BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ibuprofen 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia dari Ibuprofen adalah sebagai berikut : Rumus Struktur
:
Gambar 1. Struktur Ibuprofen Nama Kimia
: asam 2-(4-isobutil-fenil)-propionat
Rumus Molekul
: C13H18O 2
Berat Molekul
: 206,28
Pemerian
: Serbuk hablur, putih hingga hamper putih, berbau khas lemah.
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air; Sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan dalam kloroform; Sukar larut dalam etil asetat.
2.2 Kromatografi Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan selalu cair (Rohman, 2009). 2.2.1 Pemakaian Kromatografi 1. Pemakaian untuk tujuan kualitatif mengungkapkan ada atau tidak adanya senyawa tertentu dalam cuplikan 2. Pemakaian untuk tujuan kuantitatif menunjukkan banyaknya masing-masing komponen campuran. 3. Pemakaian untuk tujuan preparatif untuk memperoleh komponen campuran dalam jumlah memadai dalam keadaan murni (Gritter, dkk., 1991). 2.2.2 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif a. Analisis Kualitatif Ada 3 pendekatan untuk analisa kualitatif yakni: 1. Perbandingan antara retensi solut yang tidak diketahui dengan data retensi baku yang sesuai (senyawa yang diketahui) pada kondisi yang sama. 2. Dengan cara spiking. Untuk kromatografi yang melibatkan kolom, spiking dilakukan dengan menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan diselidiki dengan senyawa baku pada kondisi kromatografi yang sama. Hal ini dilakukan dengan cara: pertama, dilakukan proses kromatografi sampel yang tidak di spiking. Kedua, sampel yang telah di-spiking dengan senyawa baku dilakukan proses kromatografi. Jika pada puncak tertentu yang diduga mengandung
Universitas Sumatera Utara
senyawa yang diselidiki terjadi peningkatan tinggi puncak/luas puncak setelah di-spiking dibandingkan dengan
tinggi puncak/luas puncak yang tidak
dilakukan spiking maka dapat diidentifikasi bahwa sampel mengandung senyawa yang kita selidiki. 3. Menggabungkan alat kromatografi dengan spektrometer massa. Pada pemisahan dengan menggunakan kolom kromatografi, cara ini akan memberikan informasi data spektra massa solut dengan waktu retensi tertentu. Spektra solut yang tidak diketahui dapat dibandingkan dengan spektra yang ada di data base komputer yang diinterpretasi sendiri. Cara ini dapat dilakukan untuk solut yang belum ada baku murninya (Rohman, 2009) b. Analisis Kuantitatif Untuk menjamin kondisi yang digunakan dalam analisis kuantitatif stabil dan reprodusibel, baik pada penyiapan sampel atau proses kromatografi, berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam analisis kuantitatif: 1. Analit (solut) harus telah diketahui dan terpisah sempurna dari komponenkomponen lain dalam kromatogram 2. Baku dengan kemurnian yang tinggi dan telah diketahui harus tersedia 3. Prosedur kalibrasi yang sudah diketahui harus digunakan (Rohman, 2009) Menurut Jhonson dan Stevenson (1991), untuk kromatografi yang melibatkan kolom, kuantifikasi dapat dilakukan dengan luas puncak atau tinggipuncak. Tinggi puncak atau luas puncak berbanding langsung dengan banyaknya solut yang dikromatografi, jika dilakukan pada kisaran detektor yang linier 1. Metode tinggi puncak
Universitas Sumatera Utara
Metode yang paling sederhana untuk pengukuran kuantitatif adalah dengan tinggi puncak. Tinggi puncak diukur sebagai jarak dari garis dasar ke puncak maksimum seperti puncak 1, 2, dan 3 pada Gambar 2 . Presisinya lebih baik daripada mengukur luas puncak, terutama pada puncak-puncak yang sempit. Namun tinggi puncak sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dalam cara penginjeksian dan dalam kondisi-kondisi operasi.
Gambar 2. Pengukuran tinggi puncak Metode tinggi puncak hanya digunakan jika perubahan tinggi puncak linier dengan konsentrasi analit. Kesalahan akan terjadi jika metode ini digunakan pada puncak yang mengalami penyimpangan (asimetris) atau jika kolom mengalami kelebihan muatan. 2. Metode luas puncak Suatu teknik untuk mengukur luas puncak adalah dengan mengukur luas puncak sebagai hasil kali tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (L= HW1/2). Cara kerjanya cepat dan sederhana yaitu dengan membuat garis dasar puncak, tentukan setengah-tinggi, lalu ukur tinggi dan lebar pada setengah-tinggi. Pengukuran luas puncak dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Pengukuran Luas Puncak Baik tinggi puncak maupun luasnya dapat dihubungkan dengan konsentrasi. Tinggi puncak mudah diukur, akan tetapi sangat dipengaruhi perubahan waktu retensi yang disebabkan oleh variasi suhu dan komposisi pelarut. Oleh karena itu, luas puncak dianggap merupakan parameter yang lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif (Ditjen POM, 1995). 2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam sehingga mampu menganalisis berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995). Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain : farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industriindustri makanan. KCKT biasanya dilakukan pada suhu kamar. Jadi, untuk zat – zat yang labil pada pemanasan atau tidak menguap merupakan pilihan yang logis (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.4 Jenis Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Berdasarkan jenis fase gerak dan fase diamnya, jenis pemisahan KCKT dibedakan atas : a. Kromatografi Fase Normal
Universitas Sumatera Utara
Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat polar, misalnya silika gel, alumina, sedangkan fase geraknya bersifat non polar seperti heksan. b. Kromatografi Fase Terbalik Pada kromatografi fase terbalik, fase diamnya bersifat non polar, yang banyak dipakai adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan oktilsilan (C8). Sedangkan fase geraknya bersifat polar, seperti air, metanol dan asetonitril (Mulja dan Suharman, 1995). 2.5 Cara Kerja KCKT Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2009).
2.5.1 Komponen KCKT detektor kolom injekto pompa
oven
Wadah solven
Data Gambar 4. Bagan alat KCKT 2.5.2 Wadah Fase Gerak
Universitas Sumatera Utara
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Rohman, 2009). 2.5.3 Pompa Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni : pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengankecepatan alir 3 ml/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 ml/ menit (Rohman, 2009). 2.5.4 Injektor Menurut Meyer (2004), ada 3 jenis injektor, yakni syringe injector, loop valve dan automatic injector (autosampler). Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling sederhana. Katup putaran (loop valve) ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 5, tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfir. Bila
Universitas Sumatera Utara
katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom.
Gambar 5. Tipe injektor katup putaran Automatic injector atau disebut juga autosampler memiliki prinsip yang mirip, hanya saja sistem penyuntikannya bekerja secara otomatis (Meyer, 2004). 2.5.6 Kolom Kolom merupakan jantung kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pemilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok : a. Kolom analitik : garis tengah dalam 2 – 6 nm. Panjang bergantung pada jenis kemasan,untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50 – 100 cm. Untuk kemasan mikropartikel berpori, biasanya 10 – 30 cm; b. Kolom preparatif : umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 – 100 cm. Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom tergantung pada mode KCKT yang digunakan (Johnson dan Stevenson, 1991). 2.5.7 Detektor
Universitas Sumatera Utara
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh. Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacammacam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan, terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detektor spektrofotometer UV. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.5.8 Pengolahan Data Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncakpuncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram. Alat pengumpul data seperti komputer, integrator dan rekorder dihubungkan ke detektor. Alat ini akan
mengukur
sinyal
elektronik
yang
dihasilkan
oleh
detektor
dan
memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.6 Validasi Metode
Universitas Sumatera Utara
Validasi adalah suatu tindakan terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (WHO, 1992). Menurut United States Pharmacopeia (2007), validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analis harus divalidasi untuk verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah dalam analisis. Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi, presisi, batas deteksi, batas kuantitasi, spesifisitas, linieritas dan rentang, kekasaran (Ruggedness) dan ketahanan (Robutness). Akurasi/kecermatan adalah kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh lewat metode analitik dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dalam persen perolehan kembali (%recovery). Akurasi dapat ditentukan dengan dua metode, yakni spiked-placebo recovery dan standard addition method (Harmita, 2004). Presisi merupakan ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel homogen yang sama. Biasanya diekspresikan sebagai relatif standar deviasi (RSD) dari sejumlah sampel yang berbeda secara signifikan secara statistik (Gandjar dan Rohman, 2007). Batas deteksi (Limit Of Detection, LOD) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi (Gandjar dan Rohman, 2007). Batas kuantitasi (Limit Of Quantitation, LOQ) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi
Universitas Sumatera Utara
dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Universitas Sumatera Utara