BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Menurut GOLD 2007 PPOK adalah suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek ekstrapulmonal yang berperan pada
beratnya penyakit. Komponen pulmonalnya ditandai dengan
hambatan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan terkait dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas berbahaya.1 Secara umum eksaserbasi adalah perburukan gejala pernapasan yang akut. Menurut Anthonisen eksaserbasi meliputi meningkatnya sesak nafas, purulensi dan volume sputum. Anthonisen dkk. 6 mendefinisikan berbagai tipe eksaserbasi. Tipe 1 jika mempunyai semua gejala mayor yaitu peningkatan sesak napas, peningkatan volume dan purulensi sputum, tipe 2 jika minimal mempunyai 2 macam gejala mayor dan tipe 3 jika minimal mempunyai 1 gejala mayor ditambah gejala batuk, mengi atau gejala infeksi saluran napas atas.7-8
Epidemiologi Satu meta-analysis dari studi-studi yang dilaksanakan di 28 negara antara 1990 dan 2004, menunjukkan bukti bahwa prevalensi PPOK (Stadium I: PPOK ringan dan yang lebih tinggi) adalah lebih tinggi pada perokok dan bekas perokok dibanding pada bukan perokok, pada mereka berusia di atas 40 tahun dibanding mereka di bawah 40, dan pada pria lebih banyak dibanding wanita.1 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa PPOK masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas ke-3 terdepan, yang kemudian menyebabkan beban sosioekonomik semakin meningkat di seluruh dunia. Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun ke atas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi
18 Universitas Sumatera Utara
terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%1.
Morbiditas Data yang ada menunjukkan bahwa morbiditas karena PPOK meningkat dengan usia dan lebih besar pada pria dibanding wanita. Selain itu morbiditas PPOK juga bisa dipengaruhi oleh komorbid kondisi kronis lain.1
Mortalitas PPOK merupakan salah penyebab kematian paling penting pada banyak negara. Global Burden Disease Study sudah memproyeksikan PPOK menduduki peringkat keenam penyebab kematian pada 1990, dan akan menjadi yang ketiga penyebab kematian di seluruh dunia pada 2020. Peningkatan mortalitas ini dipicu oleh berkembang luasnya merokok dan perubahan demografis di banyak negara.1 Indonesia sendiri belum memiliki data pasti mengenai PPOK, hanya
survei
Kesehatan
Rumah
Tangga
DepKes
(SKRT)1992
menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronkial menduduki peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.9 Ilhamd dkk. mendapatkan bahwa penderita PPOK menduduki proporsi terbesar yaitu 31,5% dari seluruh penderita penyakit paru yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSUP. H.Adam Malik Medan pada periode Januari – Desember 1999 dari seluruh penyakit paru yang ada.10
Patologi, patogenesis dan patofisiologi Eksaserbasi PPOK dihubungkan dengan peningkatan inflamasi sistemik saluran nafas atas dan saluran nafas bawah. Pada PPOK stabil dijumpai peningkatan CD8+, limfosit dan makrofag pada mukosa bronkus dan peningkatan netrofil terutama PPOK berat. Pada pasien eksaserbasi dengan bronkitis kronis yang dilakukan biopsi dijumpai peningkatan eosinofil di saluran nafas terutama pada PPOK ringan.11 Meningkatnya inflamasi sistemik pada eksaserbasi berhubungan
19 Universitas Sumatera Utara
dengan infeksi virus dan bakteri. Respon inflamasi menimbulkan edema saluran nafas, bronkospasme, dan peningkatan produksi sputum, terjadi hambatan aliran nafas dan hiperinflasi dinamik. Hiperinflasi adalah penyebab utama sesak nafas, diikuti gejala eksaserbasi
yang lain.
Umumnya pada penyakit yang berat hambatan aliran nafas makin memburuk yang dapat berkembang menjadi gagal nafas.11 Selama eksaserbasi, sekresi neutrofil di jalan napas meningkat yang berhubungan dengan purulensi sputum. Degranulasi neutrofil melepaskan elastase dan proteinase penyebab kerusakan epitel, menurunkan frekuensi silier, menstimulasi sekresi mukus oleh sel goblet, meningkatkan permeabilitas mukosa bronkus yang menyebabkan edema dan eksudasi protein ke jalan napas.11 Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi siliar mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi pada saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan berlanjut pada abnormalitas perbandingan ventilasi/perfusi yang pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresivitas ini berlanjut menjadi hipertensi pulmonal dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi dari arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodelling arteri pulmonalis (hipertrofi dan hiperplasia otot polos) dan destruksi pulmonary capillary bed menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.12
Etiologi Penyebab utama eksaserbasi antara lain infeksi bakteri dan virus, polusi udara, cuaca dingin, dan putus obat. Sampai saat ini, pendapat tentang infeksi bakteri sebagai penyebab utama eksaserbasi masih kontroversi, tapi sedikitnya 50% pasien memiliki jumlah bakteri patogen yang banyak pada saluran nafas bawah selama ekaserbasi.13-14 Hubungan antara infeksi bakteri dan eksaserbasi PPOK didukung fakta
20 Universitas Sumatera Utara
bahwa dijumpai respon imun spesifik terhadap strain bakteri dan kenyataan bahwa eksaserbasi bakterial berhubungan dengan inflamasi neutrofilik, seperti yang tampak pada PPOK umumnya.15-18 Hisyam B dkk.19 (2001) menemukan 82 isolat dari 55 sampel sputum penderita PPOK eksaserbasi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan hampir semuanya sensitif terhadap sefotaksim. Jenis bakteri terbanyak dan sensitivitasnya terhadap sefotaksim adalah berturut-turut sebagai berikut: Klebsiella pneumonia (33%;96%), Streptococcus (30%; 91%), Pseudomonas
aeruginosa
(17%;
71%),
Enterobacter
(8%;
71%),
Neisseria catharralis (6%; 100%), Staphylococcus epidermidis (6%; 100%). Usyinara20 mendapati 85 dari 87 sampel sputum tidak dicuci yang dikultur dijumpai kuman, dimana dari total 131 isolat yang ada dijumpai 76 kuman merupakan bakteri potensial patogen (BPP). Kuman terbanyak penyebab PPOK eksaserbasi akut pada sputum tidak dicuci berturut-turut yaitu Streptococcus pyogenes (50%), Pseudomonas aeruginosa(15,38%), Streptococcus beta-hemolyticus
(13,46%), Streptococcus pneumonia
(11,53%), dan Klebsiella pneumonia (9,61%). Groenewegen,21 melaporkan proporsi infeksi bakteri sebesar 50% dari 171 pasien PPOK eksaserbasi dan menyimpulkan pasien dengan fungsi paru yang lebih berat memiliki insiden infeksi bakteri yang lebh tinggi.21 Ringkasan hasil penelitian dari beberapa studi terangkum pada Tabel 1. Secara umum terlihat isolasi Pseudomonas aeruginosa berkisar 3-13%.
21 Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Pola kuman PPOK dari berbagai penelitian Studi Jmlh Jumtah Jumlah
% Isolasi bakteri
Psn Afegradkk.
728
kultur posit if 298
Arauettodk
isolasi Haemophi Moraxell Streptococcu Staphylococc Pseudomona Haemophius Enterobac bakteri influenzae catarrhal pnemoniae aureus aeruginosa parainfluenza teriaceae 375 28 11 26 5 11 _ 15
218
673
777
13
18
7
17
4
15
Chodoshdk 376
234
274
36
20
14
1
5
4
7
Chodosh
307
208
25
21
10
4
3
8
15
Chodoshdk
624
290
379
18
21
7
20
detail tdk ada
6
detail tdk
Davis* dkk.
140
124
146
50
17
21
1
8
-
3
DeAbatedk
798
647
835
18
9
8
5
4
32
8
Habfedkk.
373
192
181
25
14
8
7
13
12
19
Langandkk. 684
192
211
34
4
12
9
5
11
5
Langandkk. 802
400
513
36
12
11
3
detail tdk ada
27
detail tdk
Langandkk. 656
478
542
41
19
23
1
3
6
detail tdk
Readdkk.
364
103
128
46
9
9
8
5
3
15
Shahdkk.
832
547
577
36
16
18
3
8
2
5
Wfcondkk.
750
287
342
31
15
25
5
1
5
253
18
5 ikutip dari 22
Kolonisasi dan infeksi kronik pada saluran napas PPOK memicu kerusakan paru secara progresif dan terus-menerus sehingga faal paru semakin memburuk. Selain hal tersebut tingginya frekuensi eksaserbasi juga akan mempercepat penurunan faal paru. Pada beberapa pasien PPOK yang diikuti selama 15 sampai 25 tahun, sebagian besar pasien PPOK mengalami perubahan pola kuman saat eksaserbasi seiring dengan
penurunan
faal
paru.
Kuman
Pseudomonas
sp.,
Enterobacteriaceae dan bakteri Gram negatif semakin sering ditemukan seiring dengan beratnya penurunan faal paru.23 Berat derajat obstruksi pada PPOK dipikirkan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi jenis kuman yang ditemukan saat eksaserbasi. Hal ini diduga disebabkan turunnya daya pertahanan mukosa bronkus yang akan mempengaruhi adesi kuman Pseudomonas sp dan bakteri Gram negatif lainnya terhadap epitel saluran napas.5 Miravitlles dkk. menemukan hubungan antara jenis kuman dan derajat obstruksi penurunan faal paru. Pseudomonas aeruginosa dan Haemophilus influenzae secara bermakna ditemukan lebih banyak pada VEP1 pred < 50% (obstruksi berat) daripada VEP1 pred > 50% sedangkan Streptococcus pneumoniae secara bermakna ditemukan pada VEP1 pred > 50%.24
22 Universitas Sumatera Utara
Eller dkk. menemukan bahwa saat eksaserbasi akut bakteri Pseudomonas sp. dan Enterobacteriaceae lebih sering ditemukan pada pasien PPOK dengan VEP1 pred < 35%, sedangkan Streptococcus pneumoniae dan kuman Gram positif lainnya lebih sering ditemukan pada PPOK dengan faal paru yang masih baik. Terdapat hubungan bermakna antara turunnya faal paru dengan jenis bakteri yang ditemukan.23 Peran
bakteri
sebagai
pencetus
eksaserbasi
akut
masih
25
diperdebatkan. Hirschmann , menyatakan bahwa pemberian antibiotik pada PPOK eksaserbasi akut tidak bermanfaat. Kesimpulan ini diambil dari investigasi berbagai penelitian tentang PPOK. Hasil interpretasi dan berbagai
penelitian
menyimpulkan
bahwa
bakteri
Haemophilus
influenza, Moraxella catarrhalis dan Streptococcus pneumonia ternyata tidak ditemukan pada 50% serangan, tidak terjadi peningkatan koloni saat eksaserbasi, uji serologi gagal untuk membuktikan peningkatan titer antibodi
Haemophilus
influenzae,
vaksinasi
untuk
Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenza tidak terbukti bermanfaat menurunkan eksaserbasi dan antibiotik tidak terbukti bermanfaat pada penelitian randomized, placebo-controlled trials.25 Namun Murphy dkk.26 menyatakan bahwa antibiotik dapat diberikan pada setiap pasien yang mempunyai minimal 2 gejala mayor saat eksaserbasi. Mereka melakukan telaah ilmiah pada setiap data, penelitian bakteriologis, investigasi patologi serta uji klinis peran bakteri dan antibiotik pada PPOK. Pemberian terapi antibiotik terbukti dapat bermanfaat walaupun masih banyak pertanyaan yang belum terjawab dan dibutuhkan
studi
lebih
lanjut
terhadap
vaksin
efektif
pencegah
eksaserbasi dan definisi mekanisme invasi bakteri yang lebih baik.26
Pemeriksaan mikrobiologi Beberapa istilah di bidang Mikrobiologi dan hal-hal lain yang menyangkut pemeriksaan sampel pada penelitian ini, perlu untuk diketahui dan dipahami lebih lanjut, antara lain:
23 Universitas Sumatera Utara
1. Flora normal, bakteri patogen dan patogen oportunistik Analisis infeksi
dan penyakit menyebabkan bakteri digolongkan
menjadi bakteri patogen, patogen oportunistik , atau nonpatogen (flora normal). Beberapa spesies bakteri selalu dianggap patogen, dan keberadaannya merupakan hal yang abnormal; contohnya adalah Mycobacterium tuberculosis (tuberkulosis) dan Yersinia pestis (penyakit pes). Spesies lain umumnya merupakan bagian dari flora normal pada manusia (dan hewan) tetapi juga sering menyebabkan penyakit. Misalnya: Escherichia coli merupakan flora normal gastrointestinal pada manusia normal tetapi juga sering menyebabkan infeksi saluran kemih, diare pelancong, dan penyakit lain. Bakteri lain (misal: spesies Pseudomonas) hanya menyebabkan penyakit pada orang yang mengalami penekanan imun dan lemah, bakteri seperti ini merupakan patogen oportunistik.27 Pembagian lain yang sering dipakai adalah Bakteri Potensial Patogen (BPP) dan Bakteri non-Potensial Patogen (BNP) adalah mikroorganisme yang dikenal sebagai agen yang menyebabkan infeksi saluran nafas, baik flora gastrointestinal atau orofaring : batang gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa, Enterobacteriaceae dan Haemophilus spp; kokus Gram positif seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, dan kokus Gram negatif seperti Moraxella catarrhalis. BNP adalah mikroorganisme yang merupakan flora gastrointestinal atau orofaring yang biasanya tidak menyebabkan infeksi
saluran
nafas
pada
pasien
non-immunocompromised
(Streptococcus viridans, Neisseria spp, Corynebacterium spp, Candida spp, dll).28 2. Bahan sampel sputum Untuk menetapkan diagnosis etiologik infeksi paru, penting sekali memperoleh bahan pemeriksaan bakteriologik yang representatif, mulai dari cara yang sederhana seperti sputum ekspektorasi, sampai metode yang invasif. Metode invasif pengambilan sputum untuk menghindari kontaminasi orofaring misalnya pengambilan sekret
24 Universitas Sumatera Utara
melalui bronkoskop, aspirasi transtrakeal dan aspirasi transtorakal. Cara invasif tersebut mempunyai ketepatan yang tinggi namun membutuhkan tenaga yang terampil, biaya mahal dan risiko tinggi.29,30 Beberapa aturan umum yang diterapkan pada semua bahan pemeriksaan antara lain:27 a. Jumlah bahan harus adekuat (3-5 mL). b. Bahan harus representatif ( mewakili ) bagi proses infeksi. c. Kontaminasi bahan harus dihindari dengan hanya menggunakan peralatan steril dan tindakan-tindakan aseptik. d. Spesimen harus dibawa ke laboratorium dan diperiksa secara cepat. Medium transpor khusus mungkin membantu. e. Bahan diambil sebelum obat-obat antimikroba diberikan. Sebagian menegakkan
besar
etiologi
sputum infeksi
ekspektorasi
saluran
yang
pernapasan
dipakai bagian
untuk bawah
kualitasnya tidak sesuai untuk kultur. Berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan kualitas sampel, antara lain dengan
mempengaruhi
pengolahan spesimen termasuk dengan washing, straining, dan flash freezing untuk memisahkan bahan purulen dari konstituen spesimen lainnya. Metode ini rumit dan jarang dipakai. Cara lain dengan menilai kualitas sputum dengan pemeriksaan sitologi.31 Q-Probe Study,31 suatu studi yang dilakukan pada 697 partisipan untuk menilai pemakaian kriteria sitologi sebagai penyaring sputum sebelum diproses, merekomendasikan metode ini untuk diterapkan secara rutin di laboratorium baik untuk memilih sampel yang baik untuk kultur maupun sebagai kriteria rejeksi terhadap sampel yang diterima. Kriteria sitologis yang sering dan telah dipakai selama bertahuntahun di laboratorium antara lain kriteria Bartlett dan Murray-Washington.32 Cara Bartlett dilakukan sebagai berikut: hapusan sputum diperiksa dibawah
mikroskop
dengan
pembesaran
kecil
(x10),
jumlah
sel
25 Universitas Sumatera Utara
polimorfonuklear (PMN) dan epitel skuamous dihitung tiap lapangan pandang pada 20 sampai 30 lapang pandang. Nilai positif diberikan bila terdapat sejumlah neutrofil untuk menggambarkan infeksi akut dan nilai negatif pada sel epitel yang menggambarkan kontaminasi orofaring (saliva). Skor total dihitung dari masing-masing skor berdasarkan pemeriksaan lapang pandang. Skor total >0 atau positif dianggap layak untuk kultur sedangkan skor 0 atau negatif menggambarkan terjadi inflamasi atau kontaminasi orofaring sehingga spesimen tidak layak kultur.32 Tabel 2. Bartlett's grading system untuk penilaian kualitas sputum Jenis dan jumlah sel /Ipk
Skor
Sel PMN <10
0
10-25
+1
>25
+2
beserta mukus
+1
Epitel 10-25
-1
>25
-2 Dikutip dari 32
Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas
aeruginosa
termasuk
bakteri
gram
negatif,
berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 µm, bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/karbohidrat lain, tidak berspora, tidak mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak. Terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang membentuk rantai yang pendek.33 Bakteri ini dapat tumbuh di air suling dan akan tumbuh dengan baik dengan adanya unsur N dan C. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 42oC. Pseudomonas aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai
26 Universitas Sumatera Utara
media pembiakan karena kebutuhan nutrisinya sangat sederhana. Di laboratorium, medium paling sederhana untuk pertumbuhannya digunakan asetat (untuk karbon) dan ammonium sulfat (untuk nitrogen). Pembiakan dari spesimen klinik biasanya menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang halus : 1. Koloni besar dan halus dengan permukaan rata dan meninggi. 2. Koloni halus dan mukoid sebagai hasil produksi berbahan dari alignat. Tipe ini sering didapat dari sekresi saluran pernafasan dan saluran kemih. Alignat merupakan suatu eksopolisakarida yang merupakan polimer dari glucoronic acid dan mannuronic acid, berbentuk gel kental disekeliling bakteri. Alignat ini memungkinkan bakteri untuk membentuk biofilm, yaitu kumpulan koloni sel-sel mikroba yang menempel pada suatu permukaan misalnya kateter intravena atau jaringan paru.27 Alignat dapat melindungi bakteri dari pertahanan tubuh inang, seperti limfosit, fagosit, silia, di saluran pernafasan, antibodi, dan komplemen. Pseudomonas aeruginosa membentuk biofilm untuk membantu kelangsungan hidupnya saat membentuk koloni pada paru-paru manusia.27 Infeksi Pseudomonas aeruginosa dimulai dengan penempelan dan kolonisasi bakteri ini pada jaringan inang. Bakteri ini menggunakan fili untuk penempelan sel bakteri pada permukaan inang. Selain itu, juga dapat membentuk biofilm yang terbuat dari kapsul glikokalis untuk mengurangi keefektifan mekanisme sistem imun inang. Jaringan inang akan mencoba merusak penempelan dan kolonisasi bakteri. Selanjutnya, bakteri ini memproduksi sejumlah endotoksin dan produk ekstaseluler yang menunjang invasi lokal dan penyebaran mikroorganisme. Toksin dan produk ekstraseluler ini mencakup protease ekstraseluler, sitotoksin, hemolisin,
dan
piosianin.
Untuk
penyakit
sistemik,
produk
yang
menunjang invasi mencakup kapsul antifagositas, endotoksin, eksotoksin A, dan eksotoksin S.27
27 Universitas Sumatera Utara