BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis 1. Bayi dan Balita a. Pengertian Bayi adalah masa anak yang berumur 0 sampai 1 tahun. Terdapat dua masa pada bayi yaitu masa neonatal usia 0-28 hari dan masa pasca neonatal 29 hari sampai 1 tahun. Balita adalah anak yang berumur dibawah 5 tahun yang perlu tempat bergantung pada orang dewasa untuk mendukung usaha anak balita tumbuh dan berkembang. Pada masa ini, pertumbuhan fisik anak relatif lebih cepat, namun bayi lebih rentan terhadap penyakit. Pola pertumbuhan dan perkembangan pada setiap anak sama, tetapi kecepatannya berbeda-beda. Pertumbuhan merupakan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun individu.
Sedangkan
perkembangan
merupakan
bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Tumbuh kembang merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh dua faktor penentu, yaitu faktor genetik atau faktor dari dalam dan faktor lingkungan atau faktor dari luar. Faktor genetik menunjukkan potensi anak meliputi ras/ bangsa, keluarga,
6
7
umur, jenis kelamin. Sedangkan faktor lingkungan menentukan apakah faktor genetik akan tercapai, meliputi gizi (pada saat ibu hamil) dan gizi masa pertumbuhan, perilaku hidup sehat, zat kimia/radiasi, penyakit infeksi,
sosio-ekonomi,
lingkungan
tumbuh
dan
berkembang,
stimulasi/rangsangan khususnya dalam keluarga (misalnya penyediaan mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak). Penilaian pertumbuhan anak, bayi maupun balita dapat dilakukan pengukuran secara antropometrik meliputi berat badan, tinggi badan (panjang badan), lingkar kepala, lingkar lengan atas, gigi dan organorgan
tubuh.
Sedangkan
penilaian perkembangan
anak
dapat
menggunakan DDST (Denver Development Screening Test) yang merupakan salah satu metode skrining terhadap kemungkinan adanya penyimpangan dari perkembangan anak dengan mengkaji tingkah laku anak apakah sesuai dengan tumbuh kembangnya. Denver II memuat 125 tugas perkembangan/item yang dibagi dalam 4 sektor meliputi personal sosial, fine motor adaptive (gerakan motorik halus), bahasa, gross motor (motorik kasar). Personal sosial berupa aspek yang berhubungan dengan kemampuan
mandiri,
bersosialisasi
dan
berinteraksi
dengan
lingkungannya, seperti tersenyum spontan, berpakaian tanpa bantuan dan menyebut nama teman. Motorik halus melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot kecil, memerlukan koordinasi
8
yang cermat seperti menjangkau, mencoret-coret dan mencontoh. Bahasa berupa kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan, seperti menoleh ke arah suara, bicara dengan dimengerti dan mengartikan kata. Motorik kasar melibatkan sebagian besar dari bagian-bagian tubuh dan memerlukan tenaga seperti duduk tanpa dibantu, berjalan, melompat dan menari.. (Kepmenkes RI, 2015; Maryunani, 2010; Yuni, 2009). b. Penyakit infeksi yang menyertai balita Rampengan (2008) membagi beberapa penyakit infeksi yang sering menyertai balita sebagai berikut: a) Infeksi Bakteri, antara lain demam thypoid, difteri, pertusis dan tetanus b) Infeksi Virus, antara lain parotitis epidemika, morbili atau campak, varisela, poliomyelitis, demam berdarah dengue dan hepatitis B. c) Infeksi Parasit, antara lain malaria, askariasis dan toksoplasmosis. 2. Campak dan Diare a. Pengertian Campak (morbili) merupakan penyakit sangat menular dengan gejala
prodromal
seperti
demam,
batuk,
coryza/pilek,
dan
konjungtivitis, diikuti dengan munculnya ruam makulopapuler di seluruh tubuh yang timbul secara berurutan mulai dari leher, wajah, badan, anggota atas dan bawah (Setiawan, 2008; Maryunani, 2010; Widagdo, 2011).
9
Campak merupakan penyakit infeksi virus akut, sangat menular yang ditandai dengan beberapa stadium, yaitu stadium inkubasi, stadium
prodromal,
stadium
erupsi,
dan
stadium
konvalensi
(Rampengan, 2008; Ridha, 2014; Hassan dkk, 2007). Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali sehari) disertai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007; Dewi, 2010). b. Etiologi Virus campak termasuk famili Paramyxovirus yang merupakan virus single stranded RNA. Di dalam virus terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA). Selubung luar merupakan suatu protein yang bersifat hemaglutinin (Setiawan, 2008; Rampengan, 2008). Campak merupakan penyakit infeksi yang sangat mudah menular atau infeksius sejak awal masa prodormal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama
sejak
munculnya
ruam.
Campak
disebabkan
oleh
Paramyxovirus. Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak. Virus ini terdapat di sekret nasofaring, darah dan urin. Virus dapat bertahan hidup pada suhu kamar selama 34 jam (Maryunani, 2010; Widagdo, 2011). Virus campak stabil 1-2 hari pada suhu kamar dan dapat menularkan virus selama 1-2 hari sebelum timbulnya gejala (sekitar 5
10
hari sebelum timbulnya ruam) sampai 4 hari setelah timbulnya ruam (Hassan dkk, 2007; Nelson, 2014). Menurut Dewi (2010), diare dapat disebabkan karena beberapa faktor, seperti infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologi. Campak disertai diare disebabkan oleh faktor infeksi : 1) Enteral, yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan merupakan penyebab utama terjadinya diare. Infeksi enternal meliputi : a) Infeksi
bakteri
:
Vibrio,
E.
Coli, Salmonella, Shigella
campylobacter, Yersinia, Aeromonas. b) Infeksi virus : Entero Virus, seperti virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus. c) Infeksi parasite : cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, dan Strongylodies),
Protozoa
(Entamoeba
histolytica,
Giardia
lamblia, dan Trichomonas hominis), serta jamur (Candida albicans). 2) Parenteral, yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan, misalnya
otitis
media
akut
(OMA),
tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis c. Patofisiologi Virus menyebar lewat udara dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas. Virus bereplikasi pada saluran nafas kemudian menyebar ke jaringan limfe di sekitarnya. Semakin bertambahnya virus di dalam
11
kelenjar limfe mengakibatkan terjadinya viremia primer, kemudian menyebar ke berbagai jaringan dan organ limpoid termasuk kulit, ginjal, saluran cerna, dan hati (Setiawan, 2008). Virus campak pada stadium prodromal terdapat hiperplasi jaringan limfoid pada tonsil, adenoid, kelenjar limfe, lien dan apendiks. Sebagai reaksi terhadap virus, terjadi eksudat serous dan proliferasi sel mononukleus serta beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler. Kelainan ini terjadi pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva (Rampengan, 2008). Penyebaaran virus terjadi secara percikan ludah (droplet) pada saat stadium prodromal. Lesi didapatkan di kulit terutama di sekitar kelenjar sebasea, folikel rambut, mukosa nasofaring, bronkus, saluran cerna dan konjungtiva (Widagdo, 2011). Penyakit campak hanya menyerang manusia, secara bertahap dapat direduksi, eliminasi, dan akhirnya dapat dieradiksi. Daya tular sangat tinggi, sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal berlangsung selama 1 tahun. Orang-orang yang rentan terhadap campak antara lain, bayi berumur lebih dari 1 tahun, bayi yang tidak mendapatkan imunisasi, remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua (Maryunani, 2010).
12
Viremia primer menyebarkan virus, terjadi viremia sekunder 5-7 hari sesudah infeksi awal karena monosit terinfeksi virus dan leukosit lain menyebarkan virus ke saluran pernapasan, kulit dan organ lain. Tempat-tempat terinfeksi ini dimanifestasikan sebagai ruam dan gejala klasik batuk, konjungtivitis dan pilek. Virus ditemukan pada sekresi pernapasan, darah, dan urine individu yang terinfeksi. (Nelson, 2014).
Patofisiologi Campak Virus Campak Droplet/kontak
Sekret nasofaring dan darah
Eksudat serous
Proliferasi sel mononuklear
Peningkatan polimorfonuklear di sekitar kapiler
Stadium Inkubasi 8-12 hari : Tanpa Gejala
Stadium Prodromal 3-5 hari : a. Panas tidak tinggi b. Batuk tidak produktif c. Korisa d. Konjungtivitas
Stadium erupsi : a. Panas tinggi b. Batuk meningkat c. Ruam menyebar d. Bercak koplik
Stadium konvalensi (penyembuhan) : Erupsi berkurang
Komplikasi a. Diare akut b. Otitis Media c. Ensefalitis
Bagan 2.1 Sumber yang diolah : Nelson, 2014; Widagdo, 2011; Hassan dkk, 2007
13
Menurut Dewi (2010), patofisiologis terjadinya penyakit campak disertai diare disebabkan oleh faktor, yaitu : 1) Faktor infeksi Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasistas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan sistem transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. Patofisiologi diare berdasarkan infeksi Faktor Infeksi virus campak
Kuman masuk dan berkembang dalam usus
Toksin dalam dinding usus halus
Hiperskresi air elektrolit (isi rongga) usus meningkat Diare Bagan 2.2 Sumber yang diolah : Mandal, 2008; Widagdo, 2011; Dewi, 2010
14
d. Keluhan Subyektif Keluhan pasien campak meliputi demam, ruam pada kulit, batuk, pilek, tidak nafsu makan. Campak pada umumnya disertai rasa gatal pada ruam kulit yang diawali demam tinggi. Keluhan lainnya antara lain kejang, muntah atau diare (Rampengan, 2008; Widagdo, 2011). Gejala umum pasien diare meliputi berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare. Muntah, bising usus meningkat, demam, gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, nadi cepat, mulut kering, ketegangan kulit menurun, apatis, bahkan gelisah. (Nursalam, 2005). e. Manifestasi Klinis Menurut Nelson (2014), penyakit campak memiliki 4 stadium, yaitu : 1) Stadium Inkubasi Berlangsung selama 8-12 hari dengan tanpa gejala dari saat pajanan sampai terjadinya gejala atau 14 hari setelah pajanan sampai terjadinya ruam. 2) Stadium Prodromal (Kataral) Berlangsung selama 3-5 hari dengan gejala ringan seperti, panas tidak tinggi, batuk tidak produktif, konjungtivitis, dan koriza (trias kalsik 3C : cough, coryza, conjunctivitis). Gejala khas adalah timbulnya bercak koplik (enantema) sebagai tanda patognomonik dari campak terlihat pada hari 2-3, berupa bintik putih keabuan kadang berdarah, terletak setinggi gigi molar, kadang menyebar
15
secara tidak teratur ke mukosa pipi sekitarnya. Bercak hanya terlihat dalam waktu 12-18 jam. Sebelum timbul bercak Koplik, merupakan tanda penting akan adanya campak yaitu garis melintang pada inflamasi konjungtiva dengan atau tanpa disertai fotofobia. 3) Stadium Eksantematosa (Ruam) Berlangsung 2-3 hari dengan gejala panas tinggi dan konvulsi. Suhu dengan cepat meningkat pada saat ruam keluar, dan begitu ruam timbul di betis dan kaki maka dalam waktu 2 hari gejala-gejala mereda dan suhu cepat menjadi normal kembali. Ruam berawal dari makula halus terletak di leher bagian samping atas, belakang telinga, sepanjang garis rambut, dan di pipi bagian belakang. Dalam waktu 24 jam makula cepat berubah menjadi makulopapel dan menyebar ke seluruh kepala, leher, lengan atas dan dada bagian atas. Dalam waktu 24 jam berikutnya ruam mencapai punggung, perut, seluruh lengan dan paha. Saat mencapai kaki yaitu hari ke 2-3, maka yang di muka mulai berkurang. Secara berurutan seperti saat timbulnya maka ruam tersebut
mengalami
deskuamasi
dan
hiperpigmentasi
yang
kemudian hilang sama sekali dalam waktu 7-10 hari. 4) Stadium Penyembuhan (konvalensi) Gejala-gejala pada stadium kataral mulai menghilang, erupsi kulit berkurang.
16
f. Diagnosis Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni. Dalam sputum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya multinucleated giant cells yang khas. Pemeriksaan serologi dengan ELISA IgM lebih sensitif bila diperiksa antara hari ke-3 sampai hari ke28 timbulnya rash. Pada pemeriksaan serologis dengan cara hemaglutinin inhibition test akan ditemukan adanya antibodi yang spesifik dalam 1-3 hari setelah timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu kemudian (Rampengan, 2008). Untuk pemastian diagnosis diperlukan pemeriksaan serologi dan biakan. Antibodi dapat terdeteksi bila sudah keluar ruam, dan terdapat 4 kali kenaikan titer yaitu saat rekonvalesen dibandingkan dengan titer saat prodromal. Bila terjadi ensefalitis, pada cairan serebospinal (CSS) akan didapatkan kenaikan protein dan limfositosis ringan, dan kadar glukosa normal. Bila diduga ada komplikasi pada paru dan jantung diperlukan pemeriksaan foto rontgen toraks dan EKG. Sebagai diagnosis banding ialah rubella, roseola infantum, infeksi ekovirus, koksakivirus, dan adenovirus, mononucleosis infeksiosa, toksoplasmosis, meningokokemia, demam skarlatina, riketsia, penyakit Kawasaki, dan serum sickness / drag rashes (Widagdo, 2011). Pemeriksaan laboratorium lengkap hanya dikerjakan jika diare tidak sembuh dalam 5-7 hari. Menurut Suraatmaja (2007) dan Soebagyo (2008), pemeriksaan laboratorium yang perlu dikerjakan :
17
1) Pemeriksaan tinja a) Makroskopik meliputi bau, konsistensi, keberadaan darah, dan parasit dalam tinja. b) Mikroskopik meliputi ada atau tidaknya sel epitel, makrophag, sisa makanan, sel ragi, telur dan jentik cacing, protozoa. c) Biakan kuman untuk mencari kuman penyebab. d) Tes resitensi terhadap berbagai antibiotik. e) pH dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa. 2) Pemeriksaan darah a) Darah lengkap. b) Pemeriksaan elektrolit, pH, dan cadangan alkali (jika dengan pemberian RL i.v. masih terdapat asidosis). c) Kadar ureum (untuk mengetahui adanya gangguan faal ginjal). 3) Intubasi duodenum yaitu pada diare kronik untuk mencari kumpulan penyebab. g. Pencegahan Rampengan (2008), campak dapat dicegah dengan pemberian imunisasi baik aktif maupun pasif. 1) Imunisasi Aktif Vaksin yang terdiri dari virus campak hidup yang sudah dilemahkan yaitu strain Schwarz. Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 mL pada umur 9 bulan. Vaksin campak tidak boleh dilakukan bila :
18
a) Menderita saluran nafas akut atau infeksi akut lainnya yang disertai dengan demam lebih dari 380C b) Terdapat riwayat kejang demam c) Defisiensi imunologik d) Sedang mendapat pengobatan kortikosteroid dan imunosupresif 2) Imunisasi Pasif a) Globulin imun Antibodi kekebalan yang diperoleh hanya bersifat sementara. Biasanya antibodi tersebut diberikan pada bayi usia kurang dari 1 tahun yang terpapar campak, wanita hamil, dan anak dengan immunocompromise. b) Globulin imun intravena Menurut Widagdo (2011), Bayi memperoleh kekebalan secara transplasenta dari ibu yang mempunyai kekebalan karena pernah mendapat infeksi atau vaksinasi. Sampai umur 4-6 bulan kekebalan masih lengkap, kemudian berkurang dan bayi sebaiknya diberi imunisasi campak pada umur 9-10 bulan. Pada pasca kontak dan peletusan maka vaksinasi diberikan lebih awal yaitu umur 6 bulan. Suntikan ke-2 adalah 4 minggu kemudian. Vaksinasi berikutnya diberikan pada umur 4-6 tahun, 11-12 tahun, dan pada usia remaja atau usia angkatan kerja. Pencegahan pasca terpajan adalah efektif bila immunoglobulin diberikan dalam waktu 6 hari setelah terpajan. Untuk bayi (<12 bulan)
19
diberikan 0,25 ml/kg intramuscular segera atau <5 hari terpajan. Bayi <6 bl dari ibu yang non-imun juga diberikan imunisasi, dan bayi dianggap terlindung bila ibunya imun. Menurut Maryunani (2010), vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin MMR / mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Dalam benuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. h. Komplikasi Maryunani (2010), pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius. Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak antara lain : 1) Infeksi bakteri (pneumonia dan infeksi telinga tengah atau otitis media), 2) Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit) sehingga
penderita
mudah
memar
dan
mudah
mengalami
perdarahan, 3) Ensefalitis (infeksi otak) terjadi pada 1 dari 1000-2000 kasus. Komplikasi lain ialah glomerulonephritis, miokarditis, noma, gangren yang timbul sebagai akibat dari purpura fulminant atau koagulasi intravascular menyebar (DIC). Dapat juga terjadi komplikasi
20
berupa pneumonia interstitialis (giant cell pneumonia), trakeitis, eksaserbasi TB, dan miokarditis. Komplikasi neurologi adalah ensefalomielitis, sindrom guillain barre, hemiplegia, tromboplebitis otak, dan neuritis retrobulbar. Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) atau ensefalitis Dawson adalah komplikasi yang timbul lambat dengan kejadian yang jarang yaitu 8-9 per 106 kasus campak (Widagdo, 2011). Pada beberapa kasus juga ditemukan enteritis dan diare akut dimana anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase prodrormal. Hal ini disebabkan karena invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Apabila penderita telah banyak mengalami kehilangan air dan elektrolit, maka potensial terjadi dehidrasi. (Mandal, 2008; Sodikin, 2011). i. Prognosis Campak merupakan penyakit self-limiting dan berlangsung antara 7-10 hari sehingga bila tidak disertai komplikasi, prognosis baik (Rampengan, 2008). Campak dengan komplikasi diare, bila tidak segera mendapat pertolongan, anak dapat mengalami dehidrasi berat dan dapat berakibat fatal. Dengan terjadinya infeksi berulang akan semakin menimbulkan daya proteksi pada setiap infeksi berikutnya. Di negara maju angka kematian sudah turun menjadi 1-2 per 1000 kasus karena perbaikan tingkat sosial ekonomi dan infeksi sekunder dapat diatasi dengan baik.
21
Angka kematian di negara berkembang lebih tinggi yaitu 7-25% karena status gizi yang rendah dan manifestasi penyakit lebih berat ( Widagdo, 2011). Campak tanpa komplikasi jarang menjadi fatal pada anak-anak yang sebelumnya. Penyakit ini merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang penting pada anak-anak dengan malnutrisi di negara berkembang (Mandal dkk, 2008). Kematian
sering
disebabkan
oleh bronkopneumonia
atau
ensefalitis, dengan resiko kematian yang lebih tinggi pada pasien keganasan atau yang terinfeksi virus HIV (Human Immunodeciency Virus). Bentuk lain dari ensefalitis karena campak pada pasien immunokompeten disangkutpautkan dengan angka mortalitas sebesar 15%, dengan 20-30% dari yang hidup memiliki gejala sisa yang berat (Nelson, 2014). j. Penatalaksanaan dan Pengobatan Penyakit Campak merupakan suatu penyakit self-limiting yang belum ada obat antivirus spesifik sehingga pengobatannya hanya bersifat simptomatis dan bersifat suportif, yaitu: 1) Menilai status gizi anak dengan memperhatikan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat 2) Memperbaiki keadaan umum dengan tirah baring atau istirahat di tempat tidur, anak dengan penderita campak dapat diisolasi untuk mencegah penularan
22
3) Perawatan personal hygiene yang baik perlu diperhatikan terutama hygiene kulit, mulut dan mata dengan tujuan menghindari penyebaran ruam di seluruh tubuh 4) Memberikan
tindakan/pengobatan
pada
penyakit
campak
didasarkan pada gejala yang diklasifikasikan sebagai berikut, Tabel 2.1 Klasifikasi Pengobatan Campak GEJALA
KLASIFIKASI
TINDAKAN/PENGOBATAN
a) Ada tanda bahaya Campak dengan a) Beri vitamin A umum atau komplikasi berat b) Beri dosis pertama antibiotik b) Kekeruhan pada yang sesuai kornea mata atau c) Jika ada kekeruhan pada c) Luka di mulut kornea atau mata bernanah, yang dalam atau bubuhi tetes/salep mata luas. kloramfenikol/tetrasiklin tanpa kortikosteroid 3x/hari d) Jika demam tinggi (≥38,50C), beri dosis pertama parasetamol a) Mata bernanah Campak dengan a) Beri vitamin A atau komplikasi pada b) Jika mata bernanah, bubuhi b) Luka di mulut mata dan / atau tetes/salep mata mulut kloramfenikol/tetrasiklin tanpa kortikosteroid 3x/hari c) Jika ada luka di mulut, ajari cara mengobati dengan gentian violet 0,25% 2x/hari selama 5 hari d) Jika anak sangat kurus, berikan vitamin A sesuai dosis a) Tidak ada tanda- Campak tanda di atas
a) Beri vitamin A
Sumber : Depkes RI, 2008
23
5) Antibiotik oral yang dapat diberikan untuk penderita campak apabila terjadi infeksi bakteri (Maryunani, 2010) sebagai berikut, Tabel 2.2 Dosis Antibiotik Oral KOTRIMOSAZOL AMOKSISILIN 2 x sehari selama 5 hari 2 x sehari selama 5 hari TAB TAB SIRUP DEWASA ANAK per 5 ml SIRUP (80 mg (20 mg TABLET (40 mg per 5 ml Tmp + Tmp + (500 mg) Tmp+ 200 (125 mg) 400 mg 100 mg Smz) Smz) Smz) 2,5 ml 5 ml 2 bln-4 bln ¼ 1 ( ½ sendok ¼ ( 1 sendok (4 - 6 kg) takar) takar) 5 ml 10 ml 4 bln-12 bln ½ 2 (1 sendok ½ (2 sendok (6-10 kg) takar) takar) 7,5 ml 12,5 ml 12 bln-3 thn (1 ½ ¾ 2½ 2/3 (2 ½ sendok (10-16 kg) sendok takar) takar) 10 ml 15 ml 3–5 thn 1 3 ( 2 sendok ¾ ( 3 sendok (16-19 kg) takar) takar) Sumber : Depkes RI, 2008 6) Untuk menurunkan demam pada anak penderita campak, diberikan obat anti-panas (Maryunani, 2010) sebagai berikut, Tabel 2.3 Dosis Paracetamol Oral (Untuk Demam ≥ 38,5 oC) PARACETAMOL ( Setiap 6 jam sampai demam atau nyeri hilang) UMUR atau TABLET TABLET SIRUP BERAT BADAN ( 500 mg) ( 100 mg) 120 mg/ 5 ml 2 – 6 bulan 2,5 ml 1/8 ½ ( 4 – 7 kg) ( ½ sendok takar) 6 bln – 3 tahun 5 ml ¼ 1 ( 7 – 14 kg ) ( 1 sendok takar) 7,5 ml 3 – 5 tahun ½ 2 ( 1 ½ sendok ( 14 – 19 kg ) takar ) Sumber : Depkes RI, 2008
24
7) Pemberian vitamin A diberikan apabila anak mengalami defisiensi vitamin A atau menderita komplikasi yang meradang pada selaput lendir (mata, mulut) (Nelson, 2014; WHO, 2009) sebagai berikut, Tabel 2.4 Dosis Vitamin A UMUR <6 bulan 6 – 11 bulan 12 - 59 bulan
DOSIS 50.000 IU (½ kapsul biru) 100.000 IU (kapsul biru) 200.000 IU (kaps ul merah) Sumber : Depkes RI, 2008
Tabel 2.5 Pemberian Vitamin A untuk pengobatan (dosis sesuai umur anak) GEJALA Sangat kurus Sangat kurus dan menderita campak Menderita campak Menderita campak dan komplikasi pada mata
HARI KE 1 V V
HARI KE 2 V
HARI KE 15 V
V V
V V
V V
Sumber : Depkes RI, 2008 Penderita campak yang mengalami komplikasi berupa diare akut dan potensial mengalami dehidrasi berat dapat diindikasikan masuk rumah sakit dengan penatalaksanaan, sebagai berikut : 1)
Penggantian cairan (rehidrasi) Aspek yang paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama kejadian akut.
Diare
dapat
ditangani
dehidrasinya sesuai pedoman MTBS, yaitu :
berdasarkan tingkat
25
a) Rencana terapi A (diare tanpa dehidrasi) (1) Berikan cairan pada anak lebih banyak dari biasanya untuk mencegah dehidrasi, cairan yang dapat diberikan adalah ASI, larutan garam, air tajin, air sayur bayam, dan susu formula harus terus diberikan. (2) Lanjutkan pemberian makanan sesuai usianya. (3) Apabila keadaan anak tidak membaik dalam 5 hari atau bahkan memburuk, bawa anak ke tempat pelayanan kesehatan.
Selama
perjalanan
ke
tempat
pelayanan
kesehatan tetap berikan oralit. b) Rencana terapi B (diare dengan dehidrasi ringan/sedang) (1) Berikan oralit dan observasi di klinik selama 3 jam dengan jumlah sekitar 75 ml/kgBB atau berdasarkan usia anak. Pemberian oralit pada anak sebaiknya dengan menggunakan sendok. Adapun jumlah pemberian oralit berdasarkan usia atau berat badan dalam 3 jam pertama adalah : Tabel 2.6 Jumlah pemberian oralit Sampai 4 bulan (<6 kg) 200-400 ml
4-12 bulan 12-24 bulan (6-<10 kg) (10-<12 kg) 400-700 ml 700-900 ml Sumber : Depkes RI (2008)
2-5 tahun (12-19 kg) 900-1400 ml
(2) Ajarkan pada ibu cara untuk membuat dan memberikan oralit, yaitu satu bungkus oralit dicampur dengan 1 gelas (ukuran 200 ml) air matang.
26
(3) Lakukan penilaian setelah anak diobservasi 3 jam. Apabila membaik pemberian oralit dapat diteruskan di rumah sesuai dengan
penanganan
diare
tanpa
dehidrasi.
Apabila
memburuk, segera pasang infus dan rujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan segera. c) Rencana terapi C (diare dengan dehidrasi berat) (1) Jika anak menderita penyakit berat lainnya, segera rujuk. Selama dalam perjalanan, mintalah ibu untuk terus memberikan oralit sedikit demi sedikit dan anjurkan untuk tetap memberikan ASI. (2) Jika tidak ada penyakit berat lainnya, diperlukan tindakan sebagai berikut : (a) Jika dapat memasang infus, segera berikan cairan RL atau NaCl secepatnya secara intravena sebanyak 100 ml/BB dengan pedoman sebagai berikut : Tabel 2.7 Jumlah pemberian cairan intravena Umur
Jumlah pemberian, 30 ml/kgBB, selama
Pemberian berikutnya, 70 ml/kgBB, selama
Bayi (<12 bulan)
1 jam pertama
5 jam berikutnya
Anak (1-5 tahun)
30 menit pertama 2,5 jam berikutnya Sumber : Nursalam (2005)
(b) Jika tidak dapat
memasang infus
tetapi
dapat
memasang sonde, berikan oralit melalui nasogastric dengan jumlah 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam. Jika anak muntah terus-menerus dan perut kembung,
27
berikan oralit lebih lambat. Jika keadaan membaik setelah 6 jam, teruskan penanganan seperti dehidrasi ringan/sedang. Jika keadaan memburuk segera lakukan rujukan. (c) Jika tidak dapat memasang infus maupun sonde, rujuk segera. Jika anak bisa minum, anjurkan ibu untuk memberikan oralit sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan. 2)
Terapi dietetik Menurut Maryunani (2010), cara pemberian makanan untuk penderita diare yaitu : 1) ASI tetap diberikan sesuai dengan umur bayi dan anak. 2) Bila tidak mendapat ASI atau sudah mendapat susu formula : (1) Diare tanpa dehidrasi atau dehidrasi ringan-sedang, susu formula tidak diganti. (2) Diare dengan dehidrasi berat berikan susu formula bebas laktosa. (3) Diare dengan dehidrasi ringan-sedang disertai gejala klinis intoleransi laktosa yang jelas, dapat diberikan susu formula bebas laktosa. 3) Makanan sehari-hari sesuai usianya diteruskan dan diberikan sebanyak anak mau. Pemberian sedikit tapi sering lebih dapat diterima dibanding jumlah besar tapi jarang.
28
4) Setelah diare berhenti, berikan makanan paling tidak satu kali lebih banyak dari biasanya setiap hari selama 1 minggu. 5) Buah, air jeruk, pisang tetap diberikan adalah makanan yang dapat merangsang peristaltik usus (pedas, asam, lemak). 6) Bubur, nasi tim dengan tahu, tempe, kecap, daging ayam tanpa kulit dan wortel diberikan sesuai umur. 3) Terapi farmakologi Selain pemberian antibiotik juga diberikan antipiretik dan terapi untuk memperbaiki saluran cerna, yaitu : 1) Antipiretik Obat antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin) dalam dosis rendah (25 mg/tahun/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan panas sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi, juga mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja (Suraatmaja, 2007). 2) Zinc (Zn) Pastikan semua anak yang menderita diare mendapat obat Zinc selama 10 hari berturut-turut (Depkes RI, 2008). (1) Dosis obat Zinc (1 tablet = 20 mg) Umur < 6 bulan = ½ tablet /hari Umur ≥ 6 bulan = 1 tablet /hari (2) Larutkan tablet dalam satu sendok air matang atau ASI (tablet mudah larut ±30 detik), segera berikan kepada anak.
29
(3) Bila anak muntah setengah jam setelah pemberian obat Zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga 1 dosis penuh. (4) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infuse, tetap berikan obat Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan. Penatalaksanaan pada balita dengan diare dalam bentuk bagan : DIARE 1) BAB >3 kali sehari 2) Konsistensi cair 3) Dengan/tanpa darah dan/atau lendir
SIKAP BIDAN 1) Anamnesa 2) Evaluasai KU dan VS balita 3) Berikan anak minum 4) Cubit perut untuk mengetahui turgor
DIARE DEHIDRASI BERAT a) Letargis atau tidak sadar b) Mata cekung c) Tidak bisa/malas minum d) Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat
TINDAKAN (1) Jika tidak ada klasifikasi berat lain, berikan cairan untuk dehidrasi berat (rencana terapi C) dan tablet Zinc (2) Jika ada klasifikasi berat lain : (a) RUJUK SEGERA (b) Jika masih bisa minum, berikan ASI dan larutkan oralit selama perjalanan
DIARE DEHIDRASI RINGAN/SEDANG a) Gelisah, rewel/mudah marah b) Mata cekung c) Haus, minum dengan lahap d) Cubitan kulit perut kembali lambat
TINDAKAN (1) Beri cairan & makanan sesuai rencana terapi B dan tablet Zinc (2) Jika ada klasifikasi berat lain : (a) RUJUK SEGERA (b) Jika masih bisa minum, berikan ASI dan larutkan oralit selama perjalanan
DIARE TANPA DEHIDRASI Tidak cukup tandatanda untuk diklasifikasikan sebagai diare dehidrasi berat atau ringan/sedang DISENTRI Ada darah dalam tinja
TINDAKAN (1) Berikan cairan sesuai rencana terapi A dan tablet Zinc (2) Jika anak tidak membaik dalam 5 hari: (a) RUJUK SEGERA (b) Jika masih bisa minum, berikan ASI dan larutkan oralit selama perjalanan TINDAKAN Beri antibiotik yang sesuai
Bagan 2.2 Skema penatalaksanaan diare Sumber : Depkes RI, 2008
30
B. Teori Manajemen Kebidanan Dalam kasus ini penulis menggunakan pengelolaan manajemen kebidanan menurut Varney, terdiri dari 7 langkah, yaitu : 1. Langkah 1 : Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang berkaitan dengan kondisi pasien (Varney, 2007). Untuk memperoleh data dasar secara lengkap pada kasus campak dapat diperoleh melalui: a. Data subjektif 1) Biodata Penyakit campak meyerang golongan umur 5-9 tahun, tetapi di negara berkembang seperti Indonesia insiden tertinggi pada umur di bawah 2 tahun (Rampengan, 2008). Penderita campak sebagian besar bayi yang mendekati usia 1 tahun (Nelson, 2014). Sebagian besar diare terjadi pada umur kurang dari 2 tahun karena pada masa ini anak mulai diberikan makanan pendamping (Nursalam, 2005). 2) Keluhan utama Keluhan utama berupa ruam pada kulit yang diawali demam tinggi. Keluhan lainnya yaitu batuk, pilek, tidak nafsu makan, kadang
31
disertai dengan kejang, muntah atau diare (Widagdo, 2011). Buang air besar (BAB) pada balita dengan frekuensi lebih dari tiga kali dalam sehari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir darah (Suraatmaja, 2007). 3) Data kesehatan meliputi : a) Riwayat imunisasi Riwayat imunisasi untuk mengetahui imunisasi apa saja yang telah didapat oleh anak hingga sekarang. Salah satunya untuk mengetahui apakah anak telah mendapatkan imunisasi campak (Maryunani, 2010). Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang
pernah
menderita
campak
melalui
plasenta
(transplasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setalah itu kekebalan mulai berkurang sehingga bayi menjadi rentan terhadap campak saat mendektai usia 1 tahun (Rampengan, 2008; Nelson, 2014). b) Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit sekarang meyerupai influensa berupa batukbatuk demam yang tinggi lebih dari 38,50 C, malaise, fotofobia, konjungtivitis, nyeri tenggorokan dan pembesaran kelenjar getah bening leher (Ridha, 2014).
32
Riwayat penyakit sekarang yaitu defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja (Suraatmaja, 2007). c) Riwayat penyakit terdahulu Riwayat penyakit terdahulu, yang perlu diperhatikan pemberian vaksin campak pada bayi umur lebih dari 1 tahun apabila belum atau tidak diberikan vaksin campak kemungkinan besar mudah tertular virus campak (Maryunani, 2010). d) Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui apabila ibu belum pernah menderita campak, bayi yang dilahirkannya tidak mempunyai kekebalan terhadap campak dan dapat menderita penyakit ini setelah bayi tersebut dilahirkan (Rampengan, 2008). 4) Data psikososial Terfokus pada diri sendiri disebabkan oleh penyakit campak yang dideritanya, sehingga terjadi penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan (Ridha, 2014). 5) Data kesehatan lingkungan Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan khususnya imunisasi, daerah ini merupakan daerah rawan terhadap penularan penyakit Campak. (Nelson, 2014).
33
Insiden tertinggi penderita campak di negara berkembang seperti Indonesia (Rampengan, 2008). 6) Data pemenuhan kebutuhan sehari-hari meliputi : a) Nutrisi Pada penderita campak merasakan tidak ada nafsu makan dan malnutrisi (Widagdo, 2011). b) Personal hygiene Perawatan personal hygiene yang baik perlu diperhatikan terutama hygiene kulit, mulut dan mata. Meliputi mandi, gosok gigi, keramas, penggunaan handuk dan ganti baju (Ridha, 2014). c) Eliminasi Pada pasien yang mengalami diare frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan konsistensi tinja menjadi lebih encer (Suraatmaja, 2007). b. Data objektif Data objektif adalah data yang dapat di observasi dan diukur, diperoleh melalui pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus. Data objektif meliputi pemeriksaan secara umum, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tingkat perkembangan dan pemeriksaan penunjang. 1) Pemeriksaan secara umum, meliputi : a) Keadaan umum Keadaan umum pasien campak adalah sedang, sedangkan untuk pasien campak dengan tanda-tanda syok biasanya gelisah,
34
merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/tampak lemah (Ridha, 2014). Dalam kasus bayi balita sakit dengan diare keadaan umumnya cenderung lemah, lesu, dan lunglai (Maryunani, 2010). b) Kesadaran Kesadaran untuk pasien campak adalah composmentis, sedangkan jika keadaan semakin parah menjadi apatis, sopor, atau koma. Dalam kasus balita dengan diare kesadarannya composmentis (Suraatmaja, 2007 c) Vital sign Pada campak terdapat keadaan suhu yang meningkat (Maryunani, 2010). 2) Pemeriksaan fisik a) Kepala Ruam makular mulai timbul di kepala (seringkali di bagian bawah garis rambut) pada penderita campak (Nelson, 2014). Anak usia dibawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubun besar (UUB) biasanya cekung (Nursalam, 2005). b) Muka Pada awalnya ruam terlihat di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Ditandai adanya ruam jerawat merah yang mulai muncul pada muka selama 4 hingga 7 hari (Maryunani, 2010).
35
Rash timbul dari belakang telinga kemudian menyebar ke daerah pipi kemudian seluruh wajah. Beberapa jam sebelum timbulnya rash sudah ditemukan adanya koplik spot berupa bercak-bercak kecil yang irregular sebesar ujung jarum/pasir yang berwarna merah terang dan pada bagian tengahnya berwarna putih kelabu (Rampengan, 2008). c) Mata Pada konjungtiva timbul garis radang transversal sepanjang pinggir kelopak mata (garis Stimson) dan sering dikaburkan dengan adanya inflamasi konjungtiva yang luas disertai adanya edema palpebral (Nelson, 2014; Rampengan, 2008). Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal. Apabila mengalami dehidrasi ringan/sedang, kelopak matanya cekung. Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak matanya sangat cekung (Nursalam, 2005). d) Telinga Rash mulai sebagai eritema makulopapuler, mulai timbul dari belakang telinga pada batas rambut. Beberapa jam sebelum timbulnya rash sudah ditemukan adanya koplik spot berupa bercak-bercak kecil yang irregular sebesar ujung jarum/pasir yang berwarna merah terang dan pada bagian tengahnya berwarna putih kelabu (Rampengan, 2008).
36
e) Mulut Bercak koplik berupa bintik putih keabuan kadang berdarah jarang dijumpai di bagian tengah bibir bawah, palatum atau karunkula lakrimalis (Widagdo, 2011). - Tanpa dehidrasi
: mulut dan lidah basah
- Dehidrasi ringan/sedang : mulut dan lidah kering - Dehidrasi berat
: mulut dan lidah sangat kering
f) Hidung Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi berupa panas badan, hidung mengeluarkan sekret (Maryunani, 2010). Black measles yaitu campak yang disertai perdarahan juga terdapat di hidung dan traktus digestivus (Hassan dkk, 2007). g) Leher Ruam berawal dari makula halus terletak di leher bagian samping atas. Terjadi pembesaran pada kelenjar getah bening mandibula dan leher bagian belakang serta terdapat
splenomegaly atau
pembesaran limfa (Widagdo, 2011; Hassan, 2007; Ridha, 2014). h) Dada Rash timbul dari belakang telinga kemudian menyebar ke dada. Beberapa jam sebelum timbulnya rash sudah ditemukan adanya koplik spot berupa bercak-bercak kecil yang irregular sebesar
37
ujung jarum/pasir yang berwarna merah terang dan pada bagian tengahnya berwarna putih kelabu (Rampengan, 2008). i) Perut Makula cepat berubah menjadi makulopapel dan menyebar ke seluruh tubuh dalam 24 jam berikutnya ruam mencapai perut. Tidak jarang disertai diare dan muntah (Hassan, 2007; Widagdo, 2011). Kemungkinan mengalami distensi, kram, dan bising usus yang meningkat (Nursalam, 2005). j) Ekstremitas Makula cepat berubah menjadi makulopapel dan menyebar ke seluruh tubuh dalam 24 jam berikutnya ruam mencapai lengan atas, seluruh lengan dan paha (Widagdo, 2011). Rash mulai sebagai eritema makulopapuler menyebar ke seluruh tubuh hingga mencapai kaki pada hari ketiga, setelah sampai kaki rash yang timbul duluan mulai berangsur-angsur menghilang (Rampengan, 2008). k) Kulit Adanya koplik spot berupa bercak-bercak kecil yang irregular sebesar ujung jarum/pasir yang berwarna merah terang dan pada bagian tengahnya berwarna putih kelabu menyebar di kulit seluruh tubuh mulai dari kepala hingga kaki (Rampengan, 2008).
38
Kulit terkadang timbul perdarahan ringan dan rasa gatal. Pada stadium konvalensi meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua di kulit (hiperpigmentasi) dan sering ditemukan pada kulit yang bersisik (Hassan dkk, 2007). Menurut Nursalam (2005) untuk mengetahui elastisitas kulit, dapat dilakukan pemeriksaan turgor dengan cara mencubit daerah perut menggunakan kedua ujung jari (bukan kedua kuku). - Tanpa dehidrasi : turgor kembali dengan cepat (<2 detik) - Dehidrasi ringan/sedang : turgor kembali dengan lambat (dalam waktu 2 detik) - Dehidrasi berat : turgor kembali sangat lambat (>2 detik). l) Anus Pada penderita diare karena terlalu sering defekasi, kulit pada anus bisa mengalami iritasi (Nursalam, 2005). 3) Pemeriksaan penunjang a) Laboratorium Uji serologi dengan cara hemaglutinin inhibition test dan complemen fixation test akan ditemukan adanya antibodi yang spesifik, leukopeni pada pemeriksaan darah tepi, dan uji serologi dengan ELISA IgM positif (Rampengan, 2008). Pemeriksaan laboratorium diperlukan pemeriksaan antara lain: darah lengkap, urine lengkap, feces lengkap (Ridha, 2014).
39
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik terhadap campak dan tidak membantu dalam menegakkan diagnosis. Leukopenia menjadi salah satu tanda campak. Pada pasien dengan ensefalitis akut,
pada
pemeriksaan
cairan
serebrospinal
ditemukan
peningkatan protein, limfositik pleositosis dan kadar glukosa yang normal. Pemeriksaan serologis untuk antibodi IgM, timbul dalam waktu 1-2 hari setelah ruam dan bertahan selama 1-2 bulan, memperkuat diagnosis klinis (Nelson, 2014). b) Pemeriksaan Lain Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada kasus diare meliputi darah dan tinja. Pemeriksaan darah yang diperlukan yaitu darah lengkap, serum elektrolit, analisis gas darah, glukosa darah, kultur dan tes kepekatan terhadap antibiotika. Sedangkan pemeriksaan tinja terdiri dari pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik (Suraatmaja, 2007). 2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar Menginterpretasi data untuk kemudian diproses menjadi masalah atau diagnosis serta kebutuhan keperawatan kesehatan yang diidentifikasi khusus. Kata masalah dan diagnosis keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan sebagai diagnosis pertimbangan
dalam
mengembangkan
komprehensif kepada pasien (Varney, 2007).
tetapi dibutuhkan sebagai rencana
perawatan
yang
40
a. Diagnosa Kebidanan Diagnosis kebidanan adalah diagnosis yang ditegakkan bidan berdasarkan anamnesa atau data subjektif, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis kebidanan: An. A umur 4 bulan dengan campak disertai diare dehidrasi sedang. Dasar dari diagnosis tersebut adalah : 1) Dasar subjektif a) Pernyataan orang tua tentang biodata pasien meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir dan asal suku bangsa. b) Pernyataan orang tua tentang keadaan pasien yaitu demam, ruam kulit, hidung meler, batuk,dan mata merah (Rampengan, 2008). 2) Dasar objektif a) Terdapat kenaikan suhu, batuk pilek (Rampengan, 2008). b) Kulit terdapat ruam berbentuk makula maupun papula (ruam kemerahan yang mendatar maupun menonjol) di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping (Maryunani, 2010). b. Masalah Masalah yang sering terjadi pada campak adalah : 1) Pasien gelisah atau rewel yang disebabkan karena suhu badan naik dan ruam – ruam pada tubuh (Ridha, 2014).
41
2) Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan) disebabkan adanya asupan yang tidak adekuat oleh karena menurunnya nafsu makan akibat proses patologis (Widagdo, 2011). c. Kebutuhan Kebutuhan yang dapat dimunculkan pada kasus campak adalah : 1) Mempertahankan kondisi suhu tubuh dalam batas normal dengan cara menurunkannya (Maryunani, 2010). 2) Memberikan asupan cairan secara adekuat serta memberikan makanan lunak sedikit-sedikit (Widagdo, 2011; Maryunani, 2010). 3) Melakukan perawatan kulit secara aseptik (Widagdo, 2011). 4) Kebutuhan pada kasus balita sakit campak disertai diare meliputi penggantian cairan tubuh (rehidrasi), memberikan kebutuhan nutrisi, dan memberikan pengetahuan pada orang tua mengenai diare pada anak (Nursalam, 2005). 3. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial / Diagnosa Potensial dan Mengantisipasi Penanganannya Diagnosa potensial yang paling serius adalah otitis media, ensefalitis, dehidrasi berat, infeksi telinga atau infeksi pernafasan berat seperti bronkopneumonia. Komplikasi dapat terjadi karena virus campak menyebar
melalui
aliran
darah
ke
jaringan
tubuh
lainnya.
Bronkopneumonia dapat terjadi apabila anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun (misal tuberkulosis) dan leukemia. Ensefalitis terjadi pada anak yang sedang menderita campak atau dalam
42
satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus campak (morbili) hidup dan pada penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif serta sebagai SSPE (Subacute sclerosing panencephalitis). Di Afrika anak dengan penderita campak dapat terjadi kebutaan disebabkan malnutrisi (Nelson, 2014; Hassan, 2007). Antisipasi yang dapat dilakukan oleh bidan antara lain dengan memantau keadaan umum pasien, tanda – tanda vital pasien, serta tetap memenuhi (memanajemen) dan memantau asupan cairan secara adekuat dan nutrisi pasien dalam diet seimbang (Maryunani, 2010; Ridha, 2014). 4. Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan terhadap Tindakan Segera Widagdo (2011) mengatakan belum ada obat antivirus spesifik untuk campak. Pengobatan yang diberikan bersifat suportif yaitu istirahat tempat tidur, pemberian makan dan minum yang cukup, antipiretik seperti acetaminophen dan ibuprofen peroral. Dengan tempat tidur yang bersih dan nyaman serta pada suhu ruangan yang baik, pemberian ASI untuk pemenuhan cairan dan nutrisi pada bayi umur 0-1 tahun. Untuk balita pemenuhan cairan dan nutrisi dengan menu seimbang 4 sehat 5 sempurna. Rampengan (2008) mengatakan kolaborasi dengan tim laboratorium diperlukan dalam menegakkan diagnosis yang tepat, sehingga dapat memberikan terapi yang tepat pula. Serta kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk pemberian terapi antara lain antipiretika, sedatif dan obat antitusif.
43
5. Langkah V : Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh a. Berikan informasi mengenai asupan nutrisi dan cairan yang adekuat b. Perbaiki keadaan umum dengan tirah baring atau istirahat di tempat tidur, anak dengan penderita campak dapat diisolasi untuk mencegah penularan c. Berikan vitamin A sesuai dosis d. Berikan antibiotik yang sesuai 1) Antibiotik a) Kotrimoksazol 2 x sehari selama 5 hari dapat berupa tablet (1 tab) atau sirup 2,5 ml ( ½ sendok takar) untuk umur 2 - 4 bulan serta 2½ tab tablet atau sirup 5 ml (1 sendok takar) untuk umur 4 bulan - < 12 bulan. b) Amoksisilin 2 x sehari selama 5 hari dapat berupa 500 mg ¼ tablet atau sirup 5 ml (1 sendok takar) untuk umur 2 – 4 bulan serta ½ tablet atau sirup 10 ml (2 sendok takar) untuk umur 4 - < 12 bulan. 2) Antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin) 25 mg / tahun / kali. 3) Zinc 20 mg (1 tab) 1 x sehari selama 10 hari 4) Pemasangan infus untuk diare dengan dehidrasi sedang atau berat e. Pemberian salep mata kloramfenikol apabila terdapat komplikasi f. Pemberian gentian violet apabila terdapat luka di mulut g. Berikan informasi mengenai perawatan personal hygiene yang baik
44
h. Dalam kasus balita dengan diare, rencana asuhan yang diperlukan adalah observasi keadaan umum dan tanda-tamda vital balita, memantau intake dan output dengan cermat meliputi frekuensi, warna, dan konsistensi tinja, observasi tanda kekurangan cairan akibat diare meliputi pemeriksaan mata dan pemeriksaan turgor kulit, penggantian cairan (rehidrasi), terapi dietetik (pemberian makanan), dan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian tindakan dan terapi berupa terapi antibiotik, antipiretik, dan Zinc, pemasangan infus untuk diare dengan dehidrasi sedang atau berat (Dewi, 2010). 6. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman Pada kasus An. A Umur 4 bulan dengan Campak disertai Diare Dehidrasi Sedang, bidan berkolaborasi dengan dokter melakukan asuhan yang menyeluruh seperti yang diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman atas persetujuan klien. 7. Langkah VII : Evaluasi Evaluasi yang diharapkan dari pelaksanaan asuhan kebidanan balita sakit dengan campak, antara lain : a. Gejala klinik dari campak yang meliputi demam, batuk, pilek dan ruam pada kulit telah teratasi b. Suhu tubuh kembali ke batas normal c. Terpenuhinya kebutuhan aktivitas sehari-hari d. Terpenuhinya intake nutrisi dan cairan secara adekuat
45
e. Menurunnya tingkat kegelisahan klien f. Terpenuhinya informasi yang diperlukan klien (Rampengan, 2008; Widagdo, 2011). Evaluasi yang diharapkan dari pelaksanaan asuhan kebidanan pada kasus balita dengan diare adalah: a. Diharapkan pasien mencapai rehidrasi dan status nutrisi yang adekuat ditandai dengan peningkatan berat badan dan turgor kulit kembali normal b. Diharapkan hasil pemeriksaan tinja melalui laboratorium
dapat
menemukan penyebab pasti diare (Suraatmaja, 2007). C. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Klien Tujuh Langkah Varney disarikan menjadi 4 langkah, yaitu SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment, dan Plan). SOAP disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan klien. Kepmenkes RI No : 938/MenKes/SK/VII/2007 menjelaskan sebagai berikut : 1. S : Subjective (Data Subyektif) Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa, sebagai langkah I Varney. Data subjektif yang dapat mendukung diagnosa campak yaitu anamnesa dengan pasien mengenai usia, daerah tempat tinggal yang memiliki keluhan antara lain, ruam, batuk, pilek, peningkatan suhu tubuh atau demam, tidak nafsu makan, kadang disertai dengan kejang, muntah atau diare (Widagdo, 2011; Nelson, 2014).
46
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis yaitu anak sudah tidak cengeng, tidak gelisah, nafsu makan baik, dan buang air besar sudah tidak encer dengan frekuensi kurang dari 3 kali dalam sehari. 2. O : Objective (Data Obyektif) Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah 1 Varney. Data Objektif pada kasus bayi sakit dengan campak adalah keadaan umum
sedang
dengan
kulit
disertai
gatal,
tingkat
kesadaran
composmentis, vital sign dengan suhu tinggi ≥38,50C, hasil pemeriksaan fisik terdapat ruam dari wajah hingga ke seluruh tubuh, hasil pemeriksaan penunjang untuk penegakan diagnosis apabila terdapat komplikasi, dan terapi dari dokter Spesialis Anak yang sudah dilaksanakan (Widagdo, 2011). Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium, dan uji diagnostik lain berupa keadaan umum anak baik sadar, suhu tubuh normal (36,5 ºC-37,5ºC), pernafasan normal teratur, berat badan mulai meningkat, dalam pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya tanda-tanda dehidrasi, dan pemeriksaan penunjang dalam keadaan baik (Suraatmaja, 2007).
47
3. A : Assesment (Analisis) Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi dan masalah kebidanan serta kebutuhan sebagai langkah 2 Varney. Diagnosis kebidanan pada An. A Umur 4 bulan dengan Campak disertai Diare Dehidrasi Sedang. Masalah yang didapatkan pada kasus bayi sakit dengan campak disertai dehidrasi sedang antara lain adalah anak tidak nyaman karena ruam, turgor lambat dan mata cekung serta kulit kering dan pucat, hipertermia, kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan), dan risiko cedera. Kebutuhan dalam kasus ini adalah mempertahankan kondisi suhu tubuh dalam batas normal dengan cara menurunkannya, pemenuhan intake cairan elektrolit dan pemberian ASI secara adekuat, serta melakukan perawatan kulit secara aseptik (Widagdo, 2011; Maryunani, 2010). Diagnosa potensial yang paling serius adalah otitis media, ensefalitis, diare dengan dehidrasi berat, infeksi telinga atau infeksi pernafasan berat seperti bronkopneumonia. (Nelson, 2014; Hassan, 2007). Antisipasi oleh bidan dengan memantau keadaan umum pasien, tanda – tanda vital pasien, serta memenuhi dan memantau asupan cairan secara adekuat dan nutrisi pasien dalam diet seimbang. Apabila terdapat komplikasi yang serius segera rujuk (Maryunani, 2010; Ridha, 2014).
48
4. P : Planning (Rencana dan Penatalaksanaan) Menggambarkan penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi atau follow up dari rujukan, sebagai langkah 3, 4, 5, 6 dan 7 Varney. Pada kasus balita sakit dengan campak disertai dehidrasi sedang perencanaan dan penatalaksanaan yang dilakukan adalah memperbaiki keadaan umum dengan memperhatikan asupan cairan dan nutrisi, perawatan personal hygiene, memberikan antipiretika apabila suhu pasien tinggi, melakukan perawatan untuk menjaga kebersihan kulit, mulut, dan mata, memberikan sedatif, obat batuk serta vitamin A dosis sesuai usia, dan memberikan antibiotika apabila terdapat infeksi sekunder sera memberikan obat saluran cerna. Sehingga diharapkan bayi sakit dengan campak disertai dehidrasi sedang bisa berangsur sembuh dan tidak terjadi komplikasi lebih lanjut. (MTBS, 2008; Nelson, 2014).