BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi Kelompok
2.1.1
Pengertian Komunikasi Kelompok Sebagai makhluk sosial tentunya kita tidak bisa lepas dari kegiatan
berkomunikasi. Komunikasi sendiri merupakan suatu hubungan interaksi yang kita lakukan baik terhadap diri sendiri maupun dengan orang lain. Hal tersebut kita lakukan guna mempertahankan kelangsungan hidup, karena sebagai makhluk sosial kita tidak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal tersebut tercermin ketika kita dilahirkan sampai dengan meninggal dunia. Saat kita dilahirkan tentu saja kita tidak bisa melakukannya sendiri dan membutuhkan dokter atau bidan untuk membantu persalinan dan kita berkomunikasi dengan cara menangis. Dalam hal tersebut kita sudah membutuhkan pertolongan orang lain untuk dapat bertahan hidup. Saat beranjak dewasa kita akan berada disebuah organisasi sosial yang lebih besar dan untuk dapat masuk pada kehidupan tersebut kita melakukan komunikasi dengan orang lain agar tidak terdegradasi dari struktur sosial.3 Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu
3
Syaiful Rohim, Teori Komunikasi Perspektif, Ragam, Dan Aplikasi : PT Rineka Cipta. Jakarta.2009 hal 86
10
11
sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.4 Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan.
Dalam
komunikasi
kelompok,
juga
melibatkan
komunikasi
antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya. Michael Burgoon mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor menyatakan komunikasi kelompok terjani ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di bawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama dan mempengaruhi satu sama lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut menjabarkan sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:
4
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar.PT Remaja Rosdakarya. Bandung. 2005
12
1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka; 2. Kelompok memiliki sedikit partisipan; 3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin; 4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama; 5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain. 2.1.2 Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya Tidak setiap himpunan orang disebut kelompok. Orang – orang yang berkumpulan dipasar, terminal bis, atau sedang antri loket bioskop tidak dapat disebut kelompok, tetapi disebut agregat. Supaya agregat menjadi kelompok diperlukan kesedaran dari anggota – anggotanya akan adanya ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (meskipun tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi atau komunikasi diantara anggota – anggotanya. Kelompok disini dapat diklasifikasikan dari perspektif psikologi, dan juga sosiologi, kelompok dapat diklasifikasi kedalam : a.
Kelompok Primer dan Kelompok Skunder Pembagian seperti ini dikemukakan oleh Charles Hortono Cooley (1990). Kelompok primer ditandai adanya hubungan emosional, personal, dan akrab, menyentuh hati, sperti hubungan dengan keluarga, teman sepermainan, tetangga sebelah rumah di pedesaan Kelompok sekunder adalah lawan dari kelompok primer, ditandai hubungan yang tidak akrab,tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita seperti organisasi massa, fakultas, serikat buruh, dan sebagainya.
13
b. In –group dan Out-group In-group adalah kelompok kita, Out-group adalah kelompok mereka.in-group dapat berubah kelompok primer maupun skunder. Keluarga kita adalah in-goup kelompok primer. Fakultas adalah ingroup kelompok skunder. Perasamaan in-group diungkapkan dengan kesetiaan,
solodaritas,
kesenangan,
dan
kerja
sama.
Untuk
membedakan In-group an Ot-group, kita membuat batas/oundaries, yang menentukan siapa masuk orang dalam dan siapa orang luar. c.
Kelompok Keanggotaan dalam Kelompok Rujukan Pembagian kelompok ini dikemukakan olehtheodoe New-comb yang melahirkan istilah membership group dan refence group. Kelompok rujukan diartikan sebagai kelompok yang digunakan sebagai alat untuk member sikap. Jika Anda menggunakan kelompok itu sebagai teladan bagaimana seharusnya bersikap, kelompok itu menjadi kelompok rujukan negative.
d. Kelompok Deskritiptif dan Kelompok Preskiptif Jhon F Cragan dan David W. Wrigtht membagi kelompok pada dua katagori
preskriptif Katagori
deskritif menunjukan klasifikasi
kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara ilmiah. Katagori preskriptif mengklasifikasikan kelompok menurut langkah – langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya.
14
2.1.3 Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi Ada tiga macam pengaruh kelompok sebagai berikut : a. Konformitas/conformity Komformitas adalah perubahan prilaku atau kepercayaan menuju norma kelompok sebagai akibat tekanan kelompok, baik secara real maupun hanya bayangan. Bila sejumlah orang dalam kelompok para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, aturan teman – teman anda meencanakan untuk menyebarkan rekan – rekan ada secara berurutan menunjukan persetujuan mereka.
b. Fasilitas Sosial Yang dimaksud dengan fasilitas social adalah peningkatan prestasi individu karena disaksikan kelompok
c. Polarisasi Yang terjadi dalam komunikasi kelompok adalah bahwa sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, nilai sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.
15
2.1.4 Faktor Situasional dan Personal yang Mempengaruhi Kelompok Ada 4 faktor situasional yang mempengaruhi efektifitas komunikasi kelompok sebagai berikut : a.
Ukuran Kelompok Hubungan
anatara
ukuran
kelompok
dengan
prestaasi
kelompok/performance bergantung pada jenis tugas yang arus diselesaikan oleh kelompok. Faktor lain yang memeengaruhi hubungan anatara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan yang konvergen (mencapai satu pemecahan yang benar), maka hanya diperlukan kelompok kecil supaya sangat produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan dan kemampuan yang terbatas.
b.
Jaringan Komunikasi Ada lima macam jaringan komunikasi, yaitu : a) Jaringan model roda seseorang yang biasanya pemimpin, model focus perhatian. Ia dapat berhubungan dengan semua anggota kelompok, tetapi setiap anggota kelompok hanya bisa berhubungan dengan pemimpinnya.
b) Jaringan komunikasi rantai seperti : A dapat berkomunikasi dengan B,B dengan C, C dengan D, dan begitu seterusnya.
16
c) Jaringan komunikasi Y, tiga orang anggota yang berhubungan dengan orang – orang disampingnya seperti pola rantai, tetapi ada dua orang yang hanya dapat berkomunikasi dengan orang yang disampingnya.
d) Komunikasi lingkaran : setiap orang hanya dapat berkomunikasi dengan dua orang, disamping kiri dan kanannya, dengan perkataan lain, disini tdak ada pemimpinnya
e) Jaringan Komunikasi Bintang. Jaringan komunikasi bintang disebut juga jaringan komunikasi semua saluran/channel, setiap anggota dapat berkomunikasi dengan semua anggota kelompok yang lain.
c.
Kohesi Kelompok Kohesi kelompok berarti adanya semangat kelompok yang tinggi, hubungan interpersonal yang akrab, kesetiakwanan, dan perasaan “kita” yang dalam. Kohesi kelompok diukur dari : a)Keterikatan anggota secara interpersonal satu sama lain b) Ketertariakan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok c) Sejauh mana anggota tertarik
17
pada
kelompok
sebagai
alat
untuk
memuaskan
kebutuhan
personalnya. d.
Kepemimpinan Kepemimpinan
adalah
komunikasi
yang
secara
positif
mempengaruhi kelompok untuk bergerak kearah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah factor yang paling menentukan keefektifan komunikasi kelompok.
Sementara, Faktor Personal yang Mempengaruhi Kelompok adalah 1.Kebutuhan interpersonal Wiliam C Schultz merumuskan teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relation Orientation). Menurut Teori ini, orang memasuki kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan interpersonal ; A. Inclusion : ingin masuk, menjadi bagian kelompok B. Control : ingin mengendalikan orang lain dalam suatu t atanan hiraksi C. Affection : ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain. D.Tindakan Komunikasi
Bila kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota berusaha menyampaikan atau menerima informasi, baik
18
verbal maupun non verbal. Dalam tindakan komunikasi, termasuk pernyataan, pertanyaan, pendapat, atau syarat yang disampaikan atau diterima oleh para anggota kelompok.
2.Peranan Seperti halnya tindakan komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara
hubungan
emosional
yang
baik,
atau
hanya
menampilkan kepentingan individu saja.5 2.2
Komunitas
2.2.1 Definisi Komunitas Beberapa definisi tentang komunitas yang diungkapkan oleh para ahli antara lain sebagai berikut : Menurut McMillan dan Chavis mengatakan bahwa komunitas merupakan kumpulan dari para anggotanya yang memiliki rasa saling memiliki, terikat diantara satu dan lainnya, dan percaya bahwa kebutuhan para anggota akan terpenuhi selama para anggota berkomitmen untuk terus bersama – sama. Jauh sebelum McMillan dan Chavis mengutarakan pendapatnya tentang komunutas, Hillery, George Jr telah mengutarakan pendapatnya terlebig dulu dengan melakukan studi tentang komunitas dalam psikologi rural, komunitas adalah hal yang dibangun dengan fisik atau lokasi geografi (Physical or
5
Siti Zubaidah ”HUBUNGAN KOMUNIKASI KELOMPOK TERHADAP TRADISI HIDUP SEHAT PADA MASYARAKAT BANTARAN SUNGAI KARANG MUMUS SAMARINDA ILIR”. eJurnal Komunikasi. 2013, 1 (3) 465-479.Universitas Sebelas Maret .
19
Geographical location) dan kesamaan dasar akan kesukaan (interest) atau kebutuhan (needs). Tidak ada pengertian atau definisi yang diterima dan diakui secara luas untuk sebuah kata ”komunitas”. Kata – kata yang digunakan adalah untuk mendiskriminasikan yang ditujukan kepada suatu grup negara, grup keagamaan, sebuah grup dari suatu organisasi professional, serta suatu grup daru ketetanggaan. Bagaimanapun juga, dalam sebuah survey kontemporer yang digunakan dalam hal ini, Garcia, Giuliani, dan Wiensenfeld menemuan bahwa diperlukan satu atau lebih konsep dasar untuk membentuk sebuah atau suatu komunitas. Hal ini termasuk : sekelompok masyarakat, mempunyai interaksi sosial, berbagi pengalaman atau budaya, memiliki kesamaan dalam hal geographis seperti suatu lingkungan tempat tinggal yang sama, dan memiliki rasa kepemilikan terhadap komunitas tersebut. Gusfield membagi penggunaan arti komunitas yang berbeda menjadi dua kategori. Yang petama merujuk pada persamaan lokasi geografi, atau teritori. Persamaan ini muncul dari adanya persaan memiliki wilayah tempat tinggal yang sama, kota ataupun negara bagian. Kategori yang kedua terdiri dari komunitas yang terbentuk dikarenakan oleh persamaan minat ataupun hobi dari para anggotanya, yang tidak terlalu peduli akan wilayah tempat tinggal seperti pada kategori pertama
2.2.2 Jenis Komunitas Banyaknya komunitas di sekitar kita membuat komunitas memiliki jenis yang di bedakan berdasarkan :
20
A. Tempat, Suatu daerah atau tempat komunitas dapat dilihat sebagai tempat dimana orang-orang memiliki sesuatu yang sama, dan bagian ini dimengerti secara geografis. Cara lain untuk menamakan ini adalah ’locality’. Pendekatan terhadap komunitas ini memperluas literatur pertama dalam ’pembelajaran komunitas’ dan akhir – akhir ini dalam studi setempat (sering terfokus dalam ruang pekerja) B. Daya Tarik, Dalam daya tarik atau ’pemilihan’, orang-orang dalam komunitas berbagi karakteristik umum lainnya daripada tempat. Mereka dihubungkan bersama dengan faktor seperti, kepercayaan agama, orientasi sex, pekerjaan atau suku bangsa asal. Dengan cara ini memungkinkan kita untuk membahas ’komunitas gay’, ’komunitas katolik’ atau ’komunitas orang-orang cina’. Perkembangan dalam apa yang mungkin disebut sebagai identitas sosiologi dan diri sendiri memilik peranan yang cukup penting dalam pembukaan konsptual wilayah tanpa komunitas bedasarkan wilayah dapat di mengerti C. Persamaan. Dalam kelemahanya, kita dapat melihatnya sebagai persamaan tempat, kelompok atau ide. Dalam kekutannya, membentuk kebersamaan memerlukan sebuah pertemuan tidak hanya dengan orang lain, akan tetapi juga dengan Tuhan Ciptaannya. Satu contoh yang dapat dilihat disini adalah perkumpulan orang – orang suci umat kristiani
21
2.3
Bahasa
2.3.1 Pengertian Bahasa Telah dikukuhkan oleh para ahli bahasa bahwa bahasa sebagai alat komunikasi secara genetis hanya ada pada manusia. Implementasinya manusia mampu membentuk lambang atau memberi nama guna menandai setiap kenyataan, sedangkan binatang tidak mampu melakukan itu semua. Bahasa hidup di dalam masyarakat dan dipakai oleh warganya untuk berkomunikasi. Kelangsungan hidup sebuah bahasa sangat dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi dalam dan dialami penuturnya. Dengan kata lain, budaya yang ada di sekeliling bahasa tersebut akan ikut menentukan wajah dari bahasa itu. Istilah bahasa dalam bahasa Indonesia, sama dengan language, dalam bahasa Inggris, taal dalam bahasa Belanda, sprache dalam bahasa Jerman, lughatun dalam bahasa Arab dan bhasa dalam bahasa Sansekerta. Istilah-istilah tersebut, masing-masing mempunyai aspek tersendiri, sesuai dengan pemakainya, untuk menyebutkan suatu unsur kebudayaan yang mempunyai aspek yang sangat luas, sehingga merupakan konsep yang tidak mudah didefinisikan. Seperti yang diungkapkan oleh para ahli:
1. Menurut Sturtevent berpendapat bahwa bahasa adalah sistem lambang sewenang-wenang, berupa bunyi yang digunakan oleh anggota-anggota suatu kelompok sosisal untuk kerjasama dan saling berhubungan.
22
2. Menurut Chomsky language is a set of sentences, each finite length and contructed out of a finite set of elements.6
3. Menurut Keraf, bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat, berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
2.3.2 Hubungan Antara Bahasa dan Komunitas Ada berbagai teori mengenai hubungan bahasa dan komunitas. Ada yang mengatakan bahasa itu merupakan bagian dari komunitas, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa bahasa dan komunitas merupakan dua hal yang berbeda, namun mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat dipisahkan. Ada yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi dalam komunitas, sehingga segala hal yang ada dalam komunitas akan tercermin di dalam bahasa. Sebaliknya, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi dalam komunias dan cara berpikir manusia atau masyarakat penuturnya. Dengan demikian hubungan bahasa dan komunitas seperti anak kembar siam, dua buah fenomena sangat erat sekali bagaikan dua sisi mata uang, sisi yang satu sebagai sistem kebahasaan dan sisi yang lain sebagai sistem komunitas.7
2.3.3 Fakta Antara Bahasa dan Komunitas Bahasa bukan saja merupakan “property” yang ada dalam diri manusia yang dikaji sepihak oleh para ahli bahasa, tetapi bahasa juga alat komunikasi antar 6 7
Chomsky Noam . Syntactic Structures, The Hague: Mouton. 1957 http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2013/07/01/kb-komunitas-bahasa-573614.html
23
persona. Komunikasi selalu diiringi oleh interpretasi yang di dalamnya terkandung makna. Dari sudut pandang wacana, makna tidak pernah bersifat absolut; selalu ditentukan oleh berbagai konteks yang selalu mengacu kepada tanda-tanda yang terdapat dalam kehidupan manusia seperti dala komunitas. Karena itu bahasa tidak pernah lepas dari konteks yang namanya komunitas. Mengapa hal ini bisa terjadi ? semua ini karena bahasa itu adalah produk sosial dan sekaligus wadah penyampai dalam komunitas dari bahasa masyarakat yang bersangkutan. Dalam komunitas harus terdapat bahasa yang satu. Jika dalam komunitas tidak terdapat bahasa, komunitas tersebut tidak dapat berjalan dengan baik karena kurangnya komunikasi bahasa antar anggota. Contoh komunitas yang sangat erat dengan bahasa yaitu salah satu komunitas KKSS (kurukunan keluarga Sulawesi selatan), komunitas ini menggunakan 4 bahasa, yaitu : bahasa makasar, bahasa bugis, bahasa toraja, dan bahasa Indonesia. 8
2.4
Teori Konvergensi Simbolik Konvergensi simbolik adalah teori yang menyatakan bahwa kumpulan
beberapa individu akan merasa dekat dan memiliki satu sama lain ketika mereka berada dalam suatu lingkungan dalam waktu yang lama. Pada saat inilah, kodrat manusia tidak bisa hidup sendiri terjawab. Mendengarkan dan mengungkapkan menjadi kegiatan yang wajib. Pengacara, psikiater dan psikolog adalah deretan pekerjaan yang tugasnya mendengarkan keluhan klien / pasiennya. Rasa egois untuk selalu didengar pendapatnya dan pikiriannya, kita menyingkirkan peran
8
http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2013/07/01/kb-komunitas-bahasa-573614.html
24
orang lain, orang terdekat, orang yang kita kenal. Padahal manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa kehadiran orang lain. Merasa berkuasa atas suatu hubungan menjadikan kita buta bahwa bukan hanya kita yang butuh didengar, tetapi teman / saudara kita juga. Harus ada feedback atau umpan balik yang seimbang. Tiap orang merasa bahwa pengalaman dan pikiran orang lain menjadi bagian dari dirinya. Karena itulah sering terjadi program KKN (Kuliah Kerja Nyata) ketika kuliah selalu memunculkan kelompok baru. Sekalipun KKN berakhir, ketika masing – masing anggotanya sibuk kuliah. Meski tak bisa dipungkiri bahwa ada juga yang gagal, konvergensi simbolik tidak terjadi. Penyebabnya bisa tidak ada kecocokan, rasa individualis, atau keangkuhan. Mendengarkan menjadi harga yang mahal dewasa ini. Kita lebih suka didengar daripada mendengarkan. Nyatanya menjadi pendengar yang baik tidak gampang. Seseorang harus memperhatikan dan ikut merasakan apa yang dirasakan lawan bicaranya. Belum lagi pikiran menyatakan, “hei, aku juga punya masalah, bukan kamu saja!”. Di tengah zaman semaju ini, untuk melakukan hal yang ternyata sangat kita butuhkan ini, tidak terjadi di setiap percakapan, perbincangan, hubungan. Sungguh suuatu ironi, kehidupan yang makin modern rasa tidak percaya kepada orang lain semakin besar. Apalagi didukung dengan semakin meningkatnya tindak kriminalitas. Segala cara dihalalkan untuk mendapat apa yang diinginkan. Suatu korelasional yang rumit. Kemiskinan bisa menyebabkan seseorang untuk tidak mau lagi mendengar. Ketika menunggu kendaraan umum setelah pulang kerja
25
atau kuliah kita enffan berpikir bahwa orang yang sedang mengemis didepan kita benar-benar susah.9 Kemunculan Symbolic Convergence Theory (SCT) atau dalam bahasa Indonesia menjadi Teori Konvergensi Simbolik (TKS) diilhami yang awalnya dari riset Robert Bales mengenai 12 komunikasi dalam kelompok-kelompok kecil. Pada penelitian yang dilakukan tahun 1950-an tersebut, Bales sebenarnya memfokuskan penyelidikannya pada perilaku anggota kelompok. Namun dalam proses tersebut, Bales menemukan kenyataan lain yang menarik minatnya. Yakni, adanya kecenderungan anggota-anggota kelompok menjadi dramatis dan berbagi cerita, ketika kelompok mengalami ketegangan.10 Menurut Bales (Kidd, 2004; Venus, 2007) cerita-cerita tersebut diantaranya meliputi lelucon, kisah, ritual, perumpamaan atau permainan katakata, yang ternyata memiliki fungsi penting dalam mengurangi ketegangan kelompok (tension release), bahkan mampu meningkatkan kesolidan kelompok. Robert Bales menyebutnya fenomena Fantasy Theme yang muncul ketika individu menjadi tegang dan menjadi dramatis dan berbagi cerita. Tema ini merupakan bagian dari tema yang lebih luas dan rumit yang disebut visi retoris.11 Tema ini intinya sebuah tinjauan bagaimana sesuatu itu terjadi, sedang dan akan terjadi. Tema dan visi terdiri dari orang atau karakter. Memiliki alur cerita sebagai aksi atau pengembangan dari cerita itu. Adegannya adalah kumpulan
9
Syaiful Rohim. Teori Komunikasi Perspektif, Ragam, Dan Aplikasi : PT Rineka Cipta. Jakarta.2009 hal 107 10 Ernest G. Bormann. Fantasy and Rhetorical Vision : The Rhetorical Criticism Of Social Reality. Quarterly Journal of Speech.1972. England : EBSCO Publishing, 2013. Reprint 11 Israwati suryadi . “Teori Konvergensi Simbolik”. Jurnal Academica Fisip Unpad, Vol. 2 No. 2, Oktober 2010.
26
pergaulan socialkultural. Agen pendukung sebagai sumber yang mensyahkan cerita itu. Ernest Bormann meminjam gagasan tersebut untuk direplikasi ke dalam tindakan retoris masyarakat dalam skala yang lebih luas dari sekedar proses komunikasi kelompok kecil. Penelitian-penelitian Bormann secara intensif sepanjang tahun 1970-an lantas bermuara pada munculnya Teori Konvergensi Simbolik. Pertama kali teori ini disampaikan oleh Ernest Bormann dalam tulisannya yang bertajuk : “Fantasies and Rhetorical Vision : The Rhetorical Criticism Of Social Reality” yang diterbitkan dalam Quarterly Journal of Speech 1972. Bormann juga menulis ratusan artikel dan laporan penelitian yang menggunakan TKS sebagai landasan teoritisnya, berikut Fantasy Theme Analysis (FTA) sebagai metodenya dengan berfokus pada kohesivitas dan budaya kelompok, pengambilan keputusan dalam kelompok, penyanderaan, kartun politik, hingga kampanye politik. Tulisan Borman lainnya yang secara khusus dan lengkap berbicara tentang TKS adalah “Symbolic Convergence Theory : A Communication Formulation” yang dimuat dalam Journal of Communication, tahun 1985. Ernest Bormann's menawarkan metode yang menjanjikan untuk melihat interaksi kelompok kecil dan kepaduan. Ketika orang-orang yang tidak mengenal satu sama lain datang bersama demi mencapai tujuan bersama, baik kelompok dalam sebuah organisasi atau siswa mengerjakan tugas sekolah, teori konvergensi
27
simbolik dimengerti dan secara umum melihat sikap secara akurat tentang bagaimana kekompakan di dalam kelompok tercapai. Teori konvergensi simbolik banyak dipuji dan dianggap agak tidak biasa, karena memenuhi kriteria ilmiah dan humanistik standar. TKS dapat dipercaya karena memenuhi "tujuan kembar pengetahuan ilmiah" Teori Bormann memenuhi standar ilmiah penjelasan tentang hasil, relatif sederhana, dan kegunaan praktis. Teori konvergensi simbolik didasarkan pada gagasan bahwa para anggota dalam kelompok harus bertukar fantasi dalam rangka untuk membentuk kelompok yang kohesif. Dalam teori ini, sebuah fantasi tidak merujuk pada cerita-cerita fiktif atau keinginan erotis. Fantasi adalah cerita atau lelucon yang mengandung atau mengungkapkan emosi. Fantasi meliputi peristiwa dari seorang anggota kelompok di masa lalu, atau peristiwa yang mungkin terjadi di masa depan. Fantasi tidak mencakup komunikasi yang berfokus pada apa yang terjadi di dalam kelompok. Sebagai contoh, Bob adalah anggota dari sebuah tim di sebuah biro iklan dan menampilkan ide untuk kemungkinan iklan. Bob tidak mengungkapkan sebuah fantasi, karena ia membahas pekerjaan yang sedang ditangani. Namun, jika Bob mengakui bahwa ia pergi berbelanja setelah pulang kerja untuk membeli sepeda anaknya untuk ulang tahunnya yang ketujuh, maka ia telah mengungkapkan fantasi. Sebuah Reaksi rantai fantasi positif dan energik terhadap fantasi awal. Ketika Bob menyebut anaknya ulang tahun, beberapa anggota kelompok lainnya menambahkan bagaimana mereka harus menghadiri pertandingan sepak bola
28
putra mereka setelah bekerja, Suasana di lingkungan kerja telah berubah dari serius menjadi nyaman dan bahkan energik. Ketika Bob menyebut anaknya ulang tahun, khayalan reaksi berantai telah dinyalakan. Fantasi lain muncul tentang anak-anak, permainan sepak bola, dan ulang tahun. Kohesi dalam suatu kelompok bukan merupakan bentuk tindakan yang segera. Sebuah peristiwa rantai fantasi tidak akan menghasilkan kohesi lengkap. Dalam contoh di atas, maka ada kemungkinan bahwa seorang anggota kelompok atau anggota tidak punya anak dan dengan demikian tidak akan terlibat dalam percakapan. Fantasi mereka belum diungkapkan pada saat itu, sehingga kesamaan belum terbentuk antara semua anggota kelompok. Secara umum, berbagai fantasi akan diekspresikan selama kegiatan kelompok, sehingga dikecualikan sebelumnya anggota yang dapat menemukan dasar yang sama dalam berhubungan dengan anggota kelompok lainnya. Menciptakan kohesi dalam kelompok membutuhkan waktu, karena mengenali kesamaan dan mengembangkan suasana yang nyaman berlangsung secara bertahap dan merupakan proses kelompok kritis yang harus bertahan. Menurut Griffin (1991), "konvergensi melalui simbol, individu-individu membangun rasa komunitas atau kesadaran kelompok
Sebagai konvergensi
simbolik ikatan kelompok secara kohesif memiliki rasa kebersamaan yang terbentuk.12 Masing-masing anggota mulai menggunakan kata-kata "kita" untuk menggantikan "Aku," dan "kita" bukan "aku." Anggota mungkin bahkan melekat 12
Israwati suryadi . “Teori Konvergensi Simbolik”. Jurnal Academica Fisip Unpad, Vol. 2 No. 2, Oktober 2010.
29
satu sama lain, dan kadang-kadang, berlangsung sesuai kelompok. Meskipun orang "menganggap usaha patungan"
melalui konvergensi simbolis, penting
untuk menekankan bahwa ada batasan pada seberapa banyak hal yang sesuai dan harus dilakukan. Penerapan teori TKS dalam bidang praktis dan akademis akhir-akhir ini semakin banyak. Hal ini tentu saja berkaitan dengan luasnya konteks komunikasi yang dapat dijangkau oleh teori ini. Jika kita menyimak dari segi konteks komunikasi, TKS dianggap sebagai teori umum yang dapat diterapkan dalam berbagai konteks komunikasi, seperti komunikasi antarpribadi, kelompok, organisasi, public ataupun komunikasi massa (Salwen & Stack, 1996, Wood, 2000, Bormann, 1990). Sementara, bila dilihat dari bidang spesialisasi komunikasi, teori ini dapat diterapkan dalam kegiatan komunikasi politik, keluarga, pendidikan hingga komunikasi pemasaran. Secara tradisional teori ini banyak digunakan untuk menganalisis proses komunikasi dalam konteks kelompok, seperti aktivitas pembuatan keputusan dalam kelompok, budaya kelompok, identitas dan identifikasi kelompok, hingga peneguhan kohesivitas kelompok (Wilson & Hanna, 1993; Venus, 2007). Dalam kaitannya dengan
pembuatan
keputusan
dalam
kelompok,
Bormann
menyatakan bahwa pertukaran fantasi kelompok merupakan bagian dari
proses
pembuatan keputusan. Dalam proses pembuatan keputusan kelompok, TKS memusatkan
perhatiannya
pada
tiga aspek penting, yakni; (1) Pola-pola
komunikasi yang menunjukkan kesadaran kelompok; (2) Menggambarkan
30
bagaimana dan mengapa kesadaran kelompok berubah
dan (3) Menjelaskan
mengapa orang berbagi fantasi.13 Dari beberapa kajian yang berhasil di telusuri tampak bahwa teori konvergnsi simbolik atau analisis tema fantasi dapat digunakan untuk membedah konstuksi makna Dalam tataran interpersonal, kelompok, organisasi, dan media massa. Bahkan analisis tema fantasi juga dapat di padukan dengan teori lain sebagai bagian dari metodologi suatu penelitian. Teori Konvergensi Simbolik merupakan teori dalam tradisi sosiokultural yang mengkaji bahasa, fantasi dan symbol fakta dalam proses komunikasi. Secara spesifik Teori Konvergensi Simbolik, digunakan untuk menjelaskan makna bersama yang muncul dari relasi – relasi tersebut dalam tataran konseptual.14 Untuk lebih memahami pengertian Teori Konvergensi Simbolik, ilustrasi berikut mungkin lebih memudahkan, Saat A berkomunikasi dengan si B, maka sesungguhnya telah berlangsung komunikasi dua arah. Ada dialog diantara mereka. Dialog dua arah ini dalam rangka mencapai titik temu. Oleh karena itu, dialog merupakan proses penyesuaian satu dengan yang lain guna mencari persamaan (konvergensi). Lantas apa simbolisnya, berupa makna bersama yang dibakukan. Umpamanya begini, si A dan si B sedang membicarakan arti playboy. Si A bilang, playboy punya pacar banyak. Tetapi si B dengan tegas menyatakan, playboy itu tak harus punya pacar banyak tetapi bisa menggandeng banyak perempuan. Kalau masing-masing pendapat ini tidak didialogkan, tidak terjadi 13
Israwati suryadi . “Teori Konvergensi Simbolik”. Jurnal Academica Fisip Unpad, Vol. 2 No. 2, Oktober 2010. 14 Dorien Kartikawangi. “Tema Fantasi” . PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 2013
31
komunikasi dua arah, maka tidak akan tercapai titik temu. Arti playboy tidak disepakati bersama. Baru setalah si A dan si B mau berdialog, pelan – pelan titik temu kian mendekat. Sampai akhirnya, walau mungkin harus melalui perdebatan seru, mereka memperoleh titik temu bahwa playboy itu punya banyak teman perempuan dan sering jalan bersama. Si A dan si B sepakat dengan pengertian ini. Berarti mereka mencapai konvergensi simbolisna berupa makna yang di bakukan. Dalam hal ini makna dari playboy telah di bakukan bersama oleh A dan B. makna yang dimaksudkan adalah “punya banyak teman perempuan dan sering jalan berasama” 15 Bormann menyebut metode untuk mengoperasionalkan teorinya dengn istilah Fantasy Theme Analysis (FTA), sebagaimana konsep “Fantasi” menjasi kata kunci dalam teori ini. Untuk memhami teori ini perlu kita pahami istilahistilah kunci dalam Analisis Tema Fantasi yaitu : 1.
Fantasy Theme (Tema Fantasi) Bormann mendefinisikan tema fantasi sebagai isi pesan didramatisi sehingga memicu rantai fantasi (the content od the dramatizing message that sparks the fantasy chain). Menurut Miller, fantasy theme (tema fantasi), yang diartikan sebagai dramatisasi pesan, dapa berupa lelucon, analogi, permainan kata, cerita
dan
sebagainya,
yang
memompa
semangat
berinteraksi.
15
Dorien Kartikawangi. “Tema Fantasi” . PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 2013
untuk
32
Dramatisasi pesan tidak terjadi dalam koteks tugas atau pekerjaan yang tengah dihadapai. Dramatisasi pesan juga tidak terjadi pada peristiwa yang berorientasi pada “saat ini dan disini”. Segala tidakan komunikasi yang membicarakan tindakan atau kegiatan bersama yang terjadi pada saat peristiswa berlangsung, tidak memiliki muatan imajinatif. Pembicaraan tersebut bersifat nyata karena berkaitan dengan aspek nyatak karena berkaitan dengan
aspek
“Kekinian
dan
disini”
dan
semata-mata
membicarakan tugas atau kegiatan yang tengah dihadapai dalam kelompok. Akan lain halnya, bila anda memperbincangkan peristiwa yang terjadi diluar kelompok. Atau membicarakan peristiwa serupa yang dialami anggota kelompok masa lalu. Atau berbicara tentang sesuatu yang terkait dengan masa depan. Hal- hal semacam itu dapat dikategorikan sebagai fantasi. Konflik dalam pertemuan kelompok, misalnya mungkin dilihat sebagai peristiwa dramatis. Namun ini bukanlah dramatisasi pesan atau tema fantasi, berhubung hal itu terjadi dalam konteks “saat ini dan di sini”
2.
Fantasy Chain (Rantai Fantasi) Secara hariah, fantasy chain diartikan sebagai rantai fantasi. Maksudnya, ketika pesan yang didramatisasi berhasil mendapat tanggapan dari partisipasi komunikasi, hingga meningkatkan
33
intesitas dan kegairahan partisipan dalam berbagai fantasi. Ketika fantasi yang berkembang maka terjadilah rantai fantasi. Ketika rantai fantasi tercipta, tempo percakapan jadi meningkat, antusiasme partisipan muncul, dan timbul peningkatan rasa empati dan umpan balik diantara partisipan komunikasi. Bormann sendiri menggambarkan rantai fantasi. Sebagai “.. a series of ideas that member link together like a play”. Rantai fantasi membawa partisipan saling berbagi cerita ke dalam konvergensi simbolik. Rantai fantasi menciptakan landasan pengertian
bersama
sehingga
membuat
kelompok
mampu
mencapai komunikasi yang empatik, sekaligus menghidarkan a meeting of mind.
3.
Fantasy Type (Tipe Fantasi) Suatu tipe fantasi merupakan suatu recurrin script di dalam kultur sebuah kelompok.
Biasanya suatu kelompok akan
menceritakan berbagai cerita, tetapi pada umumnya cerita tersebut memilik tema dan aksi yang serupa. Satu cara penting para anggota kelompok
berbagai
tema
fantasi
hingga
mereka
menggeneralisasinya menjadi tipe-tipe fantasi adalah dengan menggunakan archetypal themes sebagai suatu analog dalam mengkarakterisasi pengalaman yang sedang berlangsung.
34
Bormann mengartikan konsep ini sebagai tema – tema fantasi yang berulang dan dibicarakan pada situasi yang lain, dengan karakter yang lain, dan latar yang lain, namun dalam alur cerita yang sama. Jika kerangka narasi (the narrative frame) sama, tetapi tokoh, karakter, atau settingnya berbeda, maka tema tersebut dapat dikelompokan dalam satu jenis fantasi yang sama. Sementara, bila terdapat beberapa tema fantasi, atau kerangka narasi berbeda, itu berarti terdapat beberapa tipe fantasi. Menurut Trenholm (1986 dan Venus, 2007), tipe fantasi adalah kerangka narasi bersifat umum yang terkait dengan pertanyaan atau masalah tertentu,. Mereka yang telah berinteraksi lama akan mengembangkan semacam symbolic cue atau petunjuk simbolis yang biasanya telah di pahami bersama. Symbolic cue biasanya menjadi inside joke (lelucon yang hanya dipahami oleh orang-orang yang terlibat dalam percakapan sebelumnya). Di kelas S2 Komunikasi angkatan 2008. Ketika anda mengatakan “Migran” bisa jadi akan ditertawai ramai-ramai karena bagi sebagian mahasiswa di kelas itu kata ‘Migrain’ bukan sejenis penyakin kepala sebelah melainkan arti lain. Bormann juga membandingkan suatu tipe fantasi yang seringkali terulang dalam kultur sebuah kelompok. Partai politik di Amerika Serikat, misalnya menjaga kesatuannya dengan tipe fantasi yang sama. Partai Republik dinilai sebagai partai
35
konservatif, digerakan oleh dan untuk kepentingan perusahaanperushaan besar, serta tidak berpihak kepada buruh dan rakyat miskin. Seemntara Partai democrat dianggap sebagi partai yang terlalu liberal, tidak bertanggung jawab secara fiscal, pencipta inflasi, ketidak seimbangan anggaran dan kekacauan ekonomi.
4.
Rhetorical Visions (Visi retoris) Ketika
sejumlah
individu
dalam
suatu
subsistem
komunikasi telah berbagi sejumlah fantasi dan tipe-tipe fantasi, mereka akan sampai pada suatu integrated rhetorical vision atas dri mereka, kelompok mereka, dan organisasi mereka. Suatu visi retorikal seringkali bersatu dengan suatu master analogy yang menarik sejumlah elemen secara bersama. Biasanya visi retorikal ditandai oleh slogan atau label. Bormann menemukan analogi yang menyatukan suatu visi retorikal atas sejumlah besar siswa pada suatu community college ketika seorang siswa mengatakan, “X community college is a high school with ash trays.” Visi retoris diartikan sebagai “sharing a fantasy theme and types and across under a wider community” . disini tema-tema fantasi itu telah berkembang dan melebar keluar dari kelompok yang mengembangkan fantasi tersebut pada awalnya. Karena perkembangan tersebut, maka tema-tema fantasi itu menjadi fantasi masyarakat luas dan membentuk semacam rhetorical community
36
(komunitas retoris). Salah satu contoh yang dikemukakan Heisey and Trebing (1983, dalam Olufowote, 2006) dalam konteks negara bangsa, dua visi retoris yang bertentangan dibahas pada revolusi Shan Iran yang terjadi antara tahun 1978 sampai 1979. Visi retoris sosial yang dikembangkan oleh Revolusi Putih Shah (faksi politik penguasa) adalah perdamaian global yang saling bergantung dengan Barat melalui kemajuan teknologi dan pertumbuhan masayarakat. Visi retoris yang benar dari revolusioner Islam Ayatullah (faksi politik oposisi penantang) didasarkan pada sikap bertentangan dengan Barat, ketaatan pada Al – Qur’an dan mengembangkan Barat (westoxicity). Perang analogi utama itu (Cragan & Shields, 1981) mencapai puncak dalam konfrontasi politik yang kemudian merubah kesadaran masyarakat Iran. Disamping keempat konsep kunci tersebut, Bormann juga menjelaskan bahwa dalam setiap analisis fantasi, atau kajian visi retoris yang lebih luas lagi, selalu terdapat empat elemen pokok berikut ; (1) Tokoh-tokoh terlibat (dramatic personae atau character); (2) Alur cerita (plot line); (3) Latar (scene) dan (4) Agen penentu kebenaran cerita (sanctioning agents). Tokoh pemeran dalam cerita itu dapat berupa pahlawan, penjahat dan pemain penudkung lainnya. Alur cerita merupakan rangkaian cerita yang kembangngkan, berikut tindakan-tindakan yang dilakukan. Pada aspek latar, tercakup lokasi, berbagai peralatan atau
37
perlengkapan terkait, serta aspek sosiokultural dalam latar tersebut. Terakhir
sanctioning
agent
yang
akan
menentukan
dan
melegitimasi kebenaran cerita. Kasus terorisme di Indonesia bisa menjadi contoh dalam hal ini. Terorisme dalam berbagai kajian dianggap lahir sebagai jawaban dari adanya tekanan Barat terhadap kekuatan Islam diseluruh dunia. Perlakuan tidak adil pada umat Islam telah mendorong tindakan terorisme seperti bom bunuh diri serta tindakan terror lainnya yang dialamtkan pada kepentingan dunia Barat. Legitimasi tindakan mereka didasarkan pada kepemimpinan Osama Bin Laden ataupun tokoh sentral disekitar mereka dengan mendasarkannya pada teks-teks agama yang menyangkut tindakan jihad.
Bormann menyebut keempat elemen tersebut sebagai dramatistic structural elements. Unsur-unsur tersebut terasa mirip dengan elemen-elemen pokok dalam teori Dramatisme Kenneth Burke. Metode untuk menganalisis dari Burke yaitu dramatistic Pentad.Pentad adalah kelompok yang terdiri dari lima unsur, yaitu: (1). Tindakan (apa yang diperbuat oleh pelakunya); (2). Tempat kejadian situasi atau tempat dicapainya kejadian itu; (3) Agensi sebagai alat atau kendaraan yang digunakan pelaku; (4). Maksud adalah alasan untuk bertindak-tujuan dan (5). Pengaruh atau hasil yang diharapkan dari tindakan tersebut.
38
Lebih lanjut Morris & Buchanan (2000) menyatakan kajiankajian
komunikasi
bersifat
humanistic
cenderung
menggunakan sudut pandang dramatistik. Empat tokoh terkemuka yang menggunakan sudut pandang ini adalah Kenneth Burke, Erving Goffman, Walter Fisher dan Ernest Bormann.
2.5
New Media Teori media baru merupakan sebuah teori yang dikembangkan oleh Pierre
Levy, yang mengemukakan bahwa media baru merupakan teori yang membahas mengenai perkembangan media. Dalam teori media baru,terdapat dua pandangan, pertama yaitu pendangan interaksi sosial, yang membedakan media menurut kedekatannya dengan interaksi tatap muka. Pierre Levy memandang World Wide Web (WWW) sebagai sebuah lingkungan informasi yang terbuka, fleksibel dan dinamis, yang memungkinkan manusia mengembangkan orientasi pengetahuan yang baru dan juga terlibat dalam dunia demokratis tentang pembagian mutual dan pemberian kuasa yang lebih interaktif dan berdasarkan pada masyarakat
New Media atau media online didefinisikan sebagai produk dari komunikasi yang termediasi teknologi yang terdapat bersama dengan komputer digital16 Definisi lain media online adalah media yang di dalamnya terdiri dari gabungan berbagai elemen. Itu artinya terdapat konvergensi media di dalamnya,
16
Creeber G. dan Martin R. (2009). Digital Cultures. New York: Open University Press
39
dimana beberapa media dijadikan satu.
17
New Media merupakan media yang
menggunakan internet, media online berbasis teknologi, berkarakter fleksibel, berpotensi interaktif dan dapat berfungsi secara privat maupun secara publik. Definisi lain mengemukakan, media baru merupakan digitalisasi yang mana sebuah konsep pemahaman dari perkembangan zaman mengenai teknologi dan sains, dari semua yang bersifat manual menjadi otomatis dan dari semua yang bersifat rumit menjadi ringkas. Digital adalah sebuah metode yang complex dan fleksibel yang membuatnya menjadi sesuatu yang pokok dalam kehidupan manusia. Digital ini juga selalu berhubungan dengan media karena media ini adalah sesuatu yang terus selalu berkembang dari media zaman dahulu (old media) sampai sekarang yang sudah menggunakan digital (modern media/new media). Selama tahun 2000, internet telah memasuki fase yang disebut web 2.0. (web two point-oh), dimana semua menjadi lebih interaktif dan telah menjadi area untuk semua orang, tidak hanya milik beberapa pihak saja. Semua orang saat ini dapat langsung mengambil peran dan menaruh apapun kedalam internet. Perkembangan web 2.0 sebagai platform telah mengubah sifat interaktivitas di web dan membuka alam semesta bagi pengguna media. Sedangkan metafora halaman web 1.0 hanya diperbolehkan untuk mengunduh informasi sejalan dan karena itu tidak berbeda dengan konsumsi media penyiaran, aplikasi web 2.0 memungkinkan pengguna untuk menjadi produsen otonom. Blog, Youtube, Wikipedia, Ebay, Flickr, Second Life dan situs jaringan sosial online lainnya seperti memungkinkan pengguna media untuk memiliki pengalaman siaran. 17
Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006. Handbook of New Media. LosAngeles, London, New Delhi, Singapore, Washington DC: Sage Publications Ltd.
40
Pentingnya Web 2.0 adalah media siar menghasilkan sebuah konteks hubungan sosial instan nasional atau internasional, ada beberapa cara di mana individu mendapatkan interaksi berharga untuk membuat koneksi global secara nyata. Faktanya bahwa pengguna sekarang dapat bekerja dengan materi media siar sebagai sebuah cara mengembangkan ide pada ruang publik18
2.5.1 Kelebihan dan Manfaat New Media Jelas new media (media baru/media online) memiliki kecepatan untuk melakukan sebuah interaksi, lebih efisien, lebih murah, lebih cepat untuk mendapatkan
sebuah
informasi
terbaru
dan
ter-update
informasinya.
Kelemahannya pada jaringan koneksi internet saja jika jaringan internet lancar dan cepat maka informasi yang disampaikan kepada pembacanya dengan cepat serta harus ada juga koneksi internet dimana pun berada bersama media baru (new media/media online). Media online/media baru (New Media) masuk ke dalam kategori komunikasi massa, karena pesan yang disampaikan kepada khalayak luas lewat media online / Media Baru (New Media). Internet merupakan salah satu teknologi komunikasi baru juga memiliki kemampuan untuk membantu kita memilih dan mengatur informasi yang kita inginkan atau perlukan dengan lebih efisien. Secara garis besar, internet jauh leih luwes dalam menjembatani waktu dan jarak dibandingkan media-media yang sudah ada terlebih dahulu.
18
Littlejohn, Stephen W, 2009 . Teori Komunikasi Theories of Human Communication edisi 9. Jakarta. Salemba Humanika. Hal : 686
41
Sebagai media komunikasi, internet mempunyai peranan penting sebagai alat (channel) untuk menyampaikan pesan (message) dari komunikator/penyalur pesan (source) kepada komunikan/penerima pesan (receiver). Sifat dari internet sebagai media komunikasi adalah transaksional, dalam artian terdapat interaksi antar individu secara intensif (terus-menerus) dan ada umpan balik (feedback) dari antar individu dalam setiap interaksi tersebut. Selain itu, terdapat partisipasi antar individu dengan mempertimbangkan untung/rugi dalam setiap interaksi. Internet juga dianggap memiliki kapasitas besar sebagai media baru. Tidak hanya memperkecil jarak dalam mengkomunikasikan pesan, teknologi komputer dan internet juga telah berkembang dan mengeliminasi penggunaan koneksi kabel, namun tetap bias memfasilitasi taransmisi informasi yang snagat cepat ke seluruh dunia . Duplikasi dan penyebaran matri dari Internet ini bisa mencapai jangkauan yang
sangat
luas.
Satu
orang
khalayak
bisa
mengunduh
kemudian
menyebarkannya pada orang-orang dalam jaringan pertemanan atau jaringan kerjanya. Kemudian pihak yang mendapatkan sebaran itu bisa menyebarkannya lagi pada orang-orang dalam jaringannya, dan seterusnya.