Tugas Akhir
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Di dalam bab ini dibahas metoda-metoda perhitungan yang digunakan dalam tugas akhir ini. Metoda-metoda tersebut mencakup perhitungan nilai daya dukung prediksi dan nilai daya dukung terukur. Nilai daya dukung prediksi adalah nilai daya dukung yang didapat dari metoda perhitungan daya dukung fondasi tiang berdasarkan data NSPT (Number - Standard Penetration Test) . Sedangkan nilai daya dukung terukur adalah nilai daya dukung yang didapat dari metoda perhitungan daya dukung fondasi tiang berdasarkan interpretasi data tes pembebanan. Dari nilai-nilai daya dukung tersebut, nantinya akan dianalisis metoda manakah yang hasilnya paling mendekati nilai daya dukung terukur. Adapun metoda-metoda untuk menganalisis nilai-nilai daya dukung tersebut adalah : pertama dilakukan analisis ketepatan, kemudian yang kedua dilakukan analisis kehandalan. Cara-cara perhitungan yang digunakan dalam analisis ketepatan dan analisis kehandalan akan dijelaskan pada sub bab berikutnya. 2.2 Perhitungan Kapasitas Fondasi Tiang Berdasarkan N-SPT Nilai daya dukung fondasi tiang dapat dihitung sebagai berikut : Qb
qb . A
(2.1)
Qs
qs .S .B.'L
(2.2)
QTot Dimana :
Qb ¦ Qs Qb Qs qb qs A B ǻL Ȇ Qtot
(2.3)
= Kapasitas daya dukung ujung fondasi tiang (ton) = Kapasitas daya dukung selimut fondasi tiang (ton) = Unit tahanan ujung (ton/m2) = Unit tahanan selimut (ton/m2) = Luas permukaan ujung fondasi tiang (m2) = Keliling fondasi tiang (m) = Panjang fondasi tiang (m) = Konstanta phi (3,14) = Kapasitas total fondasi tiang (ton)
Nilai N-SPT untuk perhitungan qb diambil nilai rata-rata sejauh 2B. Untuk perhitungan qs nilai N-SPT diambil di kedalaman segmen ('L) tiang yang ditinjau.
7
Tugas Akhir
B
Qs = qs x .S.B.'L
2B Qb = qb x .S.(B/2)2
Gambar 2.1 Gambaran Daya Dukung Selimut Dan Daya Dukung Ujung Pada Tiang Pancang Nilai Maksimum untuk unit tahanan friksi (qs) dan unit tahanan ujung (qb) Nilai qs maksimum untuk tanah lempung (clay) diambil sebesar 26 t/m2, untuk tanah pasir (sand) diambil 19 t/m2. Nilai qb maksimum untuk tanah lempung (clay) diambil sebesar 225 t/m2, sementara qb maksimum untuk tanah pasir (sand) diambil 290 t/m2. Di bawah ini dijelaskan metoda-metoda yang dipakai dalam perhitungan daya dukung tiang berdasarkan data N-SPT : a. Metoda Meyerhoff Unit Kapasitas Ujung (qb ) Untuk sands dan gravels
qb
0,4.Ncor.
D .Pa B
(2.4)
qb dalam ton/m2 jika Pa diambil 10 t/m2 untuk nonplastic silts D .Pa B (2.5) qb dalam ton/m2 jika Pa diambil 10 t/m2 Dimana : qb = Unit tahanan ujung Ncor = Nilai N-SPT dari prosedur lapangan dan tegangan overburden D = Kedalaman tiang tertanam (m) B = Diameter tiang (m) Pa = Tegangan referensi =10 ton/m2 qb
0,4.Ncor.
8
Tugas Akhir
Unit Kapasitas Selimut (qs) untuk tiang small-displacement pada tanah tak berkohesi: qs
Pa N 100
(2.6)
untuk tiang large-displacement pada tanah tak berkohesi: qs
Dimana :
Pa N 50
(2.7) = unit tahanan selimut (ton/m2) = nilai N-SPT terkoreksi hanya dari prosedur lapangan = tegangan referensi = 10 t/m2
qs N Pa
b. Metoda Aoki dan Velloso Aoki dan Velloso (1975) mengajukan formulasi untuk berbagai jenis tanah dan tipe tiang berikut ini :
qb
q si
K N b Pa F1
DK F2
(2.8)
N si Pa
(2.9)
dimana : qb qsi Pa K F1 dan F2 Į Nb Nsi
= Unit Tahanan Ujung dalam ton/m2 = Unit Tahanan Selimut dalam ton/m2 = Tegangan referensi = 10 t/m2 = Faktor empiris sebagai fungsi dari jenis tanah = Faktor-faktor empiris sebagai fungsi dari tipe tiang = Faktor unit tahanan selimut bergantung pada jenis tanah = Rata-rata dari tiga nilai N-SPT yang dekat kepada ujung tiang = Rata-rata dari nilai N-SPT sepanjang selimut tiang pada lapisan ke-i .
Nilai-nilai dari K, D, dan F1, F2 diberikan pada tabel berikut :
9
Tugas Akhir
Tabel 2.1 Nilai-Nilai K Dan D Untuk Berbagai Jenis Tanah (Aoki dan Velloso, 1975) Type of Soil Sand Silty Clayey silty sand Clayey sand Silty clayey sand Silt Sandy silt Clayey sandy silt Clayey silt Sandy clayey silt Clay Sandy clay Sandy silty clay Silty clay Silty sandy clay
K 10.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 5.5 4.5 2.3 2.5 2.0 3.5 3.0 2.2 3.3
D(%) 1.4 2.0 2.4 3.0 2.8 3.0 2.2 2.8 3.4 3.0 6.0 2.4 2.8 4.0 3.0
Tabel 2.2 Nilai-Nilai Dari F1 Dan F2 Untuk Berbagai Tipe Tiang Type of Pile F1 F2 5.0 2.50 Franki piles 3.5 1.75 Steel Piles 3.5 1.75 Precast Concrete Piles 6.0-7.0 3.0-3.5 Bored Piles Sumber : Final Report of FHWA.Pile Design Based On CPT Result.Rodrigo Salgado & Junhwan Lee. October 1999. c. Metoda Shioi dan Fukui Unit tahanan ujung tiang, qb Shioi dan Fukui (1982) mengajukan formulasi sebagai berikut :
Untuk driven pile
D N B
qb
6
qb
D· § ¨10 4 ¸ N B ¹ (untuk closed-end pipe piles dalam kPa) ©
(untuk open-end pipe piles dalam kPa)
(2.10)
(2.11)
Untuk Cast-in-place
qb
300
(pada tanah pasir dalam kPa)
(2.12)
qb
3.Su (pada tanah lempung dalam kPa)
(2.13)
10
Tugas Akhir
Untuk Bored piles
qb
10 N (pada tanah pasir dalam kPa)
(2.14)
qb
15 N (pada tanah gravelly sand dalam kPa) (2.15) dimana nilai qb dalam satuan kPa dan D, B berturut-turut adalah kedalaman tertanam (m) dan diameter tiang (m). Sedangkan untuk unit tahanan selimut, qs, tiang Shioi dan Fukui (1982) mengajukan formulasi sebagai berikut : Untuk driven pile
: qs = 2.N pada tanah pasir (dalam kPa) : qs = 10.N pada tanah lempung (dalam kPa)
Untuk Bored piles
: qs = 1.N pada tanah pasir (dalam kPa) : qs = 5.N pada tanah lempung (dalam kPa) dimana nilai N adalah nilai rata-rata dari N-SPT tiap-tiap lapisan dan qs dalam kPa. d. Metoda Reese dan O’Neill Berdasarkan pengamatan pada 41 tes-tes pembebanan, Reese dan O’Neill (1989) mengajukan hubungan hasil SPT dengan unit tahanan ujung tiang (drilled shaft) yang tertanam pada pasir sebagai berikut :
qb = 0,575Nb.Pa
(dalam ton/m2)
(2.16)
dimana qb = unit tahanan ujung Pa = tegangan referensi = 10 ton/m2. Untuk membatasi penurunan dari large-diameter shaft, mereka juga menyarankan untuk menggunakan sebuah nilai reduksi dari unit tahanan ujung, (qb,r), seperti berikut :
q b, r
§B 1,25¨¨ R © Bb
· ¸¸qb ¹ ; untuk Bb t 1,25BR
(2.17) dimana qb,r = unit tahanan ujung tereduksi; BR = lebar referensi =1m dan Bb = diameter expanded base. persamaan diatas tidak direkomendasikan untuk digunakan dengan diameter drilled shafts kurang dari 4,6 meter. Untuk unit tahanan selimut ,qs, pada pasir Reese dan O’Neill merekomendasikan agar digunakan metoda ȕ.
11
Tugas Akhir
e. Metoda Neely Neely (1990, 1991) menyarankan suatu hubungan empiris yang baru antara nilai NSPT dengan unit tahanan ujung untuk expanded-base piles dan auger-cast piles pada pasir. Untuk expanded-base piles seperti tiang Franki, Neely mencatat bahwa unit tahanan ujung ultimit yaitu dua kali dari nilai convensional driven pile, seperti yang disarankan oleh Meyerhoff (1956), akan menghasilkan nilai yang overestimated, berdasarkan pada pengamatan dari 93 tes-tes beban pada expanded-based piles. Dapat dijelaskan bahwa unit tahanan ujung yang overestimated untuk expanded-base pile oleh saran Meyerhoff (1956) dikarenakan pengabaikan efek dari casing. Tiang yang uncased dan compacted concrete shaft menimbulkan tekanan yang sangat besar diantara selimut dan tanah sekelilingnya sehingga menunjukan kapasitas beban yang sangat besar daripada tiang-tiang yang cased shaft.
Berdasarkan Neely (1990), unit tahanan ujung ultimit dari expanded-base piles pada tanah pasir dapat diberikan sebagai :
qb Dimana :
0,28.N . qb Pa D
Db N
D .Pa B
(2.18) 2
= Unit tahanan ujung (ton/m ) = tegangan referensi = 100 kPa = 10 ton/m2 = Kedalaman tertanam dari penampang maksimum unit tahanan ujung sebagai jumlah dari panjang pemancangan dan setengan dari diameter base (m). = Diameter dari expanded base (m) = Nilai N-SPT
Untuk augered, cast-in-place (auger-cast) piles, unit tahanan ujung disarankan seperti berikut (Neely 1991) : qb = 1,9N.Pa Dimana :
qb Pa
(2.19) = Unit tahanan ujung (ton/m2) = tegangan referensi = 10 ton/m2
2.3 Perhitungan Kapasitas Fondasi Tiang Berdasarkan Interpretasi Data Tes Pembebanan (Loading Test) Setelah mendapatkan daya dukung prediksi, selanjutnya dilakukan interpretasi loading test untuk mendapatkan nilai daya dukung terukur (measured). Terdapat empat metoda interpretasi loading test digunakan, yaitu : 1. Metoda Davisson 2. Metoda Chin 3. Metoda De Beer
12
Tugas Akhir
4. Metoda Mazurkiewicz Langkah-langkah pengerjaan dari masing-masing metoda dapat dilihat di bawah ini : A. Prosedur metoda Davisson : 1. Gambar kurva pembebanan 2. Hitung pergerakan elastik : Qva L ' AE
(2.20)
Dimana : Qva adalah beban yang dipasang (ton) L adalah panjang tiang (m) A adalah luas penampang tiang (m2) E adalah modulus elastisitas tiang (ton/mm2) 3. Gambar garis OA berdasarkan rumus pergerakan elastik 4. Gambar garis BC, yaitu sejajar dengan garis OA dengan jarak sebesar x. Dimana x adalah ; D x 0,15 120inch (2.21) D adalah diameter tiang dalam inch 5. Beban Failure adalah perpotongan garis BC dengan kurva pembebanan B. Prosedur metoda Chin : 1. Gambar kurva ǻ/Qva terhadap ǻ, dimana ǻ adalah besar penurunan dan Qva adalah besar beban yang dipasang. 2. Langkah selanjutnya cari persamaan garis lurus yang merupakan regresi dari kurva tersebut. 3. Persamaan umum dari regresi kurva tesebut adalah : ' c1 A c2 Qva (2.22)
4. Nilai dari Qult menurut Chin adalah : 1 Qult c1
(2.23)
C. Prosedur metoda De Beer : 1. Gambar kurva beban terhadap penurunan dalam skala logaritmik 2. Dari kurva tersebut, kita dapat melihat dua garis lurus yang berpotongan 3. De Beer mendefinisikan beban runtuh nya adalah titik perpotongan antara dua garis lurus yang terlihat di poin b. D. Prosedur metoda Mazurkiewicz : 1. Gambar kurva beban terhadap penurunan
13
Tugas Akhir
2. Kemudian tentukan rentang antar titik penurunan. Dari tiap titik perpotongan dengan kurva beban, gambarkan garis vertikal yang menyinggung sumbu beban. 3. Dari titik-titik di sumbu beban tersebut, gambarkan garis miring dengan sudut 45o hingga memotong garis beban berikutnya. 4. Titik-titik potong dari garis beban tersebut akan membentuk sebuah garis lurus. Kemudian garis lurus itu akan menyinggung kembali sumbu beban. Titik singgung tersebut merupakan beban runtuh. 2.4 Analisis Ketepatan Metoda-Metoda Perhitungan Daya Dukung Fondasi Tiang Setelah mendapatkan semua nilai daya dukung prediksi dan daya dukung terukur, selanjutnya adalah menganalisis metoda dari daya dukung prediksi yang terbaik. Pertama dilakukan Analisis Ketepatan
Pada analisis ketepatan, masing masing daya dukung prediksi akan dibandingkan dengan daya dukung terukur. Nilai daya dukung terukur disini, hanya dipilih satu metoda saja. Karena hanya diperlukan satu nilai daya dukung yang dipercaya merupakan yang terbaik. Hasil dari analisis ketepatan adalah didapat metoda perhitungan daya dukung prediksi yang paling akurat dengan nilai daya dukung terukur. Analisis ketepatan yang dilakukan berdasarkan atas tiga kriteria. Pertama adalah kriteria probabilitas kumulatif 50% dan 90%. Yang kedua adalah kriteria aritmetik yaitu nilai rata-rata dan deviasi, dan yang ketiga adalah kriteria 20% tingkat akurasi yaitu distribusi nilai Qp/Qm didekati dengan distribusi lognormal dan metoda dengan nilai Qp/Qm antara 0,8 sampai dengan 1,2 terbanyak memiliki peringkat teratas. 2.4.1 Kriteria Probabilitas Kumulatif 50% dan 90% Untuk kriteria pertama, ada dua nilai pada probabilitas kumulatif yang dijadikan acuan analisis yaitu besarnya rasio Qp/Qm saat nilai probabilitas kumulatifnya (CP) 50% dan 90%. Dengan acuan distribusi probabilitas kumulatif saat 50% dan 90% (CP50 dan CP90) memiliki nilai kisaran (CP90-CP50) yang paling kecil, serta nilai pada saat CP 50% nilai Qp?qm mendekti satu. 2.4.2 Kriteria Aritmetik Nilai Rata-Rata dan Deviasi Kriteria kedua yaitu analisis yang dilakukan untuk menganalisis kemampuan prediksi tiap metoda dengan menghitung nilai rata-rata serta deviasi standar rasio (Qp/Qm). Berdasarkan kriteria ini, dipilih metoda yang memiliki nilai rata-rata mendekati satu dan nilai deviasi standar terkecil memiliki peringkat pertama.
14
Tugas Akhir
2.4.3 Kriteria 20% Tingkat Akurasi Kriteria ketiga mempergunakan fungsi distribusi lognormal, dengan menilai tingkat akurasi 20%-nya, yaitu luas area dibawah kurva PDF Qp/Qm yang didekati dengan distribusi lognormal, antara nilai Qp/Qm sebesar 0.8 sampai 1.2. Berdasarkan kriteria ini, dipilih metoda yang memliki area yang paling luas menempati peringkat pertama. 2.5 Teori Probabilitas Dasar Dan Teori Kehandalan
Setelah melakukan analisis ketepatan, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis kehandalan. Di dalam analisis kehandalan ini kami menggunakan konsep LRFD (Load and Resistance Faktor Design). Hasil dari analisis kehandalan ini adalah mendapat faktor pengali untuk setiap metoda perhitungan daya dukung prediksi. Tetapi sebelum melangkah ke konsep LRFD, sebaiknya dijelaskan terlebih dahulu mengenai konsep probabilitas itu sendiri. Karena konsep probabilitas adalah dasar dari LRFD. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai konsep probabilitas. 2.5.1 Istilah-Istilah Dalam Fungsi Probabilitas Dalam aplikasinya pada bidang rekayasa bentuk fungsi probabilitas kepadatan (probability density function) tidak selalu diketahui untuk itu dipergunakanlah descriptor pembantu yang dapat menggambarkan bentuk tampilan fungsi distribusi yang nampak dominan, descriptor pembantu yang dapat menggambarkan bentuk tampilan fungsi distribusi yang nampak dominan, descriptor tersebut dapat berupa ekspektasi (nilai rata-rata), varian dan sebagainya. Contohnya untuk fungsi distribusi normal yang dapat direpresentasikan dengan dua parameter yaitu nilai rata-rata (P) dan nilai standar deviasi (V).
Nilai rata-rata diformulasikan sebagai berikut : n
E ( x)
x
¦ p( xi ) xi
(2.24)
i 1
atau f
x
³ f ( x).x.dx
(2.25)
f
p(x) adalah kemungkinan suatu variable bernilai x, sedangkan f(x) adalah fungsi distribusi variabel x. Varian diformulasikan sebagai berikut :
s2
n
¦ p( xi ).( xi x )2
(2.26)
i 1
15
Tugas Akhir
atau f
s
2
2
³ f ( xi ).( xi x ) .dx
(2.27)
f
nilai akar positif dari varian disebut deviasi standar (V) n
V
¦ p( xi ).( xi x )2
(2.28)
i 1
atau f
V
2
³ p( xi ).( xi x ) .dx
(2.29)
f
koefisien variasi (c.o.v) diformulasikan sebagai berikut : c.o.v
V
(2.30)
x
2.5.2 Tipe-Tipe Distribusi Probabilitas a. Distibusi Normal Distribusi normal memiliki fungsi kepadatan probabilitas (probability density function/PDF) dengan formulasi sebagai berikut :
ª 1 § x P ·2 º 1 (2.31) exp « ¨ ¸ » ; f x f V 2S «¬ 2 © V ¹ »¼ dimana P dan V parameter-parameter distribusi, yaitu nilai rata-rata serta deviasi standardnya. Notasi N(PV) digunakan untuk menggambarkan distribusi normal. f x ( x)
Fungsi distribusi kumulatif (cumulative distribution function/CDF) dihitung menggunakan formulasi berikut : ª 1 § x P ·2 º 1 exp « ¨ ¸ ».dx ; f x f ³ «¬ 2 © V ¹ »¼ fV 2S f
Fx ( x)
(2.32)
b. Distribusi Normal Standard Distribusi Normal dengan parameter P dan V dikenal sebagai distribusi normal standard dan dinotasikan dengan N(0,1) serta fungsi kepadatannya (density function) sebagai berikut:
16
Tugas Akhir
1 ª 1 º (2.33) exp « s 2 » ; f s f 2S ¬ 2 ¼ Distribusi normal standard memiliki karakteristik yaitu simetri terhadap sumbu nol. Notasi )(s) menyatakan fungsi distribusi dari variat normal standar (standard normal variate) S, yaitu )(s) = Fs(s) dimana S memiliki distribusi N(0,1). f s (s)
Nilai distribusi kumulatif p dapat dinyatakan : )(sp) = p
(2.34)
sebaliknya variat normal standar dapat dicari melalui persamaan , sp = )-1(p)
(2.35)
Oleh karena karakteristik dari distribusi normal standar yang simetris terhadap sumbu nol maka suatu variat S dapat diformulasikan sebagai berikut, )(-s) = 1 - )(s)
(2.36)
c. Distribusi Normal Logaritmik variable acak x memiliki distribusi normal logaritmik (distribusi lognormal) jika ln x terdistribusi normal. Fungsi kepadatan distribusi ini (PDF) adalah,
ª 1 § x O ·2 º ¸¸ » ; f x f exp « ¨¨ 2S 9 .x « 2© 9 ¹ » ¬ ¼ dengan fungsi distribusi kumulatif 1
f x ( x)
x
Fx ( x)
³
f
ª 1 § x O ·2 º 1 ¸ »; f x f exp « ¨¨ 2S .9 .x « 2 © 9 ¸¹ » ¬ ¼
(2.37)
(2.38)
dimana nilai rata-rata serta deviasi standar untuk ln xberturut-turut sebagai berikut O E(lnx) dan 9 =
Var (ln x) yang merupakan parameter-parameter distribusi
logaritmik. Kedua parameter tersebut memiliki hbungan dengan parameter distribusi normal Pdan Vyaitu : § V2 · ln¨1 2 ¸ ¨ P ¸ © ¹ dimana untuk VPyang cukup kecil
92
(2.39)
17
Tugas Akhir
9|
V P
O
w yaitu COV
(2.40)
1 ln P 9 2 2
(2.41)
d. Distribusi Ektrem Tipe I (Gumbel) Fungsi kepadatan distribusi ektrem tipe I (PDF) diformulasikan sebagai berikut,
>
@
f x ( x) D .e D ( x u ) exp e D ( x u ) ; f x f
(2.42)
sementara fungsi distribusi kumulatif (CDF) diformulasikan sebagai berikut,
>
@
exp e D ( x u ) .dx ; f x f
Fx ( x)
(2.43)
Distribusi ekstrim tipe I memiliki parameter-parameter fungsi sebagai berikut :
D
S
(2.44)
6 .V
P
dan u
J D
(2.45)
dimana J bilangan Euler sebesar 0,577216 2.5.3 Konsep Kehandalan (Reability) Reliabilitas dalam ilmu rekayasa dapat digambarkan sebagai suatu masalah tahanan dan beban. Secara sederhana untuk menggambarkan reabilitas dalam ilmu rekayasa tersebut adalah memastikan besarnya tahanan pada saat kondisi kritis masih mampu mencukupi besarnya beban tertentu pada saat beban tersebut berada dalam kondisi maksimum.
Tahanan dan beban memiliki nilai yang bervariasi dan tergambarkan sebagai suatu fungsi probabilitas. Dalam ilmu rekayasa umumnya fungsi probabilitas ini tergambarkan sebagai fungsi probailitas dengan mengikuti salah satu jenis fungsi probabilitas yang telah di jelaskan melalui proses pengujian statistic. Dengan R = kapasitas (resistance) dan S= besarnya (load), fR = fungsi distribusi probabilitas kapasitas dan fS = fungsi distribusi probabilitas besarnya beban. Untuk semua nilai y besarnya kemungkinan kegagalan yaitu P(R<S|S=s)P(S=s) (untuk fungsi fS dan fR yang kontinyu) dapat dinytakan sebagai berikut : f
pF
³ FR (s) f S (s)ds
(2.46)
0
18
Tugas Akhir
“Resistance” “Load”
Gambar 2.2 Data Diskrit”Load’ Dan “Resistance” Didekati Dengan Fungsi Distribusi Probabilitas
Area = FR(s)
“Resistance” FR(R)
“Load” fs (S) Sumbu R atau S S=s Gambar 2.3 Daerah Arsiran Yang Menunjukan Kemungkinan Kegagalan Pada Suatu Nilai Load S=s, Yaitu Area Resistance Dibawah S=s (FR(s)) Yang Masih Harus Dikalikan Kemungkinan Load Bernilai S=s Yaitu fs(s)ds Maka probabilitas non failure adalah : p NF 1 pF
(2.47)
2.5.4 Tahanan Rata-Rata (PR) Dan Beban Rata-Rata (PS) Apabila suatu kurva distribusi probabilitas tahanan semakin jauh diatas kurva distribusi probabilitas beban maka dapat dikatakan nilai keamanannya makin tinggi, oleh karena itu diperkenalkan istilah central safety faktor PR /PS serta safety margin (PR-PS) dimana Pmenyatakan nilai rata-rata fungsi distribusi tersebut.
19
Tugas Akhir
“Resistance” “Load”
ȝS1
ȝR1
“Resistance” “Load”
ȝS2
ȝR2
Gambar 2.4 Semakin Besar PR /PS Ataupun PR-PS Semakin Tinggi Tingkat Keamanan Ditandai Dengan Semakin Kecilnya Area Yang Berarsir 2.5.5 COV Tahanan Dan COV Beban Fungsi distribusi dengan sebaran yang makin tinggi cenderung membuat daerah tumpang tindih/overlap antara kurva distribusi tahanan dan beban akan semakin besar maka nilai kegagalan kemngkinan besar terjadi, sebarani dapat direpresentasikan dengan deviasi (V , akan tetapi untuk membandingkan tingkat sebaran besarnya deviasi perlu “dinormalisasi” dengan nilai rata-rata (P sehingga didapat apa yang disebut dengan COV atau c.o.v (coefficient of variation)
dimana c.o.v =
V . P
(2.48)
Nilai Pmaupun c.o.v (G)mempengaruhi tingkat keamanan, maka berdasarkan central safety faktor dan nilai c.o.v dapat disajikan bentuk sebagai berikut :
PF ~ g ( P R / P S ; c.o.vR , c.o.vS )
(2.49)
2.5.6 Margin Keamanan (Margin Of Safety) Margin keamanan (M) menyatakan hubungan tahanan dan beban. Yaitu sebagai berikut, M=R-S. Dimana diasumsikan R serta S adalah distribusi varibel acak.
20
Tugas Akhir
“Resistance” “Load”
ȝS1
ȝR1
“Resistance” “Load”
ȝS1
ȝR1
Gambar 2.5. Semakin Rendah C.O.V (Coefficient Of Variation) Semakin Tinggi Tingkat Keamanan Ditandai Dengan Semakin Sempitnya Area Yang Diarsir
Oleh karena itu, M juga akan merupakan distribusi variabel acak dengan PDF fM (m). Kegagalan terjadi saat (M<0), dan probabilitas kegagalan dapat diformulasikan sebagai berikut : 0
pF
³ f M (m)dm
FM (0)
(2.50)
f
Secara grafis dapat digambarkan pada gambar 2.6 ȕ.ıM
R “Resistance”
S “Load”
ıM
Pf=P(R<S)
ȝS
M
0
ȝR M=R-S ȕ=ȝM/ıM
ıM
ȝM
Gambar 2.6 Daerah Arsiran Yang Menunjukan Kemungkinan Kegagalan Dalam Kriteria Keamanan. Jika diambil suatu kasus dasar dimana hanya melibatkan 2 variabel (R dan S), maka : p f P( R S ) (2.51)
21
Tugas Akhir
M
g ( R, S )
RS
(2.52)
dengan batas kegagalan R-S = 0 2.5.7 Indeks Kehandalan (Reliability Index) Cornell (1980) mendefinisikan besaran indeks kehandalan Ireliability index) E sebagai :
E
PM VM
(2.53)
dimana PM dan VM masing-masing adalah nilai rata-rata serta standard deviasi dari M. kondisi aman didapatkan untuk M>0 sedangkan failure utuk M<0. Indeks kehandalan (reliability index) dapat diambil sebagai jarak dari origin (M=0) ke nilai rata-rata (PM) diukur dalam satuan standard deviasi (VM). Jika R dan S terdistribusi normal dan independen satu sama lain (tidak ada korelasi diantra kedua variable) maka dapat kita nyatakan :
PM
PR PS
(2.54)
VM
(V R V S )1 / 2
(2.55)
E
PR PS
(2.56)
(V R V S )1 / 2
2.5.8 Pendekatan Dengan N-Dimensi Dalam Analisis Kehandalan Kemungkinan kegagalan (failure probability), jika fungsi g(R,S) =R-S digambarkan bersama dengan f(R,S) merupakan fungsi gabungan untuk R dan S seperti terlihat pada gambar 2.7, dapat direpresentasikan dengan volume fungsi gabungan f(R,S) yang berada di dalam daerah failure (failure region) yaitu volume ABCD terlihat pada gambar 2.7.
22
Tugas Akhir
ȝR
0
Kontur Probabilitas D ȝS
A
C
o P B
S Gambar 2.7 Distribusi Probabilitas Gabungan (Li, Lee & Lo 1993) 2.5.9 Tahanan Rata-Rata (PR), Beban Rata-Rata (PS), Dan COV Dalam Pendekatan Dengan Sistem N-Dimensi Nilai rata-rata R dan S (PR dan PS) adalah titik pusat distribusi, semakin jauh titik ini dari limit state boundary maka tingkat keamanan akan semakin tinggi, hal ini dapat peroleh apabila nilai PR memiliki nilai yang semakin besar diatas nilai PS sehingga titik pusat distribusi berada dalam safety region. Tujuan dalam desain adalah untuk memastikan jarak minimum OP antara titik pusat O dan limit state boundary cukup besar sehingga nilai kemungkinan failure cukup kecil. (Li, lee dan Lo 1993).
23
Tugas Akhir
Pengaruh tingkat variabilitas yang dinyatakan dengan nilai COV terhadap tingkat keamanan dalam sistem dengan N-dimensi dapat digambarkan dalam gambar 2.8. ȝR
0
S
Safety Region g>0 , R>S o
ȝS P Failure Region g<0 , R>S
S ȝR
0
S
Safety Region g>0 , R o
ȝS P Failure Region g<0
S
Gambar 2.8 Pengaruh Variabilitas Terhadap Probability Of Failure, Makin Tinggi Variabilitas Makin Besar Probability Of Failure Yang Ditandai Dengan Daerah Berarsir Yang Lebih Besar Dari gambar 2.8 terlihat bahwa meskipun letak titik pusat distribusi yaitu O sama dan jarak OP juga sama, besarnya kemungkinan kegagalan yang ditandai dengan daerah berarsir ternyata berbeda untuk nilai variabilitas yang berbeda.
24
Tugas Akhir
2.5.10 Indeks Kehandalan (Reliability Index) Dalam Pendekatan Dengan Sisitem N-Dimensi Jarak OP antara titik pusat distribusi O dan garis limit state boundary ternyata bukanlah kriteria yang konsisten terhadap besarnya tingkat kemungkinan kegagalan. Maka, untuk mencapai konsistensi dilakukan “normalisasi” variable R dan S terhadap variabilitas parameter input (masukan), hal ini dapat diperoleh dengan mentransformasi variablel R dan S ke dalam ZR dan ZS. Hasil dari transformasi diperlihatkan dalam gambar 2.9. ȝR 0 S
Safe Region o
ȝS P Failure Region
g(R,S)=0 S Safe region
o D
Failure region
ȕ
Limit state boundary ZS g(Zi)=0
Gambar 2.9 Transformasi Ruang Dalam Variable R Dan S Ke Dalam ZR Dan ZS Pendekatan yang dilakukan oleh Hasofer dan Lind, sistem ruang dengan variabel acak R dan S disebut sistem ruang X(X-space) karena R dan S dapat dinyatakan oleh Xi, hal ini dilakukan agar dalam perkembangannya ruang tidak hanya dibatasi dua variable acak R dan S saja tetapi bisa lebih menjadi n variabel acak. Konsekuensinya fungsi batas g(R,S) akan berubah menjadi g(X1, X2, …, Xn) atau disingkat g(X).
25
Tugas Akhir
Setelah ditranformasi dari sistem ruang X(X-space) ke dalam sistem ruang yang dinormalisasi Z(Z-space) maka fungsi g(X) pun berubah menjadi g(Z). Dengan normalisasi ini maka jarak anatara titik pusat dan garis limit state boundary akan menjadi acuan yang memberikan tingkat keamanan ataupun kehandalan yang konsisten terhadap variabilitas parameter input. Jarak minimum antara titik pusat dan garis limit state boundary dalam ruang Z(Zspace) dikenal sebagai indeks kehandalan Eatau indeks keamanan. Hasofer dan Lind menggunakan definisi ini dalam metoda FOSM (First Order Second Moment). Korelasi antara indeks kehandalan atau indeks keamanan terhadap probability of failure untuk variable acak yang bersifat terdistribusi normal dapat dinyatakan sebagai berikut,
pf
)( E )
(2.57)
Nilai ) adalah fungsi distribusi standard normal kumulatif. Untuk variable acak yang tidak terdistribusi normal maka terlebih dahulu dilakukan transformasi ke distribusi normal. 2.5.11 Metoda FOSM (First Order Second Moment) Margin keamanan M, menyatakan M=g(R,S). Fungsi tersebut dapat diperluas menjadi M(x)= g(X1, X2, …, Xn) disingkat g(X) untuk n variable.
Fungsi g(X) didekati dengan deret Taylor dari titik : X* = (X1*, X2*, …, Xn*)
(2.58)
Deret Taylor diatas hanya diambil orde pertamanya yaitu : n § · wg ¸( X i X i* ) M | g ( X1* , X 2* ,..., X n* ) ¦ ¨¨ ¸ Xi w X*¹ i 1©
(2.59)
Apabila titik X* diambil sama dengan nilai rata-rata masing-masing variable X* = (PPPn) dan E(Xi-PI)=0 maka akan didapati P M E ( g ( X )) | g ( P1, P 2 ,..., P n ) (2.60) serta didapati juga varian g(X) : 2 VM
ª n § wg · º ¸( X P ) » Var ( g ( X )) | Var ( g ( P1, P2 ,..., Pn )) Var «¦ ¨ i «¬i 1 ¨© wXi P ¸¹ »¼
(2.61)
Karena Var (g(PPPn)) = 0, dan dengan asumsi Xi variabel acak yang tidak berkorelasi satu sama lain maka :
26
Tugas Akhir
2 VM
2 ªn § º · w g « ¸ (V )2 » Var ( g ( X )) | ¦ ¨ « ¨ wXi ¸ i » P¹ ¬«i 1 © ¼»
(2.62)
Nilai indeks keamanan atau indeks kehandalan (reliability index) diambil dari definisi yang diajukan oleh Cornell(1980) yaitu : E
PM Perlu disadari pendekatan metoda VM
FOSM ini dilakukan dalam sistem ruang X(X-space) dengan mengambil X* = (PPPn). Sebagaimana telah dibahas sebelumnya pendekatan kehandalan pada ruang yang terdiri atas variable-variabel yang belum “dinormalisasi’ akan menghasilkan tingkat keamanan ataupun tingkat resiko (probability of failure) yang tidak konsisten, untuk itu dikembangkan metoda FOSM Hasofer dan Lind yang menghasilkan konsistensi terhadap tingkat keamanan. 2.5.12 Metoda FOSM Hasofer dan Lind Fungsi batas kegagalan (failure) dapat didefinisikan sebagai g(X1, X2, …, Xn) dengan variable-variabel dasarnya, dimana (X1, X2, …, Xn) di transformasikan ke dalam (Z1, Z2, …, Zn). Yaitu : X i Pi Zi ; i = 1,2,3…,n (2.63)
Vi
dimana nilai Pi = PXi dan nilai Vi = VXi . Kemudian fungsi batas kegagalan dapat dinyatakan sebagai variabel ternormalisasi yaitu zi. Fungsi batas kegagalan dapat dinyatakan dalam formulasi sebagai berikut : g (z1, z2, …, zn) = 0
(2.64)
Selanjutnya, suatu titik diambil pada permukaan fungsi batas kegagalan dalam sistem koordinat yang sudah ternormalisasi seperti berikut: z* =( z1*, z2*, …, zn*)
(2.65)
dimana : g(z*) = 0 Hasofer dan Lind mendefinisikan E indeks kehandalan (reliability index) sebagai jarak terdekat dari origin ke permukaan kegagalan dalam sistem koordinat yang dinormalisasi (E = rmin). Jarak suatu titik pada permukaan fungsi batas kegagalan ke origin sistem koordinat dapat diformulasikan sebagai berikut :
27
Tugas Akhir
1/ 2
ª n 2º « ¦ zi » «¬ i »¼
r
( z t z )1 / 2
(2.66)
Persoalannya adalah meminimumkan nilai r dengan batasan g(z*)=0. Solusi dicari dengan menerapkan metoda pengali Lagrange (Lagrange multiplier method). Fungsi Lagrange L diformulasikan sebagai berikut : L
r Og ( z )
L
( z t z )1 / 2 Og ( z )
(2.67)
Safe region
o Z1
(Z1*,Z2*)D ȕ
Failure region g(Zi)=0 Z2 Gambar 2.10 Formulasi Analisis Keamanan Dalam Kordinat Yang Dinormalisasi. Catatan : Fungsi g=0 Dapat Berupa Fungsi Nonlinier Untuk nilai L yang minimum : wg zi wL O 0 ; i =1,2,3,…,n wzi ( z t z )1 / 2 wzi
(2.68)
disajikan dalam bentuk notasi matriks : wL wzi
z t 1/ 2
( z z)
OG
0
(2.69)
§ wg wg wg · ¸ dimana gradien vector adalah : G ¨¨ , ,..., wzn ¸¹ © wz1 wz2
28
(2.70)
Tugas Akhir
wL wzi
g ( z1, z2 ,..., zn )
0
(2.71)
Maka didapatkan persamaan sebagai berikut : O * rG *
(2.72)
O* (G*t .G*)1 / 2
(2.73)
z*
z*
(G*t G*)1/ 2 rG*
G*r
(2.74)
(G*t G*)1/ 2
Apabila di kalikan dengan G*t maka diperoleh :
r
G*t .z *
(2.75)
(G*t G*)1/ 2
r diatast adalah r minimum atau sama dengan E. Nilai G* adalah gradien vector pada titik z*. Bentuk skalar persamaan diatas disajikan dalam formulasi berikut : n
E
§ wg · ¸¸ i © ¹* i 1 2 n § wg · ¨ ¸ ¦ ¨ wz ¸ i 1 © i ¹*
¦ ¨¨ wz
§ wg · ¸¸ NIlai ¨¨ © wzi ¹*
(2.76)
adalah turunan pada ( z1* , z*2 ,..., zn* ) dengan menyamakan r
min
maka :
z*
EG *
(2.77)
(G*t G*)1/ 2
Bentuk scalar persamaan diatas dapat disajikan dalam formulasi berikut :
zi*
D i*E dimana i = 1,2,…,n
(2.78)
dimana :
29
= E,
Tugas Akhir
D i*
§ wg · ¨¨ ¸¸ w z © i¹
(2.79)
2 n § wg ·
¦ ¨¨ wz i 1©
¸¸ i ¹*
yang merpakan kosinus arah pada sumbu-sumbu zi. Metoda Hasofer dan Lind dapat disebut juga dengan metoda FOSM , akan tetapi dari penurunannya tidak ada kata-kata deret Taylor berikut dengan orde pertamanya ataupun istilah statisik second moment atau yang lebih dikenal dengan istilah variance. Untuk itu berikut adalah penjelasannya dengan cara yang berbeda.
Į1
o Z1
ȕ Į2
(Z1*,Z2*)D g=0 Z2
Gambar 2.11 DAdalah Kosinus Arah Garis OD. Catatan: Fungsi g=0 Dapat Berupa Fungsi Nonlinier
Fungsi batas kegagalan g(z) didekati dengan deret Taylor pada titik D f
g ( z)
º 1 ª n * § wg · ¦ k! «¦ zi ¨¨ wz ¸¸ ( zi zi* )k » »¼ k 0 «¬i 1 © i ¹*
(2.80)
Deret diatas hanya diambil orde pertamanya saja sehingga disebut first order.
30
Tugas Akhir
n
g ( z)
§ wg · ¸¸ ( zi zi* ) i 1 © i ¹*
¦ zi*¨¨ wz
(2.81)
Nilai ekspektasi dan variance (disebut juga second moment) g(z) diformulasikan sebagai berikut :
n
E ( g ( z ))
V
2 g (z)
§ wg · ¸¸ ¦ zi*¨¨ i 1 © wzi ¹*
(2.82)
2 n § wg ·
¦ ¨¨ w z i 1©
¸¸ i ¹*
(2.83)
Sehingga apabila nilai E didefinisikan sebagai berikut:
E
E ( g ( z ))
(2.84)
V g (z)
maka diperoleh :
E
n § wg · ¸ ¦ zi*¨¨ w ¸ i 1 © zi ¹*
(2.85)
2 º1 / 2
ª n § wg · «¦ ¨ ¸ » «i 1 ¨© wzi ¸¹* » ¬ ¼
Hasil diatas sama halnya dengan cara yang dilakukan Hasofer dan Lind. Oleh sebab itu metoda Hasofer dan Lind dapat juga dikatakan sebagai metoda FOSM. 2.5.13 Penentuan Faktor Keamanan Parsial Bentuk pertidaksamaan dalam desain yang digunakan pada tugas akhir ini adalah J D .Dn J L .Ln d ).Rn , dimana nilai nominal beban-beban yang bekerja dikalikan
dengan faktor-faktor beban dan nilai nominal tahanan (resistance) direduksi dengan faktor tahanan. Kondisi dikatakan aman apabila jumlah faktor-faktor tahanan dikalikan nilai tahanan masing-masing, sebisa mungkin dapat menahan faktor-faktor pengali beban masing.-masing.
31
Tugas Akhir
Persoalannya adalah mencari nilai faktor keamanan parsial untuk suatu nilai indeks kehandalan atau indeks keamanan E yang telah ditentukan atau nilai Eyang telhditargetkan untuk mencapai suatu nilai tertentu . Apabila xi* adalah suatu nilai desain dari variabel Xi maka persamaan batas kegagalan dapt diformulasikan sebagai berikut :
g ( x1* , x2* ,...xn* )
0
(2.86)
Jika faktor keamanan parsial kita pakai akan menjadi : g (J 1xn1, J 2 xn 2 ,...J n xnn )
(2.87)
0
Titik desain adalah titik dimana kegagalan paling besar kemungkinannya untuk terjadi. Persoalannya adalah bagaimana menentukan titik ini berada. Dalam sistem koordinat yang dinormalisasi, titik ini diperoleh dengan persamaan berikut ini : zi*
D i*E
(2.88)
dimana :
D i*
§ wg · ¨¨ ¸¸ © wzi ¹*
(2.89)
2
§ wg · ¸¸ © i ¹*
¦ ¨¨ wz
Nilai variat xi* diberikan oleh : xi*
Pi D i*E .V i
(2.90)
bentuk persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut : x i*
P i .( 1 COV
* i .D i . E
(2.91)
)
Nilai COV diatas merupakan nilai koefisien variasi (coefficient of variation) Xi. Sehingga faktor keamanan parsial untuk suatu Eyang ditargetkan adalah :
Ji
xi* xni
Pi
(1 COVi .D i*.E ) xni
(2.92)
32
Tugas Akhir
Dalam tugas akhir ini faktor keamanan parsial inilah yang akan dicari, adapun fungsi distribusi yang berlaku pada setiap komponen tahahan dan beban sebagaimana diasumsikan berdasarkan penelitian terdahulu. Untuk distribusi beban mati diasumsikan terdistribusi normal (Yetti Rohayati, 1999), beban hidup terdistribusi ekstrim tipe I (Reliability of Structure, oleh Andrzej S. Nowak dan Kevin R. Collin ). 2.5.14 Nilai Faktor-Faktor Beban Dan Tahanan Yang Optimal Nilai faktor-faktor beban dan tahanan tidak selalu tergantung pada nilai target E, nilai rasio nominal Ln/Dn ataupun yang lainnya. Dalam tugas akhir ini diinginkan nilai faktor-faktor pengalai yang berlaku pada berbagai kondisi desain, dimana keandalan yang diperoleh dalam kisaran yang masih memenuhi syarat.
Apabila satu set nilai faktor-faktor beban dan tahanan konstan sehingga untuk berbagai kondisi akan terjadi deviasi nilai indeks keandalan E dari nilai target indeks keandalan awal Eo yang ditetapkan. Oleh karena itu dicari cara mendapatkan satu nilai faktor-faktor beban dan tahanan yang optimal, untuk itu didefinisikan fungsi S(Ji) sebagai berikut : S( J i )
¦ (R IIni R Ini ) 2 w i
(2.93)
i
Kemudian, metoda FOSM digunakan untuk beberapa nilai rasio nominal (misal Lni/Dni) sehingga diperoleh nilai faktor-faktor tahanan dan beban (misal JRi, JDi dan JLi dengan menunjukan nomor set). Selanjutnya dengan menggunakan persamaan kelaikan (performance function) misalnya JRRn = JDDn + JLLn diperoleh persamaan nominal resistance seperti berikut : J Di J Li a i R II (2.94) ni J Ri dimana ai = Lni/Dni Dengan nilai-nilai faktor pada persamaan diatas telah diketahui sehingga didapatkan besarnya nilai R II ni . Selanjutnya untuk satu set faktor-faktor tahanan dan beban yang bernilai tetap (JR, JD dan JL), dimana nilai faktor-faktor yang akan dicari, dibentuk suatu persamaan berikut : R Ini
J D J La i JR
(2.95)
33
Tugas Akhir
I Perbedaan persamaan antara R Ini dengan R II ni adalah pada persamaan R ni untuk
beberapa ai, nilai JR, JDi, JL hanya ada satu set sedangkan persamaan R II ni memiliki beberapa set yang banyak setnya sesuai dengan banyaknya ai. Sehingga persamaan S( J i ) menjadi : 2
ª J J a º ¦ «R IIni D J L i » w i R ¼ i ¬
S( J R , J D , J L )
(2.96)
Selanjutnya, persamaan diatas dicari nilai minimumnya dengan langkah yaitu persamaan diatas diturunkan terhadap JR, JD dan JL dan hasilnya dibuat sama dengan nol.
¦w a R i
i
i
II ni
J R ¦ wi ai J D ¦ wi ai2 J L i
¦ w i R IIni J R ¦ w i J D ¦ w ia i J L i
i
0
(2.97)
i
0
(2.98)
i
Maka, berdasarkan persamaan-persamaan diatas, diperoleh tiga variabel yang nilainya tidak diketahui,yaitu JR, JD dan JL. Sedangkan kita hanya memiliki dua persamaan. Sehingga dibutuhkan satu persamaan lagi untuk mendapatkan tiga variabel itu. Oleh karena itu dinentukan terlebih dahulu salah satu variablel yang nilainya cenderung konstan. Maka, dengan diperoleh tiga persamaan, maka semua nilai dari tiga variabel tersebut dapat diketahui.
34