10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Cinta (Love)
1.
Pengertian Cinta Chaplin (2011), mendefinisikan cinta sebagai satu perasaan kuat penuh
kasih sayang atau kecintaan terhadap seseorang, biasanya disertai satu komponen seksual atau satu sentimen dengan sifat karakteristik dominan adalah suatu perasaan kuat penuh kasih sayang. Dari sudut pandang psikoanalisis bahwa cinta merupakan naluri libidinal atau erotis, yang mencari kepuasan atau pemuasan pada satu objek. Chaplin (2011) juga menambahkan bahwa dalam penulisan religius, cinta berupa satu kualitas spiritual dan mistik yang mempersatukan individu dengan Tuhan. Menurut Crooks dan Baur (2008), cinta adalah jenis khusus dari sikap dengan komponen emosi dan perilaku yang kuat. Cinta juga merupakan suatu fenomena yang berada di luar jangkauan untuk memberikan defenisi dan penjelasan yang tepat karena cinta dapat memiliki pengertian yang berbeda bagi masing-masing individu. Sementara menurut Sternberg (dalam Morentin, Arias, Jenaro, RodríguezMayoral, dan McCarthy, 2008), cinta adalah tema yang menonjol dalam sejarah, sastra, dan budaya popular. Cinta adalah emosi manusia yang diinginkan, kadangkadang ditunjukkan dalam ekspresi yang sangat kuat untuk berbohong, membunuh, bahkan mati atas nama cinta.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Masih menurut Sternberg (dalam Septiani, 2013) memberikan kesimpulan yang menarik mengenai taksonomi dari cinta. Menurut mereka tidak ada satu defenisi yang berguna dan akurat yang dapat menjelaskan arti cinta. Cinta memang pada dasarnya unik karena kompleksitas keadaan-keadaan yang dirasakan dan dipikirkan oleh individu ketika mengalami hal yang disebut dengan cinta. Sehingga taksonomi dari cinta dikembalikan menjadi defenisi oleh individu kepada pasangannya. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa cinta memiliki pengertian yang sangat luas dan kompleks sehingga pengertian cinta dapat berbeda-beda pada setiap individu.
2.
Segitiga Cinta Sternberg Menurut Sternberg (dalam Papalia, Old, & Feldman, 2008), cinta terdiri dari
tiga elemen. Ketiga elemen cinta tersebut adalah keintiman, gairah, dan komitmen. Ketiga elemen ini dimaknai sebagai Segitiga Cinta Sternberg.
Gambar 1. Segitiga Cinta Sternberg (dalam Crooks & Baur, 2008)
11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
a.
Keintiman atau keakraban (intimacy) Keintiman berhubungan dengan unsur emosional dan afeksi seseorang.
Elemen ini meliputi kelekatan, kehangatan hubungan, kedekatan, dan keterikatan pihak yang berhubungan. Dalam elemen ini, kedekatan emosional untuk selalu berdekatan dengan pasangan didorong oleh elemen afeksi. Pasangan yang memiliki keintiman yang tinggi sangat memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan pasangannya, menghormati dan menghargai satu sama lain, dan memiliki tingkat saling pengertian yang tinggi. Mereka mempunyai rasa saling memiliki, selalu ingin berbagi, saling memberi dan menerima dukungan emosional dan berkomunikasi secara intim. Sebuah hubungan mencapai keintiman emosional jika kedua pihak saling terbuka, saling mengerti, saling mendukung dan tidak ada rasa takut ditolak ketika berbicara tentang apapun. Mampu menyelaraskan nilai, meskipun pasti ada perbedaan dalam setiap pendapat. Saling memaafkan dan menerima ketika diantara kedua pihak ada berbuat kesalahan dan berbeda pendapat. Sternberg dan Grajek (dalam Sternberg, 1998), mengindikasikan bahwa keintiman terdiri dari sedikitnya sepuluh komponen, yaitu: 1) Keinginan untuk mempromosikan kesejahteraan orang yang dicintai. 2) Mengalami kebahagiaan dengan orang yang dicintai. 3) Memberikan penghargaan yang tinggi terhadap orang yang dicintai. 4) Dapat mengandalkan pasangan pada saat dibutuhkan. 5) Memiliki rasa saling pengertian dengan orang yang dicintai. 6) Berbagi diri dan milik pribadi dengan orang yang dicintai.
12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
7) Menerima dukungan emosional dari orang yang dicintai. 8) Memberikan dukungan emosional kepada orang yang dicintai. 9) Berkomunikasi secara intim dengan orang yang dicintai. 10) Mengutamakan pasangan yang dicintai.
b.
Gairah (Passion) Gairah merupakan unsur motivasional serta ekspressi keinginan dan
kebutuhan, seperti self esteem, pengasuhan, afiliasi, dominasi, kepatuhan, dan pemenuhan seksual. Gairah merupakan komponen fisiologis yang menyebabkan seseorang ingin dekat secara fisik, menikmati atau merasakan sentuhan fisik seperti berpegangan tangan dan lain-lain, ataupun melakukan hubungan seksual dengan pasangan. Jenis cinta ini juga membuat selalu memikirkan orang yang dicintainya sepanjang waktu, melakukan kontak mata secara intens pada saat bertemu, mengalamai perasaan sejahtera, ingin selalu menghabiskan waktu bersama, memiliki energy yang besar untuk melakukan sesuatu untuk orang yang dicintai, serta merasakan kesamaan dalam banyak hal dan merasa bahagia saat bersama.
c.
Komitmen atau keputusan (Commitment) Komitmen merupakan unsur kognitif yang meliputi keputusan untuk tetap
bersama seseorang serta memiliki rencana dan pencapaian yang dibuat dengan orang tersebut. Suatu kondisi dimana seseorang tetap bertahan dengan sesuatu atau seseorang, dimana bertahan sampai akhir merupakan tujuannya.
13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Komitmen itu sangat bersifat kompleks. Komitmen itu mencurahkan perhatian, melakukan sesuatu untuk menjaga suatu hubungan agar tetap langgeng dan melindungi dari bahaya dan memperbaiki hubungan apabila sedang dalam masa kritis, kedua pihak saling memperhatikan kebutuhan satu sama lain, meletakkan pasangan pada prioritas utama, termasuk kerelaan untuk berkorban secara pribadi demi terciptanya hubungan yang baik dan langgeng. Bila memutuskan untuk berkomitmen (pacaran/menikah) dll, seseorang harus menerima pasangannya tanpa syarat atau dengan kata lain menerima pasangan apa adanya.
3.
Tipologi Segitiga Cinta Sternberg Ketiga elemen cinta Sternberg dapat saling bervariasi yang menghasilkan
beberapa tipologi sebagai kombinasi dari ketiganya. Tipologi cinta tersebut terdiri dari delapan, (dalam Papalia, Old, dan Feldman, 2008), yaitu: a.
Tidak cinta (Non-Love) adalah tipologi hubungan yang tidak memiliki ketiga elemen cinta yaitu
keintiman, gairah, dan komitmen. Hal ini mendeskripsikan sebagian besar hubungan interpersonal yang hanya interaksi kausal saja. Seperti dalam hubungan dengan rekan kerja, rekan kantor, teman kuliah, teman sekolah, ataupun kenalan baru. b.
Menyukai (Liking) adalah tipologi cinta dimana ada perasaan kedekatan, keterikatan,
pemahaman, dukungan emosional, afeksi, dan kehangatan tanpa adanya tujuan
14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
saling mencintai dan memikirkan hubungan lebih lanjut ke jenjang pernikahan seperti pertemanan. Tipologi ini hanya memiliki elemen keintiman, tidak ada hasrat dan komitmen.
c.
Tergila-gila (Infatuation) adalah tipologi yang hanya mengandung elemen gairah yang tinggi tanpa
adanya komitmen dan keintiman. Hal ini biasanya terjadi pada cinta saat pandangan pertama yang mudah saja hilang karena berdasarkan ketertarikan fisik semata. Kegilaan seperti ini dapat bergelora secara tiba-tiba dan padam sama cepatnya atau, dengan beberapa syarat, akan berlangsung dalam waktu yang panjang.
d.
Cinta kosong (Empty Love) adalah tipologi atau tipe cinta dimana hanya elemen komitmen saja yang
hadir. tidak ada elemen keintiman dan gairah. Bisa dibilang hubungan ini mengandung banyak kekosongan suasana emosional dan afektif. Dalam tipe ini terdapat hubungan yang membosankan yang telah berjalan beberapa tahun dan diantara kedua pihak semakin tidak tertarik dan tidak ada kedekatan secara emosional. Biasanya terjadi pada hubungan jangka panjang atau dalam perkawinan yang dijodohkan.
15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
e.
Cinta romantis (Romantic Love) adalah tipologi cinta dimana hanya elemen intimacy dan passion yang hadir
di dalamnya. Biasanya hal ini terjadi pada cinta monyet pada masa remaja atau hubungan yang tidak dilandasi ikatan seperti pacaran dan pernikahan.
f.
Cinta pertemanan (Companionate Love) adalah tipologi cinta yang hanya melibatkan elemen keintiman dan
komitmen yang kuat. Ini adalah hubungan pertemanan jangka panjang berkomitmen, seringkali terjadi dalam hubungan perkawinan dimana ketertarikan fisik sudah padam tetapi pasangan tersebut merasa dekat satu sama lain dan membuat keputusan untuk tetap bersama.
g.
Cinta semu (Fatuous Love) adalah tipologi yang hanya melibatkan elemen gairah dan komitmen.
Dimana rasa kedekatan tidak ada, hanya ada rasa ketertarikan fisik, tidak ada kedekatan secara emosional. Cinta jenis ini yang mengarah kepada lingkaran percumbuan, dimana pasangan membuat komitmen berdasarkan hasrat tanpa memberikan waktu kepada diri mereka untuk mengembangkan keintiman. Jenis cinta ini biasanya tidak bertahan lama, terlepas dari niat awal ketika melakukan komitmen.
16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
h.
Cinta sempurna / cinta ideal (Consummate Love) adalah tipologi cinta dimana ketiga elemen keintiman, gairah, dan komitmen
hadir di dalamnya. Tipe cinta ini yang sering sekali dicari oleh pasangan terutama dalam hubungan romantis, karena tipe ini merupakan tipe cinta yang ideal atau sempurna. Lebih mudah mencapainya daripada mempertahankannya. Salah satu dari pasangan tersebut dapat berubah dalam apa yang diinginkannya dari hubungan tersebut. Apabila pasangannya juga berubah, hubungan tersebut bisa jadi terus berlangsung dalam bentuk yang berbeda. Akan tetapi jika pasangannya tidak berubah, hubungan tersebut bisa putus. Cinta yang ideal dan sempurna didapat ketika pasangan satu sama lain berusaha mewujudkan ketiga elemen tersebut dalam hubungan. Variasi dari kedelapan komponen tersebut dapat digambarkan dalam tabel berikut ini.
17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 1. Taksonomi Jenis Cinta, Sternberg (1998) Elemen Tipologi
Keintiman Gairah Komitmen
Tidak cinta (non love)
-
-
-
Menyukai (liking)
+
-
-
Tergila-gila (infatuation)
-
+
-
Cinta kosong (empty love)
-
-
+
Cinta romantic (romantic love)
+
+
-
Cinta Persahabatan (companionate love)
+
-
+
Cinta semu (fatuous love)
-
+
+
Cinta sempurna (consummate love)
+
+
+
Catatan: + = elemen muncul; - = elemen absen
B.
Pernikahan
1.
Pengertian Pernikahan Dalam pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan,
mendefinisikan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Kartono (1992), pengertian pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui di setiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna
18 http://digilib.mercubuana.ac.id/
pernikahan berbeda-beda, tetapi praktek-prakteknya pernikahan di hampir semua kebudayaan cenderung sama. Pernikahan menunjukkan pada suatu peristiwa saat sepasang calon suami-istri dipertemukan secara formal di hadapan ketua agama, para saksi, dan sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara resmi dengan upacara dan ritual-ritual tertentu. Dariyo (2009), mendefenisikan pula bahwa perkawinan merupakan ikatan kudus antara pasangan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah menginjak atau dianggap memiliki umur cukup dewasa. Pernikahan dianggap sebagai ikatan kudus (holly relationship) karena hubungan pasangan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan telah diakui secara sah dalam hukum agama. Sementara menurut Ramulyo (2004), menjelaskan bahwa pernikahan adalah suatu akad yang dengannya menjadi halal hubungan seksual antara laki-laki dan wanita. bahwa hakikat dari pernikahan merupakan suatu perjanjian saling mengikat antara laki-laki dan perempuan dengan sukarela untuk mewujudkan kebahagiaan dalam rumah tangga. Dalam hubungan tersebut terdapat peran serta tanggung jawab dari suami dan istri yang didalamnya terdapat elemen keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan seksual, dan menjadi orang tua. Berdasarkan beberapa definisi tentang pernikahan di atas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami isteri yang memiliki kekuatan hukum dan diakui secara agama dan sosial dengan tujuan membentuk keluarga yang didalamnya terdapat elemen
19 http://digilib.mercubuana.ac.id/
keintiman dan pemenuhan kebutuhan seksual.
2.
Tujuan pernikahan Pernikahan merupakan aktivitas sepasang laki-laki dan perempuan yang
terkait pada suatu tujuan bersama yang hendak dicapai. Dalam pasal 1 UndangUndang pernikahan tahun 1974 tersebut diatas dengan jelas disebutkan, bahwa tujuan pernikahan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Masdar Helmy (Bachtiar, 2004) mengemukakan bahwa tujuan pernikahan selain memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan di dunia, mencegah perzinahan, agar tercipta ketenangan dan ketenteraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketenteraman keluarga dan masyarakat. Menurut Soemijati (Bachtiar, 2004) tujuan pernikahan adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan keluarga bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, memperoleh keturunan yang sah dengan mengikuti ketentuanketentuan yang telah diatur oleh hukum. Sementara Bachtiar (2004), membagi lima tujuan pernikahan yang paling pokok, yaitu: 1)
Memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.
2)
Mengatur potensi kelamin.
20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
3)
Menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama.
4)
Menimbulkan rasa cinta antara suami-isteri.
5)
Membersihkan keturunan yang hanya bisa diperoleh dengan jalan pernikahan.
C.
Penyandang Disabilitas Somantri (2007), mengartikan disabilitas sebagai suatu keadaan rusak atau
terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam fungsinya yang normal atau dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot, sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan berdiri sendiri. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh bawaan sejak lahir. Menurut (Dinsos, 2012) dalam ketentuan umum Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, khususnya Pasal 1 dan pada bagian penjelasannya disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya. Cacat fisik adalah seseorang yang menderita kelainan pada tulang atau sendi anggota gerak dan tulang, tidak lengkapnya anggota gerak atas dan bawah, seseorang yang buta kedua matanya atau kurang awas (low vision), seseorang yang tidak dapat mendengar dan berbicara dengan baik sehingga
21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
menimbulkan gangguan atau menjadi lambat untuk melakukan kegiatan seharihari secara wajar/layak. Suharso (dalam Rifayani, 2012) mengatakan bahwa berat ringannya kecacatan fisik diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan, yaitu: Cacat ringan, penderita cacat ini masih bisa mengurus dirinya sendiri serta masih dapat hidup bersama masyarakat meskipun terdapat kecacatan pada dirinya. Individu yang menderita cacat ringan biasanya mengalami kelemahan pada salah satu tangan, kaki dan terpotong di bawah siku salah satu tangan. Cacat sedang, individu yang mengalami cacat sedang ini memerlukan pertolongan dan alat-alat khusus untuk bisa hidup ditengah-tengah masyarakat. Cacat sedang ini misalnya kedua kaki lemah, serta satu kaki dan satu tangan putus. Cacat berat, individu mengalami cacat yang parah sehingga tidak dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Individu yang mengalami cacat berat ini tiga perempat atau seluruh anggota tubuhnya lumpuh sehingga membutuhkan perawatan.
22 http://digilib.mercubuana.ac.id/