Deskripsi Uncertain events
Syarat-syarat Perjanjian Umum Pengalihan pekerjaan kepada pihak ketiga tanpa Pasal 3 : 1 persetujuan pemberi tugas Penentuan Sub Kontraktor tanpa persetujuan pemberi Pasal 3 : 2 tugas Penghentian pekerjaan karena pengabaian instruksi dari Pasal 4 : 11.a pemberi/wakil pemberi tugas. Pasal 5 : 11 Kesalahan setting out oleh kontraktor Pasal 5 : 4,19, Kerusakan-kerusakan, kehilangan-kehilangan pada saat Pasal 11 : 4 pelaksanaan pekerjaan sementara Pasal 5 : 15 a Force Majeure Pasal 5 : 18 Kecelakaan tenaga kerja akibat kelalaian kontraktor Gangguan terhadap lalu lintas perorangan maupun Pasal 5 : 21 umum dan ketentraman penduduk disekitar lokasi proyek. Kerusakan pada jalan atau jembatan yang menghubungkan proyek tempat lalu lalang untuk Pasal 5 : 22 mengangkut material guna keperluan proyek.
10.
Pasal 5 : 23
11.
Pasal 5 : 24
12. Pasal 7 : 8 13. Pasal 7 : 9 14. Pasal 8 : 3 15. Pasal 8 : 8 16. Pasal 9 : 2 17. Pasal 9 : 4 18. Pasal 14 19. Pasal 15 :1
Kerusakan pada instalasi-instalasi proyek dan sekitar proyek akibat pelaksanaan pekerjaan oleh kontraktor. Pembuatan perkuatan-perkuatan pada jalan atau jembatan yang akan dilalui mesin-mesin berat atau alatalat berat lainnya . Kontraktor gagal menjalankan perintah-perintah Penundaan pekerjaan oleh pemberi tugas Biaya untuk melalui milik orang lain dan akomodasi diluar lapangan. Denda dan klaim atas keterlambatan pekerjaan Perbaikan-perbaikan dan pembetulan-pembetulan atas segala kesalahan sesuai permintaan wakil pemberi tugas/konsultan Kontraktor gagal melakukan perbaikan-perbaikan Kontraktor bangkrut Peperangan Perselisihan antara Owner/Konsultan dengan Kontraktor
Akibat terhadap Tanggung Pasaljawab pasal 4:11 a 7:9;16 7:9 7:9
Kontraktor Kontraktor Kontraktor Kontraktor Kontraktor
-
Owner Kontraktor Kontraktor
Kontraktor Kontraktor Kontraktor 7:9;8:8
Kontraktor Owner Kontraktor Kontraktor Kontraktor Kontraktor Kontraktor Owner
20. Pasal 16
Owner dan Kontraktor
21. Pasal 18 : 4 d Kegagalan klaim asuransi kecelakaan tenaga kerja. II. Syarat-syarat Perjanjian Khusus Denda keterlambatan akibat kelalaian kontraktor lain 1. Pasal 5 : 1.b (pekerjaan lebih dari 1 kontraktor). Kegagalan kontraktor melaksanakan tugas sesuai 2. Pasal 6 kontrak
Kontraktor
38
7:9;16
Kontraktor
Tabel II.4. Undang-Undang No 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. Pasalpasal yang berkaitan dengan pelaksanaan Proyek Konstruksi No.
Pasal
Uraian Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa (Kontraktor).
1
Pasal 22 : 2.c
2
Pasal 22 : 2.g
Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjian.
3
Pasal 22 : 2.h
Penyelesaian perselisihan yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan.
4
Pasal 22 : 2.i
Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak.
5
Pasal 22 : 2.j
Keadaan memaksa (force mojeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
6.
Pasal 22 : 2.l
Perlindungan pekerja yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial.
7.
Pasal 22 : 2.m
Aspek lingkungan yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan.
Pasal 22 : 5
Kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi, dapat memuat ketentuan tentang sub penyedia jasa serta pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku.
9
Pasal 23 : 2
Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja., perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
10
Pasal 29 b
Masyarakat berhak untuk memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
Pasal 37 : 1
Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, serta dalam hal terjadi kegagalan bangunan.
Pasal 38 : 1
Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan secara a.orang perseorangan b.kelompok orang dengan pemberian kuasa. c.Kelompok orang tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan
8.
11
12
39
Tabel II.4…..lanjutan No.
13
Pasal
Pasal 38 : 2
Uraian Jika diketahui bahwa masyarakat menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sedemikian rupa sehingga mempengaruhi peri kehidupan pokok masyarakat, pemerintah wajib berpihak pada dan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang ini.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 41 14 Pasal 41 & 42:1 yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa : a. Peringatan tertulis b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi d. pembekuan izin usaha dan/atau profesi e. pencabutan izin usaha dan/atau profesi
15
Pasal 43 :2
Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak.
40
Tabel II.5. Peraturan Pemerintah No. 29. Tahun 2000 tentang Penyelenggaran Jasa Konstruksi. Pasal-pasal yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Proyek Konstruksi No. 1
2
3
4
5
6.
7.
8.
Pasal
Uraian
Pasal 23 : 1.c
Pertanggungan dalam kontrak kerja konstruksi meliputi : jenis pertanggungan yang menjadi kewajiban penyediaan jasa yang berkaitan dengan pembayaran uang muka, pelaksanaan pekerjaan, hasil pekerjaan, tenaga kerja, tuntutan pihak ketiga dan kegagalan bangunan,
Pasal 23 : 1.c
Dalam hal penyedia jasa tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan kontrak kerja konstruksi, pengguna jasa dapat mencairkan dan selanjutnya menggunakan jaminan dari penyedia jasa sebagai kompensasi pemenuhan kewajiban penyedia jasa.
Ketentuan mengenai cidera janji yang meliputi : 1. bentuk cidera janji : oleh penydia jasa yang meliputi : Pasal 23 : 1.g - tidak menyelesaian tugas; - tidak memenuhi mutu; - tidak memenuhi kuantitas; dan - tidak menyerahkan hasil pekerjaan 1. Dalam hal terjadi cidera janji yang dilakukan oleh penyedia jasa atau pengguna jasa, pihak yang dirugikan berhak untuk memperoleh kompensasi, penggantian biaya dan atau Pasal 23 : 1.g perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau pemberian ganti rugi; Ketentuan pemutusan kontrak kerja konstruksi memuat : 1. Bentuk pemutusan yang meliputi pemutusan yang disepakati Pasal 23 : 1.i para pihak atau pemutusan secara sepihak; dan 2. Hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa sebagai konsekuensi dari pemutusan kontrak kerja konstruksi; Keadaan memaksa mencakup kesepakatan mengenai : 1. Risiko khusus; Pasal 23 : 1.j 2. Macam keadaan memaksa lainnya;dan 3. Hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa pada keadaan memaksa; Perlindungan pekerja memuat : Pasal 23 : 1.l 1. Kewajiban terhadap pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan 2. Bentuk tanggung jawab dalam perlindungan pekerjaan; Aspek lingkungan memuat : 1. Kewajiban terhadap pemenuhan ketentuan undang-undang yang berlaku; dan Pasal 23 : 1.m 2. Bentuk tanggung jawab mengenai gangguan terhadap lingkungan dan manusia.
41
Tabel II-5…….Lanjutan
No.
Pasal
9
Pasal 23 : 4
10
Pasal 30 : 1
11
Pasal 55 : 3
12
Pasal 55 : 4
13
Pasal 55 : 5
Uraian Kontrak kerja konstruksi dapat memuat ketentuan tentang sub penyedia jasa dan atau pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan mengenai hal-hal : a. Pengusulan oleh penyedia jasa dan pemberian izin oleh pengguna jasa untuk sub penyedia jasa/pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan; b. Tanggung jawab penyedia jasa dalam kaitan penggunaan sub penyedia jasa/pemasok terhadap pemenuhan ketentuan kontrak kerja konstruksi; dan c. Hak intervensi pengguna jasa dalam hal : 1) pembayaran dari penyedia jasa kepada sub penyedia jasa/pemasok terlambat; dan 2) sub penyedia jasa/pemasok tidak memenuhi ketentuan kontrak kerja konstruksi Untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang : a. keteknikan, meliputi persyaratan keselamatan umum, konstruksi bangunan, mutu hasil pekerjaan, mutu bahan dan atau komponen bangunan, dan mutu peralatan sesuai dengan standar atau norma yang berlaku; b. keamanan, keselamatan, dan kesehatan tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan perturan perundang-undangan yang berlaku; d. tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksana konstruksi dan atau sub pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi dan atau sub pengawas konstruksi dilarang melakukan persekongkolan untuk mengatur dan menentukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat. Pelaksanaan konstruksi dan atau sub pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi dan atau sub pengawas konstruksi dan atau pemasok dilarang melakukan persekongkolan untuk mengatur dan menentukan pemasokan bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat. Penggunaan jasa dan atau penyedia jasa dan atau pemasok yang melakukan persekongkolan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
42
Kejelasan pasal-pasal dalam kontrak FIDIC maupun dokumen kontrak yang digunakan di Indonesia yang memuat syarat-syarat umum dan khusus, akan memudahkan dalam pengalokasian tanggung jawab apabila uncertain events tersebut benar-benar terjadi dan menimbulkan risiko yang berdampak pada biaya proyek dan menimbulkan kerugian bagi proyek. UU No 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan PP. No. 29 tahun 2000, tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang diterbitkan oleh pemerintah, dimaksudkan untuk terciptanya ketertiban dalam kegiatan jasa konstruksi. Hal ini dicerminkan dengan adanya pasal-pasal dalam UU dan PP yang mengatur tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak apabila terjadi kondisi-kondisi yang menimbulkan risiko. Walaupun hal-hal yang diamanatkan dalam UU dan PP tersebut khususnya pasal-pasal yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek konstruksi, kemungkinan akan mengalami kendala-kendala akibat kompleksitas dari proyek konstruksi, namun upaya pemerintah dalam rangka mengatasi masalah-masalah dalam pelaksanaan proyek konstruksi dapat dijadikan landasan ke arah peningkatan yang lebih baik.
II.2.2 Interaksi antara uncertain events yang dapat menimbulkan risiko dan metode yang digunakan. Uncertain events yang dapat menimbulkan risiko pada pelaksanaan proyek, saling berinteraksi satu sama lain dan akhirnya akan berdampak pada output proyek yaitu risiko terjadinya biaya pelaksanaan proyek. Hubungan antar risiko akibat ketidakpastian maupun hubungan risiko dengan biaya ataupun waktu pelaksanaan proyek, telah dibahas oleh beberapa peneliti antara lain oleh Al-Bahar (1990), yang telah melakukan penelitian tentang risiko pada proyek Jembatan Jamuna dengan menyajikan suatu hubungan antara risikorisiko yang dikelompokan dalam lima kategori risiko yang berpengaruh pada masa pelaksanaan proyek, dan Influence Diagram digunakan sebagai alat untuk menggambarkan keterkaitan antara risiko- risiko tersebut.
43
Mulholland (1999), telah mengembangkan suatu sistim berbasis komputer yaitu program Hyper Card yang menyediakan suatu modul informasi untuk menilai risiko-risiko yang mempengaruhi jadwal proyek dan menggunakan Excel untuk memodelkan pengaruh-pengaruh risiko terhadap waktu pelaksanaan proyek sehingga waktu pelaksanaan proyek yang direncanakan akan dapat dicapai dengan baik. Namun Mulholland tidak membahas hubungan keterkaitan antar risikorisiko tersebut yang dapat mempengaruhi output yang diinginkan yaitu tercapainya waktu pelaksanaan proyek. Partawijaya
(2001),
melakukan
penelitian
terhadap
variabel-variabel
ketidakpastian yang paling berpengaruh dalam melakukan estimasi harga satuan pekerjaan serta interaksi antara variabel-variabel ketidakpastian tersebut terhadap komponen harga satuan pekerjaan. Salah satu model yang relevan untuk menggambarkan secara grafis interaksi dan saling tergantungan antara
uncertain events tersebut adalah model Influence
Diagram (ID) atau Diagram Pengaruh (DP).
1.
Influence Diagram (ID)/Diagram Pengaruh (DP)
Influence Diagram (ID), adalah sebuah representasi visual yang digunakan dalam analisis
keputusan.
ID
menawarkan
sebuah
cara
yang
intuitif
untuk
mengidentifikasi dan menampilkan variabel-variabel yang esensial termasuk keputusan-keputusan, ketidakpastian-ketidakpastian, tujuan-tujuan dan bagaimana variabel-variabel tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Lumina, 1998). Menurut Howard (1983) seperti yang didokumentasi oleh Lumina (1998), ID menunjukan suatu tindakan yang diambil oleh seseorang berdasarkan informasi yang dimilikinya. Alat ini merupakan suatu alat komunikasi yang sangat efektif untuk menggambarkan secara grafis risiko-risiko, keputusan-keputusan dan semua hubungan-hubungan penting yang ada dalam suatu masalah tertentu.
44
Tujuan dari pemodelan diagram pengaruh adalah, untuk memilih salah satu alternatif keputusan yang akan menghasilkan keuntungan tertinggi yang diharapkan. Secara sederhana penggunaan ID dapat diilustrasikan dalam proyek konstruksi pada pekerjaan tanah yang disampaikan oleh Halligan (1988) yang didokumentasikan oleh Alarcon (1995) sebagai berikut :
Excavation Equipment &Methods
Excavation Productivity
Soil Scheduled Performance
Embank Equipment &Methods
Keterangan :
Value
Rework
- Simpul keputusan yang mewakili keputusan atau tindakan kontrol
keputusan-
- Simpul yang mewakili peristiwa-peristiwa dengan hasil-hasil yang tidak pasti - Simpul nilai yang mewakili nilai-nilai atau biaya - Tanda panah yang menghubungkan simpul mewakili pengaruh-pengaruh antara simpul-simpul Gambar II.2 Sample ID : Unforeseen Site Conditions (Halligan, 1988) Di Indonesia, Azwar (2003) telah melakukan penelitian tentang hubungan antara suatu variabel risiko dengan variabel risiko lainnya dalam suatu kategori risiko, serta variabel-variabel risiko tersebut dengan kategori risiko, kemudian kategorikategori risiko dengan total risiko pada pelaksanaan struktur atas Jembatan Tipe IGirder dan Box Girder proyek Pasupati-Bandung dengan menggunakan model Influence Diagram. Hubungan antar variabel-variabel risiko tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar II.3., Gambar II.4., Gambar II.5., dan Gambar II.6. 45
Kerusakan material konstruksi saat pemasangan struktur atas
Ketidakpastian peralatan konstruksi
Kerusakan peralatan konstruksi saat pengoperasian Koordinasi pelaksanaan yang buruk Ketidakmampuan kontrakktor
Total Risiko untuk Kategori Risiko Konstruksi Kecelakaan pekerja di lapangan
Kesalahan pengukuran (R5)
Ketidaksesuaian spesifikasi
Gambar II.3. Model Influence Diagram untuk menghitung total risiko Kategori Risiko Konstruksi (Azwar, 2003)
Inflasi Kenaikan harga akibat kenaikan kurs mata uang dolar
Total Risiko untuk Kategori Risiko Ekonomi dan Keuangan
Kerugian akibat kegagalan subkontraktor/kontraktor spesialis Kerugian akibat kegagalan supplier material dan peralatan konstruksi
Gambar II.4. Model Influence Diagram untuk menghitung total risiko Kategori Risiko Ekonomi dan Keungan (Azwar, 2003)
46
Kerugian akibat desain salah dan tidak lengkap
Desain kurang detain dan akurat
Kerugian fisik akibat defective design
Lingkup desain kurang jelas
Total Risiko untuk Kategori Risiko Desain
Adanya additional work akibat defective design Adanya penundaan waktu akibat spesifikasi dan detailing tidak sesuai
Gambar II.5. Model Influence Diagram untuk menghitung total risiko Kategori Risiko Desain (Azwar, 2003)
Kategori Risiko Disain
Kategori Risiko Ekonomi dan Keuangan
Total Risiko untuk Pelaksanaan Struktur Atas
Kategori Risiko Konstruksi
Gambar II.6. Model Influence Diagram untuk menghitung Total Risiko Pelaksanaan Struktur Atas (Azwar, 2003)
47
Interaksi antara risiko-risiko tersebut selanjutnya dapat dianalisis dengan menggunakan suatu model sebagai landasan struktur matematis dalam menghitung probabilitas terjadinya dengan memperhitungkan pengaruh dari masing-masing risiko. Cross Impact Analysis (CIA) adalah metode yang dapat digunakan untuk menganalisis interaksi yang ada antara risiko-risiko (Seung, 2001).
2. Metode Cross Impact Analysis (CIA) Model Cross Impact Analysis (CIA) adalah suatu teknik yang didesain secara khusus untuk memprakirakan peristiwa-peristiwa masa datang berdasarkan interaksi antar variabel-variabel yang berbeda-beda dari sebuah model matematika sebagai suatu usaha dalam mempertimbangkan dampak dari peristiwa-peristiwa tersebut (Gordon, 1994) Awalnya teknik ini dikembangkan oleh Gordon dan Hayward (1968 ) yang kemudian dikembangkan dalam sejumlah bidang prakiraan (Gordon dan Helmer, 1968; Gordon et.al, 1970; Stover,1975; Ezner, 1983; Honton et.al, 1985; Peter et.al, 1991). Dasar pemikiran Gordon dan Hayward adalah, bahwa interaksi antara peristiwa-peristiwa yang disajikan dalam model ini mempengaruhi probabilitas terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut dan menimbulkan berbagai mata rantai dampak yang mungkin ada. Tujuan model ini adalah menentukan pengaruh keseluruhan dari mata rantai tersebut terhadap probabilitas terjadinya masingmasing peristiwa. Evolusi dari teknik ini berlangsung dengan tidak mengikuti satu jalur, melainkan telah menghasilkan berbagai metode untuk membuat, mempergunakan, dan mengevaluasi cross impact matrix (matriks dampak silang). Unsur-unsur analisis cross impact adalah probabilitas awal terjadinya peristiwa-peristiwa yang relevan dan matriks dampak silang yang mendefinisikan bagaimana probabilitasprobabilitas tersebut kemungkinan akan berubah akibat terjadinya peristiwaperistiwa yang lain. Matrik dampak silang adalah matriks yang menggambarkan kekuatan interaksi antara peristiwa-peristiwa yang dinyatakan dengan suatu nilai 48
indeks integer, berdasarkan pendapat para ahli dalam memandang suatu peristiwa yang akan terjadi pada masa datang. Karena hubungan peristiwa-peristiwa tersebut adalah bersifat kuantitatif dan kualitatif maka analisis cross-impact menjadi sangat bermanfaat. Beberapa peneliti telah mengadopsi model CIA ke dalam penelitian antara lain, Alarcon (1995) yang menggunakan CIA sebagai dasar model dalam penelitian yang membahas tentang Pengambilan Keputusan Proyek. Dalam penelitian ini metodologi model CIA, digunakan untuk mengembangkan sebuah General Performance Model (GPM) yaitu suatu model performansi proyek dengan menggabungkan pengalaman-pengalaman dari para ahli dan penilaian-penilaian dari team proyek mengenai interaksi-nteraksi dari variabel-variabel yang mempengaruhi performansi proyek seperti, struktur organisasi, sumber daya manusia, kualitas pekerjaan dan pilihan-pilihan lain sesuai penilaian team. Selanjutnya hasil penelitian ini diimplementasikan dalam sistem komputer untuk menyebarkan hasil-hasil penelitian. Seung dan Diekmann (2001) telah mengadopsi model CIA ini dalam penelitian tentang pengambilan keputusan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan proyek-proyek internasional berdasarkan risiko. Hal ini dikarenakan risiko-risiko yang tercakup dalam konstruksi internasional sangat sulit dinilai dan memiliki hubungan-hubungan yang sangat kompleks antar variabel-variabel risiko. Untuk menentukan apakah model ini dapat membantu pengambil keputusan dalam menangani kompleksitas dan ketidakpastian yang berkaitan dengan keputusan melaksanakan atau tidak melaksanakan proyek internasional, maka dilakukan sebuah pilot test terhadap model. Beberapa model digunakan sebagai pembanding yaitu, intuisi dan influence diagram. Dari hasi analisis, kelompok yang menggunakan
intuisi menghasilkan keputusan 55,60 % benar, kelompok
influence diagram menghasilkan keputusan 60 % benar sedangkan model CIA memberikan keputusan 87,5% benar. Hal ini dikarenakan model CIA efektif untuk menjelaskan
hubungan-hubungan
antar
risiko
dan
para
ahli
dapat
mengekspresikan keahlian mereka dengan memberikan pendapat mereka secara subyektif berdasarkan pengalaman mereka. 49
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas maka model CIA dianggap sangat relevan sebagai dasar untuk melakukan analisis interaksi antara uncertain events dalam pelaksanaan proyek konstruksi di Indonesia yang berdampak pada meningkatnya biaya proyek. Selanjutnya, dengan ke dua model di atas (ID dan CIA) dilakukan penelitian
untuk menentukan besarnya biaya kontinjensi berdasarkan suatu
kerangka yang sistematis yang dapat digunakan untuk mengantisipasi uncertain events dalam pelaksanaan proyek. Metodologi Cross Impact Analysis (CIA) menurut Honton, 1985; Alarcon, 1992 dan Seung 2001 adalah sebagai berikut :
-
Mendefenisikan peristiwa-peristiwa Definisi peristiwa-peristiwa yang akan diperhitungkan di dalam penelitian adalah sangat penting. Setiap peristiwa yang tidak dimasukkan ke dalam himpunan akan diabaikan sepenuhnya dalam analisis. Sebaliknya, peristiwaperistiwa yang tidak penting, apabila dimasukkan ke dalam himpunan peristiwa-peristiwa akan mengakibatkan analisis menjadi terlalu kompleks.
-
Memperkirakan probabilitas awal (prior probability) masing-masing peristiwa Probabilitas awal (prior probability) menunjukkan kemungkinan terjadinya masing-masing peristiwa pada suatu tahun pada masa yang akan datang. Dalam mempertimbangkan probabilitas awal masing-masing peristiwa mempertimbangkan juga pengaruh peristiwa tersebut terhadap peristiwaperistiwa lainnya. Probabilitas pengaruh satu peristiwa dengan peristiwa lainnya dipetakan dalam cross impact matrix. Kemudian cross-impact yang telah dilaksanakan tersebut akan dipergunakan untuk menunjukkan bagaimana perubahan-perubahan mengenai masa depan akan mempengaruhi seluruh himpunan peristiwa. Dalam satu peristiwa dapat ditentukan dua sampai empat keadaan (state) dengan probabilitas awal untuk setiap state.
3. Memperkirakan (estimasi) probabilitas kondisional untuk masing-masing pasangan peristiwa Matriks probabilitas kondisional diperkirakan dengan jalan
menanyakan
langsung pertanyaan, apabila peristiwa :m: terjadi, bagaimana probabilitas yang baru dari peristiwa “n” [Stover 78]. Jadi, apabila menurut perkiraan 50
probabilitas awal dari peristiwa “n” adalah 0,5, maka setelah terjadinya peristiwa “m” tersebut, probabilitas peristiwa “n” kemungkinan akan diperkirakan sebesar 0,75. Seluruh occurrence matrix (matriks keterjadian) cross-impact yaitu matriks yang menyatakan kekuatan antara satu peristiwa akibat terjadinya peristiwa yang lain, akan diselesaikan dengan jalan mengajukan pertanyaan ini untuk masing-masing kombinasi terjadinya peristiwa dan dampak peristiwa tersebut. Sama halnya non occurrence matrix (matriks ketidak terjadian) yaitu matriks yang menyatakan kekuatan antara satu peristiwa akibat tidak terjadinya peristiwa yang lain dapat juga dibuat untuk ketidak terjadian dari peristiwa-peristiwa dengan jalan mengikuti prosedur yang sama. Pendekatan yang dilakukan oleh Honton (1985) untuk memperkirakan probabilitas kondisional
adalah menanyakan
arah dan
kekuatan dari :dampak: terjadinya peristiwa :n: terhadap peristiwa :m: dengan mempergunakan skala numerik seperti yang ditunjukkan dalam Tabel II.6. berikut : Tabel II.6 Kekuatan Hubungan CIA (Honton,1985)
Nilai Indeks -3
(-SIG)
-2
(-MOD)
-1
(-SLI)
0
(No)
1
(+SLI)
2
(+MOD )
3
(+SIG )
Tipe Kekuatan Significantly decreases the probability Decreases the probability Slightly decreases the probability No effect on the probability Slightly increases the probability Increases the probability Significantly increases the probability
4. Mengkalibrasi cross impact matrix (matriks dampak silang) Apabila :matriks keterjadian: dan :matriks ketidakterjadian: telah diperoleh, maka perhitungan dapat mulai dilaksanakan. Pendekatan yang orisinil adalah percobaan Monte Carlo dilakukan menurut langkah-langkah sebagai berikut : -
Suatu peristiwa diseleksi secara random dari himpunan peristiwa.
-
Pilih sebuah angka secara random antara 0 dan 1. 51
-
Apabila suatu peristiwa terjadi, maka probabilitas dari peristiwa-peristiwa yang lainnya harus disesuaikan menurut formula, dengan mempergunakan informasi yang terdapat dalam matriks keterjadian.
-
Langkah 1 dan 2 tersebut di atas harus diulangi sampai keterjadian dari semua peristiwa telah diuji.
-
Frekuensi keterjadian dari masing-masing peristiwa untuk seluruh penggunaan informasi dari matriks cross-impct akan menentukan probabilitas yang baru dari peristiwa tersebut. Hal ini disebut sebagai kalibrasi probabilitas dari peristiwa tersebut.
5. Evaluasi Probabilitas Posterior Honton et.al (1985)
mengembangkan model CIA dalam suatu program
komputer yang disebut BASICS (Battle Scenario Inputs to Corporate Strategi).
Semua
prosedur
mengenai
penggunaan
program
BASICS
dimaksudkan untuk mendapatkan dan mencatat pertimbangan-pertimbangan awal (priori) yaitu perkiraan-perkiraan terbaik mengenai kemungkinan munculnya descriptors yang spesifik sebelum mempertimbangkan interaksi dari descriptor lainnya. Probabilitas awal akan disesuaikan ke atas atau kebawah apabila probabilitas tersebut telah dipengaruhi oleh keterjadian peristiwa-peristiwa yang lain. Kemungkinan probabilitas peristiwa akan berubah akibat terjadinya peristiwa-peristiwa yang lain yang dinyatakan dalam matriks dampak silang (cross-impact matrix). Selanjutnya diadopsi suatu pendekatan
untuk
memperkirakan
probabilitas
posterior
dengan
memperhitungkan arah dan kekuatan dari dampak-dampak yang mungkin. Untuk mengekpresikan hubungan dampak silang ini digunakan suatu nilai indeks antara -3 dan +3. Nilai indeks ini akan dijelaskan pada Tabel II.7. Untuk memulai prosedur ini, maka salah satu keadaan ditetapkan lebih dahulu sebagai keadaan yang terjadi (satu) atau tidak terjadi (nol). Artinya, kita mengasumsi suatu keadaan akan terjadi pada masa datang. Selanjutnya menghitung nilai yang baru untuk setiap probabilitas dengan menggunakan nilai
indeks cross-impacts yang telah dicatat dalam kolom matriks
keterjadian. Nilai indeks dalam kolom ini adalah catatan pertimbangan mengenai bagaimana pengaruh keterjadian
suatu peristiwa terhadap
probabilitas keterjadian semua keadaan descriptor yang lainnya. Probabilitas 52
yang lainnya akan
disesuaikan ke atas atau ke bawah, tergantung pada
nilai dari cross-impact. Penyesuaian probabilitas ini dilakukan
dengan
mempergunakan algoritma berikut : Pertama, nilai indeks dalam matriks (Tabel II.6) diubah menjadi suatu nilai koefisien (CV), seperti yang ditunjukan pada Tabel II.7. Tabel II.7 Hasil-hasil Formula untuk mengubah nilai-nilai indeks dampak silang ke Nilai Koefisien Nilai Indeks dampak Silang (Cross-Impact) -3 -2 -1 0 1 2 3
Nilai Koefisien (CV) ¼ 1/3
½ 1 2 3 4
Persamaan untuk mengubah nilai indeks menjadi sebuah CV yang relevan (Honton, 1985) adalah : CV = ⏐IMPACT⏐+1 Untuk IMPACT ≥ 0 …..........................................................................(1)
Dan CV =
1 IMPACT + 1
Untuk IMPACT < 0….................................................………………..(2) Selanjutnya nilai koefisien tersebut akan dipergunakan dalam menghitung dampak dengan menggunakan suatu ekspresi analisis sebagai berikut :
Npi =
Pi * CV ……………………………………………..(3) 1 − Pi + (Pi * CV )
53
Npi = probabilitas yang baru dari keadaan descriptor i CV = nilai koefisien Pi
= probabilitas yang lama dari keadaan descriptor i ; (i = 1, 2, 3 …..N, yaitu keadaan descriptor dalam matriks)
Penurunan rumus ini didasarkan atas fakta bahwa odds dari suatu peristiwa akan terjadi adalah ditentukan oleh rumus berikut :
ODDS =
Pi ....................................................................................(4) 1 - Pi
Yang juga dapat ditulis sebagai berikut : P1 =
ODDS 1 + ODDS
...… ......................................................................(5)
Dalam program BASICS, penyesuaian probabilitas dilakukan dengan prinsip bahwa ODDS yang baru dihitung lebih dahulu dengan menyesuaikan ODDS yang sekarang dengan nilai koefisien. NEW ODDS = ODDS*CV Rumus generik (persamaan 3) dapat diturunkan dari persamaan di atas sebagai berikut : andaikan
NEW ODDS = ODDS*CV ..........................................................(6)
maka
NEWODDS =
dan
Pi * CV .............................................................(7) 1 - Pi
Pi * CV Pi * CV 1 − Pi = Npi = P 1 − Pi + (Pi * CV) 1 + i * CV 1 − Pi
Ini adalah rumus yang digunakan di dalam model untuk menyesuaikan probabilitas apabila terjadi suatu peristiwa (adjusted probability). Penyesuaian 54
probabilitas berdasarkan persamaam (3) di atas dapat dijabarkan pada Tabel II-8 sebagai berikut : Tabel II-8 Formula penyesuaian probabilitas Nilai Indeks dampak Silang (Cross-Impact) -3 -2 -1 0 1 2 3
Nilai Koefisien (CV) ¼ 1/3
½ 1 2 3 4
NPi P/4 - 3P P/3 - 2P P/2 - 1P P 2P/1 + P 3P/1 + 2P 4P/1 + 3P
Selanjutnya proses normalisasi dilakukan agar probabilitas peristiwa yang ada berjumlah satu. Langkah pertama untuk satu peristiwa selesai. Peristiwa berikutnya akan dilakukan dengan lebih dahulu menghitung “jarak” dengan nilai nol atau satu probabilitas terjadinya setiap peristiwa, dengan rumus Jarak = 0.0 + P dan
jika p < 0,5
... …………………………….. (8)
Jarak = 1.0 – P jika p ≥ 0,5 ....…………………………...... (9)
Selanjutnya probabilitas akan disesuaikan, dinormalisasi dan dievaluasi kembali. Proses ini dilanjutkan terus hingga semua probabilitas menjadi nol atau satu. Akhir dari proses ini adalah menghitung probabilitas posterior semua peristiwa dengan persamaan :
Posterior probability =
frekuensi terjadinya 1 peristiwa total terjadinya peristiwa
......................................(10)
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini akan diadopsi model influence diagram dan Cross Impact Analysis sebagai dasar model. Influence Diagram sebagai representasi grafis dapat dipergunakan secara sistematis dalam
55
pemecahan masalah dengan melihat ketergantungan antar variabel-variabel ketidakpastian yang menimbulkan risiko dalam pelaksanaan proyek serta kelompok dari masing-masing risiko. Selanjutnya Cross Impact Analysis akan digunakan dalam menghitung probabilitas posterior berdasarkan hubungan dampak saling antar variabel-variabel risiko tersebut.
II.3 Biaya Kontinjensi Konsep tentang biaya kontinjensi telah diadopsi dengan baik di dalam berbagai literatur dimana definisinya selalu
mengacu
pada
cadangan
biaya yaitu,
sejumlah dana yang ditambahkan kedalam estimasi biaya untuk menutupi biayabiaya yang timbul akibat terjadinya perubahan-perubahan tak terduga (Yeo, 1990; Smith dan Bohn , 1999; Mak dan Picken, 2000; Nassar, 2002; Baccarini, 2004). II.3.1 Dampak Ketidakpastian Terhadap Biaya Pelaksanaan Proyek Dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi, biaya menjadi salah satu kriteria yang sangat penting di samping kriteria waktu dan kualitas. Biaya pelaksanaan proyek terdiri dari biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya pelaksanaan konstruksi ini akan sesuai dengan perkiraan awal atau pada sebagian besar kasus tidak tepat sama dengan perkiraan tersebut, bergantung pada uncertain events yang ada selama pelaksanaan proyek. Yeo (1990), dalam penelitiannya menyatakan penyebab terjadinya peningkatan biaya proyek sangat banyak dan bersumber antara lain dari dalam proyek maupun dari luar proyek. Peningkatan biaya ini berkisar antara 40-500% dari anggaran awal. Sementara itu menurut Burcu (1998), proyek-proyek konstruksi yang bersifat berisiko tinggi banyak mengalami peningkatan biaya pelaksanaan konstruksi.
56
Di Indonesia, kondisi perekonomian yang terpuruk sejak tahun 1997 sampai tahun 2001 dan tahun 2005 mengakibatkan biaya proyek yang telah dianggarkan menjadi meningkat sehingga banyak proyek-proyek konstruksi yang terpaksa dihentikan. Pemahaman tentang sumber dari uncertain events, hubungan antar uncertain events tersebut yang dapat menimbulkan risiko serta dampak risiko tersebut
terhadap biaya pelaksanaan proyek, sangat penting bagi para kontraktor dan membantu pengambilan keputusan dalam menangani masalah-masalah yang dihadapi.
II.3.2 Estimasi Biaya Proyek
Estimasi biaya proyek merupakan unsur penting dalam pengelolaan biaya proyek secara keseluruhan, karena memiliki fungsi yang amat luas dalam merencanakan dan mengendalikan sumber daya seperti : material, tenaga kerja, waktu dan lainlain. Sebelum melakukan kegiatan pelaksanaan proyek, estimasi biaya perlu dilakukan seakurat mungkin. Estimasi biaya bertujuan untuk memperkirakan besarnya biaya yang terjadi untuk melaksanakan suatu kegiatan di masa datang (Yeo, 1990). Sedangkan menurut Peurifoy (1975), estimasi biaya proyek sedikitnya dapat dibagi menjadi dua jenis, bergantung dari tujuan penggunaan estimasi tersebut yaitu estimasi taksiran (approximate Estimates) dan estimasi secara rinci (detailed estimates). 1. Estimasi Taksiran Estimasi ini biasanya dilakukan untuk memberikan informasi bagi pemilik secara cepat untuk memutuskan apakah proyek akan dibangun atau tidak. Kadang-kadang estimasi taksiran ini digunakan juga untuk tujuan perhitungan pajak yang perlu dibayarkan jika proyek diimplementasikan. 2. Estimasi Secara Rinci Estimasi secara rinci dilakukan untuk dua penggunaan yaitu untuk mengajukan penawaran harga terhadap suatu pekerjaan dan digunakan sebagai 57
basis dalam melakukan kontrol dari suatu proyek. Estimasi biaya secara rinci dapat dilakukan setelah lengkapnya data/informasi dari proyek seperti tersedianya dokumen gambar, spesifikasi teknis dan persyaratan pendukung lainnya. Estimasi ini akan memberikan hasil yang lebih akurat dengan semakin lengkapnya dukungan dari data/informasi yang dimiliki. Estimasi ini juga dapat dilakukan oleh pemilik (owner’s estimate) guna dijadikan acuan bagi harga penawaran yang diajukan oleh pihak penawar. Tingkat akurasi dari estimasi ini berkisar antara + 15% dan -15 %. Hal utama dalam melakukan estimasi secara rinci adalah mendefinisikan lingkup pekerjaan, dan melakukan pengelompokkan atas pekerjaan tersebut. Beberapa langkah dalam menyusun estimasi secara rinci adalah: •
Melakukan peninjauan kembali atas dokumen dan kondisi sebenarnya proyek seperti penjelasan dokumen terkait termasuk adendum, dan kondisi lapangan serta tingkat risiko yang akan dihadapi.
•
Menguraikan dan mengelompokkan item pekerjaan.
•
Menghitung kuantitas pekerjaan sesuai dengan satuan pengukuran dan jenis pekerjaan.
•
Menghitung harga komponen biaya material peralatan dan tenaga kerja.
•
Melakukan analisis terhadap harga yang ditawarkan oleh sub kontraktor dan supplier
•
Menghitung besarnya biaya overhead, pajak, asuransi, jaminan yang diperlukan bagi proyek.
•
Menentukan biaya kontinjensi, yang merupakan biaya akibat suatu risiko dari pekerjaan yang akan dilaksanakan.
•
Menghitung besarnya keuntungan yang dapat diperoleh dari proyek tersebut.
Komponen dalam estimasi biaya konstruksi pada estimasi secara rinci dapat dibagi atas dua bagian yaitu: 1. Biaya Langsung Biaya langsung adalah semua biaya yang menjadi komponen permanen hasil akhir proyek terdiri dari,
58
•
Biaya material Biaya dari material dapat dihitung dalam satuan unit price atau lump sum hal ini sangat bergantung dari yang ditawarkan oleh pihak
pengadaan material. Selain dari harga material, estimator juga harus memperhitungkan adanya biaya-biaya lain yang perlu diperhitungkan seperti : biaya transportasi, biaya penyimpanan, biaya upah bongkar, biaya terhadap pengujian material, kuantitas ketersediaan material, biaya pajak, sistem pembayaran, tanggal pengiriman/kedatangan, material yang diadakan langsung oleh pemilik dan lain-lain. •
Biaya peralatan Biaya ini diperlukan untuk mengakomodasi kebutuan alat khususnya peralatan berat (heavy equipment) yang akan digunakan pada tahap konstruksi. Perhitungan besarnya biaya peralatan dapat dibagi atas : -
Biaya Pengadaan Untuk biaya pengadaan alat berat dapat dihitung berdasarkan bagaimana peralatan tersebut diadakan seperti melalui pemilikan, penyewaan, ataupun melalui leasing. Untuk biaya dengan pemilikan maka hendaknya memperhitungkan biaya penyusutan, biaya bunga, asuransi, pajak.
-
Biaya Operasi Terdiri dari biaya operator, bahan bakar, pelumas, pemeliharaan, suku cadang, penggantian ban dan lain-lain.
.
Biaya Upah Tenaga Kerja
Biaya atas upah tenaga kerja yang perlu diperhatikan meliputi : gaji tetap (straight time wages), upah lembur, asuransi tenaga kerja, keamanan dari pekerja, fasilitas umum bagi tenaga kerja, fringe benefit. Gaji tetap dari pekerjan harus memperhitungkan faktor lokasi
dari proyek, dan jenis/keahlian tenaga kerja. Upah dari tenaga kerja
59
dapat dibayarkan berdasarkan atas union wages, one shop wag, atau prevailling wages. Besarnya upah yang akan dibayar sangat tergantung
pada tingkat produktivitas dari pekerja, dimana sangat dipengaruhi oleh : sikap/pribadi pekerja, jenis proyek, kondisi iklim, kompleksitas dan fungsi pengawasan. •
Biaya Sub Kontraktor Biaya ini diperhitungkan untuk keperluan pengadaan sub kontraktor oleh kontraktor utama akibat pengaalihan suatu jenis keahlian pekerjaan tertentu. Beberpa hal yang harus diperhatikan kontraktor utama dalam melibatkan sub kontraktor adalah sistem estimasi yang dilakukan oleh sub kontraktor, kapabilitas dari sub kontraktor, analisis dari penawaran yang diajukan oleh sub kontraktor.
2. Biaya Tidak Langsung Biaya tidak langsung adalah semua biaya yang mendukung pekerjaan tetapi tidak tercantum dalam mata pembayaran dari pekerjaan seperti : •
Biaya overhead, dibagi atas : -
General Overhead, merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk operasional perusahaan ke dalam paket pekerjan, seperti : sewa kantor; gaji dan segala tunjangan direksi; karyawan (fasilitas karyawan, asuransi); biaya utilitas (listrik, air, telepon, restribusi lainnya); pemasaran; depresiasi; dan lain-lain -
Project Overhead, merupakan biaya tidak langsung yang
dikeluarkan
untuk
keperluan
proyek
dan
dialokasikan
proporsional terhadap paket pekerjaan seperti : biaya untuk melakukan estimasi; biaya mengikuti tender; biaya untuk jaminan proyek (bid bond, performance bond dll); biaya asuransi tenaga kerja, peralatan, material; periijinan; biaya utilitas proyek. •
Contingencies
Biaya ini dialokasikan untuk mengantisipasi atas kekurangan informasi dan kesalahan dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh sehingga menimbulkan suatu ketidakpastian. Hal ini dapat
60
menjadi salah satu risiko yang akan dihadapi dalam pelaksanaan nantinya. Sebaiknya pengalokasian biaya ini diminimalkan dengan melakukan estimasi dengan sebaik-baiknya dan melengkapi ketidakjelasan
atau
kekurangan
informasi
tersebut
dengan
menanyakan langsung kepada pemilik proyek atau pihak yang terkait. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai-nilai penawaran yang tetap. •
Keuntungan (Profit) Tujuan
estimator
dalam
menganalisis
keuntungan
adalah
mengharapkan keuntungan yang maksimal. Keuntungan dapat diartikan sebagai sesuatu yang diperoleh atas risiko yang dihadapi. Besarnya nilai keuntungan dapat ditambahkan pada nilai estimasi yang dibuat. Dalam melakukan estimasi harga satuan pekerjaan pada suatu proyek konstruksi,
terdapat
hal-hal
yang
tidak
dapat
diduga
secara
pasti
(unforeseeable), atau yang tidak dapat dinyatakan secara jelas (intangible) atau tidak dapat diramalkan (unforeseen), semuanya dapat dikategorikan sebagai suatu ketidakpastian (Cost Engineering Notebook, 1992). Untuk itu pihakpihak yang terlibat harus mengidentifikasi dan menganalisis variabel-variabel ketidakpastian Ketidaktepatan
yang
berpengaruh
dalam
pada
menganalisis
saat variabel
pelaksanaan
konstruksi.
ketidakpastian
akan
mempengaruhi total biaya yang dikeluarkan sehingga dapat menghasilkan harga penawaran yag terlalu tinggi atau kerugian pada saat pelaksanaan. Identifikasi uncertainty pada suatu proyek konstruksi dapat dilakukan berdasarkan pengalaman yang dimiliki, kondisi lingkungan proyek dan kondisi-kondisi eksternal yang mempengaruhi industri konstruksi. Sedangkan berpengaruh atau tidaknya variabel ketidakpastian sangat bergantung pada penilaian subyektif dari pihak yang terlibat. Seperti telah disebutkan terdahulu, di dalam menghadapi ketidakpastian perlu dialokasikan sejumlah biaya pada salah satu komponen biaya tidak langsung 61
yaitu biaya kontinjensi. Dalam mengalokasikan besarnya biaya kontinjensi sangat diperlukan kemampuan penaksiran dari estimator, guna menghindari terjadinya pembengkakan biaya (cost overrun) atau terjadinya estimasi biaya yang rendah sehingga mengakibatkan kerugian (cost under run).
II.3.3 Model-Model Biaya kontinjensi
Biaya kontinjensi didefinisikan sebagai cadangan biaya dari suatu perkiraan biaya/anggaran untuk dialokasikan pada item pekerjaan berdasarkan pengalaman dan pelaksanaan proyek-proyek masa lalu dan merupakan salah satu bagian yang integral dari total estimasi biaya proyek. Biaya kontinjensi kontraktor dapat dipandang sebagai suatu perkiraan peningkatan biaya pelaksanaan konstruksi akibat uncertain events yang akan dihadapi oleh kontraktor dalam pelaksanaan suatu proyek. Pada saat estimator melakukan estimasi biaya sebaiknya risiko akibat uncertain events tersebut telah diperhitungkan sehingga dapat diperhitungkan suatu jumlah biaya untuk kontinjensi. Namun apabila biaya kontinjensi ditetapkan terlalu tinggi, maka kecil kemungkinan kontraktor mendapatkan kontrak karena harga penawaran yang terlalu tinggi. Sedangkan apabila biaya kontinjensi ditetapkan terlalu rendah, maka akan menimbulkan kerugian finansial yang cukup besar bila terjadi peningkatan biaya pelaksanaan konstruksi akibat terjadinya hal-hal yang tak terduga sebelumnya. Kontinjensi ditentukan sebagai suatu fungsi dari tingkat confidence (tingkat keyakinan) yang mewakili tingkat risiko yang dapat diterima
oleh kontraktor. Tujuan dari pengalokasian biaya kontinjensi adalah untuk membuat agar anggaran proyek menjadi suatu representasi yang lebih realistis dari suatu pengeluaran yang mungkin akan timbul, atau untuk memastikan agar biaya proyek yang diperkirakan adalah realistis dan cukup untuk menutup setiap biaya yang ditimbulkan oleh risiko-risiko akibat ketidakpastian. Untuk meminimalkan biaya ini, estimasi biaya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.
62
Dalam estimasi biaya detail, Biaya kontinjensi merupakan salah satu komponen yang dialokasikan pada biaya tidak langsung. Biasanya biaya-biaya tidak langsung tidak tercantum secara eksplisit dalam format surat penawaran biaya, sedangkan biaya-biaya tidak langsung tersebut memiliki nilai yang besar. Oleh karena itu, estimator harus dapat menyisipkan biaya-biaya tak langsung tersebut ke dalam komponen-komponen biaya langsung. Cara ini dikenal dengan istilah markup atau kenaikan biaya. Kenaikan biaya dikenal sebagai sejumlah penambahan pada nilai estimasi biaya langsung untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran perusahaan dan juga sebagai imbalan jasa seperti biaya overhead perusahaan, Job overhead, kontinjensi dan profit. Dengan demikian yang menjadi komponen markup itu sebenarnya adalah biaya-biaya tidak langsung proyek. Kontinjensi didefinisikan oleh The Association for the Advancement of Cost Engineering (AACE) sebagai suatu ketentuan untuk unsur-unsur biaya yang tidak
dapat diramalkan dalam suatu ruang lingkup proyek. Kontinjensi sangat penting, apabila pengalaman sebelumnya yang berkaitan dengan biaya-biaya menunjukkan bahwa ada kemungkinan akan terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diramalkan yang mengakibatkan biaya meningkat. Posisi Biaya kontinjensi dalam estimasi biaya detail, oleh Cost Engineering Notebook, AACE (1992), diuraikan sebagai berikut :
63
Estimasi Biaya Detail
Biaya Langsung
Biaya Tidak Langsung
Upah
Pajak
Material
General Condition
Peralatan
Overhead
Sub Kontrak
Risiko
Contingency
Keuntungan
Gambar II.7 Komponen dari Estimasi Biaya Detail (AACE, 1992 didokumentasi oleh Partawijaya, 2001) Berdasarkan bagan di atas, biaya kontinjensi dialokasikan pada biaya tidak langsung yang termasuk dalam item risiko. Hal ini berarti biaya ini dialokasikan untuk mengantisipasi ketidakpastian yang disebabkan oleh kekurangan informasi dan kesalahan dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh sehingga menimbulkan
risiko
dalam
pelaksanaan
proyek
nantinya.Dalam
rangka
meminimalkan biaya ini, selain melakukan estimasi dengan sebaik-baiknya, kontraktor juga dapat melengkapi ketidakjelasan dan kekurangan informasi tersebut dengan melakukan diskusi langsung dengan pemilik proyek atau pihakpihak yang terkait, sehingga didapatkan nilai estimasi biaya yang tepat. Hendrickson (2003), menyatakan bahwa dalam sebagian besar anggaran konstruksi, selalu disediakan cadangan untuk biaya-biaya kontinjensi atau biayabiaya tidak terduga yang timbul selama pelaksanaan konstruksi. Biaya Kontinjensi
64
ini mungkin dimasukkan ke dalam masing-masing item biaya, atau mungkin berdiri sendiri sebagai kontinjensi konstruksi. Tidak ada rumusan yang baku untuk menentukan besarnya angka kontinjensi. Hal ini tergantung pada kualitas perkiraan biaya, maupun pengalaman estimator atau perusahaan kontraktor yang bersangkutan, serta tingkat perkembangan proyek, ketika perkiraan biaya dibuat. Namun demikian, karena penentuan besarnya biaya kontinjensi tergantung sebagian besar kepada judgment, maka perlu dibuat suatu prosedur untuk membantu memecahkan permasalahannya. Biaya kontinjensi menurut Yeo (1990) adalah biaya yang ditambahkan pada suatu estimasi biaya untuk menutup keadaan-keadaan yang tidak diketahui sebelumnya. Hal ini dikarenakan suatu estimasi adalah suatu perkiraan mengenai biaya yang akan terjadi pada suatu saat dimasa datang yang tidak selalu dapat diramalkan. Tujuan dari pengalokasian kontinjensi tersebut adalah untuk memastikan bahwa anggaran yang telah ditentukan untuk melaksanakan proyek adalah realistis dan cukup untuk menutup risiko kenaikan biaya yang tidak diperkirakan sebelumnya. Selanjutnya Yeo menyatakan bahwa pendekatan-pendekatan pengalokasian Biaya kontinjensi yang telah dilakukan adalah memberikan suatu range sebesar kurang
lebih 25%-40% dari estimasi dasar. Hal ini jelas merupakan suatu pendekatan yang subyektif dan didasarkan terutama pada persepsi estimator tentang risiko dari proyek. Metode pengalokasian yang konvensional ini dapat sangat berbahaya karena terlalu sederhana dan hanya tergantung pada keyakinan estimator pada pengalamannya sendiri, sehingga sering terjadi cost overrun dalam jumlah besar pada proyek-proyek besar dan merupakan salah satu bukti yang menunjukkan bahwa metode-metode estimasi yang telah ada masih belum memadai. Berdasarkan hal tersebut dilakukan suatu pemodelan Two-Tiered contingency allocation yaitu suatu kerangka konseptual yang memberikan sebuah landasan
untuk mengusulkan sebuah sistim pengestimasian yaitu penambahan suatu Engineering Allowance (C1) pada estimasi dasar yang dihasilkan oleh estimator
(B) yang bertujuan meningkatkan probabilitas keberhasilan hingga mencapai kemungkinan estimasi yang lengkap. Dalam estimasi ini semua faktor nonengineering diabaikan. Selanjutnya manajemen menambahkan kontinjensi (C2)
65
yang digunakan untuk menampung pendapat tentang suatu risiko yang dapat mengakibatkan biaya meningkat. Keputusan memasukkan C2 atau tidak, adalah sebuah keputusan yang harus diambil oleh manajemen, yang tergantung pada sikap manajemen terhadap risiko.
GG
C1 dan C2 ditambahkan kedalam anggaran proyek. Dalam hal ini, C2 tidak mencakup inflasi yangsangat tinggi, fluktuasi kurs tukar mata uang yang yang sangat tinggi, perubahan-perubahan ruang lingkup yang besar, disebabkan klien dan force majeure. . Untuk menentukan besar biaya yang akan dialokasikan pada C1 digunakan rumus n
: B = ∑ Q i R i ................................................................................................(12) i -1
dimana : B =
estimasi dasar dari estimator
Q =
kuantitas-kuantitas yang paling mungkin
Ri =
harga satuan
66
Selanjutnya menentukan even chance estimate (Ec) dengan rumus : Ec = ~ x .......................................................................................(13)
∑
dimana :
Ec ~ x i
=
i
Even chance estimate
= nilai-nilai yang diharapkan (diperoleh dari estimasi tiga titik yaitu : Xa = biaya yang paling optimistik Xb = biaya yang paling mungkin Xc = biaya yang paling konservatif Xt = tidak melebihi target biaya
Setelah nilai B dan Ec diketahui, maka C1 dapat ditentukan yaitu selisih antara Ec dan B (Ec-B). Sedangkan untuk menentukan besar biaya yang akan dialokasikan pada C2 tergantung sejauh mana sikap manajemen terhadap risiko. Penelitian yang dilakukan oleh Yeo ini, adalah pada tahap Feasibility Studi Department of Energy di AS (1997), telah membuat pedoman-pedoman kontinjensi yang bertujuan untuk memberikan suatu pendekatan standar dalam menentukan kontinjensi proyek dan untuk meningkatkan pemahaman mengenai kontinjensi dalam proses manajemen proyek. Namun kontinjensi ini tidak dipergunakan untuk mencegah adanya penaksiran perkiraan biaya secara tidak akurat. Range yang diberikan dalam pedoman ini digunakan sebagai pedoman biaya dalam melakukan estimasi dengan menyajikan perkiraan cadangan biaya kontinjensi, berdasarkan tipe konstruksi seperti proyek konstruksi dan proyek pemulihan lingkungan. Range kontinjensi allowance ditentukan dalam persentasi, dengan memperhitungkan kondisi-kondisi yang tidak terduga, tidak pasti dan tidak dapat diramalkan. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam memilih kontinjensi pada proyek konstruksi adalah kompleksitas proyek, tingkat kerincian (detail) disain, kondisi pasar dan kondisi-kondisi khusus. Dalam kaitan dengan kompleksitas proyek, DOE memberikan range sebesar 5% sampai 10% untuk tanah dan hak atas tanah, 15% sampai 25% untuk bangunan-bangunan baru/tambahan/struktur lainnya.Untuk fasilitas khusus, 20% sampai 30% dan kondisi khusus, diatas 50% dari nilai kontrak. Dalam kaitan dengan desain, range
67
yang diberikan adalah 5% sampai 15%, sedangkan dalam kaitan dengan kondisi pasar, 3% sampai 8% untuk kontrak konstruksi fixed price dan 15% sampai 17,5% untuk kontrak cost-plus setelah penyerahan (award). Smith dan Bohn (1999) melakukan studi literatur yang diperbandingkan dengan wawancara tentang pengklasifikasian risiko-risiko kontrak konstruksi dan praktekpraktek manajemen risiko yang diterapkan dalam perusahaan-perusahaan kontraktor kecil sampai sedang serta strategi untuk mengurangi atau mengatasi risiko-risiko tersebut. Salah satu strategi adalah menggunakan biaya kontinjensi. Hasil wawancara menunjukkan bahwa para kontraktor tidak memahami teknikteknik pemodelan formal model risiko yang telah dipublikasikan. Apabila biaya kontinjensiy dimasukkan dalam kontrak, maka para manajer konstruksi umumnya menggunakan pendekatan berdasarkan suatu persentase tertentu, berdasarkan intuisi mereka, terhadap total biaya dan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari kontrak sebelumnya. Sedangkan hasil studi literatur memperlihatkan bahwa menyatakan biaya kontinjensi yang ditetapkan kontraktor merupakan suatu persentasi yang berkisar antara 5%-10% terhadap nilai kontrak. Penelitian yang dilakukan Mak dan Picken (2000), adalah tentang pengaruh Estimating Using Risk Analysis (ERA). ERA adalah sebuah metodologi yang dapat
dipergunakan untuk menentukan biaya kontinjensi dengan jalan mengidentifikasi ketidakpastian dan kemudian memperkirakan implikasi-implikasi finansialnya. Di dalam penelitian ini dibandingkan variabilitas biaya kontinjensi antara proyekproyek ERA dan Non-ERA. ERA awalnya diterapkan oleh Pemerintah Hongkong (1993) dalam usaha untuk menentukan biaya kontinjensi dalam semua pekerjaan publik dengan cara yang lebih analitis. ERA menghasilkan perkiraan dasar serta perkiraan biaya kontinjensi pada pra tender. Biaya kontinjensi yang ditentukan pada proses ERA akan ditambahkan pada estimasi dasar. Langkah pertama dalam proses ERA, adalah identifikasi risiko oleh tim proyek, kemudian risiko-risiko tersebut dikategorikan sebagai risiko yang tetap dan risiko yang variabel. Yang termasuk di dalam risiko tetap adalah peristiwa yang apabila terjadi, akan terjadi secara total dan menimbulkan biaya yang sangat besar (maksimum) atau tidak terjadi sama sekali, sehingga tidak akan ada biaya yang timbul. Risiko variabel 68
menyangkut peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, tetapi sampai sejauh mana peristiwa tersebut akan terjadi adalah merupakan suatu ketidakpastian. Dengan demikian, biaya yang akan timbul adalah tidak pasti dan variabel. Untuk masingmasing dari peristiwa risiko akan dihitung risk allowance rata-rata dan risk allowance risiko maksimum. Hubungan antara kategori risiko dan risk allowance diperlihatkan pada Tabel berikut : Tabel II-9. Hubungan antara risk allowance dan Kategori Risiko dalam ERA Type Risiko
Allowance Risiko Rata-rata
Allowance Risiko Maksimum
Risiko Tetap
Probabilitas x biaya maksimum
Biaya maksimum
Risiko Variabel
Estimasi tersendiri
Estimasi Tersendiri
Asumsi
50% peluang akan terlampaui
10% peluang akan terlampaui
Asumsi bahwa hanya diperkenankan adanya 10% peluang bahwa biaya yang sebenarnya adalah lebih besar dibandingkan dengan allowance maksimum, diharuskan oleh pemerintah Hongkong dalam metode ERA. Sedangkan dasar pemikiran penggunaan 50% peluang akan terlampaui dalam kasus allowance ratarata adalah karena jarang sekali ada kasus dimana semua risiko yang telah diidentifikasi akan terjadi. Ini berarti bahwa allowance yang disediakan harus mampu menutup biaya-biaya yang paling mungkin akan timbul. Setelah mengidentifikasi semua peristiwa risiko dan menghitung risk allowance rata-rata dan maksimumnya, maka hasil penjumlahan dari semua risk allowance rata-rata dari semua peristiwa akan menghasilkan biaya kontinjensi proyek tersebut. Perbandingan perkiraan biaya kontinjensi dua proyek pekerjaan publik dengan jalan menganalisis himpunan data dari proyek-proyek pra-1993 (Non-ERA) dengan proyek-proyek pasca (ERA) menghasilkan perbedaan cadangan biaya kontinjensi yang hampir mencapai dua kali lipat (115% versus 215%) antara proyek-proyek ERA dan Non-ERA sehingga mngakibatkan terjadinya mis-alokasi sumberdaya yang sangat besar. Apabila biaya kontinjensi diperbesar dengan cara seperti ini, maka beberapa proyek harus dibatalkan atau ditunda karena tidak 69
cukup dana yang tersedia. Proyek-proyek kelompok ERA memiliki nilai kontinjensicCost yang lebih kecil dibandingkan proyek-proyek kelompk NonERA. Namun cadangan biaya kontinjensi berdasarkan ERA masih dianggap terlalu
besar (lebih tinggi 115% dibandingkan dengan rata-rata). Untuk itu dianjurkan melakukan penelitian lebih lanjut. Nasser (2002), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa proyek konstruksi adalah proyek yang berisiko, karena banyaknya variabel yang mempengaruhi hasil akhir sebuah proyek, terutama biaya akhir proyek konstruksi tersebut. Untuk menghadapi berbagai risiko yang meyebabkan kenaikan biaya ini, banyak owner dan kontraktor mengalokasikan sejumlah biaya kontinjensi untuk masing-masing proyek.
Perusahaan-perusahaan
kontraktor
memasukkan
sejumlah
biaya
kontinjensi ke dalam setiap penawaran yang mereka ajukan. Ada sejumlah metoda
yang dapat dipergunakan untuk menentukan besarnya jumlah biaya kontinjensi tersebut, yaitu mulai dari opini ahli sampai simulasi. Dalam penelitiannya, Nasser menyajikan sebuah pendekatan kuantitatif untuk melaksanakan analisis biaya kontinjensi bagi sebuah proyek konstruksi dengan mempergunakan teknik-teknik dasar spreadsheet. Pendekatan yang disajikan dibagi menjadi lima langkah,sebagai berikut: 1. Menentukan tiga estimasi untuk masing-masing item biaya. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan memperhatikan data sebelumnya dan kemudian menentukan nilai minimum,nilai maksimum dan nilai yang paling mungkin. Perkiraan nilai untuk setiap item biaya dapat dihitung sebagai berikut, (nilai maksimum + 4 nilai yang paling mungkin + nilai minimum)/6 .................. (14)
Sedangkan variance dari masing-masing item biaya adalah, Variance= [(nilai maksimum – nilai minimum)/6]2 ....................................(15)
2. Menentukan expected cost proyek secara keseluruhan. Setelah dihitung expected cost untuk seluruh item biaya, maka total biaya yang diharapkan
70
adalah sama dengan jumlah biaya yang diharapkan untuk masing-masing item yang terdapat dalam proyek, sebagai berikut : expected cost item 1 + expected cost item 2 + ….expected cost item n
.……….(16)
Hal yang sama juga berlaku untuk variance, sehingga variance dari total biaya adalah : Variance biaya item 1+ variance biaya item 2 + variance biaya item n ………(17)
3. Menghitung probabilitas pencapaian biaya yang diharapkan dan memplot kurva biaya kontinjensi. Selanjutnya menghitung probabilitas bahwa suatu total biaya tertentu pada proyek (misalnya L) akan terlampaui. Untuk itu yang harus dilakukan adalah menghitung nilai Z (nilai dari standar distribusi normal) dengan rumus: (L– the expected total cost)/(variance of the total cost total biaya)05…. ……….(18) Kemudian nilai Z di masukkan ke dalam tabel standar distribusi normal untuk menentukan probabilitas bahwa biaya L akan terlampaui. Hal ini diulangulang untuk nilai-nilai L lainnya dan selanjutnya dapat memplot kurva biaya kontinjensi yang sesuai.
4. Analisis sensivitas hasil Selanjutnya dilakukan pembandingan berdasarkan bentuk kurva kontinjensi dimana perubahan dalam masing-masing unsur biaya dapat mempengaruhi jumlah keseluruhan kontinjensi yang dialokasikan. Selisih antara jumlah ini dengan perkiraan anggaran yang telah dibuat adalah biaya kontinjensi . 5. Pengalokasian biaya kontinjensi terhadap seluruh pelaksanaan proyek. Pengalokasian sejumlah biaya kontinjensi terhadap seluruh biaya pelaksanaan proyek sesuai dengan pengeluaran yang telah diperkirakan.
71
Berdasarkan langkah-langkah diatas maka implementasi Spreadsheet dapat dilakukan untuk menyederhanakan proses pengalokasian kontinjensi serta membuat analisis kepekaan lebih cepat. Menurut Dysert, L.R (2004) biaya kontinjensi dalam banyak aspek merupakan salah satu unsur dalam estimasi yang paling sedikit dipahami. Hal ini dikarenakan, pihak-pihak yang terlibat dalam tim proyek, memandang biaya kontinjensi dari sudut pandang mereka masing-masing. Bagi seorang estimator, biaya kontinjensi adalah suatu jumlah yang dipergunakan dalam estimasi untuk menghadapi ketidakpastian-ketidakpastian yang melekat dalam proses pengestimasian. Para estimator menganggap biaya kontinjensi sebagai sejumlah dana yang ditambahkan terhadap estimasi awal agar dicapai suatu probabilitas bahwa estimasi tidak overrun. Pemahaman mengenai probabilitas terjadinya overrunning terhadap suatu nilai estimasi dapat diketahui dengan melakukan analisis risiko terhadap item-item yang mengakibatkan terjadinya overrun seperti disain yang tidak lengkap, cuaca yang mungkin berbeda dibandingkan dengan yang diasumsikan dalam memperkirakan produktivitas buruh, biaya material dan peralatan yang berubah karena inflasi dan lain-lain (tidak termasuk, perubahan ruang lingkup proyek yang signifikan, bencana alam, inflasi berlebihan diluar perkiraan, fluktuasi nilai tukar uang yang tidak dapat diperkirakan, pemogokan yang tidak dapat diperkirakan dan lain-lain). Model analisis yang umum digunakan adalah : • Model analisis risiko yang strategi untuk mengevaluasi tingkat kesulitan proyek dan
implementasi proyek secara teknis dalam rangka menentukan
risiko keseluruhan biaya proyek, dan • Model analisis risiko yang rinci yang mengevaluasi range keakuratan dari masing-masing atau kelompok-kelompok komponen estimasi dalam rangka menentukan risiko keseluruhan terhadap biaya proyek.
72
Kedua bentuk model analisis risiko ini, pada umumnya akan menghasilkan distribusi risiko keseluruhan biaya akhir yang diharapkan dari suatu proyek serta tabel-tabel yang menyamakan tingkat keyakinan dengan nilai-nilai biaya akhir tertentu. Distribusi probabilitas yang dihasilkan untuk biaya akhir, akan dapat dipergunakan untuk menentukan jumlah yang harus dimasukkan kedalam estimasi sebagai biaya kontinjensi. Selisih antara pendanaan yang dipilih dengan titik estimasi awal, adalah jumlah biaya kontinjensi. Baccarini (2004), melakukan penelitian terhadap data biaya 48 proyek konstruksi jalan raya yang telah selesai, untuk menganalisis secara kuantitatif pengestimasian biaya kontinjensi konstruksi. Selama ini institusi yang terkait menggunakan pendekatan persentase tradisional sekitar 5-10% untuk menghitung biaya kontinjensi. Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk dipergunakan oleh sponsor proyek, yang perlu mengetahui perkiraan biaya akhir proyek, sebelum memasuki fase konstruksi untuk keperluan penganggaran. Anggaran tersebut mencakup gabungan antara nilai kontrak yang diserahkan kepada kontraktor ditambah dengan biaya kontinjensi konstruksi. Data yang diperoleh, dianalisis secara statistik dengan mempergunakan program SPSS (Statistical Package for the Social Science), dimana hasil analisis akan menginformasikan parameter statistik umum seperti mean, deviasi standar dan koefisien dari variasi variabel-variabel serta korelasi untuk mengkaji hubungan antara dua variabel. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab 2 pertanyaan sebagai berikut : 1. Seberapa akuratkah biaya kontinjensi konstruksi, dan 2. Apa variabel proyek yang berkorelasi dengan biaya kontinjensi konstruksi sehingga dapat ditentukan (diturunkan) sebuah model yang prediktif untuk memperkirakan biaya kontinjensi konstruksi. Pengukuran
keakuratan
biaya
kontinjensi
(CA)
diukur
dengan
jalan
membandingkan antara biaya kontinjensi konstruksi, dengan variasi-variasi kontrak yang telah disetujui, yang diekspresikan sebagai suatu nilai kontrak yang diberikan kepada kontraktor (Award Contract Value = ACV), dengan rumus : 73
CA = Σ V % - Σ C %.............................................................................(19) (selisih antara biaya kontinjensi dan variasi) ACV
= nilai kontrak yang diberikan
C(%)
= biaya kontinjensi konstruksi yang dinyatakan sebagai % dari ACV
∑ C x 100 ..............................................................(20) ∑ ACV
C (% ) =
C
=
V(%)
= Variasi-variasi dinyatakan sebagai % dari ACV
V (% ) =
V
biaya kontinjensi konstruksi ($)
∑ C x 100 .............................................................(21) ∑ ACV
= Variasi-variasi dalam kontrak yang telah disetujui ($)
Berdasarkan hasil analisis, didapatkan akurasi biaya kontinjensi (CA) sebesar 4,68 yang menunjukkan bahwa 4,68 % dari peningkatan ACV, tidak dapat ditutup oleh biaya kontinjensi. Sedangkan analisis tentang variabel-variabel proyek (ukuran proyek, variabilitas penawaran, penawaran-penawaran yang diterima, lamanya proyek, lokasi proyek, dan tahun) menunjukkan tidak ada nilai korelasi yang signifikan dengan biaya kontinjensi yang dapat digunakan untuk meramalkan biaya kontinjensi tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa analisis biaya kontinjensi konstruksi lebih sering tidak cukup untuk menutup variasi-variasi dalam kontrak dan biaya kontinjensi tersebut harus dinaikkan dalam proyek-proyek yang akan datang. Di samping itu perlu dilakukan identifikasi setiap variabel yang memiliki suatu hubungan dengan keakuratan biaya kontinjensi proyek sehingga memberikan landasan bagi suatu model prediktif yang dapat digunakan untuk memperkirakan biaya kontinjensi.
74
Menurut Rothwell (2005), biaya kontinjensi adalah sama dengan deviasi standar terhadap estimasi biaya, yang dapat ditentukan dengan mempertimbangkan keakuratan dan keyakinan terhadap estimasi biaya yang didasarkan atas pertimbangan ahli atau dengan mempergunakan teknik-teknik statistik atau simulasi Monte Carlo. Untuk memahami range keakuratan dan tingkat keyakinan secara lebih baik, dapat digambarkan suatu distribusi probabilitas normal yaitu suatu distribusi probabilitas yang berbentuk lonceng. Karena distribusi normal adalah simetris, maka tergambarkan kemungkinan estimasi biaya akan lebih tinggi atau lebih rendah dari biaya yang diharapkan. Dengan distribusi ini dapat diketahui biaya yang diharapkan(mean) dan deviasi standar yaitu suatu ukuran dari ketidakpastian estimasi biaya. Deviasi standar adalah akar kuadrat variance,sedangkan variance adalah sama dengan rata-rata deviasi kuadrat dari masing-masing pengamatan dari mean. Apabila estimasi biaya terdistribusi secara normal,maka deviasi standar adalah : Apabila estimasi biaya terdistribusi secara normal, maka deviasi Standar adalah :
σ=
X ……………………………………………………………...(22) Z
Dimana σ = S = deviasi standar X
= tingkat keakuratan
Z
= distribusi normal yang tergantung pada tingkat keyakinan.
Sebagai contoh digambarkan suatu perkiraan biaya yang terdistribusi secara normal dengan mean, median dan mode sama dengan $ 1 milyar dan deviasi standar sebesar $ 0,234 milyar atau 23,4% dari biaya yang diharapkan. Tingkat keakuratan untuk perkiraan pendahuluan adalah sekitar kurang lebih 30%. Apabila estimator memiliki tingkat keyakinan sebesar 80% dalam range keakuratan ini,maka Z = 1,28, artinya 80% dari distribusi normal adalah antara 1,28 σ, sehingga X/Z = 30%/1,28 = 23,4 persen. Lebih jelasnya dapat diperlihatkan pada Gambar II.9. 75
Mean 8% dari distribusi adalah antara $ 0,7 dan $ 1.3 milyar = 130% ke 1 + 30%
Standar deviasi = 23,4% x 1.0 Milyar = $ 0,234 Milyar
10%
10%
$ 0.250 $ 0.500 $ 0.750 $ 1.000 $ 1.250 $ 1.500 $ 1.750
Milyar
Gambar I.9 Estimasi Biaya dengan Suatu Distribusi Normal (Rothwell,2005) Dalam contoh ini, sekitar 10% dari distribusi adalah dibawah $0,700(rendah) dan 10% di atas $1300 milyar(tinggi),sehingga diperoleh tingkat keyakinan sebesar 80%. Untuk menghubungkan hal ini dengan perkiraan kontinjensi maka Rothwell membandingkan dengan pedoman-pedoman AACE dan EPRI (Electric Power Research Institute) dan mendapatkan bahwa dibawah distribusi normal, untuk suatu final estimate dengan X = kira-kira 10 % dan tingkat keyakinan 80%, = (X/Z) = (10%/1,28) = 7,8%. Diperbandingan hal ini dengan AACE menunjukkan kontinjensi sebesar 5% sedangkan EPRI menunjukkan kontinjensi sebesar 5%-
10%. Dengan demikian deviasi standar dalam penelitian Rothwell, hampir sama dengan kontinjensi yang dikemukakan oleh AACE dan EPRI. Karlsen dan Lereim (2005), mendefinisikan biaya kontinjensi atau cadangan biaya sebagai dana tambahan yang dibutuhkan untuk mempertanggung jawabkan biayabiaya yang timbul akibat risiko. Dalam menentukan besar biaya kontinjensi tersebut, masing-masing perusahan memakai cara yang berbeda-beda. Keseluruhan studi literatur yang telah dilakukan, memperlihatkan bahwa ada perbedaan-perbedaan dalam segi persepsi dan praktek yang berkaitan dengan pengestimasian dan penggunaan dana cadangan untuk masalah-masalah yang terkait dengan risiko. Untuk itu analisis risiko merupakan suatu proses yang sangat penting dari estimasi biaya. Banyak teknik dan pendekatan yang telah dikemukakan dalam literatur mengenai estimasi cadangan biaya untuk risiko seperti pendekatan tradisional, penambahan suatu persentasi biaya kontinjensi terhadap masing-masing item biaya yang 76
tercakup dalam Work Breakdown Structure (WBS), metode range estimasi atau program komputer yang digunakan untuk simulasi. Teknik-teknik di atas memiliki kelemahan masing-masing, dan untuk itu dianjurkan beberapa hal yaitu - perlu penentuan sikap perusahaan terhadap risiko (risk taker, neutral atau risk averse)
- analisis risiko harus dilakukan bersamaan dengan estimasi biaya - harus diperkirakan suatu cadangan anggaran untuk menutup dampak-dampak penting lainnya yang tidak terduga. Di Indonesia, penelitian yang telah dilakukan oleh Partawijaya (2001) menghasilkan variabel ketidakpastian yang paling berpengaruh di dalam melaksanakan estimasi harga satuan pekerjaan dan besarnya variabilitas harga satuan pekerjaan. Di dalam mengestimasi besarnya harga satuan pekerjaan, tidak dapat diketahui secara pasti besarnya biaya yang akan dikeluarkan pada saat pelaksanaan konstruksi dan untuk itu estimator harus dapat mengidentifikasi dan menganalisis variabel-variabel ketidakpastian yang harus diperhitungkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada saat pelaksanaan, dimana hal tersebut dapat dilakukan berdasarkan pengalaman, serta informasi lainnya. Disamping itu juga dioperoleh keterkaitan antara variabel-variabel tersebut dengan komponen harga satuan pekerjaan. Dengan adanya hasil penelitian berupa variabel ketidakpastian
yang
paling
berpengaruh
serta
variabilitas
harga
yang
ditimbulkannya maka dapat diprediksi besarnya harga satuan dari pekerjaan serta biaya kontinjensi yang dapat dialokasikan oleh kontraktor.
II.3.4 Posisi Penelitian yang akan dilakukan terhadap penelitian–penelitian sebelumnya
Berdasarkan telaah hasil-hasil penelitian yang telah dibahas diatas, dapat disimpulkan bahwa biaya kontinjensi dalam pelaksanaan proyek konstruksi telah diperhatikan dan dibahas sejak lama, namun dilakukan dengan pendekatan yang berbeda-beda sesuai sudut pandang dari masing-masing individu atau institusi. Hasil-hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa biaya kontinjensi merupakan suatu bagian integral dari estimasi biaya detail, hanya saja cara pengalokasiannya 77
dalam estimasi tersebut berbeda-beda. AACE (1992) mengalokasikan biaya kontinjensi pada bagian biaya tidak langsung dalam butir risiko (akibat risiko adalah untung/rugi) sebagai sarana untuk mengantisipasi ketidakpastian yang dapat terjadi yang mendatangkan kerugian. Sedangkan disisi lainnya, biaya kontinjensi dialokasikan pada tiap-tiap harga satuan pada setiap sub lingkup kerja [(Yeo, 1990), Partawijaya (2001), DOE (1997), Mak dan Picken (2000), dan Nassar (2002)]. Baccarini (2004) mengalokasikan kontinjensi dengan suatu persentasi pada nilai kontrak. Tinjauan dan analisis terhadap uncertain events yang menimbulkan risiko, sebelum menentukan besarnya biaya kontinjensi yang akan dialokasikan, dilakukan oleh Yeo (1990), DOE (1997), Smith dan Bohn (1999), Mak (2000), Partawijaya (2001), dan Dysert (2004), namun metodologi yang digunakan berbeda-beda. Penentuan berdasarkan persentasi untuk biaya kontinjensi menurut Thompson dan Perry (1992) memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut : •
Angka persentase ditentukan secara sembarang dan tidak sesuai dengan proyek yang spesifik.
•
Ada kecenderungan untuk melipatgandakan perhitungan risiko, karena beberapa estimator cenderung memasukkan biaya kontinjensi kedalam estimasi mereka.
•
Penambahan suatu persentase akan menghasilkan hanya satu angka estimasi biaya yang mengimplikasikan suatu tingkat kepastian yang tidak dapat diterima.
•
Karena persentase yang dialokasikan untuk risiko adalah dalam bentuk suatu kontinjensi biaya, maka akan cenderung menjauhkan perhatian terhadap risiko waktu, performansi dan kualitas.
•
Sama sekali tidak mendorong timbulnya kreatifitas dalam praktek pengestimasian melainkan mendorong perkiraan biaya menjadi suatu pekerjaan yang rutin dan biasa, sehingga dapat menimbulkan kelalaian.
78
Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa peningkatan biaya dalam pelaksanaan proyek-proyek konstruksi merupakan suatu hal yang sering terjadi, disebabkan adanya peristiwa-peristiwa yang tidak pasti, yang tidak dapat diramalkan, yang tidak dapat diduga kejadiannya, yang selalu melekat dalam proyek-proyek konstruksi tersebut. Peristiwa-peristiwa tersebut saling berinteraksi satu sama lain dan sangat mempengaruhi estimasi biaya awal. Untuk itu diperlukan suatu cadangan biaya yang disebut Biaya kontinjensi yaitu sejumlah dana yang disediakan sebagai cadangan untuk menghadapi ketidakpastian-ketidapastian tersebut. Penelaan terhadap studi literatur menegaskan bahwa semua kontraktor mempergunakan biaya kontinjensi dalam setiap kontrak. Dalam hal pendekatan tradisional biaya kontinjensi ditetapkan secara intuisi dan pengalamanpengalaman masa lalu. Sedangkan literatur-literatur modern menetapkan biaya kontinjensi sebagai suatu persentasi tertentu yang tetap dari biaya langsung. Besarnya biaya kontinjensi ini biasanya dinyatakan sebagai suatu persentasi markup atas estimasi dasar yaitu 5% - 10% dari nilai kontrak.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian-penelitian telah banyak membahas tentang uncertain events dalam pelaksanaan proyek konstruksi yang menimbulkan risiko dan bahwa kontraktor selalu memasukkan biaya kontinjensi dalam perkiraan biaya berdasarkan persentase tertentu. Berapa besar nilai biaya kontinjensi yang ditentukan berbeda-beda tergantung dari interpretasi masingmasing kontraktor. Dengan demikian, perlu dilakukan suatu penelitian untuk menghasilkan dasar atau kerangka yang sistematis sehingga dapat menentukan besarnya biaya kontinjensi secara lebih baik dengan memperhitungkan uncertain events serta keterkaitan/hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antar uncertain events yang terjadi dalam pelaksanaan proyek konstruksi.
Pemetaan metodologi penentuan biaya kontinjensi yang diadopsi oleh penelitipeneliti terdahulu dan metodologi penelitian yang akan dilakukan dapat disajikan pada Tabel II.10
79
80