BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Sistem Informasi Akuntansi
Sistem informasi akuntansi sangat diperlukan dalam suatu organisasi untuk melaksanakan operasi perusahaan. Dimana sistem informasi akuntansi ini berperan dalan menyediakan informasi yang diperlukan oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, maka dalam menyampaikan informasi akuntansi yang terdiri dari pengumpulan data sampai dengan dihasilkannya informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan.
2.1.1 Pengertian sistem
Sistem adalah sekelompok unsur yang hubungannya satu dengan yang lainnya yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Pengertian sistem dapat juga diuraikan sebagai berikut : 1.
Setiap sistem terdiri dari unsur –unsur.
2.
Unsur-unsur
tersebut
merupakan
bagian
terpadu
sistem
yang
bersangkutan. 3.
Unsur sistem bekerja sama untuk mencapai tujuan sistem.
4.
Suatu sistem merupakan bagian dari sistem lain yang lebih besar.
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan pengertian dari sistem yaitu antara oleh Nugroho Widjajanto ( 2001; 2 ), dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi, menyatakan bahwa : “ Sistem adalah sesuatu yang memiliki bagian-bagian yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu melalui tiga tahapan, yaitu input, proses, output”.
Pengertian lain mengenai sistem, yaitu menurut La Midjan ( 2001; 2 ) dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi I, Pendekatan Manual Penyusunan Metode dan Prosedur ed 8, yaitu : “ Sistem adalah kumpulan/group dari bagian/komponen apapun baik fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan tertentu.”
Sedangkan pengertian sistem menurut Mulyadi ( 2001; 2 ) dalam bukunya Sistem Akuntansi mengatakan bahwa : “ Sistem adalah sekelompok unsur yang erat berhubungan satu dengan lainnya, yang berfungsi bersama untuk mencapai tujuan tertentu.”
2.1.2 Pengertian Informasi
Setelah kita mengetahui beberapa pengertian sistem diatas, maka kita juga perlu untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan informasi. Informasi adalah suatu data yang harus diproses terlebih dahulu untuk memperoleh data yang lebih bermanfaat untuk mencapai sasaran. Data tersebut dapat berbentuk fakta, simbolsimbol mentah yang dapat dijadikan sebagai masukan bagi suatu sistem informasi.
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan pengertian informasi yaitu antara lain menurut George H. Bodnar dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi, yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf ( 2000; 1 ), yaitu : “ Informasi adalah data yang berguna yang diolah sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan yang tepat.”
Sedangkan pengertian informasi menurut Barry E. Cushing (1997; 13 ) dalam bukunya Accounting Information System and Bussiness Organizations, yang diterjemahkan oleh La Midjan sebagai berikut :
“ Information refers to an output of data processing that is organized and meaningful to the person who receives it.”
Definisi mengenai informasi juga dikemukakan oleh Wilkinson ( 2000; 5 ) dalam bukunya Accounting Information System, tentang informasi adalah: “ Information is intelligence that is meaningfull and useful to persons for whom it is intended.”
2.1.3 Pengertian Akuntansi
Akuntansi dapat diartikan sebagai proses pencatatan, pengklasifikasian, penggolongan dan peringkasan peristiwa ekonomi secara logis berguna bagi kepentingan pemberian informasi keuangan untuk pengambilan keputusan. Fungsi akuntansi bagi suatu perusahaan adalah untuk menyajikan informasi kuantitatif tertentu yang dapat digunakan oleh pihak intern dan pihak ekstern suatu perusahaan untuk mengambil keputusan. Pengertian akuntansi menurut George H. Bodnar yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Yusuf ( 2000; 1 ) adalah sebagai berikut : “ Akuntansi sebagai suatu sistem informasi, mengidentifikasikan, mengumpulkan,
dan
mengkomunikasikan
informasi
ekonomik
mengenai suatu badan usaha kepada beragam orang.”
Sedangkan pengertian akuntansi menurut Joel G.Siegel dan Jae K. Shim ( 1994; 6 ) dalam bukunya “Kamus Istilah Akuntansi “ adalah sebagai berikut : “ Accounting ( akuntansi ) adalah : 1. Istilah yang meliputi banyak disiplin ilmu termasuk auditing, perpajakan, analisis laporan keuangan, dan akuntansi manajerial. Akuntansi berkaitan dengan fungsi yang termasuk pada akuntansi keuangan, akuntansi biaya, akuntansi yang tidak mencari laba, dan perencanaan keuangan.
2. Proses pencatatan, pengukuran, interprestasi, dan komunikasi data keuangan. Akuntan mempersiapkan laporan keuangan untuk mencerminkan keadaan keuangan dan kinerja operasi. Juga, praktisi akuntansi memberikan pelayan akuntansi pribadi kepada klien seperti mempersiapkan laporan keuangan pribadi dan rencana perpajakan.”
2.1.4 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
Sistem informasi akuntansi sangat diperlukan dalam melaksanakan kegiatan operasi perusahaan. Sistem informasi akuntansi yang baik dalam perusahaan akan mendorong seoptimal mungkin sistem informasi akuntansi tersebut untuk menghasilkan berbagai informasi akuntansi yang berkualitas yaitu informasi yang tepat waktu, relevan, akurat dan lengkap yang secara keseluruhan informasi akuntansi tersebut mengandung arti dan berguna bagi perusahaan. Sistem informasi akuntansi mempunyai definisi yang beragam. Pengertian sistem informasi akuntansi menurut Barry E. Cushing ( 1997; 859 ), dalam bukunya Accounting Information System and Bussiness Organizations adalah sebagai berikut : “ The human and capital resources within an organization that are responsible for preparation of financial information and the information from collecting and processing company transactions.”
Sedangkan pengertian sistem informasi akuntansi menurut Nugroho Widjajanto ( 2001; 4 ) dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi adalah sebagai berikut : “ Sistem informasi akuntansi adalah susunan berbagai dokumen, alat komunikasi, tenaga pelaksana, dan berbagai laporan yang didesain untuk mentransformasikan data keuangan.”
keuangan menjadi informasi
Definisi sistem informasi akuntansi yang lain juga dikemukakan oleh George H. Bodnar ( 2000; 1 ), yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf, adalah sebagai berikut : “ Sistem informasi akuntansi adalah kumpulan sumber daya, seperti manusia dan peralatan, yang diatur untuk mengubah data menjadi informasi.” Untuk mendapatkan suatu informasi akuntansi yang terstruktur maka suatu alat yang akan dapat mengolah data akuntansi yaitu yang terdiri dari koordinasi, manusia, alat dan metode yang berada dalam suatu organisasi yang terstruktur.
2.1.5 Unsur-unsur Sistem Informasi Akuntansi
Dari pengertian sistem informasi akuntansi yang dikemukakan diatas tentang arti dari sistem informasi akuntansi merupakan seperangkat sumber daya manusia dan modal dalam organisasi yang dibangun untuk menyajikan informasi keuangan yang diperoleh dari pengumpulan dan pemrosesan data keuangan, maka dapat kita simpulkan bahwa sistem informasi akuntansi memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 1. Sumber daya manusia Manusia merupakan unsur sistem informasi akuntansi yang berperan dalam pengambilan keputusan apakah sistem dapat dilaksanakan dengan baik atau tidak. Manusia juga yang mengendalikan jalannya sistem tersebut.
2. Sumber daya modal Ketersediaan modal yang cukup akan menunjang sistem informasi akuntansi, terutama dalam mempercepat pengolahan data, meningkatkan ketelitian kalkulasi atau perhitungan, dan meningkatkan kerapian bentuk informasi. Peralatan yang memadai seperti komputer, asset perusahaan dan lain-lain merupakan bentuk dari sumber daya modal.
3. Sistem dan prosedur Sistem dan prosedur merupakan unsur sistem informasi akuntansi yang terdiri dari : a. Formulir Fungsi formulir adalah sebagai berikut : •
Menetapkan tanggung jawab untuk pencatatan atas penyelesian transaksi perusahaan.
•
Mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan.
•
Menyampaikan atau memindahkan informasi yang penting dari individu yang satu ke individu yang lain.
•
Mencatat
transaksi-transaksi
yang
sudah
ada
atau
untuk
melengkapi transaksi.
Formulir yang baik akan tercapai dengan adanya desain yang baik. Dalam penentuan desain formulir tersebut, maka perusahaan harus menentukan informasi apa saja yang dibutuhkan untuk diikutsertakan. Tidak semua informasi yang ada didalamnya relevan untuk tujuan tertentu. Desain yang baik mempertimbangkan pemasukan formulir yang cukup luas yang dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Desain formulir yang baik akan membantu perusahaan khususnya manajemen,untuk mendapatkan hasil yang optimal. Formulir sering juga disebut dengan istilah media untuk mencatat peristiwa yang terjadi dalam organisasi ke dalam catatan. Contoh formulir adalah faktur penjualan, buku kas keluar, dan cek. Formulir tersebut juga ada yang berisi informasi yang telah tercetak, misalnya nomor urut formulir dan nama formulir.
b. Prosedur Adalah urutan dari suatu pekerjaan tata usaha untuk menjamin pelaksanaa yang seragam dari suatu transaksi yang berulang-ulang dalam perusahaan. Perusahaan mempunyai sistem yang merupakan suatu jaringan. Sistem dan prosedur mempunyai hubungan yang erat, kemudian keduanya dikembangkan menjadi suatu skema untuk menjalankan sebagian aktivitas perusahaan.
c. Buku-buku catatan, yang terdiri dari : •
Jurnal, Merupakan catatan akuntansi pertama yang digunakan untuk mencatat, mengklasifikasikan, dan meringkas data keuangan dan data lainnya. Sumber informasi dalam jurnal adalah formulir. Dalam
jurnal
ini
data
keuangan
untuk
pertama
kalinya
diklasifikasikan menurut penggolongan yang sesuai dengan informasi yang akan disajikan dalam laporan keuangan. Contoh jurnal adalah jurnal penerimaan kas, pengeluaran kas, pembelian, penjualan. •
Buku Besar Terdiri dari catatan rekening-rekening dan kumpulan beberapa jurnal. Rekening ini disediakan sesuai dengan unsur-unsur informasi yang akan disajikan dalam laporan keuangan. Umumnya berisi neraca dan laba rugi yang disusun menurut klasifikasi tertentu.
•
Buku Pembantu Jika data keuangan yang digolongkan dalam buku besar diperlukan rincian lebih lenjut, dapat dibentuk buku pembantu yang merinci data keuangan yang tercantum dalam rekening tertentu dalam buku besar. Buku besar dan buku pembantu merupakan catatan
akuntansi akhir ( books of final entity ), yang artinya tidak ada catatan akuntansi lain lagi sesudah data akuntansi diringkas dan digolongkan dalam buku besar dan buku pembantu karena setelah data akuntansi keuangan dicatat dalam buku-buku tersebut, proses akuntansi selanjutnya adalah penyajian laporan keuangan, bukan pencatatan lagi ke dalam catatan akuntansi.
d. Laporan Merupakan salah satu unsur terpenting dalam sistem akuntansi yang memadai. Laporan berfungsi sebagai suatu media untuk mendapatkan keterangan administrasi. Laporan berisi informasi yang merupakan keluaran sistem akuntansi yang dapat digunakan oleh pemimpin perusahaan untuk mengambil kebijakan dan menentukan ketetapan dalam menjalankan atau mengembangkan perusahaan. Contohnya adalah neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan laba ditahan, laporan harga pokok produksi, laporan biaya pemasaran, laporan harga pokok penjualan, daftar umur piutang, daftar hutang yang akan di bayar, daftar saldo perusahaan yang lambat penjualannya. Laporan dapat berbentuk hasil cetak komputer dan tayangan pada layar monitor komputer.
Adapun unsur-unsur sistem informasi akuntansi yang dikemukakan oleh Barry E. Cushing ( 1997; 322 ) dalam bukunya Accounting Information System and Bussiness Organization adalah sebagai berikut : •
“ The set of human and capital resources.
•
Repreparation of financial information
•
Collection and processing of transaction data “.
2.1.6 Peranan Sistem Informasi Akuntansi
Organisasi perusahaan yang besar merupakan suatu hal yang kompleks. Kegiatan operasi perusahaan yang bermacam-macam, mempekerjakan ratusan bahkan ribuan tenaga kerja, arus input maupun output yang dikelola dalam jumlah yang besar serta banyaknya pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Oleh sebab itu, perusahaan harus mampu merencanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan seluruh aktivitas dengan baik.
Ditinjau dari sudut pandang pemakai informasi tentang sistem informasi akuntansi yang memanfaatkan informasi untuk pengambilan keputusan dalam perusahaan. Ada 2 penggolongan utama pemakai informasi yaitu pihak ekstern dan pihak intern. Sistem informasi akuntansi menyiapkan informasi untuk melayani kedua golongan diatas, tetapi yang akan dibahas pihak intern ( pihak manajemen )
Terdapat 2 peranan sistem informasi akuntansi dalam pembuatan keputusan manajemen yaitu : 1. Informasi akuntansi sering memberikan dorongan kepada pengambilan keputusan manajemen dengan menunjukan adanya suatu situasi yang mendukung tindakan manajemen. Sebagai contoh, suatu laporan biaya yang menunjukan suatu perbedaan yang besar atau menyolok antara biaya yang sesungguhnya dikeluarkan dengan biaya yang dianggarkan mungkin akan merangsang manajemen untuk mengadakan tindakan koreksi. 2. Informasi akuntansi sering memberikan suatu dasar untuk mengadakan pilihan antara berbagai alternatif tindakan yang mungkin dilaksanakan. Sebagai contoh, informasi akuntansi sering dipergunakan sebagai dasar untuk menetapkan harga-harga atau untuk memilih barang modal mana yang harus dibeli.
Peranan sistem informasi akuntansi diatas seperti yang dikemukakan oleh Barry E. Cushing ( 1997; 11 ) dalam bukunya Accounting Information System and Bussiness Organizations yaitu : 1. “ Accounting information often provides a stimulus for management decision making by indicating the existence of a situation requiring management action. 2. Accounting information often provides a basis for choice among possible alternative actions.”
Berdasarkan uraian diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa sistem informasi akuntansi mempunyai peranan penting dalam organisasi terutama untuk pengambilan keputusan manajemen dalam melaksanakan tindakan yang dibutuhkan. Selain itu sistem informasi akuntansi akan menjadi dasar untuk memilih berbagai tindakan alternatif.
2.1.7 Tujuan Penyusunan Sistem Informasi Akuntansi
Tujuan penyusunan sistem informasi akuntansi dalam perusahaan adalah untuk mengidentifikasi, menganalisi, mencatat, melaporkan transaksi-transaksi untuk mempertanggungjawabkan atas penggunaan aktiva yang bersangkutan. Tujuan penyusunan sistem informasi akuntansi harus dapat meningkatkan informasi yang tepat waktu, akurat sehingga kesalahan dalam pengolahan data dapat dihindarkan, kemudian informasi harus dapat dikumpulkan pada saat dibutuhkan untuk keperluan pengambilan keputusan yang tepat, lengkap, sosial, dan harus relevan. Sistem informasi akuntansi yang efektif juga akan meningkatkan pengendalian intern pada perusahaan tersebut.
Karena dalam sistem informasi akuntansi yang efektif tersebut akan mampumemenuhi segala unsur-unsur pengendalian intern. Selanjutnya, adanya keseimbangan antara manfaat dan biaya yang akan dikeluarkan untuk keperluan
penyusunan sistem informasi akuntansi tersebut. Tujuan penyusunan sistem informasi akuntansi adalah sebagai berikut : 1.
Untuk meningkatkan kualitas informasi, yaitu informasi tepat guna ( relevance ), lengkap dan terpercaya ( akurat ). Dengan kata lain sistem akuntansi harus dengan cepat dan tepat dapat memberikan informasi yang diperlukan secara lengkap.
2.
Untuk meningkatkan kualitas internal cek atau sistem pengendalian internal, yaitu sistem pengendalian yang diperlukan untuk mengamankan kekayaan perusahan. Ini berarti bahwa sistem akuntansi yang disusun harus juga mengandung kegiatan sistem pengendalian intern ( internal check )
3.
Untuk dapat menekan biaya-biaya tata usaha, yaitu bahwa biaya tata usaha untuk sistem akuntansi harus seefisien mungkin dan harus jauh lebih murah dari manfaat yang akan diperoleh dari sistem penyusunan sistem informasi akuntansi.
Tujuan penyusunan sistem informasi akuntansi diatas seperti yang telah dikemukakan oleh La Midjan ( 2001; 37 ) dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi I, Pendekatan Manual Penyusunan Metode dan Prosedur yaitu: a.
“ Untuk meningkatkan kualitas informasi, yaitu informasi yang tepat guna ( relevance ), lengkap dan terpercaya ( akurat )
b.
Untuk
meningkatkan
kualitas
internal
cek
atau
sistem
pengendalian intern. c.
Untuk dapat menekan biaya tata usaha.”
Ketiga tujuan sistem informasi akuntansi tersebut harus saling terkait. Peningkatan baik kualitas maupun kuantitas informasi yang diperlakuan serta metode internal cek / pengendalian intern, tidak dapat dilaksanakan apabila mendorong kenaikan biaya yang lebih tinggi. Sehingga akhirnya dipilih jalan tengah yaitu biaya yang tidak begitu besar tetapi sistem internal cek / pengendalian intern dan kualitas informasi yang dihasilkan cukup bisa diterima. Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam mempertimbangkan penyusunan,
suatu sistem informasi akuntansi untuk meningkatkan kualitas informasi dan atau sistem internal cek / pengendalian intern harus selalu dipertimbangkan keseimbangan antara manfaat dengan biaya.
2.2 Pengertian Persediaan
Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan dagang ataupun perusahaan pabrik serta perusahaan jasa selalu mengadakan persediaan. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan pelanggan yang memerlukan atau meminta barang atau jasa yang dihasilkan. Hal ini mungkin terjadi, karena tidak selamanya barang-barang atau jasa-jasa tersedia pada setiap saat, yang berarti pula bahwa pengusaha akan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya didapatkan. Jadi persediaan merupakan investasi yang paling besar dalam aktiva lancar, sehingga perusahaan dapat berjalan dengan baik.
Ada beberapa definisi persediaan yang dikemukakan oleh Sofjan Assauri ( 1993; 219 ) dalam bukunya Manajemen Produksi dan Operasi adalah sebagai berikut : “ Persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan / proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi”.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam PSAK ( 1999; 14.1 ) bahwa persediaan adalah sebagai berikut : “ Persediaan adalah aktiva : 1. Tersedianya untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
2. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau 3. Dalam bentuk bahan atau pelengkap ( supplies ) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberi jasa”.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa persediaan merupakan salah satu wadah yang harus dimiliki sebagai aktiva normal perusahaan atau yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam proses produksi barang yang akan dijual. Persediaan pada perusahaan industri lebih rumit jika dibandingkan dengan persediaan pada perusahaan dagang yang hanya mempunyai satu macam persediaan, yaitu barang dagangan.
2.2.1 Pengertian Persediaan Bahan Baku
Persediaan bahan baku merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinue diperoleh, diubah, yang kemudian dijual kembali. Persediaan bahan baku diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari supplier atau perusahaan untuk mengolah bahan baku menjadi barang jadi.Adapun pngertian pengertian persediaan bahan baku menurut Sofjan Assauri ( 1993; 222 ) dalam bukunya Manajemen Produksi Dan Operasi adalah sebagai berikut: “ Persediaan bahan baku ( raw materials stock ) yaitu persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya”.
Persediaan pada umumnya mendapat perhatian yang besar dalam penanganan, serta pemeriksaan. Karena mempunyai berbagai alasan yaitu:
1. Umumnya persediaan merupakan komponen aktiva lancar yang jumlah materialnya cukup dan merupakan objek manipulasi serta tempat terjadinya kesalahan besar. 2. Verifikasi kuantitas, kondisi dan nilai persediaan merupakan tugas yang lebih kompleks dan sulit dibandingkan dengan verifikasi sebagian unsur laporan keuangan yang lain. 3. Seringkali persediaan disimpan diberbagai tempat sehingga menyulitkan pengawasan dan perhitungan fisik. 4. Adanya berbagai macam persediaan menimbulkan kesulitan bagi akuntan dalam melaksanakan pemeriksaan.
2.2.2 Tujuan Diadakannya Persediaan Bahan Baku
Sebagian besar kekayaan perusahaan manufaktur pada umumnya tertanam pada persediaan, oleh karena itu persediaan bahan baku harus ditangani untuk dapat mempertahankan kontinuitas perusahaan.
Adapun tujuan diadakannya persediaan bahan baku menurut Joseph W. Wilkinson dan Michael J. Cerullo dalam bukunya Accounting Information System yang telah diterjemahkan oleh La Midjan ( 2001; 198 ) adalah sebagai berikut : a. “ Memadainya bahan baku yang tersedia untuk diproduksi. b. Bahan baku yang telah diolah menjadi barang jadi disimpan dalam gudang atau dikirim sesuai dengan jadwal. c. Menetapkan tingkat kualitas produk, dan d. Proses produksi dilaksanakan secara penuh dan akurat”. Sedangkan menurut Sofjan Assauri ( 1993; 220 ) dalam bukunya Manajemen Produksi dan Operasi, tujuan diadakannya persediaan persediaan bahan baku adalah sebagai berkut :
a. “ Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan. b. Menghilangkan resiko dari material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan. c. Untuk menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dalam pasaran. d. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi. e. Mencapai penggunaan mesin yang optimal. f. Memberikan pelayanan ( service ) kepada pelanggan dengan sebaikbaiknya dimana keinginan pelanggan pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi tersebut. g. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau penjualannya.”
Dari beberapa pendapat yang mengemukakan tujuan diadakannya persediaan bahan baku dapat disimpulkan bahwa dengan adanya persediaan bahan baku yang tersimpan dalam gudang dalam jumlah banyak dengan kualitas yang baik dengan tujuan untuk menghilangkan resiko keterlambatan datangnya bahan baku yang dibutuhkan untuk mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi.
2.2.3 Definisi Dan Jenis Bahan Baku Bahan baku merupakan bahan yang sangat vital dalam suatu perusahaan industri, karena disini terletak langkah pertama dalam melakukan proses produksi. Menurut Mulyadi ( 1999; 295 ), definisi bahan baku adalah : “ Bahan
baku
merupakan
menyeluruh produk jadi “.
bahan yang
membentuk bagian
Sementara menurut Zaki Baridwan ( 1994; 186 ), sebagai berikut : “ Bahan baku adalah barang- barang yang akan menjadi bagian produk jadi yang dengan mudah dapat diikuti biayanya, sedangkan bahan penolong adalah barang- barang yang juga merupakan bagian dari produk jadi tetapi jumlahnya relatif kecil dan sulit diikuti biayanya “.
Walaupun kata bahan baku dapat digunakan secara luas untuk meliputi segala bahan yang digunakan dalam proses manufaktur, kata ini biasanya terbatas pada bahan yang secara fisik akan terlibat dalam produk yang sedang dimanufaktur. Menurut Skousen ( 2001; 331 ), yang diterjemahkan oleh Thomson Learning Asia, bahan baku dibedakan menjadi : a. “ Bahan baku langsung, adalah bahan yang digunakan secara langsung dalam produksi barang, bahan fisik yang utama dalam membuat produk akhir. b. Bahan baku tidak langsung, adalah bahan yang relatif untuk memfasilitasi proses produksi tetapi
tidak terlibat secara
langsung dalam produk akhir “.
Dari pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa bahan baku adalah: 1. Bahan baku merupakan komponen pertama dalam memulai proses produksi, dengan demikian bahan baku merupakan bagian dari proses produksi. 2. Bahan yang belum pernah diolah masih memerlukan perlakuanperlakuan lebih lanjut dan harus didukung faktor- faktor produksi lainnya agar mempunyai nilai tambah daya guna untuk dijual. 3. Bahan yang sudah pernah diolah tetapi masih memerlukan tindakan selanjutnya agar mempunyai nilai tambah.
2.2.4 Klasifikasi Persediaan Dalam Perusahaan Industri
Persediaan dalam perusahaan industri dapat diklasifikasikan ke dalam lima perbedaan yaitu : 1. Persediaan bahan baku ( raw material stock ), yaitu persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya. Contohnya adalah benang diolah menjadi kain atau kaos, kapas dipintal menjadi benang, dan kulit diolah menjadi sepatu.
2. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli ( purchased parts/ components stock ), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang dapat langsung diassembling dengan part lain, tanpa melalui proses produksi sebelumnya. Contohnya adalah pabrik mobil tersebut tidak diprodusir dalam pabrik mobil, tetapi diprodusir oleh perusahaan lain, dan kemudian diassembling menjadi barang jadi yakni mobil.
3. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan ( supplies stock ), yakni persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi. Contohnya adalah minyak solar dan minyakl pelumas adalah hanya merupakan bahan pembantu.
4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses ( work in process/ progress stock ), yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah
menjadi suatu bentuk, tetapi lebih perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi, akan tetapi masih merupakan proses lebih lanjut lagi dipabrik sehingga menjadi barang yang sudah siap untuk dijual kepada konsumen.
5. Persediaan barang jadi ( finished goods stock ), yaitu persediaan barangbarang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain. Jadi barang jadi ini adalah merupakan produk selesai dan telah siap untuk dijual. Biaya-biaya yang meliputi pembuatan produk selesai ini terdiri dari biaya bahan baku, upah buruh langsung, serta biaya overhead yang berhubungan dengan produk terebut.
Klasifikasi persediaan dalam perusahaan industri menurut Sofjan Assauri ( 1993; 222-223 ) dalam bukunya Manajemen Produksi Dan Operasi adalah sebagai berikut : 1. “ Persediaan bahan baku ( raw material stock ) 2. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli ( purchased parts/ components stock ) 3. Persediaan bahan-bahan setengah jadi atau barang dalam proses ( work in process/ progress stock ) 4. Persediaan barang jadi ( finished goods stock ).”
Dari klasifikasi persediaan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam perusahaan industri sering ditemukan persediaan lain selain persediaan-persediaan diatas seperti persediaan barang bekas, misalnya suku cadang bekas, drum bekas, maupun produk gagal yang biasanya tidak dikelola sebagaimana mestinya persediaan diatas yaitu dalam proses akuntansi ( intra comptable ) tetapi diluar proses akuntansi ( extra comptable ). Dalam perusahaan industri klasifikasi persediaan dapat disebut sebagai arus persediaan yang artinya bahwa mengolah persediaan dari bahan baku menjadi barang jadi.
2.2.5 Metode Pencatatan Persediaan
Ada dua metode yang umum dikenal dalam menentukan jumlah persediaan pada akhir suatu periode yaitu dengan : •
Metode pencatatan persediaan periodic ( Periodic Inventory Method ) Pencatatan atas transaksi persediaan hanya untuk pembelian, sedangkan pemakaian tidak dicatat dan biasanya tidak menggunakan bon pemakaian atau pengeluaran barang. Pada akhir tahun diadakan inventorisasi fisik untuk mengetahui sisa persediaan. Selisihnya sebagai pemakaian atau pengeluaran dimasukan ke harga pokok penjualan atau produksi. Metode ini sangat tepat untuk barang- barang bernilai rendah dan secara teknis susah untuk dicatat pemakaian atau pengeluarannya.
•
Metode pencatatan persediaan perpetual ( Perpetual Inventory method ) Pencatatan atas transaksi dilaksanakan setiap waktu, baik terhadap pemasukan maupun pengeluaran. Metode ini dilaksanakan terutama untuk barang-barang bernilai agak tinggi atau untuk barang-barang yang mudah dicatat terutama pemakaian dan pengeluarannya dari gudang. Metode ini memerlukan pengelolaan catatan yang menyajikan ikhtisar berlanjut atas pos-pos perkiraaan yang ada diperusahaan. Dalam metode persediaan perpetual, setiap mutasi persediaan dicatat dalam kartu persediaan.
Adapun pendapat Sofjan Assauri ( 1993; 225 ) mengenai metode pencatatan persediaan harga pokok dalam bukunya Manajemen Operasi dan Produksi adalah sebagai berikut : a. “ Metode pencatatan persediaan periodic ( Periodik Inventory Method ) b. Metode pencatatan persediaan perpetual ( Perpetual Inventory Method ).”
2.2.6 Metode Penilaian Persediaan
Dalam metode penilaian persediaan terdapat beberapa metode untuk menghitung biaya persediaan dengan menggunakan metode kalkulasi biaya sebagai berikut yaitu : 1.
Metode harga pokok ( cost ) terdiri dari : a. Sebagian besar perusahaan menjual barang sesuai dengan urutan pembeliannya. Hal ini terutama untuk barang-barang yang tidak tahan lama dan produk-produk yang modelnya cepat berubah. Sebagai contoh : toko bahan pangan menyusun produk-produk susu dalam rakrak berdasarkan tanggal kadaluarsa. b. Metode Last-In, First-Out ( LIFO ) Jika sebuah perusahaan menggunakan metode ini dalam sistem persediaan, maka biaya dari unit yang dijual merupakan biaya pembelian paling akhir. c. Metode biaya rata-rata ( average cost method ) Apabila metode biaya rata-rata digunakan dalam sistem persediaan, maka biaya rata-rata per unit untuk masing-masing item dihitung setiap kali pembelian dilakukan. Biaya per unit ini kemudian digunakan untuk menentukan harga pokok setiap penjualan sampai pembelian berikutnya dilakukan dan rata-rata baru dihitung.
2.
Penilaian pada mana yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar ( Lower Cost Of Market/ LOCOM ) Jika biaya pergantian item persediaan lebih rendah daripada biaya pembelian awal, maka metode mana yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar ( Lower of cost or market – LCM ) digunakan untuk menilai persediaan. Harga pasar, yang digunakan dalam LCM, adalah biaya untuk mengganti barang dagang pada tanggal persediaan. Nilai pasar ini didasarkan pada kuantitas yang biasanya dibeli dari sumber pemasok yang biasa.
3.
Metode eceran ( Retail Method Of Inventory Costing ) Metode ini mengestimasi biaya persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama. Untuk menggunakan metode ini, harga eceran dari semua barang dagang harus ditetapkan dan ditotalkan. Contohnya : supermarket dan toko kelontong.
4.
Metode laba kotor untuk pengestimasian persediaan ( Gross Profit Method ) Metode ini menggunakan estimasi laba kotor yang direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan pada akhir periode. Laba kotor biasanya diestimasikan dari tingkat actual sepanjang tahun sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dalam harga pokok dan harga jual selama periode berjalan.
Adapun pendapat dari Fess Warren ( 1990; 354-369 ), mengenai metode penilaian persediaan untuk mengkalkulasi biaya persediaan dengan harga pokok maupun selain harga pokok dalam bukunya Accounting Principle, sixteenth edition adalah sebagai berikut : 1. “ Costing method consists of : a. Last-In, First-Out Method b. First-In, First-Out Method c. Average cost Method 2. Lower of cost or market ( LOCOM ) 3. Retail method of inventory costing 4. Gross profit method of estimating inventory”.
……………………………
2.3 Sistem Informasi Persediaan Bahan Baku Persediaan meliputi barang- barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali. Barang jadi yang telah diproduksi atau barang dalam proses penyelesaian yang sedang diproduksi dalam perusahaan serta termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi.
Skousen ( 2001; 326 ), yang diterjemahkan oleh Thomson Learning Asia mengartikan persediaan sebagai berikut : “ Persediaan adalah nama yang diberikan untuk barang- barang baik yang dibuat atau dibeli untuk dijual kembali dalam batas normal “.
Istilah persediaan menunjukan barang- barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual operasional normal perusahaan industri termasuk pula barang dalam proses atau barang- barang yang digunakan dalam proses produksi. Dalam definisi persediaan barang diatas, dapat dikatakan bahwa persediaan merupakan asset atau barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual atau digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang jadi yang akhirnya akan dijual.
2.3.1 Jenis- Jenis Persediaan Sifat barang yang diklasifikasikan sebagai barang persediaan, bervariasi menurut sifat aktivitas perusahaan. Mengenai jenis- jenis persediaan ini, ada beberapa penulis yang mengelompokan secara berbeda- beda. Bambang Riyanto ( 1995; 271 ) mengelompokan persediaan dalam beberapa tipe antara lain : “ Dalam perusahaan industri yang umumnya terdapat tiga penggolongan inventory utama yaitu : a.
Persediaan Bahan Mentah ( Raw Material Inventory )
b.
Persediaan Dalam Proses atau Barang Setengah jadi ( Work in Process / Goods in Process Inventory )
c.
Persediaan Barang Jadi ( Finished Good Inventory ) “.
Sedangkan menurut Wilson And Campbell yang dialih bahasakan oleh Tjinjin Fenix Tjedera ( 1997; 178 ) mengemukakan persediaan sebuah perusahaan industri lazimnya meliputi : 1.
“ Persediaan Bahan Baku Persediaan bahan baku adalah persediaan dari barang- barang yang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang yang dapat diperoleh dari sumber- sumber alam atau dibeli dari pemasok atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan industri yang menggunakannya.
2.
Persediaan Bahan Pembantu Persediaan bahan pembantu adalah barang- barang atau bahan- bahan yang diperlukan untuk membantu dalam proses produksi guna berhasilnya proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan.
3.
Persediaan Barang Dalam Proses Persediaan barang dalam proses adalah barang yang keluar dari tiap- tiap bagian dalam suatu pabrik atau organisasi- organisasi yang telah diubah bentuknya tetapi perlu diproses untuk menjadi barang jadi.
4.
Persediaan Barang Jadi Persediaan barang jadi adalah persediaan barang- barang yang telah selesai diproses dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau konsumen “.
Definisi fungsi persediaan menurut Sofjan Assauri ( 1999; 178 ), dilihat dari fungsinya, persediaan dibedakan atas : •
“ Batch Stock atau lot size, adalah persediaan yang diadakannya karena kita membeli atau membuat barang- barang atau bahanbahan dalam jumlah yang lebih besar daripada yang dibutuhkan saat itu. Keuntungan yang diperoleh dari adanya Batch stock atau lot size adalah :
o
Memperoleh keuntungan harga pada harga pembelian
o
Memperoleh efisiensi produksi ( manufacturing economies ) karena adanya operasi atau production run yang lebih lama.
o •
Adanya penghematan didalam biaya angkutan.
Fluctuation Stock, adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan, jadi apabila terdapat fluktuasi permintaan yang sangat besar untuk menjaga kemungkinan resiko turunnya permintaan tersebut.
•
Anticipation Stock, adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang diramalkan berdasarkan pola musiman, yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau permuntaan yang meningkat dan juga untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahanbahan sehingga tidak mengganggu jalannya produksi “.
2.3.2 Alasan Perusahaan Mengadakan Bahan baku
Setiap perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun industri selalu mengadakan persediaan. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi kebutuhan pelanggan yang memerlukan atau membeli barang yang dihasilkan perusahaan. Hal ini mungkin terjadi, karena tidak selamanya bahan baku yang diperlukan perusahaan untuk proses produksinya ada setiap saat, yang berarti bahwa perusahaan akan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya didapatkan. Jadi persediaan bahan baku sangat penting artinya untuk setiap perusahaan.
Adapun alasan diperlukannya persediaan oleh suatu perusahaan industri menurut Sofjan Assauri ( 1999; 220 ), adalah: 1.
“ Dibutuhkannya waktu untuk menyelesaikan operasi produksi untuk memindahkan produk dari suatu tingkat proses yang lain, yang disebut persediaan dalam proses dan pemindahan.
2.
Alasan organisasi untuk memungkinkan satu unit atau bagian membuat schedule operasinya secara bebas, tidak tergantung dari unit atau bagian yang lain “.
2.3.4 Pengertian Pengelolaan Persediaan
Pengelolaan persediaan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting yang diperlukan dalam setiap perusahaan, khususnya perusahaan industri. Menurut Wilson and Campbell ( 1997; 428 ), yang dialih bahasakan oleh Tjintjin Fenix Tjedera, pengelolaan persediaan di definisikan dengan pernyataan sebagai berikut : “ Secara luas, fungsi pengelolaan persediaan meliputi pengarahan arus dan penanganan bahan secara wajar, mulai dari penerimaan sampai pergudangan sampai penyimpanan, menjadi barang dalam pengelolaan dan barang jadi, sampai berada ditangan pelanggan “.
Dari pernyataan diatas diketahui bahwa pengelolaan persediaan yang baik tidak selalu mensyaratkan penyelenggaraan tingkat persediaan yang rendah, semua factor harus dipertimbangkan dan diseimbangkan secara wajar, juga harus dikembangkan tingkat persediaan yang optimal, meliputi bermacam- macam aktivitas mulai dari perencanaan untuk melakukan pembelian serta pengendalian dalam semua tingkat produksi bagi suatu perusahaan sampai kepada pengeluaran barang dari gudang untuk sampai ke bagian produksi.
Operasi bahan yang efektif meliputi fungsi pengelolaan persediaan pada tingkat yang optimum. Perencanaan persedian berhubungan dengan penentuan
komposisi persediaan, penentuan waktu atau penjadwalan, serta lokasi untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan perusahaan yang diproyeksikan. Pengendalian persediaan meliputi pengendalian kualitas, jumlah dalam batas yang telah direncanakan dan perlindungan fisik persediaan.
2.3.5 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pengelolaan Persediaan Bahan Baku
Persediaan adalah merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara terus menerus diperoleh, diubah dan kemudian dijual. Bahan baku yang dipergunakan dalam proses produksi tidak dapat didatangkan satu persatu sebesar jumlah yang dibutuhkan serta pada saat bahan tersebut akan digunakan. Dengan adanya persediaan dapat menghindari kemungkinan terjadinya kehabisan bahan baku yang akan menghambat jalannya proses produksi. Akan tetapi persediaan yang terlalu besar dapat merugikan perusahaan karena menimbulkan biaya- biaya, antara lain biaya penyimpanan yang terlalu tinggi dan beban biaya akibat kerusakan barang. Dalam menentukan basar kecilnya persediaan bahan baku, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, seperti yang dikemukakan oleh Wilson and Campbell yang dialih bahasakan oleh Tjintjin Fenix Tjedera ( 1997; 430 ), yaitu : 1. “ Penetapan tanggung jawab dan kewenangan yang jelas terhadap persediaan. 2. Sasaran dan kebijaksanaan yang dirumuskan dengan baik. 3. Fasilitas penggudangan dan penangan yang memuaskan. 4. Klasifikasi dan identifikasi persediaan secara layak. 5. Standarisasi dan simplikasi persediaan. 6. Catatan dan laporan yang cukup. 7. Tenaga kerja yang memuaskan “.
Sedangkan menurut Bambang Riyanto ( 1995; 74 ), faktor- faktor tersebut adalah : 1. “ Volume yang dibutuhkan untuk melindungi jalannya perusahaan terhadap gangguan kehabisan persediaan yang akan menghambat/ mengganggu jalannya proses produksi. 2. Volume produksi direncanakan, dimana volume produksi yang direncanakan itu sendiri tergantung pada volume penjualan yang direncanakan. 3. Besarnya pembelian bahan mentah setiap kali pembelian untu mendapatkan biaya pembelian yang minimal. 4. Estimasi tentang fluktuasi harga bahan baku yang bersangkutan di waktu yang akan datang. 5. Peraturan- peraturan permintaan yang menyangkut persediaan material. 6. Harga pembelian bahan baku. 7. Biaya penyimpanan dan resiko penyimpanan di gudang. 8. Tingkat kecepatan material menjadi rusak/ turun kualitasnya.
Aktivitas Pengelolaan Persediaan Bahan Baku
………….. ;………… ………….
2.4 Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Sistem pengendalian intern yang ada dalam perusahaan bukanlah dimaksudkan untuk meniadakan semua kemungkinan terjadinya kesalahan atau penyelewengan. Sistem pengendalian intern yang baik dapat menekan terjadinya kesalahan dan penyelewengan dalam batas-batas yang layak dan jika kesalahan dan penyelewengan terjadi, hal ini dapat diatasi dengan cepat.
Definisi sistem pengendalian intern menekankan tujuan yang hendak dicapai, dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut. Dengan demikian, pengertian sistem pengendalian intern berlaku baik dalam perusahaan yang mengolah informasinya secara manual, dengan mesin pembukuan, maupun dengan komputer.
Ada
beberapa
pendapat
yang
mengemukakan
pengertian
sistem
pengendalian intern antara lain oleh Ikatan Akuntansi Indonesia ( IAI; 1999; 29 ) dalam bukunya Norma Pemeriksaan Akuntansi adalah sebagai berikut: “ Sistem pengendalian intern meliputi organisasi, metode, dan ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam suatu perusahaan untuk
melindungi
harta
miliknya,
mencek
kecrmatan
dan
keandalan data akuntansi, meningkatkan efisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan “.
Sedangkan menurut Mulyadi ( 2001; 163 ), pengertian sistem pengendalian intern dalam bukunya Sistem Akuntansi adalah sebagai berikut: “ Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikorordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.”
2.4.1 Tujuan Sistem Pengendalian Intern
Definisi sistem pengendalian intern diatas menekankan tujuan yang hendak dicapai, dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut. Dengan demikian, pengertian sistem pengendalian intern tersebut diatas berlaku baik dalam perusahaan yang mengolah informasinya secara manual, dengan mesin pembukuan maupun dengan komputer.
Tujuan sistem pengendalian intern menurut definisi diatas adalah: 1. Menjaga kekayaan organisasi. 2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. 3. Mendorong efisien. 4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
Menurut tujuannya, sistem pengendalian intern tersebut dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu: 1. Pengendalian intern akuntansi ( internal accounting control ) Merupakan bagian sistem pengendalian sistem, meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pengendalian intern akuntansi yang baik akan menjamin keamanan kekayaan para investor dan kreditur yang ditanamkan dalam perusahaan dan akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. 2. Pengendalian intern administratif ( internal administrative control ) Meliputi
struktur
organisasi,
metode
dan
ukuran-ukuran
yang
dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan manajemen.
Ada beberapa tujuan sistem pengendalian intern adalah sebagai berikut: 1. Mengamankan harta perusahaan,
Yaitu harta perusahaan perlu diamankan dari segala kemungkinan yang akan
merugikan
perusahaan
berupa
pencurian,
penyelewengan,
kecurangan dan lain-lain, baik secara fisik maupun secara administratif. Misalnya kenaikan barang dalam pembelian yang dilakukan oleh bagian pembelian dikarenakan adanya komisi, membuat laporan penerimaan barang, yang tidak sesuai dengan keadaan fisik barang sebenarnya.
2. Menguji ketelitian dan kebenaran data akuntansi perusahaan, Yaitu informasi yang keluar dari catatan akuntansi dalam bentuk laporan keuangan yang berisi informasi akuntansi keuangan dan laporan manajemen yang harus dapat dipercaya, dan dapat diuji kebenarannya.
3. Meningkatkan efisiensi operasi perusahaan, Yaitu dengan digunakannya berbagai metode dan prosedur pengendalian biaya yaitu dengan penyusunan budget biaya standar, akan menjadi alat yang efektif untuk pengendalian biaya dengan tujuan akhir menciptakan efisiensi. Dengan meningkatnya efisiensi operasi perusahaan maka kemungkinan terjadinya kecurangan atau kesalahan dapat dikurangi.
4. Ketaatan pada kebijaksanaan yang telah digariskan oleh pimpinan perusahaan, Yaitu kebijaksanaan pimpinan yang telah ditetapkan dengan surat keputusan, juga merupakan alat pengendalian yang penting dalam perusahaan yang harus ditaati dan dijalankan oleh setiap karyawan.
Tujuan sistem pengendalian intern menurut La Midjan ( 2001; 36 ) dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi I, adalah sebagai berikut: 1. “ Mengamankan harta perusahaan 2. Menguji ketelitian dan kebenaran data akuntansi perusahaan 3. Meningkatnya efisiensi operasi perusahaan
4. ketaatan pada kebijaksanaan yang telah digariskan oleh pimpinan perusahaan”.
Dari tujuan sistem pengendalian intern diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya sistem pengendalian intern yang memadai dapat mengurangi terjadinya kesalahan didalam suatu perusahaan dan dapat meningkatkan efisiensi operasi dan menjaga keamanan harta perusahaan dari kesalahan-kesalahan yang mungkin akan terjadi. Dengan adanya tujuan sistem pengendalian intern ini dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dalam perusahaan.
2.4.2 Unsur-Unsur Sistem Pengendalian Intern
Untuk mencapai tujuan perusahaan serta memenuhi tujuan pengendalian, maka sistem pengendalian intern harus mencakup tiga dasar kriteria kebijakan dan prosedur yang disebut unsur sistem pengendalian intern. Unsur sistem pengendalian intern tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. Merupakan
kerangka
(framework)
pembagian
tanggung
jawab
fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan. Pembagian tanggung jawab fungsional dalam organisasi didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini: a. Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi. Fungsi operasi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk melaksanakan suatu kegiatan (misalnya pembelian). Setiap kegiatan dalam perusahaan memerlukan otorisasi dari manajer fungsi memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas tersebut. Fungsi penyimpanan adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk mencatat peristiwa keuangan tersebut.
b. Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi. Setiap pejabat atau petugas tidak boleh melakukan pekerjaan sendiri, termasuk semua tahap dari rangkaian pekerjaan. Pemisahan tugas merupakan dasar terciptanya sistem pengendalian intern.
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya. Salah satu cara untuk pengendalian kekayaan, utang, pendapatan dan biaya adalah melalui pemberian wewenang sampai batas kewajaran yang telah ditetapkan. Semua pejabat yang berada pada struktur organisasi khususnya yang memegang fungsi penguasaan, hanya dapat melaksanakan wewenang yang menyangkut kekayaan, pendapatan, dan biaya perusahaan. Dilain pihak setiap transaksi harus dilaksanakan melalui sistem dan prosedur yang telah ditetapkan, termasuk sistem dari prosedur pencatatan atas berbagai dokumen yang harus menggambarkan adanya tindakan persiapan, pemeriksaan, dan persetujuan yang dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang.
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya. Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktik yang sehat adalah : a. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang. Karena formulir merupakan alat untuk memberikan otorisasi terlaksananya transaksi, maka pengendalian pemakaiannya dengan menggunakan nomor urut tercetak, akan dapat menetapkan pertanggung jawaban terlaksananya transaksi.
b. Pemeriksaan mendadak ( surprised audit ). Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan lebih dahulu kepada pihak yang akan diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur. Jika dalam suatu organisasi dilaksanakan pemeriksaan mendadak terhadap tugasnya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. c. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi, tanpa ada campur tangan dari orang atau unit organisasi lain. Karena setiap transaksi dilaksanakan dengan campur tangan setiap unit organisasi yang terkait, maka setiap unit organisasi akan melaksanakan praktik yang sehat dalam pelaksanaan tugasnya. d. Perputaran jabatan ( job rotation ), yang diadakan secara rutin akan dapat menjaga indepensi pejabat dalam melaksanakan tugasnya, sehingga persekongkolan diantara mereka dapat dihindari. e. Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak. Selama cuti, jabatan karyawan yang bersangkutan digantikan untuk sementara oleh pejabat lain, sehingga seandainya terjadi kecurangan dalam departemen yang bersangkutan, diharapkan dapat diungkap oleh pejabat yang menggantikan untuk sementara tersebut. f. Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatannya. Untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan catatan akuntansinya, secara periodik harus diadakan pencocokan atau rekonsiliasi antara kekayaan secara fisik dengan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan kekayaan tersebut. Sebagai contoh, secara periodik diadakan perhitungan kas ( cash cont ), penghitungan fisik persediaan ( inventory taking ), dan penghitungan aktiva tetap. g. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas unsur-unsur sistem pengendalian intern yang lain. Unit organisasi ini disebut satuan pengawas intern atau staf pemeriksa intern. Agar efektif dalam menjalankan tugasnya, satuan pengawas
intern ini harus tidak melaksanakan fungsi operasi, fungsi penyimpanan, dan fungsi akuntansi, serta harus bertanggung jawab langsung kepada manajemen puncak ( direktur utama ). Adanya satuan pengawas intern dalam perusahaan akan menjamin efektivitas unsur-unsur
sistem
pengendalian
intern,
sehingga
kekayaan
perusahaan akan terjamin keamanannya dan data akuntansi akan terjamin ketelitian dan keandalannya.
4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawab Unsur mutu karyawan merupakan unsur sistem pengendalian intern yang penting. Jika perusahaan memiliki karyawan yang kompeten dan jujur, unsure pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas yang minimum, dan perusahaan tetap mampu menghasilkan pertanggungjawaban keuangan yang dapat diandalkan. Karyawan yang jujur dan ahli dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya akan dapat melaksanakan pekerjaanya dengan efisien dan efektif, meskipun hanya sedikit unsur sistem pengendalian intern yang mendukungnya. Dilain pihak, meskipun tiga unsur sistem pengendalian intern yang cukup kuat, namun jika dilaksanakan oleh karyawan yang tidak kompeten dan tidak jujur, empat tujuan sistem pengendalian intern seperti yang telah diuraikan diatas tidak akan tercapai.
Menurut pendapat Mulyadi ( 2001; 164 ) dalam bukunya Sistem Akuntansi, ed 3 mengenai unsur-unsur sistem pengendalian intern meliputi : a. “ Adanya struktur organisasi yang menggambarkan pemisahan tugas b. Sistem pemberian wewenang dan proses pencatatan c. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi d. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.”
Dengan adanya unsur-unsur sistem pengendalian intern yang telah disusun secara memadai menyebabkan pengendalian intern dalam suatu perusahaan menjadi terstrukturisasi dengan baik. Hal ini dapat meningkatkan kegiatan operasi dalam suatu perusahaan menjadi lebih baik. 2.4.3 Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern
Adanya keterbatasan atas sistem pengendalian intern yang menyebabkan penggunaan istilah sistem pengendalian intern yang baik tampaknya menjadi kurang tepat. Adapun keterbatasan sistem pengendalian intern yang terdiri dari : 1. Persekongkolan Hal ini menghancurkan sistem pengendalian intern yang baik. Adapun cara yang ditempuh untuk menghindari atau setidaknya mengurangi persekongkolan antara karyawan adalah dengan mengharuskan adanya seseorang melakukan manipulasi data.
2. Biaya Pengendalian diperlukan untuk berlangsungnya pelaksanaan tugas atau usaha dan mencegah tindakan yang dapat merugikan perusahaan. Dalam hal ini penyelenggaraan memerlukan biaya yang makin melebihi kegunaannya. Hal ini yang harus dipertimbangkan.
3. Kelemahan Manusia Kadangkala suatu perusahaan yang dikatakan sudah mempunyai sistem pengendalian yang baik secara teori, masih juga mengalami kerugian karena faktor manusia. Kondisi manusia dalam situasi tertentu dapat membuat kesalahan yang tidak disengaja sehingga memudahkan untuk meneruskan kecurangan tanpa disengaja.
Menurut pendapat Tuanakotta ( 1997; 98- 99 ) mengenai keterbatasan sistem pengendalian intern, meliputi :
1. “ Persekongkolan 2. Biaya 3. Kelemahan Manusia.”
Sedangkan pendapat lain mengenai hal-hal yang melemahkan sistem pengendalian intern dikemukakan oleh La Midjan ( 1996; 46 ) adalah sebagai berikut : 1. “ Collusion, berupa kerjasama yang sehat tentang pemisahan tentang pemisahan fungsi dalam suatu perusahaan. 2. Mental, personil yang bermental tidak baik dalam suatu perusahaan 4. Biaya, yaitu biaya tenaga dan alat-alat yang mungkin akan memberatkan perusahaan dalam menerapkan sistem pengendalian ”.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa hal yang dapat melemahkan sistem pengendalian intern yang diterapkan perusahaan, yaitu pertama, apabila terjadi kolusi antara fungsi yang menyebabkan tujuan dari pemisahan fungsi tidak tercapai. Kedua, apabila terdapat mental yang kurang baik dari personil dalam perusahaan sehingga menggagalkan jalannya. Ketiga, masalah biaya untuk menerapkan sistem pengendalian intern yang mungkin terlalu membebani perusahaan akan mengakibatkan kegagalan sistem karena tidak sebanding dengan biaya yang akan dikeluarkan dengan manfaat yang dihasilkan.
2.5 Pengertian Proses Produksi
Sebelum kita membahas pengertian proses produksi, terlebih dahulu kita mengetahui arti dari proses. Yang dimaksudkan dengan proses adalah cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber ( tenaga kerja, mesin, bahan dan dana ) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil.
Sedangkan pengertian produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa.
Menurut pendapat Sofjan Assauri ( 1993; 97 ) dalam bukunya Manajemen Produksi Dan Operasi pengertian proses produksi adalah sebagai berikut : “ Proses produksi adalah cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau
menambah
kegunaan
suatu
barang
atau
jasa
dengan
menggunakan sumber-sumber ( tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana ) yang ada “.
Sedangkan definisi yang dikemukakan oleh Bambang Hartadi ( 1994; 29 ) dalam bukunya Internal Auditing mengenai proses produksi adalah sebagai berikut : “ Tujuan fungsi proses produksi adalah menciptakan kegunaan bentuk dengan merubah bahan baku, sumber seperti produksi tenaga manusia, produksi peralatan atau fasilitas, dana dan data yang diperlukan dalam proses produksi “.
Proses produksi yang diterapkan harus menciptakan efisiensi dan efektivitas produksi yang secara langsung akan mempengaruhi keuntungan perusahaan, proses produksi juga harus dapat mengurangi terjadinya kesalahankesalahan proses produksi baik mengenai ketepatan waktu ataupun manipulasi atau ketidaksesuaian kualitas karena semua itu akan mempengaruhi tingkat bonafiditas perusahaan dimata para pelanggan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa proses produksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang berfungsi mengubah bahan baku dan bahan penolong lainnya agar dapat dijadikan barang yang siap jual ke konsumen.
2.5.1 Jenis-Jenis Proses Produksi
Dari berbagai jenis produksi, dapat dikelompokan sebagai berikut : 1. Jenis proses produksi satuan, contoh : pada perusahaan konstruksi, kapal, mobil Roll Royce dan furniture, diproduksi atas dasar pesanan. Sifat jenis produksi tersebut adalah terputus-terputus artinya proses produksi dan hasil yang telah selesai mungkin tidak akan diulangi lagi. 2. Jenis proses produksi masa, contoh : industri tekstil kain blacu, pabrik tepung terigu, cat dan lain-lain. Sifat jenis produksi tersebut terus menerus. 3. Jenis proses produksi seri satuan, contoh : kontraktor, perumahan, memproduksi rumah type A, B dan lain-lain. 4. Jenis proses produksi seri masa, contoh : motor Honda type GI diproduksi 20.000 unit, kemudian tidak diproduksi lagi. Kain printing untuk 10.000 meter saja dan lain-lain.
Menurut pendapat Sofjan Assauri ( 1993; 1997 ), proses produksi dapat dibedakan atas dua jenis yaitu : 1. “ Proses produksi yang secara terus menerus ( continous processes ) Dalam proses ini terdapat waktu yang panjang tanpa adanya perubahan-perubahan, pengaturan dan penggunaan mesin serta paralatannya. Proses ini terdapat dalam pabrik yang menghasilkan produknya untuk pasar ( produksi massa ) seperti pabrik susu atau pabrik ban. 2. Proses produksi terputus-putus ( intermittent processes ) Dalam proses ini terdapat waktu pendek ( short run ) dalam persiapan ( set up ) peralatan untuk perubahan yang cepat guna dapat menghadapi variasi produk yang berganti-ganti. Misalnya terlihat
dalam pabrik yang menghasilkan produknya untuk atau berdasarkan pesanan seperti : pabrik kapal, atau bengkel besi atau las “.
2.5.2 Fungsi yang Terkait Dalam Kegiatan Proses Produksi
Bagian-bagian yang terlibat dalam kegiatan fungsi proses produksi adalah sebagai berikut : 1. Biro produksi ( P.P.C : Production, Planning and Control ) 2. Bagian Pembelian 3. Bagian Pengiriman 4. Bagian Pemeliharaan 5. Bagian Gudang 6. Bagian Produksi 7. Bagian Akuntansi Produksi/ Biaya
Adapun tugas pokok bagian produksi adalah sebagai berikut : 1. Menyusun rencana produksi, pengaturan mesin, tenaga kerja, dan penggunaan bahan baku. 2. Memproduksi barang sesuai rencana, baik kuantitas, kualitas maupun ketepatan waktunya. 3. Mengawasi jalannya proses produksi dan hasil produksi. 4. Menyusun statistik produksi berikut laporan produksi.
Sedangkan tugas dari biro ( PPC ) adalah : 1. Menyusun rencana ( schedule ) produksi berikut kalkulasi harga pokok. 2. Menyusun pengaturan mesin, tenaga kerja dan bahan baku yang diperlukan. 3. Mengawasi jalannya proses produksi. 4. Mengawasi hasil produksi ( quality control )
5. Menyusun statistik dan laporan produksi.
2.5.3 Sistem Pengendalian Intern Pada Proses Produksi
Prinsip sistem pengendalian intern pada proses produksi adalah sebagai berikut : 1. Harus terdapat organisasi intern yang memadai dimana terdapat pemisahan fungsi dan pembagian kerja yang baik dan tegas diantara : •
Fungsi perencanaan produksi dan pengawasan produksi oleh biro produksi ( P.P.C = Production, Planning and Control )
•
Fungsi pelaksanaan produksi oleh bagian produksi atau pabrik.
•
Fungsi penyimpanan bahan baku dan hasil produksi oleh gudang bahan dan hasil jadi.
•
Fungsi pencatatan atas transaksi-transaksi yang terjadi dalam proses produksi oleh bagian akuntansi produksi atau biaya.
2. Terdapat sistem pencatatan, prosedur, metode dan pelaporan yang memadai dalam proses produksi. 3. Terdapat standar atau norma dan budget dalam pemakaian bahan, jam kerja, dan jam mesin berikut hasil produksinya. 4. Terdapat pengawasan atas proses produksi ( on the job control ) yang sedang berjalan maupun hasil akhir ( inspection quality control ) 5. Bagian inspection dan quality control harus berdiri sendiri diluar bagian pembelian, bagian penjualan maupun pabrik dan memegang fungsi staf. Dapat juga bagian inspection dan quality control berada pada biro produksi.
2.6 Harga Pokok Produk
2.6.1 Pengertian Harga Pokok Produk
Agar dapat menentukan harga jual, produsen harus terlebih dulu mengetahui harga pokok dari produk yang akan dijual tersebut, sehingga produsen dapat menetapkan tingkat laba yang dikehendaki dan menghindari kemungkinan terjadinya kerugian. Oleh karena itu, perhitungan harga pokok suatu produk harus dilakukan dengan tepat sehingga menghasilkan harga pokok produk yang akurat.
Pengertian Harga Pokok Produk
Mulyadi (1999; 10) mengemukakan pengertian harga pokok sebagai berikut: “ Pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva atau pengorbanan sumber ekonomi dalam mengoleah bahan baku menjadi produk, disebut dengan istilah harga pokok “.
Supriono (1994; 17) menyatakan bahwa: “ Aktiva atau jasa yang dikorbankan atau diserahkan dalam proses produksi meliputi bahan baku, bahan biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik membentuk harga pokok produk “.
Hansen And Mowen (2000; 43) yang dimaksud harga pokok produk adalah “ The cost of goods manufactured represents the total of goods completed during the current period. The only costs assigned to goods
completed are the manufacturing costs of the direct material, direct labour and overhead “.
Dari ketiga definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa harga pokok dalam hubungan dengan pembuatan suatu produk adalah pengorbanan sejumlah sumber ekonomi berupa bahan baku, dan biaya pengolahan bahan baku tersebut menjadi barang siap dijual, yaitu biaya tenaga kerja langsung dan biaya produksi tidak langsung. Mengingat pentingnya masalah harga pokok ini maka perhitungan harga pokok harus dilakukan seteliti mungkin, karena kesalahan dalam perhitungan biaya pokok ini akan mengakibatkan kerugian bagi pihak perusahaan.
2.6.2 Unsur-Unsur Harga Pokok Produk
Dilihat dari pengertiannya, harga pokok pada umumnya terdiri dari 3 unsur: 1. Biaya bahan baku langsung (direct material cost) Bahan baku langsung adalah semua bahan yang akan diolah, menjadi bagian
langsung
dari
produk
jadi,
dan
pemakaiannya
dapat
diidentifikasikan atau ditelusuri jejaknya atau merupakan bagian integral pada suatu produk tertentu. Biaya bahan baku langsung adalah biaya perolehan dari semua bahan yang membentuk produk jadi, yang dapat ditelusuri dan diperhitungkan secara langsung kedalam harga produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan pabrikasi, dapat diperoleh dari pembelian local, import, atau dari sejumlah harga belinya saja, tetapi juga mengeluarkan biaya-biaya untuk keperluan pembelian, penggudangan, dan biaya-biaya perolehan lain. Oleh karena itulah timbul masalah-masalah mengenai unsure-unsur biaya apasaja yang diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku yang dibeli.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka digunakan prinsip akuntansi yang berlaku umum, yaitu bahwa yang merupakan unsure harga pokok bahan yang dibeli adalah semua biaya yang akan terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkannya dalam keadaan siap untuk diolah. Oleh karena itu hanya harga pokok bahan baku yang tercantum dalam faktur pembelian saja. Harga pokok bahan baku terdiri dari harga beli (harga yang tercantum dalam faktur pembelian) ditambah biaya pembelian dan biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan bahan baku tersebut dalam keadaan siap untuk diolah. 2. Biaya tenaga kerja langsung (Direct Labour Cost) Biaya tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang semua pengorbanan jasanya dapat diperhitungkan langsung kedalam pembuatan suatu produk tertentu, atau karyawan yang dikerahkan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi. 3. Biaya overhead pabrik (Manufacturing Overhead Cost) Biaya overhead pabrik atau biaya produk tidak langsung adalah semua biaya selain biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung yang diperlukan sehubungan aktivitas produksi, akan tetapi tidak dapat didentifikasi atau ditelusuri dan dibebankan langsung terhadap produk jadi. Meskipun demikian, biaya overhead pabrik sangat diperlukan untuk memperlancar proses produksi. Elemen-elemen biaya overhead pabrik a. Biaya bahan baku penolong. b. Biaya tenaga kerja tidak langsung. c. Penyusutan dan amortisasi aktiva tetap pabrik. d. Biaya reparasi dan pemeliharaan. e. Biaya asuransi pabrik. f. Biaya overhead pabrik lainnya.
2.6.3 Tujuan Harga Pokok Produk
Pada dasarnya tujuan utama perhitungan harga pokok produk adalah untuk menentukan jumlah biaya per unit produk jadi, juga mempunyai tujuan lain yaitu: 1. Menentukan harga jual produk. 2. Dalam menentukan harga jual produk, biaya produk per unit merupakan salah satu data yang dipertimbangkan disamping data biaya lain serta data non biaya. 3. Menilai persediaan baik persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses,maupun persediaan barang jadi. 4. Sebagai dasar untuk menetapkan laba. 5. Sebagai dasar pengambilan keputusan. Berdasarkan informasi mengenai harga pokok produk, manajemen dapat menghitung laba yang akan diperoleh dari penjualan produk tersebut, sehingga dapat diputuskan apakah produk tersebut akan terus diproduksi atau tidak. 6. Sebagai alat perencanaan dan pengendalian. Dalam
perencanaan
manajemen
harus
memperhitungkan
dan
mempertimbangkan hasil dari peride sebelumnya dengan penetapan harga pokok produk, manajemen dapat membuat perancangan dan analisis dengan memperhatikan keadaan saat ini dan ramalan yang akan datang. Dengan demikian pula laporan dan analisis harga pokok produk meningkatkan pengendalian atas biaya produksi.
2.6.4 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produk
Metode pengumpulan harga pokok produk tergantung dengan cara produksi. Secara garis besar, cara memproduksi produk ada 2 macam: 1. Metode harga pokok proses (Process Costing Metode) Perusahaan
yang
berproduksi
berdasarkan
produksi
massa
melaksanakan pengolahan produknya untuk memenuhi persediaan gudang. Umumnya berupa produk-produk standard.Perusahaan yang berproduksi massa, mengumpulkan harga pokok produknya dengan menggunakan metode harga pokok proses (Process Costing Method). Dalam metode ini, biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk periode tertentu dan harga pokok produksi per satuan yang dihasilkan pada periode tersebut dihitung dengan cara membagi total biaya produksi.
Menurut Hammer, Carter And Usry (1994; 83) yang dimaksud dengan metode harga pokok proses adalah “ Process costing accumulated cost by production process or by departement. This method is used when units manufactured within a departement or other work area homogenous or when there is no need to “.
Sedangkan Hongren, Datar and Foster ( 2003, 98 ), menyatakan : “ Process coating system. In this system, the cost object is masses of identical or similar units of a products or service “.
Pendapat tersebut didukung oleh Mulyadi (1999 hal. 69) yang menyatakan : “ Salah satu metode pengumpulan biaya produksi yang digunakan oleh perusahaan yang mengolah produknya secara massa, didalam metode ini biaya produksi dikumpulkan untuk setiap proses selama jangka waktu tertentu, dan biaya produksi persatuan dihitung dengan cara membagi total biaya produk
dalam proses tertentu, dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dari proses tersebut selama jangka waktu yang bersangkutan “.
Karakteristik proses costing sangat erat hubungannya dengan karakteristik
proses
pengolahan
produk
pada
perusahaan
yang
menggunakan proses costing tersebut. Karakteristik menurut Mulyadi ( 1999; 70 ) adalah sebagai berikut : 1 “ Produk yang dihasilkan merupakan produk standar 2. Produk diolah secara massa dan terus menerus 3. Kegiatan produksi dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi yang berisi rencana produksi produk standar untuk jangka waktu tertentu “.
Metode ini digunakan apabila unit bahan yang gunakan tidak dapat membedakan satu sama lain. Selama satu proses pabrikasi atau lebih. Penentuan harga pokok per satuan produk dalam metode ini dilakukan dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan dalam periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam jangka waktu yang sama.
2. Metode harga pokok pesanan (Job Order Costing Methode)
Perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan menghitung harga pokok produksinya dengan menggunakan metode harga pokok pesanan ( job order costing method ).
Menurut Horngren, Foster dan Datan ( 2003; 98 ), pengertian harga pokok pesanan adalah
“ Job costing system. In this system, the cost object is a unit or multiple units of a distinct product or service called a job. The product or service is often a single unit “.
Sedangkan Hammer, Carter and Usry ( 1994; 82 ) “ In job order costing, cost are accumulated for each batch, lot or customer order. This method is used when the products manufactured within a departement or cost center are heterogeneous. Further, presiposes the possibility of physically identifying the job produced and of charging each job within its own cost “.
Job order costing system, memberikan keuntungan- keuntungan sebagai berikut : 1.
memberikan struktur yang lengkap dari biaya- biaya yang dipergunakan pada masing- masing pesanan . lengkap dalam hal ini terbatas pada direct cost, untuk material dan direct labour.
2.
tepat, lengkap, histories, sederhana dan mampu diperbandingkan
3.
meningkatkan kemampuan untuk mengukur dan mengevaluasi prestasi historisdari divisi- divisi operasional, product line, departemen fungsionaldan staf manajemendalam organisasi.
4.
kemampuan untuk mengendalikan operasional berjalan dengan mendeteksi dan menganalisa penyimpangan- penyimpangan atas dasar kecenderungan histories dalam pola biaya.
5.
penambahan kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan- kegiatan di masa yang akan datang dalam organisasi.
Kerugian dari job order costing system adalah terjadinya pemborosan dalam memproduksi suatu pesanan atau kelompok pesanan dibebankan ke dalam job order costing.
Mulyadi ( 1999; 18 ) mengemukakan cara perhitungan harga pokok produk pesanan sebagai berikut : “ Dalam metode ini biaya- biaya produksi dikumpulkan berdasarkan pesanan tertentu dan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan untuk memenuhi pesanan tersebut dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk pesanan tersebut dengan jumlah satuan produk dalam pesanan yang bersangkutan “.
Lebih lanjut, Supriyono ( 1994; 125 ), menyatakan bahwa metode pengumpulan biaya produksi dengan metode harga pokok pesanan memiliki karakteristik sebagai berikut : 1.
“ Tujuan untuk produksi adalah untuk melayani pesanan pembelian yang bentuknya tergantung pada spesifikasi pemesan sehingga sifat produksinya terputus- putus dan setiap pesanan dapat dipisah- pisahkan identitasnya secara jelas.
2.
Biaya produksi dikumpulkan untuk setiap pesanan dengan tujuan dapat dihitung harga pokok pesanan yang relatif teliti dan adil.
3.
Jumlah total harga pokok untuk pesanan tertentu dihitung pada saat pesanan yang bersangkutan selesai, dengan menjurnal semua
biaya
yang
dibebankan
kepada
pesanan
yang
bersangkutan. 4.
Pesanan yang sudah selesai dimasukan ke gudang produk selesai dan biasanya segera akan diserahkan ( di jual ) kepada pemesan sesuai denga saat atau tanggal pesanan harus disertakan.
Jadi penggunaan metode harga pokok pesanan baru dapat dipergunakan apabila syarat- syarat tersebut telah terpenuhi “.
Perusahaan tekstil adalah salah satu
contoh perusahaan yang
menggunakan metode harga pokok pesanan dalam pengumpulan biaya produksinya.
Perusahaan
tersebut
akan
memproduksi
produknya
tergantung dari pesanan yang diterima, yang bervaariasi dari pesanan yang satu dengan yang lain. Pesanan yang satu dapat dipisahkan identitasnya dari pesanan yang lain dan manajemen membutuhkan informasi harga pokok tiap- tiap pesanan secara individual.
2.6.5 Prosedur Akuntansi Biaya Metode Harga Pokok Pesanan
2.6.5.1 Prosedur Akuntansi Biaya Bahan Baku
Bahan baku merupakan bagian menyeluruh dari produk jadi, karena itu diperlukan suatu sistem yang memadaiuntuk pengelolaan bahan baku yang efisien. Perusahaan dapat membagi produk akuntansi biaya bahan baku menjuadi 2 tahap yaitu : 1. Prosedur pencatatan pembelian bahan baku. Secara umum pembelian bahan baku dapat dikatakan sesuatu yang penting. Pada waktu pembelian bahan baku, di jurnal sebagai berikut : Dr. Persediaan Bahan Baku xxxx Cr.
Hutang Dagang Kas
xxxx
Apabila perusahaan melakukan pembelian bahan baku, maka atas dasar laporan penerimaan barang yang dibuat oleh bagian gudang dan faktur pembelian yang diterima dari penjual, bagian akuntansi mencatat transaksi pembelian bahan baku tersebut ke dalam buku jurnal pembelian.
2. Prosedur pencatatan pemakaian bahan baku. Pengeluaran bahan baku yang dilakukan oleh bagian gudang, harus diperkuat dengan bukti permintaan dan pengeluaran barang dari gudang. Dokumen ini di isi oleh bagian produksi dan diserahkan ke bagian gudang untuk meminta bahan yang diperlukan oleh bagian produksi. Bukti tersebut harus di isi nomor pesanan, nomor bagian dan jumlah serta keterangan yang diminta. Bagian gudang akan menyerahkan bahan yang diminta kepada bagian produksi setelah bagian gudang mengisi bahan yang diserahkan kepada bagian gudang produksi pada dokumen tersebut. Selanjutnya dokumen ini dipahami sebagai dokumen sumber untuk dasar – pencatatan pemakaian bahan. Pada waktu pemakaian bahan baku dan penolong, dijurnal sebagai : Dr. Barang Dalam Proses Biaya Bahan baku xxxx Cr.
Persediaan Bahan Baku
xxxx
Dr. Biaya Over head Pabrik Sesunggguhnya xxxx Cr.
Persediaan Bahan Penolong
xxxx
2.6.5.2 Prosedur Akuntansi Biaya Tenaga Kerja
Untuk mencatat biaya tenaga kerja dalam job order costing, diperlukan pengumpulan- pengumpulan mengenai jam kerja, yaitu jam kerja total selama periode tertentu dan jam kerja yang digunakan untuk mengerjakan setiap pesanan. Untuk itu perusahaa perlu menyelenggarakan : •
Kartu hadir ( Clock Card ), untuk masing- masing karyawan, yang akan mencatat kapan seseorang karyawan tersebut meninggalkan tempat kerjanya. Kartu ini digunakan sebagai dasar untuk membuat daftar upah.
•
Kartu jam kerja ( Job Time Ticket ), yang digunakan untuk memberikan informasi mengenai jam kerja yang digunakan untuk mengerjakan pesanan tertentu ( tenaga kerja langsung ) atau tugas- tugas lain ( tenaga kerja tidak
langsung ).Kartu jam kerja ini di ringkas dan diperhitungkan biayanya, dan jumlah jam kerja yang tercantum dalam kartu tersebut secara periodic akan direkonsiliasi dengan jumlah jam kerja yang tercantum dalam kartu hadir. Akuntansi terhadap biaya tenaga kerja langsung, dibagi menjadi 2 kegiatan : 1.
Mencatat pembayaran gaji dan upah Ketika gaji dan upah terjadi, bagian akuntansi akan mencatat : Dr. Gaji dan Upah xxx Cr.
Hutang Gaji dan Upah xxx
Ketika gaji dan upah dibayarkan, bagian akuntansi akan mencatat : Dr. Hutang Gaji dan Upah xxx Cr. 2.
Kas
xxx
Setelah gaji dan upah dianalisa, maka bagian akuntansi akan membebankan gaji dan upah pada produk sebagai berikut : Dr. Barang Dalam Proses Biaya Tenaga Kerja langsung xxx Biaya Over head Sesungguhnya Cr.
Gaji dan Upah
xxx xxx
2.6.5.3 Prosedur Akuntansi Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik berhubungan dengan operasi produksinya secara keseluruhan, tidak seperti bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung yang berhubungan langsung dengan pesanan tertentu. Akibatnya biaya overhead pabrik tidak dapat dibebankan pada pesanan tertentu berdasarkan biaya actual yang terjadi. Hal ini menyebabkan prosedur akuntansi biaya overhead pabrik lebih sulit jika dibandingkan dengan yang ditentukan di muka. Tarif ini ditetapkan dengan membagi jumlah biaya over head pabrik yang dianggarkan untuk suatu periode tertentu dengan suatu dasar pembebanan yang dianggap paling mempengaruhi besarnya total biaya overhead.
Elemen- elemen dari biaya overhead pabrik meliputi , biaya bahan penolong, biaya penyusutan gedung pabrik dan mesin- mesin, biaya asuaransi, biaya pemeliharaan mesin dan gedung pabrik dan sebagainya.
Dalam penyusunan anggaran biaya overhead pabrik harus diperhatikan tingkat kapasitas yang digunakan sebagai dasar dalam penafsiran biaya overhead pabrik. Menurut Mulyadi ( 1993, 212 ) ada 4 macam keputusan yang digunakan sebagai dasar penyusunan anggaran biaya overhead pabrik yaitu : a. “ Kapasitas teoritis ( theoretical capacity ) b. Kapasitas praktis
( practical capacity )
c. Kapasitas normal
( normal capacity )
d. Kapasitas sesungguhnya yag diharapkan ( expected actual capacity ) “.
2.4 Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Sistem pengendalian intern yang ada dalam perusahaan bukanlah dimaksudkan untuk meniadakan semua kemungkinan terjadinya kesalahan atau penyelewengan. Sistem pengendalian intern yang baik dapat menekan terjadinya kesalahan dan penyelewengan dalam batas-batas yang layak dan jika kesalahan dan penyelewengan terjadi, hal ini dapat diatasi dengan cepat.
Definisi sistem pengendalian intern menekankan tujuan yang hendak dicapai, dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut. Dengan demikian, pengertian sistem pengendalian intern berlaku baik dalam perusahaan yang mengolah informasinya secara manual, dengan mesin pembukuan, maupun dengan komputer.
Ada
beberapa
pendapat
yang
mengemukakan
pengertian
sistem
pengendalian intern antara lain oleh Ikatan Akuntansi Indonesia ( IAI; 1999; 29 ) dalam bukunya Norma Pemeriksaan Akuntansi adalah sebagai berikut: “ Sistem pengendalian intern meliputi organisasi, metode, dan ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam suatu perusahaan untuk melindungi harta miliknya, mencek kecrmatan dan keandalan data akuntansi, meningkatkan efisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan “. Sedangkan menurut Mulyadi ( 2001; 163 ) pengertian sistem pengendalian intern dalam bukunya Sistem Akuntansi adalah sebagai berikut: “ Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikorordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”.
2.4.1 Tujuan Sistem Pengendalian Intern
Definisi sistem pengendalian intern diatas menekankan tujuan yang hendak dicapai, dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut. Dengan demikian, pengertian sistem pengendalian intern tersebut diatas berlaku baik dalam perusahaan yang mengolah informasinya secara manual, dengan mesin pembukuan maupun dengan komputer.
Tujuan sistem pengendalian intern menurut definisi diatas adalah: 5.
Menjaga kekayaan organisasi.
6.
Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.
7.
Mendorong efisien.
8.
Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
Menurut tujuannya, sistem pengendalian intern tersebut dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu: 1.
Pengendalian intern akuntansi ( internal accounting control ) Merupakan bagian sistem pengendalian sistem, meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pengendalian intern akuntansi yang baik akan menjamin keamanan kekayaan para investor dan kreditur yang ditanamkan dalam perusahaan dan akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya.
2.
Pengendalian intern administratif ( internal administrative control ) Meliputi
struktur
organisasi,
metode
dan
ukuran-ukuran
yang
dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan manajemen.
Ada beberapa tujuan sistem pengendalian intern adalah sebagai berikut: 5.
Mengamankan harta perusahaan, Yaitu harta perusahaan perlu diamankan dari segala kemungkinan yang akan
merugikan
perusahaan
berupa
pencurian,
penyelewengan,
kecurangan dan lain-lain, baik secara fisik maupun secara administratif. Misalnya kenaikan barang dalam pembelian yang dilakukan oleh bagian pembelian dikarenakan adanya komisi, membuat laporan penerimaan barang, yang tidak sesuai dengan keadaan fisik barang sebenarnya.
6.
Menguji ketelitian dan kebenaran data akuntansi perusahaan, Yaitu informasi yang keluar dari catatan akuntansi dalam bentuk laporan keuangan yang berisi informasi akuntansi keuangan dan laporan manajemen yang harus dapat dipercaya, dan dapat diuji kebenarannya.
7.
Meningkatkan efisiensi operasi perusahaan, Yaitu dengan digunakannya berbagai metode dan prosedur pengendalian biaya yaitu dengan penyusunan budget biaya standar, akan menjadi alat yang efektif untuk pengendalian biaya dengan tujuan akhir menciptakan efisiensi. Dengan meningkatnya efisiensi operasi perusahaan maka kemungkinan terjadinya kecurangan atau kesalahan dapat dikurangi.
8.
Ketaatan pada kebijaksanaan yang telah digariskan oleh pimpinan perusahaan, Yaitu kebijaksanaan pimpinan yang telah ditetapkan dengan surat keputusan, juga merupakan alat pengendalian yang penting dalam perusahaan yang harus ditaati dan dijalankan oleh setiap karyawan.
Tujuan sistem pengendalian intern menurut La Midjan ( 2001; 36 ) dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi I, adalah sebagai berikut: 5. “ Mengamankan harta perusahaan
6. Menguji ketelitian dan kebenaran data akuntansi perusahaan 7. Meningkatnya efisiensi operasi perusahaan 8. Ketaatan pada kebijaksanaan yang telah digariskan oleh pimpinan perusahaan”.
Dari tujuan sistem pengendalian intern diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya sistem pengendalian intern yang memadai dapat mengurangi terjadinya kesalahan didalam suatu perusahaan dan dapat meningkatkan efisiensi operasi dan menjaga keamanan harta perusahaan dari kesalahan-kesalahan yang mungkin akan terjadi. Dengan adanya tujuan sistem pengendalian intern ini dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dalam perusahaan.
2.4.2 Unsur-Unsur Sistem Pengendalian Intern
Untuk mencapai tujuan perusahaan serta memenuhi tujuan pengendalian, maka sistem pengendalian intern harus mencakup tiga dasar kriteria kebijakan dan prosedur yang disebut unsur sistem pengendalian intern. Unsur sistem pengendalian intern tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. Merupakan
kerangka
(framework)
pembagian
tanggung
jawab
fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan. Pembagian tanggung jawab fungsional dalam organisasi didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini: a. Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi. Fungsi operasi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk melaksanakan suatu kegiatan (misalnya pembelian). Setiap kegiatan dalam perusahaan memerlukan otorisasi dari manajer fungsi memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas tersebut. Fungsi
penyimpanan adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk mencatat peristiwa keuangan tersebut. b. Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi. Setiap pejabat atau petugas tidak boleh melakukan pekerjaan sendiri, termasuk semua tahap dari rangkaian pekerjaan. Pemisahan tugas merupakan dasar terciptanya sistem pengendalian intern.
2. Sistem wewenwng dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya. Salah satu cara untuk pengendalian kekayaan, utang, pendapatan dan biaya adalah melalui pemberian wewenang sampai batas kewajaran yang telah ditetapkan. Semua pejabat yang berada pada struktur organisasi khususnya yang memegang fungsi penguasaan, hanya dapat melaksanakan wewenang yang menyangkut kekayaan, pendapatan, dan biaya perusahaan. Dilain pihak setiap transaksi harus dilaksanakan melalui sistem dan prosedur yang telah ditetapkan, termasuk sistem dari prosedur pencatatan atas berbagai dokumen yang harus menggambarkan adanya tindakan persiapan, pemeriksaan, dan persetujuan yang dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang.
5. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya. Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktik yang sehat adalah : a. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang. Karena formulir merupakan alat untuk memberikan otorisasi terlaksananya transaksi, maka pengendalian pemakaiannya dengan menggunakan nomor urut
tercetak, akan dapat menetapkan pertanggungjawaban terlaksananya transaksi. b. Pemeriksaan mendadak ( surprised audit ). Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan lebih dahulu kepada pihak yang akan diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur. Jika dalam suatu organisasi dilaksanakan pemeriksaan mendadak terhadap tugasnya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. c. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi, tanpa ada campur tangan dari orang atau unit organisasi lain. Karena setiap transaksi dilaksanakan dengan campur tangan setiap unit organisasi yang terkait, maka setiap unit organisasi akan melaksanakan praktik yang sehat dalam pelaksanaan tugasnya. d. Perputaran jabatan ( job rotation ), yang diadakan secara rutin akan dapat menjaga indepensi pejabat dalam melaksanakan tugasnya, sehingga persekongkolan diantara mereka dapat dihindari. e. Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak. Selama cuti, jabatan karyawan yang bersangkutan digantikan untuk sementara oleh pejabat lain,sehingga seandainya terjadi kecurangan dalam departemen yang bersangkutan, diharapkan dapat diungkap oleh pejabat yang menggantikan untuk sementara tersebut. f. Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatannya. Untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan catatan akuntansinya, secara periodik harus diadakan pencocokan atau rekonsiliasi antara kekayaan secara fisik dengan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan kekayaan tersebut. Sebagai contoh, secara periodik diadakan perhitungan kas ( cash cont ), penghitungan fisik persediaan ( inventory taking ), dan penghitungan aktiva tetap. g. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas unsur-unsur sistem pengendalian intern yang lain. Unit
organisasi ini disebut satuan pengawas intern atau staf pemeriksa intern. Agar efektif dalam menjalankan tugasnya, satuan pengawas intern ini harus tidak melaksanakan fungsi operasi, fungsi penyimpanan, dan fungsi akuntansi, serta harus bertanggung jawab langsung kepada manajemen puncak ( direktur utama ). Adanya satuan pengawas intern dalam perusahaan akan menjamin efektivitas unsur-unsur
sistem
pengendalian
intern,
sehingga
kekayaan
perusahaan akan terjamin keamanannya dan data akuntansi akan terjamin ketelitian dan keandalannya.
6. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawab Unsur mutu karyawan unsur sistem pengendalian intern yang penting. Jika perusahaan memiliki karyawan yang kompeten dan jujur, unsure pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas yang minimum, dan perusahaan tetap mampu menghasilkan pertanggungjawaban keuangan yang dapat diandalkan. Karyawan yang jujur dan ahli dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya akan dapat melaksanakan pekerjaanya dengan efisien dan efektif, meskipun hanya sedikit unsur sistem pengendalian intern yang mendukungnya. Dilain pihak, meskipun tiga unsur sistem pengendalian intern yang cukup kuat, namun jika dilaksanakan oleh karyawan yang tidak kompeten dan tidak jujur, empat tujuan sistem pengendalian intern seperti yang telah diuraikan diatas tidak akan tercapai.
Menurut pendapat Mulyadi ( 2001; 164 ) dalam bukunya Sistem Akuntansi, ed 3 mengenai unsur-unsur sistem pengendalian intern meliputi : e. “ Adanya struktur organisasi yang menggambarkan pemisahan tugas f. Sistem pemberian wewenang dan proses pencatatan g. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi h. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.”
Dengan adanya unsur-unsur sistem pengendalian intern yang telah disusun secara memadai menyebabkan pengendalian intern dalam suatu perusahaan menjadi terstrukturisasi dengan baik. Hal ini dapat meningkatkan kegiatan operasi dalam suatu perusahaan menjadi lebih baik.
2.4.3 Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern
Adanya keterbatasan atas sistem pengendalian intern yang menyebabkan penggunaan istilah sistem pengendalian intern yang baik tampaknya menjadi kurang tepat. Adapun keterbatasan sistem pengendalian intern yang terdiri dari : 1.
Persekongkolan Hal ini menghancurkan sistem pengendalian intern yang baik. Adapun cara yang ditempuh untuk menghindari atau setidaknya mengurangi persekongkolan antara karyawan adalah dengan mengharuskan adanya seseorang melakukan manipulasi data.
2.
Biaya Pengendalian diperlukan untuk berlangsungnya pelaksanaan tugas atau usaha dan mencegah tindakan yang dapat merugikan perusahaan. Dalam hal ini penyelenggaraan memerlukan biaya yang makin melebihi kegunaannya. Hal ini yang harus dipertimbangkan.
3.
Kelemahan Manusia Kadangkala suatu perusahaan yang dikatakan sudah mempunyai sistem pengendalian yang baik secara teori, masih juga mengalami kerugian karena faktor manusia. Kondisi manusia dalam situasi tertentu dapat membuat kesalahan yang tidak disengaja sehingga memudahkan untuk meneruskan kecurangan tanpa disengaja.
Menurut pendapat Tuanakotta ( 1997; 98-99 ); mengenai keterbatasan sistem pengendalian intern meliputi : 5.
“ Persekongkolan
6.
Biaya
7.
Kelemahan Manusia.”
Sedangkan pendapat lain mengenai hal-hal yang melemahkan sistem pengendalian intern dikemukakan oleh La Midjan ( 1996; 49 )adalah sebagai berikut : 1.
“ Collusion, berupa kerjasama yang sehat tentang pemisahan tentang pemisahan fungsi dalam suatu perusahaan.
2.
Mental, personil yang bermental tidak baik dalam suatu perusahaan
8.
Biaya, yaitu biaya tenaga dan alat-alat yang mungkin akan memberatkan
perusahaan
dalam
menerapkan
sistem
pengendalian.”
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa hal yang dapat melemahkan sistem pengendalian intern yang diterapkan perusahaan, yaitu pertama, apabila terjadi kolusi antara fungsi yang menyebabkan tujuan dari pemisahan fungsi tidak tercapai. Kedua, apabila terdapat mental yang kurang baik dari personil dalam perusahaan sehingga menggagalkan jalannya. Ketiga, masalah biaya untuk menerapkan sistem pengendalian intern yang mungkin terlalu membebani perusahaan akan mengakibatkan kegagalan sistem karena tidak sebanding dengan biaya yang akan dikeluarkan dengan manfaat yang dihasilkan.
2.5 Pengertian Proses Produksi
Sebelum kita membahas pengertian proses produksi, terlebih dahulu kita mengetahui arti dari proses. Yang dimaksudkan dengan proses adalah cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber ( tenaga kerja, mesin, bahan dan dana ) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Sedangkan pengertian produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Menurut pendapat Sofjan Assauri ( 1993; 97 ) dalam bukunya Manajemen Produksi Dan Operasi pengertian proses produksi adalah sebagai berikut : “ Proses produksi adalah cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau
menambah
kegunaan
suatu
barang
atau
jasa
dengan
menggunakan sumber-sumber ( tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana ) yang ada “.
Sedangkan definisi yang dikemukakan oleh Bambang Hartadi ( 1994; 29 ) dalam bukunya Internal Auditing mengenai proses produksi adalah sebagai berikut : “ Tujuan fungsi proses produksi adalah menciptakan kegunaan bentuk dengan merubah bahan baku, sumber seperti produksi tenaga manusia, produksi peralatan atau fasilitas, dana dan data yang diperlukan dalam proses produksi “.
Proses produksi yang diterapkan harus menciptakan efisiensi dan efektivitas produksi yang secara langsung akan mempengaruhi keuntungan perusahaan, proses produksi juga harus dapat mengurangi terjadinya kesalahankesalahan proses produksi baik mengenai ketepatan waktu ataupun manipulasi atau ketidaksesuaian kualitas karena semua itu akan mempengaruhi tingkat bonafiditas perusahaan dimata para pelanggan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa proses produksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang
berfungsi mengubah bahan baku dan bahan penolong lainnya agar dapat dijadikan barang yang siap jual ke konsumen.
2.5.1 Jenis-Jenis Proses Produksi
Dari berbagai jenis produksi, dapat dikelompokan sebagai berikut : 5. Jenis proses produksi satuan, contoh : pada perusahaan konstruksi, kapal, mobil Roll Royce dan furniture, diproduksi atas dasar pesanan. Sifat jenis produksi tersebut adalah terputus-terputus artinya proses produksi dan hasil yang telah selesai mungkin tidak akan diulangi lagi. 6. Jenis proses produksi masa, contoh : industri tekstil kain blacu, pabrik tepung terigu, cat dan lain-lain. Sifat jenis produksi tersebut terus menerus. 7. Jenis proses produksi seri satuan, contoh : kontraktor, perumahan, memproduksi rumah type A, B dan lain-lain. 8. Jenis proses produksi seri masa, contoh : motor Honda type GI diproduksi 20.000 unit, kemudian tidak diproduksi lagi. Kain printing untuk 10.000 meter saja dan lain-lain.
Menurut pendapat Sofjan Assauri ( 1993; 1997 ), proses produksi dapat dibedakan atas dua jenis yaitu : 3. “ Proses produksi yang secara terus menerus ( continous processes ) Dalam proses ini terdapat waktu yang panjang tanpa adanya perubahan-perubahan, pengaturan dan penggunaan mesin serta paralatannya. Proses ini terdapat dalam pabrik yang menghasilkan produknya untuk pasar ( produksi massa ) seperti pabrik susu atau pabrik ban. 4. Proses produksi terputus-putus ( intermittent processes ) Dalam proses ini terdapat waktu pendek ( short run ) dalam persiapan ( set up ) peralatan untuk perubahan yang cepat guna
dapat menghadapi variasi produk yang berganti-ganti. Misalnya terlihat dalam pabrik yang menghasilkan produknya untuk atau berdasarkan pesanan seperti : pabrik kapal, atau bengkel besi atau las “.
2.5.2 Fungsi yang Terkait Dalam Kegiatan Proses Produksi
Bagian-bagian yang terlibat dalam kegiatan fungsi proses produksi adalah sebagai berikut : 8. Biro produksi ( P.P.C : Production, Planning and Control ) 9. Bagian Pembelian 10. Bagian Pengiriman 11. Bagian Pemeliharaan 12. Bagian Gudang 13. Bagian Produksi 14. Bagian Akuntansi Produksi/ Biaya
Adapun tugas pokok bagian produksi adalah sebagai berikut : 5. Menyusun rencana produksi, pengaturan mesin, tenaga kerja, dan penggunaan bahan baku. 6. Memproduksi barang sesuai rencana, baik kuantitas, kualitas maupun ketepatan waktunya. 7. Mengawasi jalannya proses produksi dan hasil produksi. 8. Menyusun statistik produksi berikut laporan produksi.
Sedangkan tugas dari biro ( PPC ) adalah : 6. Menyusun rencana ( schedule ) produksi berikut kalkulasi harga pokok. 7. Menyusun pengaturan mesin, tenaga kerja dan bahan baku yang diperlukan. 8. Mengawasi jalannya proses produksi.
9. Mengawasi hasil produksi ( quality control ) 10. Menyusun statistik dan laporan produksi.
2.5.3 Sistem Pengendalian Intern Pada Proses Produksi
Prinsip sistem pengendalian intern pada proses produksi adalah sebagi berikut : 6. Harus terdapat organisasi intern yang memadai dimana terdapat pemisahan fungsi dan pembagian kerja yang baik dan tegas diantara : •
Fungsi perencanaan produksi dan pengawasan produksi oleh biro produksi ( P.P.C = Production, Planning and Control )
•
Fungsi pelaksanaan produksi oleh bagian produksi atau pabrik.
•
Fungsi penyimpanan bahan baku dan hasil produksi oleh gudang bahan dan hasil jadi.
•
Fungsi pencatatan atas transaksi-transaksi yang terjadi dalam proses produksi oleh bagian akuntansi produksi atau biaya.
7. Terdapat sistem pencatatan, prosedur, metode dan pelaporan yang memadai dal;am proses produksi. 8. Terdapat standar atau norma dan budget dalam pemakaian bahan, jam kerja, dan jam mesin nerikut hasil produksinya. 9. Terdapat pengawasan atas proses produksi ( on the job control ) yang sedang berjalan maupun hasil akhir ( inspection quality control ) 10. Bagian inspection dan quality control harus berdiri sendiri diluar bagian pembelian, bagian penjualan maupun pabrik dan memegang fungsi staf. Dapat juga bagian inspection dan quality control berada pada biro produksi.
2.6 Harga Pokok Produksi …………………