BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Limbah Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran. Limbah terdiri atas zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat (Agustina, 2009). Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas/debu, cair, atau padat. Tidak jarang limbah atau sampah padat justru dapat berubah atau bersatu menjadi air limbah yang secara bersama-sama mencemari badan air. Ini dikarenakan komponen pencemaran air pada umumnya terdiri atas bahan buangan padat, bahan buangan organik, dan bahan buangan anorganik. Air limbah (waste water) adalah air buangan dari masyarakat, rumah tangga, industri, air tanah, air permukaan, serta buangan lainnya (Sutapa, 1999). Sedangkan menurut Tchobanoglous (2003), limbah cair adalah kombinasi dari cairan atau air yang membawa limbah yang dibuang dari permukiman, institusi, daerah komersil, dan industri bersama-sama dengan air tanah, air permukaan, dan air hujan yang mungkin ada. Pencemaran terhadap badan air salah satunya tergantung pada sumber pencemar yang dapat memasuki badan air (Waluyo, 2009). Berbagai jenis pencemar dapat memasuki badan air dan ditinjau dari sumber pencemarnya dibedakan menjadi: a. Sumber Domestik Limbah domestik merupakan limbah yang sehari-hari dihasilkan akibat kegiatan manusia secara langsung. Sumber pencemar domestik berasal dari rumah tangga, perkampungan, pasar, sekolah, permukiman, rumah sakit, dan lain-lain. b. Sumber Non-Domestik Limbah dari kelompok ini adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia sehari-hari, tetapi secara tidak langsung. Beberapa contoh limbah non-domestik adalah limbah dari pabrik, limbah industri, limbah pertanian, limbah peternakan, limbah perikanan, limbah kehutanan, transportasi, dan lain-lain.
4
Limbah rumah tangga sendiri termasuk ke dalam kelompok limbah domestik. Air limbah rumah tangga adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau permukiman termasuk di dalamnya air buangan yang berasal dari WC, kamar mandi, tempat cuci, dan dapur (Sugiharto, 1987).
2.2 Komposisi dan Karakteristik Limbah Cair Menurut Sugiharto (1987), sesuai dengan sumber asalnya, air limbah mempunyai komposisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat. Akan tetapi, secara garis besar air limbah terdiri atas padatan dan cairan. Padatannyaterdiri atas zat organik yang berupa karbohidrat, lemak, dan protein serta zat anorganik yang berupa garam-garam dan logam-logam. Limbah cair memiliki tiga karakteristik, yaitu karakteristik fisik, kimia, dan biologi yang menentukan kualitasnya. 2.2.1 Karakteristik Fisik Karakteristik fisik utama air limbah ditentukan oleh kekeruhan (turbiditas), warna, temperatur (suhu), rasa, dan bau. Turbiditas atau kekeruhan ditentukan dari kehadiran material tersuspensi seperti lempung (clay), lanau (silt), material halus organik, plankton, dan partikel-partikel lainnya dalam air (Cornwell, 1998). Menurut Suriawiria (2003), dari sifat pengendapannya, bahan-bahan yang mengakibatkan kekeruhan air dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bahan-bahan yang mudah diendapkan (settleable) dan bahan-bahan yang sukar mengendap (koloidal). Suhu air limbah biasanya lebih tinggi dibandingkan air normal. Suhu air limbah bervariasi dari musim ke musim dan juga tergantung pada letak geografisnya. Pada daerah dingin, suhunya 7-18o C, sedangkan pada daerah panas suhunya 13-24o C (Linsley, 1991). Kenaikan suhu air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Air murni tidak memiliki warna. Ditinjau dari sifat-sifat penyebabnya, warna dibagi dua yaitu warna sejati dan warna semu. Warna sejati ditimbulkan oleh koloid organik atau zat-zat terlarut, sedangkan warna semu ditimbulkan oleh suspensi partikel penyebab kekeruhan (Siregar, 2004).
5
Bau merupakan parameter yang subyektif. Pengukuran bau tergantung pada sensitivitas indera penciuman seseorang. Bau seperti telur busuk menunjukkan adanya hidrogen sulfida (H2S) yang dihasilkan oleh zat-zat organik dalam kondisi anaerob (Siregar, 2005). Bau dan rasa dalam air juga dapat menunjukkan kemungkinan adanya organisme penghasil bau dan rasa yang tidak enak serta adanya senyawa-senyawa asing yang dapat mengganggu kesehatan (Suriawiria, 2003). 2.2.2 Karakteristik Biologi Karakteristik biologi ini ditunjukkan oleh kehadiran mikroorganisme termasuk virus, bakteri, helminthes (cacing), dan protozoa (Cornwell, 1998). Mikroorganisme ditemukan dalam jenis yang sangat bervariasi hampir dalam semua bentuk air limbah, biasanya dengan konsentrasi 10 5-108 organisme/ml. Kebanyakan mikroorganisme tersebut merupakan sel tunggal yang bebas ataupun berkelompok dan mampu melakukan proses kehidupan (Siregar, 2005). Berbagai jenis mikroba yang terdapat dalam air limbah sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penyakit. Namun, mikroba tersebut berperan penting dalam proses pembusukan bahan organik (Linsley, 1991). Parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air adalah kandungan fecal coliform dan coliform total. Bakteri fecal coliform adalah mikroorganisme yang tinggal di dalam perut semua binatang berdarah panas dan di dalam tinja binatang. Bakteri fecal coliform merupakan indikasi kehadiran mikroorganisme pembawa penyakit bagi organisme lain yang tinggal di lingkungan tersebut (Siregar, 2004). 2.2.3 Karakteristik Kimia Komponen-komponen kimia dalam perairan dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu zat-zat organik, zat-zat anorganik, dan gas. Komponen dasar dari senyawa organik adalah karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, dan sulfur. Tiga kelompok utama dari senyawa organik adalah protein, karbohidrat, dan lipida. Protein merupakan bahan dasar sel-sel hewan. Karakteristik yang diketahui dari protein adalah kandungan nitrogen di dalamnya. Karbohidrat merupakan bahan penyusun utama sel tumbuhan. Karbohidrat meliputi selulosa, serat kayu, gula, dan tepung. Lipida tidak terlarut dalam air. Lipida meliputi lemak, minyak, dan lilin. 6
Senyawa anorganik terdiri atas semua kombinasi elemen yang bukan tersusun dari karbon organik. Karbon anorganik dalam air limbah pada umumnya terdiri atas sand, grit, dan mineral-mineral, misalnya ion klorida, hidrogen, nitrogen, fosfor, logam berat, dan asam. Sedangkan gas yang terdapat dalam air limbah biasanya terdiri atas oksigen, nitrogen, karbon dioksida, hidrogen sulfida, ammonia, dan metana (Siregar, 2005). 2.2.4 Pengukuran Parameter Air Limbah Karakteristik air limbah yang umumnya diukur antara lain adalah temperatur, padatan, pH, kebutuhan oksigen, nitrogen, dan fosfor (Siregar, 2005). Temperatur biasanya diukur dengan termometer air raksa dengan skala Fahrenheit atau Celcius. Kandungan padatan pada air limbah yaitu berupa TS (total solid), TSS (Total suspended solid), dan DS (dissolved solid). pH merupakan derajat keasaman. Menurut Sa’id (2009), pH adalah ukuran derajat kebasaan dan alkalinitas atau derajat keasaman berdasar ionisasi sampel air. Kebutuhan oksigen dalam air limbah ditunjukkan dengan tiga cara yaitu Theoretical Oxygen Demand, BOD, dan COD. Theoretical Oxygen Demand (ThOD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi fraksi organik dalam air menjadi karbon dioksida dan air. Proses oksidasi tersebut terjadi menurut reaksi berikut: C6H12O6 + 6O2 6CO2 + H2O Namun, karena air limbah sangat kompleks, ThOD tidak dapat dihitung, hanya secara praktis dapat dilakukan pendekatan dengan COD. Chemical Oxygen Demand (COD) adalah kebutuhan oksigen dalam proses oksidasi secara kimia. Sedangkan Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa-senyawa kimia. Nilai BOD bermanfaat untuk mengetahui apakah limbah tersebut mengalami biodegradasi atau tidak. Nilai COD akan selalu lebih besar dari BOD karena kebanyakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara kimia dari pada secara biologi. Pengukuran COD membutuhkan waktu yang lebih cepat yakni tiga jam, sedangkan pengukuran BOD paling tidak memerlukan waktu lima hari yang disebut BOD5 (Siregar, 2005). Bila angka perbandingan antara BOD5 terhadap
7
COD untuk air limbah yang tidak diolah sama dengan 0,5 atau lebih besar, maka limbah tersebut dengan mudah dapat diolah dengan cara biologis. Bila perbandingannya kurang dari 0,3 maka limbahnya mengandung unsur-unsur beracun atau mungkin diperlukan organisme mikro yang telah menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut untuk stabilisasinya (Linsley, 1991). Nitrogen terdapat dalam limbah organik dalam berbagai bentuk yang meliputi empat spesifikasi, yaitu nitrogen organik, nitrogen amonia (ion amonia dan amonia bebas), nitrogen nitrit, dan nitrogen nitrat. Sedangkan fosfor merupakan elemen penting dalam proses metabolisme organisme-organisme biologis (Siregar, 2005). Komposisi baku mutu air limbah rumah tangga menurut Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 diberikan pada lampiran B. 2.3 Pengolahan Limbah Cair Rumah Tangga Pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifatsifat suatu zat (Waluyo, 2008). Menurut Suriawiria (2003), tujuan pengolahan air buangan adalah sebagai berikut: a. Ditinjau dari segi kesehatan adalah untuk menghindari penyakit menular. b. Ditinjau dari segi estetika adalah untuk melindungi air terhadap bau dan warna yang tidak menyenangkan atau tidak diharapkan. c. Ditinjau dari segi ekologi adalah untuk kelangsungan kehidupan di dalam air misalnya untuk kelompok hewan dan tanaman air. Pengolahan ini terdiri atas empat yaitu pre-treatment, primary treatment, secondary treatment, tertiary treatment, dan pengolahan lanjutan. Tidak semua proses pengolahan air buangan rumah tangga perlu dilakukan melalui empat tahap, tetapi tergantung pada karakteristik air buangan tersebut (Waluyo, 2008). Berdasar karakteristik air, pengolahan limbah buangan dibedakan menjadi tiga cara utama yaitu pengolahan secara fisik, kimiawi, dan biologis. 2.3.1 Pengolahan Secara Fisik Pengolahan fisik merupakan suatu tingkat pengolahan yang bertujuan mengurangi atau menghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, menyisihkan lumpur, pasir, serta mengurangi kadar zat-zat organik yang ada dalam air yang
8
akan diolah (Waluyo, 2008). Pengolahan ini meliputi screening, grit chamber, sedimentasi, maupun flotasi. Screening biasanya merupakan tahap awal pada proses pengolahan air limbah. Proses ini bertujuan untuk memisahkan potongan-potongan kayu, plastik, dan lain-lain. Grit Chamber bertujuan untuk menghilangkan kerikil, pasir, dan partikel-partikel lain yang dapat mengendap di dalam saluran dan pipa-pipa (Siregar, 2005). Pengolahan-pengolahan ini biasa dilakukan pada tahap pretreatment. Fungsi utama dari kolam pengendapan dalam pengolahan air limbah adalah untuk membuang partikel-partikel padatan dalam air limbah yang masuk dengan memanfaatkan gaya gravitasi (Linsley, 1991). Proses ini bertujuan untuk memperoleh air buangan yang jernih dan mempermudah proses penanganan lumpur (Siregar, 2005). Pengendapan ini berada pada tahapan pengolahan primer. Flotasi adalah satuan operasi untuk memisahkan partikel padat dan cair dari suatu fasa cair, terjadi karena adanya gelembung-gelembung halus yang dihasilkan oleh kontak antara sistem dengan udara (Siregar, 2004). Unit flotasi atau pengapungan digunakan jika densitas partikel lebih kecil dibandingkan dengan densitas air sehingga cenderung mengapung. Oleh karena itu, dalam proses ini perlu ditambahkan gaya ke atas dengan memasukkan udara ke dalam air (Siregar, 2005). 2.3.2 Pengolahan Secara Kimia Pengolahan ini menggunakan zat-zat kimia untuk membantu proses pengolahan selanjutnya (Waluyo, 2008). Pengolahan secara kimia ini meliputi klorinasi, netralisasi, presipitasi, koagulasi, dan flokulasi. Klorinasi awal sebelum air limbah memasuki tangki pengendapan dapat membantu pengaturan bau. Klorinasi dapat dipergunakan sebagai langkah akhir dalam pengolahan limbah bila diperlukan. Ciri-ciri desinfeksi menggunakan klorin adalah dapat berkurangnya jumlah bakteri, sedangkan ciri-ciri oksidasinya adalah berkurangnya BOD (Linsley, 1991). Netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa menghasilkan air dan garam. Dalam pengolahan air limbah, pH diatur pada rentang 6,0-9,5. Di luar kisaran pH tersebut, air limbah akan bersifat racun bagi kehidupan air termasuk bakteri.
9
Netralisasi air limbah yang bersifat asam dapat dilakukan dengan penambahan Ca(OH)2 (slaked lime) maupun NaOH. Netralisasi air limbah yang bersifat basa dapat dilakukan dengan penambahan H2SO4, HCl, ataupun CO2 (Siregar, 2005). Presipitasi adalah pengurangan bahan-bahan terlarut (kebanyakan bahan anorganik) dengan cara penambahan bahan kimia terlarut yang menyebabkan terbentuknya padatan (floc dan lumpur). Senyawa kimia yang biasa digunakan adalah lime (kapur). Koagulasi bertujuan untuk membuat gumpalan-gumpalan yang lebih besar yang dapat diendapkan dengan penambahan bahan-bahan kimia. Sedangkan flokulasi bertujuan untuk membuat gumpalan yang lebih besar dari gumpalan yang terbentuk selama koagulasi dengan penambahan polimer (Siregar, 2005). 2.3.3 Pengolahan Secara Biologi Proses pengolahan biologi untuk limbah cair adalah pemanfaatan proses metabolisme makhluk hidup untuk menghilangkan polutan tertentu dari limbah cair. Tujuan pengolahan biologi untuk limbah domestik adalah untuk menurunkan kadar zat organik. Umumnya, pengolahan biologi memanfaatkan metabolisme mikroorganisme untuk mengkoagulasi dan menghilangkan koloid yang tidak mengendap serta menstabilkan zat organik (Siregar, 2004). Pengolahan secara biologis dapat dilaksanakan baik dengan cara aerob (dengan adanya oksigen) maupun anaerob (tanpa adanya oksigen), tetapi biasanya digunakan proses aerob karena laju konversinya jauh lebih cepat daripada proses anaerob (Linsley, 1991). Proses aerob adalah proses yang ditandai oleh adanya molekul oksigen yang terlarut, sedangkan proses anaerob tidak memerlukan oksigen terlarut (Siregar, 2005). Secara garis besar, pengolahan limbah secara biologi dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: a. Proses dengan Pertumbuhan Tersuspensi (Suspended Growth Process) Pada suspended growth process, misalnya proses activated sludge, mikroorganisme membentuk gumpalan koloni bakteri yang bergerak secara bebas (tersuspensi) dalam air limbah. Mikroorganisme dapat keluar melalui aliran air limbah sehingga densitas bakteri di dalam reaktor harus dikontrol. b. Proses dengan Pertumbuhan Terlekat (Attached Growth Process)
10
Pada attached growth process, mikroorganisme tumbuh di permukaan beberapa bahan pendukung di dalam reaktor. Mikroorganisme tersebut tidak terbawa keluar sehingga tidak dibutuhkan pengembalian massa bakteri (Siregar, 2005). Contoh proses ini adalah tricking filter. Sistem yang digunakan di dalam proses pengolahan secara aerob adalah lumpur aktif (activated sludge), tricking filter, dan kolam oksidasi (Suriawiria, 2003). Sedangkan proses anaerob biasanya dilakukan dengan proses digester atau anaerobic digestion (Siregar, 2005). a. Lumpur Aktif Air buangan yang mengandung senyawa organik dalam bentuk koloid, suspensi, dan larutan dimasukkan ke dalam tangki aerasi tempat senyawa organik tersebut diuraikan oleh mikroorganisme yang berada dalam lumpur aktif. Udara dimasukkan melalui diffuser sehingga terjadi pengadukan karena terbentuknya gelembung-gelembung dan terjadi kontak yang maksimum (Waluyo, 2009). Biomassa yang terakumulasi dipisahkan dari cairan di dalam bak sedimentasi. Sebagian dari biomassa yang dipisahkan dikembalikan lagi ke dalam reaktor untuk mengontrol densitas bakteri di dalam reaktor (Siregar, 2005). Proses lumpur aktif banyak dipakai di dalam pengolahan air buangan yang mengandung senyawa organik tinggi, terutama limbah domestik atau buangan yang berasal dari permukiman padat. b. Tricking Filter Tricking filter adalah proses pengolahan limbah cair secara biologis dengan memanfaatkan mikroorganisme yang melekat pada permukaan media filter (Siregar, 2005). Media filter disebut juga unggun diam. Unggun diam berupa material kasar dan keras seperti batu karang atau kerikil setebal 1,52,0 meter dan dapat berfungsi sebagai media penyangga mikroba. Selanjutnya, air buangan disebarkan dengan nozzle yang berputar secara perlahan-lahan ke permukaan media menghasilkan lapisan biologis yang menutupi media penyangga tersebut. Lapisan biologis (biofilm) biasanya mempunyai ketebalan 0,1-0,2 mm dan terdiri atas bakteri, protozoa, dan fungi. Sewaktu air buangan melalui biofilm, zat-zat organik yang terlarut
11
segera diuraikan dan zat organik koloidal diserap pada permukaan media penyangga tersebut, di sini mikroba tumbuh dengan cepat. Makin ke bawah lapisan kandungan organik makin berkurang sehingga pada lapisan bawah bakteri tidak dapat hidup (Waluyo, 2009). c. Kolam Oksidasi Kolam oksidasi adalah kolam tanah tempat air limbah diproses secara alami akibat pertumbuhan alga dan metabolisme bakteri. Dalam proses aerob, oksigen disediakan terutama oleh proses fotosintesis alga dan masukan oksigen dari atmosfer (Siregar, 2005).
2.4 Pengolahan Limbah Secara Aerob Perombakan aerob tergantung pada bakteri spesifik yaitu bakteri yang memerlukan udara, baik untuk pertumbuhan maupun respirasi. Ketersediaan oksigen menunjukkan bahwa oksidasi biologis secara aerob mempunyai peranan yang penting karena bahan organik akan disintesis menjadi sel-sel baru dan sebagian lagi akan dikonversi menjadi produk akhir (CO2, H2O, NH3) yang stabil. Reaksi kimia dalam suasana aerob akan berlangsung lebih cepat dibandingkan suasana anaerob (Suriawiria, 2003). Bila terdapat oksigen dalam jumlah yang cukup, maka pembusukan biologis secara aerob dari limbah organik akan terus berlangsung sampai semua limbah terkomsumsi. Terjadi tiga kegiatan yang berlainan. Langkah pertama adalah proses oksidasi sebagian limbah menjadi produk akhir untuk mendapatkan energi guna pemeliharaan sel serta pembentukan sel yang baru. Proses ke dua, beberapa bagian limbah diubah menjadi sel baru dengan menggunakan sebagian energi yang dilepaskan selama oksidasi. Proses ke tiga adalah pernafasan/respirasi endogen (Linsley, 1991).
2.5 Pengolahan Limbah dengan Lumpur Aktif (Activated Sludge) Lumpur aktif adalah alternatif pengolahan limbah konvensional secara aerob. Menurut Suriawiria (2003), lumpur aktif yaitu materi tidak larut yang selalu tampak kehadirannya di dalam setiap tahap pengolahan, tersusun oleh bahanbahan organik yang kaya akan selulosa, dan di dalamnya terhimpun kehidupan
12
mikroba. Menurut Mara (1975), reaktor lumpur aktif ada yang berbentuk konvensional maupun modifikasinya seperti step aeration, tappered aeration, contact stabilitation, oxidation ditch, maupun extended aeration. 2.5.1 Proses Lumpur Aktif Reaktor lumpur aktif terdiri atas bak aerasi dan sedimentasi. Sistem lumpur aktif yaitu mengolah limbah di tangki aerasi dengan mengunakan agitasi mekanis atau dengan diffused aeration untuk selanjutnya diendapkan di bak sedimentasi. Bakteri yang tumbuh pada limbah tersebut akan dipisahkan di tangki sedimentasi. Supaya konsentrasi bakteri tetap terjaga pada tangki aerasi, beberapa endapan lumpur pada tangki sedimentasi diresirkulasi kembali ke tangki aerasi. Waktu retensi (waktu tinggal) limbah pada reaktor lumpur aktif yaitu sekitar 7-12 jam (Mara, 1975). Jadi, pengolahan lumpur aktif menggunakan bakteri aerob yang dibiakkan dalam tangki aerasi yang bertujuan untuk menurunkan organik karbon atau organik nitrogen. BOD atau COD dipakai sebagai ukuran atau satuan untuk menyatakan konsentrasi organik karbon dan selanjutnya disebut sebagai substrat. 2.5.2 Parameter untuk Desain Reaktor Lumpur Aktif Ada beberapa parameter untuk menghitung atau mendesain suatu reaktor lumpur aktif (Marsono, 1998), yaitu: a. Rasio F/M Rasio F/M yaitu perbandingan antara substrat (food) atau BOD yang masuk ke tangki aerasi per satuan waktu terhadap massa mikroorganisme (M) di tangki aerasi.
F/M
Q.So V .X
(2.1)
Keterangan: Q = debit air (L/detik) So = konsentrasi substrat (mg BOD/L) X = konsentrasi mikroorganisme (mg VSS/L) V = volume tangki aerasi (m3) b. Sludge Volume Index (SVI) Indeks volume lumpur didefinisikan sebagai volume lumpur (Vs) yang mengendap 30 menit dalam satu liter sampel dibagi dengan berat lumpur 13
kering per satu liter lumpur. Harga SVI < 100 ml/g menunjukkan lumpur dapat mengendap dengan baik, sedangkan bila SVI > 200 ml/g berarti lumpur dalam kondisi bulking.
SVI
Vs(ml) Vs 1000 3 MLSS MLSS(mg / L) 10 g / mg
(2.2)
c. Resirkulasi (r) Resirkulasi merupakan istilah untuk pengembalian lumpur dari tangki sedimentasi ke tangki aerasi. Nilainya bergantung pada debit rencana air limbah yang masuk. d. Umur lumpur (c) Umur lumpur adalah jumlah massa mikroorganisme (sebagai lumpur aktif) dibagi jumlah massa mikroorganisme yang dibuang tiap satuan waktu. Biasanya dari umur lumpur ini dapat dihitung perkiraan volume reaktor. e. Waktu detensi (HRT) Disebut juga waktu tinggal. HRT merupakan lama waktu air limbah tinggal dalam tangki dari saat memasuki tangki sampai keluar dari tangki. Menurut Tchobanoglous (2003), waktu tinggal bervariasi tergantung tipe activated sludge, untuk konvensional umumnya antara 4-8 jam sedangkan untuk extended aeration bisa mencapai 18-24 jam. Persamaannya sebagai berikut: t = = V/Q
(2.3)
dengan kondisi sesungguhnya adalah
actual
1 r
(2.4)
f. Volumetric loading (VL) Merupakan massa BOD tiap m3 air limbah per hari.
VL
Q.So V
(2.5)
g. Produksi Lumpur (Px) Merupakan banyaknya lumpur yang dihasilkan dan harus dibuang setiap harinya. Dapat diperkirakan dengan persamaan berikut. Px = Yobs.Q.(So-S)/1000
(2.6)
Keterangan: Yobs = Koefisien yield observasi
14
So = Konsentrasi BOD di influen S
= Konsentrasi BOD di efluen
h. Kebutuhan Oksigen Merupakan
jumlah
oksigen
yang
diperlukan
dalam
aerasi
agar
mikroorganisme dapat mencerna limbah tersebut. Kebutuhan oksigen didapat dari total kebutuhan oksigen dikurangi kebutuhan oksigen untuk respirasi.
Kg.O2 / hari
Q.(So S ) 1,42.Px 1000 f
(2.7)
2.5.3 Permasalahan pada Proses Lumpur Aktif Ada beberapa permasalahan dalam proses lumpur aktif yaitu sludge bulking dan rising sludge. Sludge bulking adalah lumpur menjadi sukar mengendap (SVI>200) akibat banyaknya organisme berfilamen di bak sedimentasi, sehingga lumpur atau bioflok akan ikut aliran air keluar. Penyebab munculnya organisme berfilamen ini adalah rendahnya oksigen terlarut (DO), nutrisi yang tidak cukup, organic loading yang bervariasi, serta rendah atau tingginya rasio F/M. Sedangkan rising sludge merupakan lumpur yang mengambang pada permukaan air di bak sedimentasi akibat terperangkapnya gelembung gas nitrogen yang terbentuk karena proses denitrifikasi. Kondisi ini dapat diatasi dengan menambah jumlah lumpur yang harus dibuang dan menaikkan debit resirkulasi.
2.6 Perencanaan Debit Air Limbah 2.6.1 Umum Sistem pengolahan limbah terutama limbah cair memiliki batasan-batasan tertentu dalam mengolah limbah. Beberapa faktor yang menentukan dalam pengolahan air limbah adalah: a. Karakteristik air limbah b. Volume atau debit air limbah c. Kondisi topografi d. Kondisi pembuangan akhir e. Biaya atau dana yang tersedia.
15
Faktor-faktor ini sangat mempengaruhi di dalam perancangan suatu instalasi pengolahan air limbah. Seperti faktor debit air limbah yang digunakan untuk menentukan dimensi saluran maupun dalam perhitungan dimensi masing-masing unit pengolahan air limbah. Kondisi topografi juga berpengaruh dalam perencanaan saluran pipa air limbah, namun untuk pengolahan limbah skala rumah tangga faktor ini tidak terlalu mempengaruhi. 2.6.2 Perhitungan Debit Limbah Cair Debit adalah jumlah zat cair yang mengalir melalui tampang aliran tiap satuan waktu dan diberi notasi Q. Jadi, debit atau laju alir adalah volume air limbah dibagi waktu, sehingga persamaan untuk mencari debit ditunjukkan pada Persamaan (2.8).
Debit(Q)
Volume(V ) Waktu(t )
(2.8)
Selain itu, debit juga dapat dihitung dengan mengalikan luas penampang saluran (A) dengan kecepatan aliran (v) seperti ditunjukkan pada Persamaan (2.9).
Q A.v
(2.9)
Data debit buangan merupakan data yang sangat penting dalam menentukan jenis dan kapasitas desain IPAL. Desain awal suatu IPAL memerlukan perkiraan kuantitas atau volume limbah cair yang dihasilkan tiap harinya. Tidak ada data akurat mengenai debit limbah cair yang dihasilkan sehingga biasanya digunakan data penggunaan air bersih sebagai acuan dalam menentukan kuantitas rata-rata air limbah yang digunakan. Menurut Tchobanoglous (2003), debit aliran untuk rumah pada umumnya 190-350 liter/orang/hari, sedangkan untuk rumah yang lebih baik sekitar 250-400 liter/orang/hari. Menurut Linsley (1991), jumlah air limbah rumah tangga dari suatu daerah biasanya sekitar 75-80% dari penggunaan air bersih di daerah tersebut. 2.6.3 Fluktuasi Debit Limbah Cair Debit yang dihasilkan suatu rumah tangga selalu berubah-ubah dan tidak tetap. Ini dikarenakan debit mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu. Diperlukan
16
analisis terhadap data yang ada, sehingga akan diperoleh faktor rasio debit yang digunakan dari fluktuasi air limbah tersebut seperti pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Fluktuasi limbah cair yang khas Kondisi
Rasio terhadap debit rata-rata
Debit harian maksimum
1,1
Debit jam puncak
1,5
Debit harian minimum
0,5
Sumber: Tchobanoglous, 2003
2.7 Perhitungan Dimensi Bangunan IPAL 2.7.1 Perhitungan Dimensi Saluran Air Limbah Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran dan digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh (Triatmodjo, 2003). Apabila zat cair di dalam pipa tidak penuh, maka aliran termasuk dalam aliran saluran terbuka. Perhitungan perencanaan pipa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Manning, persamaan Bernoulli, maupun persamaan Darcy-Weisbach. Rumus Manning yang banyak digunakan pada pengaliran di saluran terbuka dan juga berlaku untuk pengaliran pada pipa (Triatmodjo, 2003). Jadi untuk pengaliran di dalam pipa tidak penuh dapat digunakan rumus Manning. Rumus tersebut mempunyai bentuk seperti Persamaan (2.10). V
1 2 / 3 1/ 2 .R .I n
(2.10)
Keterangan: V = kecepatan aliran (m/detik) n = Koefisien kekasaran roughness, dapat dilihat pada Tabel 2.4. I = Kemiringan garis tenaga atau slope (m/m) R = Jari-jari hidraulis (m) dengan, R
A . P
(2.11)
17
A = Luas penampang basah (m2) P = Keliling penampang basah (m) Tabel 2.2 Koefisien Manning (n) untuk aliran melalui pipa Jenis Pipa
Koefisien kekasaran (n)
Pipa PVC
0,011
Pipa Besi
0,012
Sumber: Triatmodjo, 2003
Debit saluran ditentukan dengan mengalikan luas penampang basah dengan kecepatan aliran sesuai dengan persamaan 2.9. 2.7.2 Perhitungan Bak Pengumpul Bak pengumpul bertujuan untuk menampung limbah cair dari beberapa saluran pembawa sebelum disalurkan menuju reaktor pengolahan. Waktu tinggal limbah cair pada bak pengumpul ini direncanakan tidak boleh lebih dari 10 menit. Hal ini dilakukan untuk menghindari timbulnya bau yang tidak sedap. 2.7.3 Perhitungan Reaktor Activated Sludge Activated sludge ini merupakan unit utama pada IPAL yang bertujuan untuk mengolah limbah dengan sistem aerob. Penentuan volume atau kapasitas reaktor dihitung sesuai dengan parameter desain reaktor lumpur aktif. Selain penentuan kapasitas, hal penting lain dalam mendesain reaktor ini adalah menghitung konstruksi reaktor pengolahan. Adapun persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Perhitungan dinding dan sekat reaktor aerob 1. Perhitungan gaya-gaya dalam saat reaktor dalam keadaan kosong Saat keadaan bak kosong seperti pada Gambar 4.16, bak reaktor menerima gaya tekan dari tanah, air tanah, dan beban hidup di atasnya (Negara, 2006). Dianggap pada kondisi paling ekstrim yaitu saat banjir sehingga muka air tanah berada pada permukaan tanah.
18
hb
Fa3
Ph3
Ph2
Fa1
Fa1
Fa2
Fa2
Fa3
. Ph1
Gambar 2.1 Gaya yang bekerja pada bak saat keadaan kosong
i. Analisis gaya yang bekerja Ph1
= q. Ka
(2.12)
Ph2
= Ka. hb. γtanah
(2.13)
Ph3
= hb. γair
(2.14)
Fa1
= Ph1. hb
(2.15)
Fa2
= ½ Ph2. hb
(2.16)
Fa3
= ½ Ph3. hb
(2.17)
Keterangan: Ph1
= Tekanan akibat pengaruh beban merata
Ph2
= Tekanan tanah aktif
Ph3
= Tekanan akibat air tanah (keadaan banjir)
q
= Beban merata
h
= Tinggi reaktor
Ka
= Koefisien tanah aktif
Fa1
= Gaya tekan akibat pengaruh beban merata
Fa2
= Gaya tekan akibat pengaruh beban tanah aktif
Fa3
= Gaya tekan akibat pengaruh beban air tanah (banjir)
γtanah = Berat jenis tanah (gr/cm3) ii. Perhitungan momen (M) M1
= ½ Fa1 hb
(2.18)
19
M2
= 1/3 Fa2 hb
(2.19)
M3
= 1/3 Fa3 hb
(2.20)
Mtot = M1 + M2 + M3
(2.21)
h
2. Perhitungan gaya-gaya dalam saat reaktor dalam keadaan terisi
W tot
Gambar 2.2 Gaya yang bekerja pada bak saat keadaan terisi
i. Analisis gaya yang bekerja Ph3
= Ka. h. γair
(2.22)
Pa3
= ½ Ph3. H
(2.23)
ii. Perhitungan momen (M) M3
= 1/3 Pa3 h
(2.24)
iii. Kontrol tegangan ijin tanah Pada saat keadaan terisi air juga diperhitungkan gaya ke bawah akibat berat total air dan beton agar mampu ditahan oleh tanah. Syaratnya adalah tegangan total reaktor tidak melampaui tegangan ijin tanah (σ total < σtanah). Wair = Vair . γair
(2.25)
Wb
= Vb . γbeton
(2.26)
σtot
= (Wair + Wbeton) /A
(2.27)
iv. Perhitungan penulangan (Widiarsa, 2007) d=h–p–½Ǿ
(2.28)
20
ρb
=
0,85. f ' c 600 . 1 . fy 600 fy
ρmax = 0,75 . ρb ρmin =
(2.29)
(2.30)
1,4 fy
(2.31)
Mu
(2.32)
Mn
=
Rn
=
Mn b.dx 2
(2.33)
m
=
fy 0,85 . f ' c
(2.34)
ρ
=
1 2.m.Rn 1 1 m fy
(2.35)
As
= ρ . b. d
(2.36)
A
=¼πD
(2.37)
2
Perhitungan tulangan bagi dengan fy 240 MPa ASb = 0,25 % x b x h
(2.38)
Keterangan: d
= Jarak dari serat terluar ke pusat tulangan tarik (mm).
fy
= Tegangan leleh tulangan (MPa).
f’c
= Kuat tekan beton (MPa).
Mu
= Momen terfaktor pada penampang (Nmm).
Mn
= Momen nominal penampang (Nmm).
ρ
= Rasio tulangan.
ρb
= Rasio tulangan yang memberikan kondisi regangan yang seimbang.
b. Penulangan pelat reaktor Pelat berdasarkan arah penyaluran beban normalnya dibagi menjadi dua jenis yaitu pelat satu arah dan pelat dua arah. Pelat satu arah adalah pelat yang rasio perbandingan antara bentang panjang dan pendek lebih besar dari dua (ly/lx > 2). Pelat dua arah adalah pelat yang rasio perbandingan antara bentang panjang dan pendeknya lebih kecil dari dua (ly/lx < 2), sehingga untuk pelat dua arah perlu ditinjau momen ke arah x dan y. 21
Pelat lantai pada reaktor ini dianggap sebagai pelat yang terjepit di
Lx
keempat sisinya. Sedangkan pelat tutup dianggap tertumpu bebas.
Gambar 2.3 Pelat Reaktor
Perhitungan momen menggunakan koefisien momen pada Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang SKSNI-T15-03-1991 (Tabel CUR 4) yang dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 Tabel 2.3 Koefisien momen pada plat tipe I-1 (tertumpu bebas) Jenis Momen mlx mly
1 41 41
Perbandingan (Ly/Lx) 1,2 1,4 1,6 54 67 79 35 31 28
1,8 87 26
2 97 25
Sumber: Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang SKSNI-T15-03-1991
Tabel 2.4 Koefisien momen pada plat tipe I-2 (terjepit penuh) Jenis Momen mlx mly mtx mty
1 25 25 51 51
1,2 34 22 63 54
Perbandingan (Ly/Lx) 1,4 1,6 42 49 18 15 72 78 55 54
1,8 53 15 81 54
2 58 15 82 53
Sumber: Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang SKSNI-T15-03-1991
Koefisien momen tersebut kemudian dimasukkan pada persamaan berikut, untuk mencari momen-momen lapangan dan tumpuan pada arah-x dan arah-y. M = 0,001.Wu.Lx2.Xn
(2.39)
Momen-momen ini akan digunakan untuk menghitung penulangan pada pelat. Persamaan yang digunakan untuk menghitung penulangan sama seperti pada perhitungan penulangan dinding reaktor.
22
c. Penulangan balok Balok diletakkan pada ujung pelat dan menjepit keempat sisi pelat. Besarnya momen lapangan dan momen tumpuan dapat ditentukan dengan rumus berikut. Momen Lapangan M = 1/24 x Wu x Lx2
(2.40)
Momen Tumpuan M = 1/12 x Wu x Lx2
(2.41)
Momen-momen ini selanjutnya akan digunakan untuk menghitung penulangan pada balok. Langkah-langkah perhitungan serta persamaan yang digunakan sama seperti perhitungan penulangan pada dinding reaktor.
23