BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Film sebagai komunikasi massa Komunikasi adalah salah satu aktifitas manusia yang dikenali semua orang namun sangat sedikit yang dapat mendefinisikannya secara memuaskan. Komunikasi memiliki variasi definisi yang tidak terhingga seperti; saling berbicara satu sama lain, televusu, penyebaran informasi, gaya rambut kita, kritik sastra, dan masih banyak lagi. Hal ini adalah salah satu permasalahan yang dihadapi oleh para akademisi. 1 Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan tujuan mempengaruhi, menciptakan pemahaman, membujuk si penerima pesan untuk melakukan seperti si pemberi pesan harapkan, hal ini serupa dengan dunia promosi atau pemasaran. Melalui penggunaan simbol-simbol dan kode-kode yang tepat sesuai dengan tujuan pesan film sehingga film tersebut akan mampu diinterpretasikan oleh khalayak maknanya, maka film dipahami dan dimaknai tujuannya, sehingga pesan dalam film mudah tersampaikan. Film adalah media komunikasi massa yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu. (Effendy, 1986: 134). Pesan film pada komunikasi massa dapat berbentuk apa saja tergantung dari misi film tersebut. Akan tetapi, umumnya
1
John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada,.2010, hal 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sebuah film dapat mencakup berbagai pesan, baik itu pesan pendidikan, hiburan dan informasi. Pesan dalam film adalah menggunakan mekanisme lambang – lambang yang ada pada pikiran manusia berupa isi pesan, suara, perkataan, percakapan dan sebagainya. Film juga dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh terhadap massa yang menjadi sasarannya, karena sifatnya yang audio visual, yaitu gambar dan suara yang hidup. Dengan gambar dan suara, film mampu bercerita banyak dalam waktu singkat. Ketika menonton film penonton seakan-akan dapat menembus ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan bahkan dapat mempengaruhi audiens. Film pada abad ke-19 sebagai teknologi baru tetapi konten dan fungsi yang disampaikan masih sangat jarang. Film kemudian berubah menjadi alat presentasi dan distribusi dari tradisi hiburan yang lebih tua, menawarkan cerita, panggung, musik, drama, humor, dan trik teknis bagi konsumsi populer.film juga hampir menjadi media massa yang sesungguhnya dalam artian bahwa film mampu menjangkau populasi dalam jumlah besar dengan cepat, bahkan di wilayah pedesaan. Sebagai media massa, film merupakan bagian dari respon terhadap penemuan waktu luang keluarga yang sifatnya terjangkau dan (biasanya) terhormat. Film sebagai karya seni budaya dan sinematografi dapat dipertunjukkan dengan atau tanpa suara. Ini bermakna bahwa film merupakan media massa yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
membawa pesan yang berisi gagasan-gagasan penting yang disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk tontonan.2
2.1.1
Definisi Film Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi film adalah sebuah
selaput tipis berbahan seluloid uang digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari sebuah objek gambar, adapun definisi film menurut Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang perfilman mengatakan Film merupakan karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukan. Namun definisi film secara umum adalah sarana hiburan yang sangat menyenangkan bagi masyarakat. Tidak hanya itu, film juga menjadi media sarana yang paling disenangi semua kalangan untuk mendapatkan ilmu dam wawasan serta menjadi sarana efektif untuk proses pembelajaran. Film merupakan bentuk media massa elektronik yang sangat besar pengaruhnya kepada komunikan, dampak yang ditimbulkannya bisa positif atau negatif. Jadi fungsi media massa dan tugas media massa harus benar-benar diperhatikan oleh komunikator yang menggunakan media massa elektronik. Film
misalnya
dalam
penyampaian
pesan-pesan
komunikasi,
berpengaruh terhadap komunikan.3
2 3
Undang-undang Republik Indonesia, No 8 tahun 1992 tentang perfilman James Monaco, Cara Menghayati Sebuah Film Jakarta: Yayasan Citra, 1997, hal 34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sangat
Film merupakan sarana pengungkapan daya cipta dari beberapa cabang seni sekaligus dan produksinya bisa diterima dan dinikmati layaknya karya seni film sebagai sarana baru digunakan untuk mengihbur, memberikan informasi, emnyajikan cerita, peristiwa, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum.4 Menurut beberapa anggapan dari Effendy dalam bukunya Mari Membuat Film mengatakan bahwa film adalah gambaran teatrikal yang diproduksi secara khusus untuk dipertunjukan di gedung-gedung bioskop dan televisi atau sinetron yang dibuat khusus untuk siaran televisi, namun berbeda dengan anggapan dari Wibowo,dkk pada halaman 196 mengatakan bahwa film adalah alat untuk menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak melalui sebuah media cerita, film juga merupakan medium ekspresi artistik sebagai suatu alat bagi para seniman dan insan perfilman dalam rangka mengutarakan gagasan-gagasan dan ide cerita, secara esensial dan substansial film memiliki power yang akan berimplikasi terhadap komunikasi masyarakat.
2.1.2
Fungsi Film Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama
aadlah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif.5
4
Moekijat, Teori Komunikasi, Bandung; Mandar Maju, 1997, hal 150 Elvinaro Ardianto, dkk. Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, Simbiosa, Rekatama Media. Bandung, 2007, Hal. 145
5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Fungsi film adalah salah satu nilai yang dapat memuaskan kita sebagai manusia. Khususnya sebagai pemenuhan kebutuhan psikologis dan spiritual dalam kehidupannya. Kumpulan gambar yang artistik dan bercerita, sering menghibur melalui pesna-pesan yang disampaikan oleh sebuah film. Terdapat tiga fungsi pokok yang ada di dalam sebuah film, yaitu: A. Hiburan Sebagai sarana untuk melepas penat, film merupakan salah satu media yang paling efektif. Dengan rangkaian cerita diiringi dengan musik dan kata-kata yang tepat, film mampu memainkan emosi seperti membuat penonton tertawa terpingkal-pingkal, meneteskan air mata, hingga menjerit ketakutan. B. Pendidikan Film jelas mampu menyampaikan pesan yang mendidik dengan efektif kepada penonton. Cerita mengenai percintaan dua orang kekasih sesame jenis di era 1950’an dapat sekaligus memberikan pesan moral mengenai resiko menjadi homoseksual. C. Penerangan Segala macam informasi dapat dengan mudah disampaikan kepada penonton dalam film. Melalui gambar cerita, penonton akan lebih cepat memahami informasi yang diberikan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.1.3
Karakteristik Film Faktor-faktor yang dapat menunjukan karakteristik film adalah layar
lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis. a. Layar luas/lebar Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Saat ini ada layar televisi yang berukuran jumbo, yang bisa digunakan pada saat-saat khusus dan biasanya di ruangan terbuka, seperti dalam pertunjukan musik dan sejenisnya. Layar film yang luas telah memberikan keleluasaan penontonya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film. Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi, layar film dibioskop-bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga seolaholah penonton melihat kejadian nyata yang tidak berjarak b. Pengambilan Gambar Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk kesan srtistik dan suasana yang sesungguhnya sehingga film menjadi lebih menarik. c. Konsentrasi Penuh Saat kita menonton film dibioskop, kita semua terbebas dari gangguan hiruk pikuknya suaea luar karena biasanya ruangan kedap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
suara. Semua mata hanya tertuju pada layar, sementara perasaan dan pikiran kita tertuju pada alur cerita. Bila kita menonton televisi di rumah, hilir mudik orang di sekitar kita sehingga kurang berkonsentrasi dalam menonton. d. Identifikasi Psikologis Kita semua dapat merasakan bahwa suasana gedung bioskop telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan. Karena penghayalan kita yang sangat mendalam, seringkali secara tidak sadar kita menyamakan ( mengidentifikasi ) pribadi kita dengan salah seorang pemeran dalan film itu, sehingga seolah-olah kita yang sedang berperan. Gejala ini menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologi (Effendy, 1981:192)
2.1.4
Jenis-jenis Film Perkembangan industri perilman banyak menciptakan jenis film yang
berbeda-beda yang mengelompokkan satu dengan yang lainnya sesuai selera masyarakat yang menyaksikannya. Hal ini memberikan banyak pilihan bagi masyarakat sebagai hiburan sesuai minat masyarakat. Film banyak macam dan jenisnya dan masing-masing film memliki pola artistik sendiri dan hal itulah yang membedakan film yang satu dengan yang lainnya6 jenis-jenis film yakni: 1. Drama 6
Suhandang Kustadi, Pengantar Jurnalistik: Yayasan Nusantara Cendikia, Jakarta. 2004. Hal 188
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Jenis ini mengangkat tema human interest sehingga sasarannya adalah perasaan penonton untuk meresapi kejadian yang menimpa tokohnya. 2. Action Film yang berisi pertarungan secara fisik antara tokoh baik dan tokoh jahat. 3. Komedi Jenis ini dimainkan oleh pelawak atau komedian, tetapi juga bisa dimainkan oleh pemain biasa dan membuat penontonnya tersenyum dan tertawa. 4. Horor Film yang menawarkan suasana yang menakutkan dan menyeramkan yang membuat bulu kuduk penontonnya merinding. Suasana horor bisa dibuat dengan spesial effect atau tokoh-tokoh hantu. 5. Drama Action Drama action menyuguhkan suasana drama dan adegan pertarungan fisik. 6. Komedi Horor Jenis ini menampilkan film horor yang diplesetkan menjadi komedi. Adegan yang menakutkan menjadi lunak karna dikemas secara komedi. 7. Parodi Film ini merupakan duplikasi film-film tertentu yang dipelesetkan 8. Musikal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Film ini merupakan jenis film yang diisi dengan lagu-lagu maupun irama melodis sehingga penyutradaraan, penyuntungan, action, termasuk dialog, dikonsep sesuai lagu-lagu dan irama melodius. Film juga mempunyai jenis beragam, yaitu: 1. Film Dokumenter (Documentary films) Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film pertama karya lumiere bersaudara yang berkisah tetang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar tahun 1890-an. Film dokumenter menyajikan cerita realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. 2. Film cerita pendek (Short film) Film cerita pendek hanya mempunyai durasi dibawah enam puluh menit , negara seperti Jerman, Australia, Kanada dan Amerika Serikat, film cerita pendek dijadikan laboratorium eksperimen dan batu loncatan bagi seseorng atau sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film cerita panjang. 3. Film cerita panjang (feature-longs films)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Film cerita panjang mempunyai durasi lebih dari enam puluh menit lazimnya sembilan puluh hingga seratus menit, film-film yang diputar dibioskop pada umumnya termasuk pada kelompok film panjang.7
2.2 Film, Konstruksi Realitas, dan Ideologi Kehadiran media massa tidak dapat dipandang dengan sebelah mata dalam proses pemberian makna terhadap realitas yang terjadi di sekitar kita, salah satunya melalui media film. Produk-produk media telah berhasil memberikan dan membentuk realitas lain yang dihadirkan di masyarakat, yaitu realitas simbolik, yang celakanya, banyak diterima secara mentah-mentah oleh masyarakat sebagai bentuk kebenaran. Film selama ini dianggap lebih sebagai media hiburan ketimbang media persuasi. Namun yang jelas, film sebenarnya memiliki kekuatan bujukan atau persuasi yang sangat besar. Film merupakan salah satu saluran atau media komunikasi massa. Perkembangan film sebagai salah satu media komunikasi massa di Indonesia mengalami pasang surut yang cukup berarti, namun media film di Indonesia tercatat mampu memberikan efek yang signifikan dalam proses penyampaian pesan (Rivers & Peterson, 2008: 252). Kedudukan media film juga dapat sebagai lembaga pendidikan nonformal dalam mempengaruhi dan membentuk budaya kehidupan masyarakat
7
Heru Effendy,”Mari Membuat Film”, Yogyakarta; Panduan, 2002, hal 11-13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sehari-hari melalui kisah yang ditampilkan. Film dianggap sebagai medium sempurna untuk merepresentasikan dan mengkonstruksi realitas kehidupan yang bebas dari konflik-konflik ideologis serta berperan serta dalam pelestarian budaya bangsa. Saat ini, kita hidup dalam sebuah tatanan masyarakat yang tak bisa lagi dilepaskan dari keberadaan media. Media menjadi ikon abad ini, didewadewakan sebagai solusi bagi semua permasalahan—jangan lupa, abad ini dinobatkan sebagai the age of information and communication! Tak sekadar menjadi medium informasi, alias penyampai informasi. Media, lebih jauh lagi bahkan dinobatkan oleh Marshall McLuhan, seorang teoritisi komunikasi asal Kanada, sebagai the extension of men—perpanjangan tangan dan indria manusia. Media disebut-sebut berhasil mengalahkan ruang dan waktu, lewat kecepatan transfer informasi dan daya jangkau yang tidak terbatas. Demikianlah maka media memasuki ruang kehidupan manusia, membantu manusia memahami apa yang terjadi di belahan dunia lain, dengan melaporkan realitasrealitas yang terjadi di luar jangkauan fisik manusia. Media menjadi cermin realitas, merefleksikannya dan melaporkannya—setidaknya, itulah peran yang dinyatakan oleh para pekerja media, terutama ketika dihadapkan pada kritik seputar muatan informasi yang dinilai tidak bermutu. Lepas dari kajian efek yang sangat meyakini dampak media, lepas dari kajian analisis isi yang mempersoalkan pesan prososial dan antisosial dalam muatan media, kalangan konstruksionis begitu yakin akan kekuatan media massa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dalam membentuk realitas manusia. Pendapat ini bertitik tolak dari kenyataan bahwa media massa telah menempati posisi yang begitu sentral dalam kehidupan manusia—sejak dini dalam kehidupannya! Bagi kaum konstruksionis (atau konstruktivis), media tidak sekadar melaporkan realitas. Media juga aktif mengonstruksi realitas. Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika. Seperti dikemukakan oleh Van Zoet, film dibangun dengan tanda-tanda semata. Tandatanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Pada film digunakan tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu, ciri gambar-gambar dalam film adalah persamaan dengan realitas yang ditunjuknya. Gambar dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya (Sobur, 2009:128). Film yang merupakan hasil konstruksi bukan hanya sekedar media yang bisa menjadi pembujuk, namum media ini juga bisa membelokkan pola prilaku atau sikap-sikap yang ada terhadap suatu hal. Seperti yang diungkapkan oleh Wilbur Schramm dalam River dan Peterson, 2008 : 252) sebagai berikut: “Semua komunikasi yang sampai ke orang dewasa akan masuk ke situasi yang juga dialami oleh jutaan komunikasi sebelumnya, di mana kelompok rujukan siap menyeleksi dan kerangka pikir sudah terbentuk untuk menentukan penting tidaknya komunikasi itu. Karena itu komunikasi baru itu tidak akan menimbulkan goncangan, melainkan sekedar memunculkan sedikit riak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
perubahan yang prosesnya berjalaan lambat dan arahnya ditentukan oleh kepribadian kita sendiri”. Media pada dasarnya adalah sebuah medium yang memiliki tujuan sebagai perantara penyampai pesan dari komunikator (penyampai pesan) kepada komunikannya (penerima pesan). Disini posisi media tidak lagi bebas nilai karena pasti selalu bermuatan ideologis. Media disini bisa menjual pesan-pesan, gagasan maupun kepribadian sekaligus pandangan tertentu terkait dengan ideologi yang dianut. Media memiliki pola penyampaian pesan kepada komunikan dengan tujuan dan maksud tertentu. Tujuan sebuah media dalam menyampaikan pesan juga dipengaruhi oleh sebuah pemikiran dasar yang dijadikan patokan dalam penerapan penyampaian pesannya. Sehingga media memandang sebuah realitas yang berdasarkan dari ideologi yang dianut media tersebut. Sebagai sebuah media, film tentunya mewakili pandangan-pandangan yang dimiliki oleh kelompok tertentu, termasuk ideologi serta gagasan yang dibawa oleh kelompok tersebut. Hal ini menjadi sangat esensial, karena dalam penyampaiannya, film menyampaikan ideologi dengan lebih halus serta memiliki unsur paksaan. Hal itu dikarenakan ketika kita menonton film, komunikasi yang terjadi lebih bersifat satu arah. Dimana kita sebagai penonton akan disuguhi berbagai macam informasi yang ada dan ditampilkan dalam film, dan kita secara tidak sadar diharuskan untuk ‘menelan’ segala macam informasi yang disajikan dalam film tersebut. Lebih tepatnya pesan-pesan bermuatan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
ideologis yang berasal dari pembuatnya. Memang film sudah terbukti bisa mempengaruhi ideologi penontonnya. Film sebagai media pada dasarnya merupakan hiburan tersendiri bagi penonton. Selain sebagai hiburan tersendiri, ketika film yang sebenarnya memiliki ideologi bisa menyampaikan pesan dan penontonnya bisa terpengaruh maka film itu berhasil dalam menyampaikannya. Ketika calon penonton pada umumnya menikmati film sebagai sajian audio-visual ini memilihnya sebagai hiburan, mereka mencoba menyelam bersama dalam film itu. Mencoba menikmati saat bersama, tertawa, menangis dan merasa ikut ambil bagian di dalam film tersebut. Selain itu ketika menonton film ada semacam upaya untuk katarsis, melarikan diri sesaat dari hiruk pikuk persoalan sehari-hari. Kemudian film juga dimanfaatkan sebagai alat untuk mendukung propaganda ideologi, pendidikan politik dan hal-hal lainnya. Pada kondisi ini penonton digiring untuk menonton, memahami dan menjadi bagian dari propaganda politik dalam pembuatan film. Dalam beberapa judul film yang telah diputar dan ditayangkan terdapat pesan propaganda yang menimbulkan terciptanya sosok baik dibalik realitas yang sebenarnya, ada beberapa simbol salah satunya adalah Illuminati. Tujuan Illuminati adalah membuat sebuah tatanan dunia baru yang salah satu sasarannya adalah media massa salah satunya dalam bentuk film, kebanyakan tokoh yang dibuat dibalik simbol tersebut adalah sosok yang baik namun ada beberapa pesan yang tersembunyi dibalik itu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Perlu diketahui Illuminati adalah bentuk organisasi satanis yang didirikan pada tahun 1776, yang tujuan utamanya adalah membuat Tatanan Dunia Baru dengan membalikan sebuah realitas dibalik kekejamannya. 2.3 Illuminati 2.3.1 Sejarah Illuminati Illuminati adalah sebuah kelompok yang mempraktikan bentuk kepercayaan yang dikenal sebagai “pencerahan”. Ini adalah ajaran Luciferian, dan mereka mengajarkan pengikut mereka bahwa akar mereka kembali kepada agama misteri jaman kuno di Babylon, Mesir, dan Ceelticdruidisn. Mereka telah memutuskan apa yang menurut mereka “paling baik” untuk setiap anggota, praktik-praktik dasar, dan menggabungkan mereka bersama kedalam disiplin mistik secara ketat. Banyak kelompo [ada tingkat lokal menyembah ketuhanan jaman kuno seperti “Er”, “Baal”, dan “Ashatarte”, juga “Isis dan Osiris” dan “Set”. Illuminati didirikan pada tanggal 1 mei 1776 oleh para penyandang dana yang menetapkan bankir selama masa-masa Templar Knight untuk membiayai raja-raja pertama di Eropa dengan dipilihnya Dr. Adam Wesphaut sebagai figure pemimpin. Seorang profesor dari Canon Low at Ingolstadt University sekaligus mantan Jesuit. Adam merupakan didikan dari Jesuit dan hanya seperti orangorang lainnya pada masa itu, mencari ilmu setinggi-tingginya. Perlu diketahui bahwa pada saat itu untuk berpikiran bebas seperti sekarang sangat dilarang. Adam Weshaupt sendiri adalah seorang Yahudi yang lahir di Jerman pada tahun 1748. Ia mengkaji teologi Nasrani dan menjadi tokoh Nasrani, lalu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
berbalik menjadi Atheis. Pada tahun 1770, ia diminta Himpunan Yahudi untuk membuat rencana mengelola dunia dan ia menyanggupi. Pada tahun 1776 ia mendirikan Majelis Timur Raya untuk Freemasonry kelompok cahaya (the order of illuminati). Illuminati memang unik. Mereka diklaim telah berada dibalik semua revolusi-revolusi yang terjadi dibelahan dunia. Banyak teori yang menyebutkan bahwa mereka telah menjadi aktor dibalik munculnya mesin yang mulai menggantikan manusia dan munculnya suatu persamaan golongan dalam masyarakat yang semuanya seakan serentak terjadi pada abad ke-18. Hal ini juga ditegaskan oleh Augustin Barwell dan John Robbinson lewat bukunya mengatakan bahwa Illuminati telah berdiri dibalik bayang-bayang revolusi perancis. Pemaparan dari mereka memang agak terkesan sedikit aneh dimana mereka mengaitkan antara illuminati dan freemason. Akan tetapi ditinjau dari tujuan, mereka memiliki tujuan yang sama yaitu menguasai dunia. Dalam aksinya illuminati tidak ada pencapan didada dan bunuhbunuhan. Dalam aksi illuminati sendiri pada saat itu mereka mulai mengumpulkan anggota sebanyak mungkin untuk membentuk suatu kekuatan yang tersembunyi yang akan menjadi ancaman bagi siapapun yang menjadi penghalang mereka. Mengenai jumlah anggota mereka pada saat itu tidak ada yang tahu pasti. Ada yang mengatakan bahwa jumlah mereka mencapai ratusan ribuan lebih anggota, tapi tidak ada yang bisa memastikan. Salah satu sumber yang mengkaitkan mereka dengan freemason adalah seorang penulis bernama Robert Anton Wilson (1932-2007). Ia telah berhasil
http://digilib.mercubuana.ac.id/
menciptakan sendiri pandangan masyarakat kepadanya sebagai seorang agnostik, penulis, filsuf, dan pelawak. Karena ia mengklaim sebagai anggota agnostik, maka tidak ada protes dari masyarakat ketika ia menerbitkan bukunya yang seolah memuja illuminati. Wilson telah menulis sekitar 35 buku dan beberapa karya yang lainnya. Karya yang terkenal adalah karya yang memuji illuminati secara klasik, Trilogy: The Eye in the Piramyd, The Golden Apple, Leviathan (1975) yang ia tulis bersama Robert Shea dan diperkenalkan kepada publik sebagai “sebuah dongeng untuk paranoid”. Illuminati adalah organisasi elit rahasia yang bertujuan mewujudkan “New World Order” (NWO) atau “Tatanan Dunia Baru”, yaitu dunia dibawah satu pemerintahan yang otoriter, terkontrol, dan tanpa agama. NWO adalah sarana illuminati untuk menyambut kedatangan AntiKristus (versi agama Kristen) atau Dajjal (versi agama Islam). Para pengikut Dajjal ini diiming-imingi popularitas, kekayaan dan kekuasaan duniawi tanpa batas demi mewujudkan pemerintahan Dajjal. Struktur Pemerintahan Tatanan Dunia Baru Dalam stuktur piramida NWO, si Mata Satu diletakkan pada posisi tertinggi lalu berurutan dibawahnya yaitu: 1. Para penguasa, raja dan presiden dari negara tertentu 2. Para pemuka agama dan cendikiawan sesat 3. Militer dan intelegent 4. Politisi, pengusaha dan artis
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5. Rakyat jelata atau budak Struktur NWO ini miripdengan struktur piramida organisasi Fir’aun Mesir, dimana posisi paling bawah diisi oleh kaum minoritas yang justru mengontrol dan menindas kaum mayoritas dibawahnya.
2.3.2 Tujuan Illuminati Tujuan Illuminati adalah merendahkan dan memperbudak manusia, secara baik mental maupun spiritual,8 jika tidak secara fisik. Kelompok ini seperti rumor yang menyebar luas didalam masyarakat. Mereka telah menyusup kedalam banyak organisasi yang tampak baik (seperti perserikatan amal dan persatuan profesional) dan juga telah menyusup kedalam sebagian besar gerakan politik, khususnya zionisme, komunisme, sosialisme, liberalisme, neokonservatisme, dan fasisme. Ini adalah penyebab mengapa pemerintahan tampak dijalankan oleh orang-orang tak berjiwa dengan raut wajah mengerikan yang melontarkan kata-kata hampa dan memancarkan kejahatan.9 Illuminati terdiri atas banyak keluarga terkaya dunia termasuk Rothschild, Rockefeller, dan Windor. Ketika mereka bersikap basa-basi terhadap agama, mereka menyembah Lucifer. Perwakilan-perwakilan mereka mengendalikan media, pendidikan, bisnis, serta politik dunia. Para agen ini
8
Henry Makow Ph. D “ILLUMINATI Dunia Dalam Genggaman Perkumpulan Setan”, Jakarta; PT. Ufuk Publishing House 2012 hal 1 9 Ibid hal 1-2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mungkin berpikir bahwa mereka mengejar kesuksesan, namun kesuksesan secara harfiah berani melayani iblis.10 Sebagai tawanan kekayaan, Illuminati lebih memilih kebencian dan penghancuran Cinta. Dapat dipahami jika mereka tidak dapat tampil dihadapan publik dengan hal ini. Mereka berpura-pura sebagai orang bermoral, namun ketika bekerja dibelakang layar mereka memperbudak manusia dalam sebuah Tatanan Dunia Baru. 11 Tujuan dari Tatanan Dunia Baru adalah sama dengan Komunisme. Illuminati menciptakan Komunisme sebagai alat untuk menentang kehendak Tuhan dan memperbudak manusia. Kemanusiaan telah dijajah oleh sebuah kelompok Yahudi Satanis yang bernama Illuminati. Untuk mengalihkan perhatian dan mengendalikan kita, mereka telah menggunakan jaringan Freemason yang menyusup ke berbagai organisasi, khususnya pemerintah, lembaga intelejen, pendidikan, dan media massa. Mereka telah mengatur dua perang dunia dan merencanakan yang ketiga. “tangan tersembunyi” mengatakan bahwa media massa berperan penting dalam menciptakan sifat jahat dan membuat kita tanpa sadar menjadi kaki tangannya. “menurut kalian mengapa media massa sangat penting bagi kita? Kalian (Sebagai sebuah masyarakat) dalam kondisi tak sadar, telah menyetujui keadaan
10
Henry Makow Ph. D “ILLUMINATI Dunia Dalam Genggaman Perkumpulan Setan”, Jakarta; PT. Ufuk Publishing House 2012 hal 112 11 Ibid hal 112
http://digilib.mercubuana.ac.id/
bumi kalian saat ini. Kalian memenuhi pikiran dengan informasi tidak sehat yang diberikan kepada kalian melalui televisi sehingga kecanduan dengan kekerasan, pornografi, keserakahan, kebencian, keegoisan, “kabar buruk” tiada henti, ketakutan dan “teror”. Kapan kali terakhir kalian berhenti dan memikirkan sesuatu yang indah, dan murni? Bumi berjalan seperti ini karena pikiran kalian semua. Kalian melakukan kejahatan ketika tidak melakukan apapun, setiap kali kalian “memalingkan wajah” ketika melihat sebuah ketidakadilan “pikiran” bawah sadar kalian mengenai ciptaan Tuhan membuat semua ini terjadi. Dalam melakukannya, kalian sesuai dengan tujuan kami.”12
2.4 Propaganda 2.4.1 Pengertian Propaganda Meski praktik propaganda terlah terjadi sejak pertama kali terbentuknya masyarakat sosial, kata propaganda baru muncul ketika gereja romawi mempergunakan sebagai sarana untuk menyebarkan agama khatolik. Pada abad-abad selanjutnya, peran propaganda bergeser kesisi penerapan didunia politik serta hubungan masyarakat dan bahkan manipulasi pendapat publik, itulah sebabnya, dalam setiap peristiwa penting seperti politik pemilu, revolusi atau perang memberi dorongan kuat bagi pengembangan dan implementasi praktis di medan komunikasi.13
12
Henry Makow Ph.D ILLUMINATI Gerakan Pembajakan Dunia, PT Ufuk Publishing House, Jakarta 2015 hal 395-396 13 Mohammad Shoelhi, Propaganda Dalam Komunikasi Internasional, Bandung; Sembiosa Rekatama Media, 2012, hal 34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menurut Lasswell propaganda bukan bom juga bukan roti, melainkan kata-kata, gambar, lagu-lagu, parade, dan banyak sarana lain yang tipikal untuk membuat propaganda. Propaganda semata-mata merupakan kontrol opini yang dilakukan melalui simbol-simbol yang mempunyai arti atau menyampaikan pendapat yang kongkret yang akurat melalui gambar-gambar, sebuah cerita, rumor dan bentuk informasi lain yang bisa digunakan dalam komunikasi sosial.14
2.4.2 Jenis Propaganda Menurut jrnis kegiatannya propaganda dibagi lima jenis yaitu: A. propaganda dagang meliputi iklan, peragaan (display), pertunjukan (show), prestasi, pawai, pameran (expo) B. propaganda politik mencakup penyebaran doktrin, penyebaran keyakinan politik tertentu. C. Propaganda perang, yang termasuk dalam jenis propaganda ini: warmongering atau propaganda yang menghembus-hembuskan semangat perang; defematory atau propaganda yang merusak nama baik kepala negara/pemerintahan; subversive yaitu propaganda yang bertujuan merusak atau mendorong kekuatan atau kewibawaan suatu negara dari dalam agar negara tersebut hancur; dan psychological warfare (psy-war/sykewar) atau perang urat
14
Ibid hal 36
http://digilib.mercubuana.ac.id/
saraf, yaitu propaganda yang menampilkan gertakan dan pengerahan kekuatan sebagai bentuk ancaman agresi untuk menakut-nankuti pihak lawan. D. Propaganda budaya biasanya dilancarkan dalam bentuk kegiatan pameran seni budaya, pertunjukan film, pementasan seni/tari, pertukaran misi-misi kebudayaan, pagelaran temuan atau inovasi ilmu pengetahuan. E.
Propaganda agama, meliputi penyebaran keyakinan atau ajaran agama kerap juga dilakukan dalam bentuk khotbah dan ceramah akbar, pertemuan agam, pagelaran kegiatan keagamaan secara besar-besaran secara terbuka, tabligh akbar, serta pementasan drama bernafaskan agama.15
2.4.3 Teknik Propaganda Terdapat tujuh teknik yang dapat digunakan untuk menyusun propaganda yaitu; A. Name Calling (pertunjukan) Dalam teknik ini propagandis memberikan label buruk kepada seseorang, lembaga atau gagasan dengan simbol emosional negatif pada propagandanya. B. Glittering Generality (kemilau generalitas)
15
Ibid hal 44
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Kemilau generalitas merupakan kebalikan dari pemberi julukan buruk. Teknik kemilau generalitas menggunakan kata-kata yang memiliki kekuatan positif untuk membuat massa setuju, menerima dan mendukung tanpa memeriksa bukti-bukti. Contoh kata-kata yang biasanya digunakan dalam teknik ini antara lain; aktif, konstruktif, adil, jujur, tulus, ikhlas, terus-terang, peduli, percaya diri, manusiawi, inisiatif, berharga, pro (mendukung), produktif, viisoner, sejati, tekun, ulet, benar, dsb. C. Transfer (pengalihan) Merupakan visualisasi konsep untuk mengalihkan karakter tertentu kepada suatu pihak. Sebagai contoh, para politikus memajang foto diruang kerjanya. Foto itu menggambarkan saat sedang bersalaman dengan presiden. Hal ini dimaksudkan untuk memindahkan wibawa yang dimiliki presiden ke dalam dirinya. D. Plain folk (rakyat biasa) Teknik Plain folk merupakan salah satu teknik propaganda yang menggunakan pendekatan untuk menunjukan bahwa sang propagandis rendah hati dan mempunyai empati dengan penduduk pada umumnya. Teknik ini mengenalkan motif tulus seseorang yang berkecimpung dalam kegiatan sosial kemasyarakatan atau sosial politik. E. Cart Stacking (menimbang-nimbang kartu untuk digunakan Teknik Cart Stacking
adalah salah satu teknik pemilihan dan
pemanfaatan fakta atau kebohongan, illustrasi atau penyimpangan, serta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
pernyataan logis untuk memberikan kasus terbaik atau terburuk pada suatu gagasan, program, orang aatu produk. F. Bandwagon (seruan mengikuti pihak mayoritas) Teknik bandwagon berisi imbauan kepada khalayak untuk ikut bergabung kedalam kelompoknya karena kelompoknya memiliki tujuan yang baik dan menyenangkan. G. Fear Arousing (membangkitkan kekuatan) Teknik Fear Arousing adalah cara propaganda untuk mendapatkan dukungan dari target massa dengan menimbulkan emosi negatif, khususnya ketakutan. Agar massa merasa takut dan bersedia mengikuti kehendaknya, propagandis menciptakan semacam “hantu”.16
2.5 Semiotika Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari yunani “semeion” yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.17 Sedang secara terminologis semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.
16
Ibid hal 59-69 Alex Sobur. Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Analisis Framing, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, hal 95 17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Semiotika sebagai mana dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure dalam course in General Linguistics, adalah ilmu yang mempelajari peran tanda (sign) sebagai bagian dari kehidupan sosial. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari struktur, jenis, tipologi serta relasi-relasi tanda dalam penggunaan didalam masyarakat. Oleh sebab itu, semiotika mempelajari relasi diantara komponenkomponen tanda, serta relasi antara komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya.18 Pertama tanda sebenarnya (propper sign). Tanda sebenarnya adalah tanda
yang
mempunyai
relatif
simetris
dengan
realitas
yang
merepresentasikannya. Kedua tanda palsu (pseudo sign). Tanda palsu adalah tanda yang bersifat tidak tulen, tiruan, berpretensi, gadungan, yang didalamnya berlangsung semacam reduksi realitas, lewat reduksi penanda dan petanda. Ketiga tanda dusta (false sign). Tanda dusta adalah yang menggunakan penanda yang salah (false sign) untuk menjelaskan sebuah konsep yang demikian juga salah.19 Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya. Cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimanya oleh mereka yang menggunakannya.20
18
Yasraf Amir Pilliang, hipersemiotika Yogyakarta: Jalasutra, 2003, hal 47 Ibid hal 55 20 Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi Komunikasi, Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2006, hal 265 19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pada dasarnya, analisis semiotika merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi/wacana tertentu. Analisisnya bersifat paragmatik dalam arti berupaya dalam emnemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi dibalik sebuah teks. Maka orang sering mengatakan semiotika adalah upaya menemukan makna ‘berita dibalik berita’.21 Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis yang mempelajari hakikat keberadaan suatu tanda, bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Suatu tanda menandai sesuatu selain dirinya sendiri, makna adalah hubungan antara suatu objek atau ide suatu tanda. Dengan semiotika kita lantas berurusan dengan tanda. Seperti yang diungkapkan oleh Segers, semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana tanda-tanda (signs) dan berdasarkan pada sistem tanda (sign system).22 Pandangan tersebut didukung oleh preminger yang menemukan bahwa, fenomena sosial atau masyaraat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.23
2.5.1 Semiotik Film
21
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan skripsi komunikasi, Jakarta; Mitra Wacana Media, 2011, hal 5-6 22 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung; PT . Remaja Rosdakarya. 2003, Hal. 15-16 23 Rachmat Kriyanto, Teknis Praktis Riset Komunikasi, Kencana, Jakarta, 2008, cet Ke-3, hal 263
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika. Seperti dikemukakan Van Zoest yang dikutip oleh Sobur mengatakan film dibangun oleh tanda semata-mata. Tanda itu termasuk beberapa sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imajinasi dan sistem penandaan. Karena itu menurut Van Zoest, bersamaan dengan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang mneggambarkan sesuatu. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang paling pengting dalam film adalah gambar dan suara: kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar) dan musik. Semiotika berkaitan dengan komunikasi dan juga pemaknaan akan pesan yang didapat lewat proses berkomunikasi, salah satunya adalah media massa. Seperti yang diungkapkan oleh Roland Barthes dalam satu perspektif semilogis (semiotika). “sistem-sistem yang paling penting yaitu yang berasal dari semiologi komunikasi massa, merupakan sistem-sistem yang kompleks yang didalamnya melibatkan beberapa subtansi yang berbeda-beda.24 Media massa sudah menjadi kebutuhan primer saat ini bagi masyarakat, masyarakat sudah tidak dapat lagidipisahkan dengan media massa, karena
24
Roland Barthes, Setualang Semiologi, Yogyakarta; Pustaka pelajar. 2007 hal 30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
adanya sifat ketergantungan kepada media dimana kebutuhan akan teknologi sudah tidak dapat dipisahkan dari manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Salah satu media massa yaitu film, film juga berkaitan dengan lingkup semiotika, karena film merupakan proses pentransferan informasi dari para produser film kepada target marketnya, dan dalam proses transmisi informasi tersebut film melibatkan tanda-tanda, kode-kode, dan makna yang dinantinya dapat diteliti secara lebih mendalam makna dari pesan-pesan yang disampaikan tersebut, dengan menggunakan metode semiotika. Penggunaan semiotika dalam menganalisis sebuah film adalah untuk mencari keefektifitasan film yang dibuat, sehingga akan tercipta relasi antara pemberi dan penerima pesan, yang dimediasikan lewat film.
2.5.2 Analisis Semiotika Menurut Roland Barthes Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan didunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (tosinify)dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179;Kurniawan, 2001:53)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dalam sejarah akademik Barthes termasuk seorang pelopor yang menaruh perhatian besar terhadap kajian budaya massa dan modern, karena meskipun ia sebagai seorang akademis dengan latar belakang pendidikan klasik, namun dalam hidupnya ia juga tidak dapat dilepaskan dalam “mass consumer society”. Menurut pandangan Barthes, pengalaman hidup budaya modern berarti pengalaman mengonsumsi produk budaya modern atau budaya media dari mode sampai iklan sabun, bahkan juga dari mainan anak-anak sampai menu makanan. Disinilah Barthes menegaskan bahwa ruang dan waktu orang moder harus menyejarah, dan sehubungan dengan semiotika, disitulah semiotika harus berkembang, supaya menjadi kekuatan bagi kritik atas budaya modern. Pokok perhatian semiotika adalah tanda. Tanda itu sendiri adalah sebagai sesuatu yang memiliki ciri khusus yang penting. Pertama, tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu dapat ditangkap. Kedua, tanda harus menunjukan pada sesuatu yang lain. Artinya bisa menggantikan, mewakili dan menyajikan. Sejak awal kemunculan semiotika lebih dekat dengan ilmu linguistik modern, yaitu ilmu yang mempelajari bahasa baik tulis maupun lisan, namun yang menarik menurut Barthes adalah semiotika bukan pertama-tama sebagai linguistikakan tetapi semiotika dapat juga digunakan sebagai pendekatan untuk mempelajari “order language”. Dalam hal ini, makna tugas semiotika lebih pas dengan harapan Saussure, yaitu: “the linguist must take the study of linguistic structure as his primary concern, an relate all other manifestations of language to it”. Dalam konteks inilah Barthes membenarkan, bahwa dalam mempelajari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
jangan berhenti hanya pada bahasa semata, melainkan semiotika harus menjadi “general science of sign”. Dalam cara baca semiotik Roland Barthes mengelompokkan kode-kode cara baca menjadi lima kisi-kisi kode, yakni kode hermeunetik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode kultural atau kode kebudayaan. Uraian kode-kode tersebut dijelaskan Pradopo sebagai berikut: 1.
Kode Hermeneutik, yaitu artikulasi berbagai cara pertanyaan, tekateki, respons, enigma, penangguhan jawaban, akhirnya menuju pada jawaban. Atau dengan kata lain, Kode Hermeneutik berhubungan dengan teka-teki yang timbul dalam sebuah wacana. Siapakah mereka? Apa yang terjadi? Halangan apakah yang muncul? Bagaimanakah tujuannya? Jawaban yang satu menunda jawaban lain.
2.
Kode Semantik, yaitu kode yang mengandung konotasi pada level penanda. Misalnya konotasi feminitas, maskulinitas. Atau dengan kata lain Kode Semantik adalah tanda-tanda yang ditata sehingga memberikan suatu konotasi maskulin, feminin, kebangsaan, kesukuan, loyalitas.
3.
Kode Simbolik, yaitu kode yang berkaitan dengan psikoanalisis, antitesis, kemenduaan, pertentangan dua unsur, skizofrenia.
4.
Kode Narasi atau Proairetik yaitu kode yang mengandung cerita, urutan, narasi atau anti narasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5.
Kode Kebudayaan atau Kultural, yaitu suara-suara yang bersifat kolektif, anonim, bawah sadar, mitos, kebijaksanaan, pengetahuan, sejarah, moral, psikologi, sastra, seni, legenda.
Tujuan analisis Barthes ini, menurut Letche (2001:196) bukan hanya untuk membangun suatu sistem klasifikasi unsur-unsur narasi yang sangat formal, namun lebih banyak untuk menunjukan bahwa tindakan yang paling banyak masuk akal. Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli dari tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja Gambar 2.1 Peta tanda Roland Barthes 1. signifer
2. signified
(penanda)
(petanda)
4. Denotive sign (tanda denotatif) 5. CONNOTATIVE SIGNIFIER
6. CONNOTATIVE SIGNIFIED
(PENANDA KONOTATIF
(PETANDA KONOTATIF)
7. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF Sumber: Paul Cobley & Litza Jansz. 1999. Introducing Semiotics. NY: Totem Books, hlm 51.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri dari penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saay bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan dan keberanian (Cobley dan Jansz, 1999:51).25
Untuk menganalisis film dapat menggunakan model Roland Barthes, yaitu dilakukan dnegan mengkaji pesan yang dikandungnya. Metode ini sebenarnya diterapkan dalam iklan namun digunakan dalam film. Menganalisis iklan berdasarkan pesan yang dikandungnya yaitu: 1. Pesan Lingusitik (semua kata dan kalimat dalam iklan) 2. Pesan ikonik yang terkodekan (konotasi yang muncul dalam foto iklan yang hanya berfungsi jika dikaitkan dengan tanda yang lebih luas dalam masyarakat) 3. Pesan ikonik tak terkodekan (denotasi dalam foto iklan) Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan
berfungsi sebagai untuk
mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.
25
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 2009 hal 69
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.2 Signifikansi dua tahap Roland Barthes
second order
First order
Reality
signs
Signifier Denotasi
culture
Konotasi
..................... Signified Myth
Sumber: John Fiske. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Komperhensif, jalasutra: Yogyakarta, 2004, Hal 122.
Model Barthes ini adalah model matematis yang sering disebut sebagai signifikan dua tahan Barthes. Tahapan pertama adalah pemaknaan tanda yang berdasarkan atas realita dari tanda dan tahapan kedua adalah tahapan penandaan hang didasarkan atas kultur atau budaya yang ada di masyarakat dari kedua tahapan penandaan ini kemudian muncullah istilah denotasi, konotasi dan mitos. Keterangan lebih detail tentang signifikan penandaan, Barthes adalah sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Denotasi Tatanan ini menggambarkan relasi antara penanda dan petanda didalam tanda, da antara kedua tanda dengan referennya dalam realitas eksternal. Barthes menyebut ini sebagai denotasi.26 2. Konotasi Menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda tatanan penandaan kedua. Menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Bagi Barthes, faktor paling penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama. Penanda tatanan pertama merupakan tanda konotasi.27 3. Mitos Cara kedua dari tiga cara Barthes mengenai cara bekerjanya tanda dalam tatanan kedua adalah melalui mitos, bagi Barthes, mitos merupakan cara berpikir dari suatu kebudayaan tentang sesuatu. Bila donotasi merupakan pemaknaan tatanan kedua dari penanda, mitos merupakan tatanan kedua dari petanda.28 Didalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda. Petanda lebih miskin dari penanda, sehingga dalam praktiknya terjadilah pemunculan konsep secara berulang-ulang dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Mitologi
26
John Fiske. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komperhensif, Jalasutra: Yogyakarta, 2004, Hal. 118 27 Ibid, Hal. 118-119 28 Ibid, Hal. 119
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mempelajari bentuk-bentuk tersebut karena pengulangan konsep terjadi dalam wujud berbagi bentuk tersebut.29
2.6 Mitos Cara selanjutnya dari 3 cara Barthes mengenai bekerjanya tanda dalam tatanan kedua adalah melalui mitos. Mitos merupakan suatu sistem pemaknaan tatanan kedua. Didalam mitos sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda. Mitos merupakan suatu sistem komunikasi dan juga suatu pesan. Hal inilah yang memungkinkan audience untuk memahami bahwa mitos tidak mungkin merupakan suatu konsep, atau gagasan, sebab mitos merupakan mode pertandaan suatu bentuk. Semuanya dapat dinyatakan menjadi mitos apabila hal tersebut disampaikan lewat wacana. Mitos tidak didefinisikan oleh objek pesannya, tetapi oleh caranya menyatakan pesan ini: terdapat batas-batas formal bagi mitos, tidak ada batasan-batasan yang “substansial”, tidak ada mitos yang abadi karena sejarah manusia yang mengubah realitas menjadi wicara, dan wicara tersebut mengatur kehidupan dan kematian bahasa, mitos merupakan aspen realitas atau gelaja alam, mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Berkaitan dengan pendapat bahwa mitos dugunakan untuk “membenarkan” nilai-nilai dominan pada sebuah budaya dan periode tertentu,
29
Alex Sobur. Semiotika komunikasi. Pt remaja rosdakarya: bandung, 2009, hal 71
http://digilib.mercubuana.ac.id/
maka seharusnya mitos bekerja dengan cara membawa serta muatan historis atau sejarahnya. Mitos menurut (Sobur, 2009:129) juga merupakan suatu wahana tempat suatu ideologi terwujud. Mitos dapat menjadu mitologi yang memainkan peranan penting dalam kesatuan-kesatuan budaya. Ideologi dapat ditemukan dalam teks dengan jalan meneliti konotasi-konotasi yang terdapat didalamnya. Salah satu cara adalah mencari mitologi dalam teks-teks semacamnya. Ideologi adalah sesuatu yang abstrak. Mitologi (kesatuan mitos-mitos yang koheran) menyajikan inkarnasi makna-makna yang mempunyai wadah dalam ideologi. Ideologi harus dapat diceritakan. Cerita itulah mitos.
2.7. Ideologi Ideologi adalah sistem ide-ide yang diungkakan dalam komunikasi. Secara positif ideologi dipresepsi sebagai suatu pandangan dunia (worldview) yang menyatakan nilai-nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka. Secara negativ, ideologi dilihat sebagai kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutarbalikan pemahaman orang mengenai realitas sosial. Ideologi itu berada pada perpoyongan antara prinsip atau tujuan filosofis, pilihan dankeyakinan individual, serta nilai-nilai umum dan khusus, perpotongan ini diikhtisiarkan dalam gambar berikut ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.3 Dimensi Ideologi Kepentingan
Nilai
pilihan Sumber: (Apte, 2006: 236)
Nilai, kepentingan, dan pilihan, jelas saling bertumpang tindih. Ideologi, menurut Apter, merupakan atribut-atribut ini: kadang=kadang koheran dsn kadang-kadang tidak. Pilihan dapay diubah menjadi kepentingan dan kepentingan menjadi nilai, atau pilihan dapat ditingkatkan pada status nilai untuk mencapai kepentingan. Terdapat tiga dimensi yang dapat dipakai untuk melihat dan mengukur kualitas suatu ideologi (Alfian; 1995:93), yakni (1) kemampuan mencerminkan realitas hidup dalam masyarakata, (2) mutu idealisme yang dikandungnya, dan (3) sifat fleksibelitas yang dimilikinya. Dimensi pertama ideologi adalah pencerminan realitas yang hidup dalam masyarakat dimana a muncul pertama kalinya, paling tidak pada saat-saat kelahirannya itu. Dengan kata lain, ideologi itu merupakan gambaran tentang sejauh mana masyarakat berhasil memahaminya sendiri. Dimensi kedua dari ideologi adalah lukisan tentang kemampuannya memberikan harapan kepada berbagai kelompok atau golongan yang ada dalam masyarakat untuk mempunyai kehidupan bersama secara lebih baik dan untuk membangun suatu masa depan yang lebih cerah. Dimensi ketiga dari ideologi – erat kaitannya dengan kedua dimensi
diatas
mencerminkan
kemampuan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sesuatu
ideologi
dalam
mempengaruhi dan sekaligus menyesuaikan diri dengan pertumbuhan atau perkembangan masyarakatnya. Mempengaruhi berarti ikut mewarnai proses perkembangan itu, sedangkan menyesuaikan diri berarti bahwa masyarakat berhasil menemukan interpretasi baru terhadap nilai-nilai dasar atau pokok dari ideologi itu sesuai dengan realita yang muncul dari mereka.
http://digilib.mercubuana.ac.id/