BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Koleksi (Collection Management) 2.1.1 Koleksi Koleksi harus berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran, agar dapat memenuhi sivitas akademinya yaitu mahasiswa, dosen dan peneliti. Koleksi menurut Reitz (2004, 156) yakni “in library cataloging, three or more independent works or long excerpts from works by the same author, or two or more independent works or excerpts from works by different authors, not written for the same occasion or for the publication in hand, published together in a single volume or uniform set of volumes. Selected by an editor, the works are listed in the table of contents in order of appearance in the text” Definisi tersebut menyebutkan bahwa koleksi merupakan karya – karya independen yang dibuat oleh beberapa penulis, memiliki perbedaan tujuan serta dipublikasikan dalam sebuah edisi atau beberapa edisi seragam. Koleksi merupakan hasil penyeleksian yang dilakukan oleh editor, ditampilkan dalam daftar isi yang kemudian muncul di dalam teks. Dalam buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004, 51) dinyatakan bahwa, Ragam koleksi yang selayaknya ada di perpustakaan : a) b) c) d) e)
Koleksi Rujukan Bahan Ajar Terbitan Berkala Terbitan Pemerintah Selain terbitan pemerintah, koleksi yang menjadi minat khusus perguruan tinggi seperti sejarah daerah, budaya daerah, atau bidang khusus lainnya juga perlu diperhatikan f) Apabila memiliki dana yang cukup, perpustakaan sebagai sumber belajar tidak hanya menghimpun buku, jurnal, dan sejenisnya yang tercetak, tetapi juga menghimpun koleksi pandang dengar serta koleksi media elektronik g) Bahan bacaan untuk rekreasi intelektual
10
Sedangkan dalam UU no 43 tahun 2007 pasal 1 ayat 2 dalam Yuven (2010 , 5) menyatakan bahwa: Yang dimaksud dengan koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam bentuk berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah dan dilayankan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Koleksi perpustakaan adalah bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam bentuk berbagai yang dikumpulkan, diolah dan disimpan untuk disebarluaskan kepada masyarakat guna memenuhi kebutuhan informasi yang dibutuhkan. 2.1.2 Pengertian Manajemen Koleksi Manajemen berasal dari kata kerja to manage (bahasa Inggris) artinya mengelola, memimpin, mengurus. Manajemen mempunyai pengertian yang berbeda-beda namun secara umum manajemen adalah kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan cara-cara pemikiran yang ilmiah maupun praktis dengan pemanfaatan semua faktor dan sumber daya, menurut suatu perencanaan (planning) diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu tujuan kerja tertentu dengan cara yang setepat-tepatnya. Reitz (2004, 157) memberi definisi pada manajemen koleksi yaitu “the application of quantitative techniques, such as statistical and costbenefit analysis, to the process of collection development, usually limited to large libraries and library systems. In a more general sense, the activity of planning and supervising the growth and preservation of library collections based on an assessment of existing strengths and weakness and an estimate of future needs”. Yang memiliki pengertian: aplikasi dari teknik kuantitatif, kepada proses pengembangan koleksi yang biasanya terbatas pada sistem sebuah perpustakaan. Dalam pengertian umum, manajemen koleksi adalah suatu aktivitas perencanaan serta mengawasi pemeliharaan dan pertumbuhan perpustakaan koleksi berdasarkan pada suatu penilaian mengenai kelemahan dan kekuatan serta perkiraan kebutuhan masa depan.
11
Berikut adalah definisi yang diberikan oleh Jenkins dan Morley yang dikutip Clayton (2001, 17) yaitu “collection management is a more demanding concept, which goes beyond a policy of acquiring materials, to policies on the housing, preservation, and storage, weeding and discard of stock. Rather than selection and acquisition, collection management emphasizes the systematic management of a library’s exsisting collection: ‘the systematic management of the planning, composition, funding, evaluation and use of library collections over extended periods of time, in order to meet specific institutional objectives” Yang mengandung pengertian manajemen koleksi adalah konsep yang menuntut suatu kebijakan dalam memperoleh material, atas perawatan, pemeliharaan, dan penyimpanan, serta penyiangan koleksi. Bukan hanya sekedar menyeleksi dan mengakuisisi, manajemen koleksi menekankan pada manajemen sistematis pada koleksi perpustakaan: ‘manajemen sistematis dari perencanaan, susunan, pembiayaan, evaluasi dan penggunaan koleksi perpustakaan dalam jangka waktu tertentu, untuk mencapai target dari perpustakaan atau lembaga yang bersangkutan. Osburn yang dikutip Johnson (2009, 2) mendefinisikan manajemen koleksi sebagai “a process of information gathering, communication, coordination, policy formulation, evaluation, and planning. These processes, in turn, influence decisions about the acquisition, retention, and provision of access to information sources in support of the intellectual needs of a given library community. Collection development is the part of collection management that primarily deals with decisions about the acquisition of materials”. Yang memiliki makna: suatu proses informasi berupa mengumpulkan, komunikasi, koordinasi, perumusan kebijakan, evaluasi, dan perencanaan. Proses ini, mempengaruhi keputusan tentang ketetapan akses ke sumber informasi dalam mendukung kebutuhan intelektual pengguna perpustakaan. Pengembangan koleksi menjadi bagian dari manajemen koleksi terutama berkenaan dengan keputusan tentang pengadaan koleksi perpustakaan Menurut Syihabuddin, (2003,146) Manajemen Koleksi melibatkan serangkaian proses yang menjadi lebih efisien dengan adanya teknologi komputer dan komunikasi yang menghimpun informasi, mengkoordinasikan komunikasi, menyusun kebijakan, evaluasi dan perencanaan. Dari berbagai definisi diatas dapat diketahui bahwa manajemen koleksi adalah suatu istilah yang mewakili proses perencanaan suatu koleksi perpustakaan atau lembaga informasi, yang meliputi aspek pengumpulan, pemeliharaan, 12
komunikasi, koordinasi, kebijakan, serta perawatan dan evaluasi dalam rangka mencapai target koleksi dari organisasi.
2.2 Tujuan Manajemen Koleksi Koleksi menjadi salah satu elemen penting dalam eksistensi sebuah perpustakaan. Koleksi dapat menjadi motivator pagi pemustaka untuk datang ke perpustakaan. Kualitas koleksi menjadi salah faktor penentu apakah perpustakaan akan diakses oleh banyak pemustaka atau tidak. Menurut Sulistyaningsih (2013, 2) tujuan manajemen koleksi adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui mutu, lingkup dan kedalaman koleksi 2. Menyesuaikan koleksi dengan tujuan dan program perpustakaan serta lembaga induknya 3. Mengikuti perubahan, perkembangan, sosial budaya, ilmu dan tekhnologi. 4. Meningkatkan nilai informasi 5. Mengetahui kekuatan dan kelemahan koleksi 6. Menyesuaikan kebijakan penyiangan koleksi Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen koleksi adalah mengetahui mutu, lingkup dan kedalam koleksi, menyesuaikan koleksi dengan tujuan perpustakaan, mengikuti perubahan, perkembangan, sosial, budaya, ilmu dan teknologi, meningkatkan nilai informasi, mengetahui kekuatan dan kelemahan koleksi serta menyesuaikan kebijakan penyiangan koleksi.
2.3 Aktivitas Manajemen Koleksi 2.3.1 Weeding (Penyiangan) Kebutuhan pengguna perpustakaan semakin lama akan semakin bervariasi. Perpustakaan dituntut untuk segera mengganti koleksi perpustakaan sesuai dengan kebutuhan pengguna seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. salah satu bagian yang penting dalam kegiatan perpustakkan apabila tidak menginginkan koleksinya hanya merupakan tumpukan materi yang kelanjutan dalam proses kegiatan perpustakaan. Menurut Dictionary of Library and Information Science (dalam Sugana, 2011: 15), weeding merupakan proses menentukan koleksi apa saja yang akan ditarik secara permanen dan menentukan kriteria koleksi yang akan disiangkan, khususnya terhadap tumpukan-tumpukan 13
buku yang membuat kapasitas ruang terbatas. Pada perpustakaan umum biasanya menyiangi secara rutin dengan dasar sirkulasi, sedangkan perpustakaan akademik weeding jarang dilakukan. Sedangkan Menurut Rahayu dkk (2013, 13) Penyiangan (weeding) adalah upaya pemberdayaan koleksi bahan pustaka terhadap koleksi lama, agar tempat penyimpanan bahan pustaka dapat dioptimalkan dan bermanfaat bagi pemustaka dengan memisahkan koleksi yang sudah rusak, eksemplar yang terlalu banyak, sudah ada edisi terbaru, kurang pragmatis, dan bahasa yang digunakan sulit dipahami
oleh
pemustaka.
Kegiatan
penyiangan
dilakukan
agar
tidak
menumpuknya koleksi lama di perpustakaan, dan tempat yang digunakan sebelumnya dapat dimanfaatkan untuk koleksi terbaru. Sehingga koleksi yang ada di perpustakaan selalu berdaya guna dan diminati oleh pemustaka. Menurut Yulia (1993:199) pedoman umum penyiangan koleksi adalah: 1. Subjek tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pengguna perpustakkan. 2. Bahan pustaka yang sudah usang isinya. 3. Edisi terbaru sudah ada sehingga yang lama dapat dikeluarkan dari koleksi. 4. Bahan pustaka yang sudah terlalu rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi. 5. Bahan pustaka yang isinya tidak lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan gantinya. 6. Bahan pustaka yang jumlah kopinya terlalu banyak, frekuensi pemakaiannya rendah. 7. Bahan pustaka yang terlarang. Menurut Akbar (2008: 1) penyiangan yang dilakukan diperpustakaan mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Memperoleh tambahan tempat untuk koleksi baru. 2. Membuat koleksi lebih dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi yang akurat, relevan, up to date, serta menarik. 3. Memberikan kemudahan pada pemakai dalam menggunakkan koleksi. 4. Memungkinkan staff perpustakaan mengelola koleksi secara efektif dan efisien. Penyiangan koleksi dapat dilakukan sebagai berikut: a. Menyingkirkan bahan pustaka dari tempatnya ke ruang penyimpanan khusus b. Menghapus atau memusnahkan bahan pustaka c. Menghadiahkan bahan pustaka ke perpustakaan lain d. Menukar bahan pustaka dengan bahan pustaka lain Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004: 64) 14
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa weeding atau penyiangan adalah subjek tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna, bahan pustaka yang telah usang isinya, edisi terbaru sudah ada dan bahan pustaka sudah terlalu rusak. Tujuan dari penyiangan adalah membuat koleksi lebih dimanfaatkan sebagai informasi yang akurat, relevan, up to date dan memudahkan pemakai dalam menggunakan koleksi. Hal selanjutnya yang tak kalah penting untuk dikaji adalah masalah prosedur penyiangan. Prosedur adalah sebuah cara sistematis dan terpikir secara baik untuk mencapai tujuan; prinsip dan praktek-praktek pengajaran. Menurut Kusnanto (2011, 26) dalam melakukan kegiatan penyiangan bahan pustaka, ada bebrapa prosedur yang harus dilakukan, yaitu: 1. Pustakawan (bersama dengan pihak terkait lainnya) mengadakan pemilihan bahan pustaka yang perlu dikeluarkan dari koleksi berdasarkan pedoman penyiangan yang telah ditetapkan. 2. Pustakawan menyusun daftar koleksi yang akan dikeluarkan dari rak 3. Buku-buku yang akan dikeluarkan dari rak buku, kartu-kartunya dikeluarkan dari buku yang bersangkutan dan kartu katalognya ditarik dari laci/jajaran catalog. 4. Buku-buku yang dikeluarkan diberi tanda “dikeluarkan dari koleksi perpustakaan” sebagai bukti bahwa buku tersebut bukan lagi milik perpustakaan 5. Apabila bahan pustaka tersebut masih layak untuk digunakan (eksemplarnya) terlalu banyak namun isi belum “out of date” dapat disisihkan untuk bahan penukaran atau hadiah 6. Jika bahan pustaka dirasakan masih banyak dicari dan digunakan pemakai, maka buku tersebut hanya disimpan di gudang (weeding stock) 7. Untuk bahan pustaka yang akan dimusnahkan hendaknya memperhatikan peraturan yang berlaku berkaitan dengan penghapusan barang milik negara, terutama untuk perpustakaan yang bernaung di bawah pemerintah. Menurut Darwanto (2012, 2) Penyiangan harus dilakukan secara berkala dan berkelanjutan, minimal lima tahun sekali untuk koleksi buku. Sebaiknya perpustakaan membuat peraturan tertulis tentang penyiangan koleksi perpustakaan untuk dipakai sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan ini.
2.3.2 Stock Opname Dalam kegiatan manajemen koleksi suatu perpustakaan didasarkan pada profil seleksi dan kebutuhan pengguna akan bahan pustaka tersebut. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah 15
stock opname. Stock opname yakni
kegiatan pemeriksaan koleksi perpustakaan secara menyeluruh apakah koleksi itu masih sesuai dengan catatan yang dimiliki. Menurut Sulistyo-Basuki (1991, 235 ), stock opname adalah “Pemeriksaan fisik terhadap buku yang tercatat milik perpusakaan”. Sebelum melakukan kegiatan ini perlu dipertimbangkan terlebih dahulu pelayanan apa yang dibutukan dan kapan waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan stock opname agar tidak mengganggu pelayanan yang disediakan oleh perpustakaan kepada penggunaanya. Stock opname dilakukan karena perpustakaan akan mengalami perubahan keadaan koleksi Karen rentang waktu yang lama. Perubahan koleksi terjadi pada berbagai macam dan meliputi kualitas dan kuantitas koleksi yang semakin menurun. Berdasarkan buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004) perubahan kualitas koleksi perpustakaan dapat dilihat pada keadaan sebagai berikut : a. Jumlah koleksi tidak sesuai dengan buku induk kerena terjadi kehilangan koleksi akibat ulah pengguna atau ulah pustakawan sendiri. b. Keadaan fisik koleksi telah usang dan sudah tidak layak pakai sehingga harus mendpat perawatan dari perpustakaan. Menurut Yulia (2010) tujuan dilakukan kegiatan stock opname adalah: 1. Mengetahui keadaan koleksi bahan pustaka yang ada di perpustakaan. 2. Mengetahui jumlah buku (judul/eksemplar) koleksi bahan pustaka menurut golongan klasifikasi dengan tepat. 3. Menyediakan jajaran katalog yang tersusun rapi yang menandakan kondisi koleksi bahan pustaka. 4. Untuk mengetahui dengan tepat bahan pustaka yang tidak ada katalognya. 5. Untuk mengetahui bahan pustaka yang dinyatakan hilang. 6. Untuk mengetahui dengan tepat kondisi bahan pustaka, apakah dalam keadaan rusak atau tidak lengkap. Keuntungan diadakan stock opname yaitu: 1. Dapat disusun dari daftar bahan pustaka yang disiangi karena sudah tidak sesuai dengan subjek, tahun, kondisi bahan pustaka dan susunan bahan pustaka yang muthakir. 2. Mengetahui bahan pustaka yang paling banyak diminati oleh pengguna informasi. Hal ini berarti stock opname digunakan sebagai petunjuk pemilihan bahan pustaka. 3. Mengetahui tingkat hilangnya bahan pustaka di perpustakaan. 4. Dapat diperolehnya susunan bahan pustaka yang rapi dan baik. 5. Mudah membersihkan bahan pustaka dari debu dan kotoran lain. 16
Adapun kerugian stock opname adalah dapat mengganggu kenyamanan pengguna. Kenyamanan pengguna dapat dilihat pada penagihan buku yang sedang dipinjam. Kenyamanan pengguna dapat juga dilihat pada perturan tidak adanya pelayanan pada pengguna selama kegiatan stock opname berlangsung.
2.3.3 Shelving Menurut Sitepu (2011, 29) Penyimpanan dan penyusunan koleksi (shelving), adalah suatu kegiatan menyimpan koleksi bahan pustaka yang telah diolah/diproses menjadi koleksi perpustakaan pada rak-rak buku/pustaka berdasarkan susunan menurut kelompok macamnya dan bidang ilmunya masingmasing maupun urutan nomor penempatan (call number). Sulistyo-Basuki (1992:37) menyatakan bahwa, penjajaran atau filing berarti penyusunan dokumen menurut urutan tertentu agar dokumen dapat ditemu balik secara mudah dan cepat apabila diperlukan. Lasa Hs. (1990:72) menyatakan bahwa shelving adalah kegiatan, pekerjaan dalam perpustakaan untuk menyusun buku di rak, dengan peraturan tertentu. Menurut Rangkuti (2013, 4) Shelving adalah kegiatan penjajaran koleksi ke dalam rak buku perpustakaan atau tempat koleksi berdasarkan sistem tertentu. Kegiatan ini merupakan langkah terakhir dari proses pengolahan bahan pustaka. Sistem kegiatan Shelving menurut Rangkuti (2013, 4) Sistem penjajaran koleksi ke dalam rak ada dua macam yaitu: 1. Berdasarkan jenis, yaitu disusun berdasarkan jenis koleksi dalam bidang apapun dijadikan satu susunan. 2. Berdasarkan sandi pustaka atau call number, yaitu disusun berdasarkan urutan nomor kelas sesuai dengan tata susunan koleksi. Sistem ini cocok untuk penjajaran koleksi buku teks. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa shelving adalah penjajaran koleksi ke dalam rak buku perpustakaan berdasarkan jenis dan berdasarkan Call Number.
17
2.3.4 Perawatan Bahan Pustaka Perawatan bahan pustaka bukanlah hal yang baru bagi pustakawan. Berdirinya suatu perpustakaan karena adanya koleksi buku, maka jika ada koleksi buku berarti perlu dirawat dan dilestarikan. Menurut Martoadmojo (1993: 6) perawatan adalah menjaga agar koleksi perpustakaan tidak diganggu oleh tangan-tangan jahil, serangga yang jahil, atau jamur yang merajalela pada buku-buku yang ditempatkan pada ruangan yang lembab. Perawatan memeliki beberapa fungsi sebagai berikut. a. Melindungi, bahan pustaka dilindungi dari seranggan serangga, manusia, jamur, panas matahari, air dan sebagainya, dengan pelestarian yang baik serangga dan binatang kecil, tidak akan dapat menyentuh bahan pustaka, manusia tidak akan salah dalam menangani dan memakai bahan pustaka, jamur tidak akan dapat tumbuh, dan sinar matahari serta kelembaban udara diperpustakaan akan mudah terkontrol. b. Pengawetan, dengan dirawat baik-baik, bahan pustaka menjadi awet, bisa di pakai lebih lama, dan diharapkanlebih banyak pembaca dapat mempergunakan bahan pustaka tersebut. c. Kesehatan, dengan perawatan yang baik,bahan pustaka pustaka menjadi bersih, bebas dari debu, jamur, binatang perusak, sumber sarang dari berbagai penyakit, sehingga pemakai maupun pustakawan menjadi tetap sehat, pembaca lebih bergairah membaca dan memakai perpustakaan. d. Pendidikan pemakai, perpustakaan dan pustakawan sendiri harus belajar bagaimana cara memakai dan merawat dokumen, menjaga disiplin,
tidak
membawa
makanan
dan
minuman
kedalam
perpustakaan, tidak mengotori bahan pustaka maupun ruangan perpustakaan, mendidik pemakai serta pustakawan sendiri untuk berdisiplin tinggi dan menghargai kebersihan. e.
Kesabaran, Merawat bahan pustaka ibarat merawat bayi atau orang tua, harus sabar. Bagaimana kita bisa menambal buku berlubang,
18
membersihkan kotoran binatang kecil dan tahi buku, menghilangkan noda dari bahan pustaka memerlukan tingkat kesabaran yang tinggi. f. Sosial, Perawatan tidak bisa dilakukan dengan diri sendiri, pustakawan harus mengikutsertakan pembaca perpustakaan untuk tetap merawat bahan pustaka dan perpustakaan, rasa pengorbanan tinggi harus diberikan setiap orang, demi kepentingan dan keawetan bahan pustaka. g. Ekonomi, dengan perawatan yang baik bahan pustaka menjadi lebih awet, keuangan dapat dihemat. h. Perawatan yang baik, penataan bahan pustaka yang rapi, perpustakaan tampak makin jadi indah, sehingga menambah daya tarik kepada pambaca. Menurut Soeatminah (1992: 126), pengertian pemeliharaan dan perawatan bahan pustaka adalah “Kegiatan menjaga atau mengusahakan agar bahan pustaka yang dimiliki oleh perpustakaan awet dan terawat dengan baik.” Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perawatan bahan pustaka adalah semua kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh seseorang atau pustakawan dalam melindungi bahan pustaka dari faktor-faktor yang dapat merusak bahan pustaka, baik faktor dari dalam maupun dari luar. 2.3.4.1Tujuan Dan Fungsi Perawatan Bahan Pustaka Tujuan dan fungsi perawatan bahan pustaka adalah untuk menjaga bahan pustaka agar tidak rusak dan informasi yang terkandung didalamnya tidak hilang Menurut Perpustakaan Nasional RI (1995: 20) tujuan dan fungsi perawatan dan pelestarian bahan pustaka yaitu: “Mengusahakan agar koleksi selalu tersedia dan siap pakai. Hal ini dapat dilakukan dengan melestarikan bentuk fisik bahan pustaka, melestarikan informasi yang terkandung dengan alih media atau melestarikan keduaduanya (bentuk fisik maupun kandungan informasinya)” Sedangkan menurut Sulistyo-Basuki (1991: 271) tujuan dan fungsi perawatan bahan pustaka yaitu melestarikan kandungan informasi bahan pustaka dengan alih bentuk menggunakan media lain atau melestarikan bentuk aslinya selengkap mungkin untuk dapat digunakan secara optimal. 19
Menurut Martoadmojo (1993: 5) fungsi perawatan bahan pustaka sebagai berikut 1. 2. 3. 4.
Menyelamatkan nilai informasi bahan pustaka Menyelamatkan bentuk fisik bahan pustaka Mengatasi kendala kekurangan ruang (space) Mempercepat perolehan informasi: bahan pustaka yang tersimpan dalam CD (Compact Disc) sangat mudah untuk diakses, baik dari jarak dekat maupun jarak jauh, sehingga pemakaian bahan pustaka menjadi lebih optimal.
2.3.5 Pengamanan Koleksi Perpustakaan sangat rawan terhadap tindakan penyalahgunaan koleksi. Hal ini disebabkan salah satunya oleh sistem layanan perpustakaan yang digunakan. Umumnya perpustakaan menyediakan layanan dengan sistem terbuka. Pada sistem tersebut, pengguna dapat secara langsung memilih bahan pustaka yang diinginkan pada rak tempat jajaran koleksi diletakkan. Hal ini dapat mendorong terjadinya penyalahgunaan koleksi perpustakaan oleh pengguna. Menurut Obiagwu (1992), tindakan penyalahgunaan koleksi dapat digolongkan menjadi empat, yaitu pencurian (theft), penyobekan (mutilation), peminjaman tidak sah (unauthorized borrowing), dan vandalisme (vandalism). Menurut Syaikhu HS (2011, 37) Untuk mengurangi risiko tindakan penyalahgunaan koleksi perpustakaan, perlu diperhatikan tiga aspek, yaitu: 1. Keamanan fisik (physical security) perpustakaan, yang mencakup arsitektur, staf keamanan, dan perangkat keras, seperti perlindungan pada pintu dan jendela; 2. Penggunaan teknologi keamanan seperti barcode, radio frequency identification (RFID), microdots, dan closed circuit television (CCTV); dan 3. Kebijakan keamanan, prosedur, dan rencana.
1. Keamanan Fisik Pengamanan koleksi perpustakaan mencakup keamanan lingkungan fisik perpustakaan. Menurut Syaikhu HS (2011, 37) keamanan fisik perpustakaan perlu mempertimbangkan berbagai aspek, seperti arsitektur, petugas keamanan, dan pengamanan bangunan fisik perpustakaan:
20
a. Pertimbangan Arsitektur Perencanaan arsitektur dalam pembangunan perpustakaan perlu dilakukan secara tepat untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna. Perancangan arsitektur perpustakaan mencakup penataan ruang (landscaping) di luar bangunan dan ruang perpustakaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan arsitektur perpustakaan adalah aspek pencahayaan secara terus-menerus dan cukup pada pintu masuk kendaraan dan pejalan kaki serta area sirkulasi untuk menciptakan suasana yang aman serta mendukung aspek pengawasan. Selain itu, penempatan tanda-tanda yang jelas harus diperhatikan, seperti tanda pintu masuk dan keluar perpustakaan, tanda peringatan/imbauan, parkir bagi karyawan dan pengunjung, kendaraan, dan pejalan kaki. Pengaturan bagian-bagian landscaping harus dilakukan dengan baik dalam rangka meningkatkan keamanan. b. Personil Keamanan Tim keamanan sebagai bagian dari perencanaan keamanan perpustakaan perlu mengevaluasi kebutuhan petugas keamanan, baik selama jam kerja normal maupun setelah perpustakaan ditutup. Personil keamanan biasanya berpatroli di dalam perpustakaan dan memantau keadaan ruang perpustakaan melalui CCTV. Petugas keamanan juga dapat menjaga akses perpustakaan pada lobi utama. c. Perangkat Keras Nonfisik Kondisi fisik bangunan perpustakaan merupakan pertahanan tingkat pertama terhadap ancaman pencurian maupun vandalisme. Bagianbagian bangunan perpustakaan seperti jendela dan pintu harus dipastikan dapat terkontrol dan terlindungi dari akses orang yang tidak berkepentingan terhadap koleksi perpustakaan. Kunci sebaiknya dipasang pada semua jendela yang dapat dibuka dan dapat diakses tanpa tangga. Namun, untuk keamanan sebaiknya semua jendela dilengkapi kunci yang berfungsi dengan baik, termasuk jendela lantai dasar atau lantai atas, atap garasi atau lainnya, jendela dekat dinding atau pipa atau struktur lainnya, yang dapat digunakan untuk mengakses jendela. 2. Penggunaan Teknologi Keamanan Menurut Syaikhu HS (2011, 37) cara mutakhir untuk mencegah penyalahgunaan
koleksi
perpustakaan,
seperti
pencurian
adalah
dengan
memanfaatkan teknologi, seperti barcode, RFID, microdots, dan CCTV. a. Barcode Salah satu kemajuan teknologi komputer yang dapat dimanfaatkan untuk mencegah pencurian koleksi perpustakaan adalah pemberian kode pada koleksi dengan kode baris (barcode). Sistem ini memungkinkan melakukan pengelolaan koleksi dengan tepat, cepat, dan akurat. Barcode digambarkan dalam bentuk baris hitam 21
tebal dan tipis yang disusun berderet secara horizontal. Untuk membantu pembacaan secara manual dicantumkan juga angkaangka di bawah kode baris tersebut, namun angka-angka tersebut tidak mendasari pola kode baris yang tercantum. Alat yang digunakan untuk membaca barcode adalah barcode scanner. b. Radio Frequency Identification (RFID) Definisi RFID menurut Maryono (2005) adalah teknologi untuk mengidentifikasi seseorang atau objek dengan menggunakan transmisi frekuensi radio, khususnya 125 kHz, 13,65 Mhz atau 800-900 MHz. RFID menggunakan komunikasi gelombang radio untuk mengidentifikasi objek atau seseorang. RFID merupakan teknologi pengumpulan data secara otomatis dan cepat. Teknologi tersebut menciptakan cara mengumpulkan informasi secara otomatis untuk suatu produk, tempat, waktu, atau transaksi dengan cepat, mudah, dan tanpa kesalahan akibat faktor manusia (human error). RFID menyediakan hubungan ke data dengan jarak tertentu tanpa harus melihat secara langsung, dan tidak terpengaruh lingkungan seperti halnya barcode. Identifikasi RFID bukan sekedar kode identifikasi, melainkan sebagai pembawa data, dapat ditulis dan data di dalamnya dapat diperbarui dalam keadaan bergerak. c. Microdot Dengan microdot diharapkan pencuri berpikir keras dalam menjual kembali barang curiannya karena sulit sekali untuk menghilangkan atau menghapus tanda yang telah direkatkan pada bahan pustaka tersebut. Microdot merupakan sebuah titik atau lingkaran dengan diameter tidak lebih dari 1 mm yang mengandung banyak informasi penting berupa teks, gambar, foto atau video. Teknologi microdot banyak digunakan oleh intel atau mata-mata untuk mengirimkan data penting dan sangat rahasia. Microdot dapat dibuat menjadi berbagai bentuk dan ukuran dan terbuat dari berbagai bahan seperti poliester. Pemberian nama microdots berawal dari bentuk dot/titik yang berukuran mikro d. CCTV Pemasangan sistem keamanan elektronik, seperti penggunaan kamera pengintai (CCTV) merupakan suatu cara memantau kegiatan pengguna di dalam perpustakaan dan merekam sistem keamanan, mencegah kejahatan, dan menjamin keamanan. Petugas perpustakaan dapat menggunakan CCTV untuk mengidentifikasi pengunjung maupun karyawan, memantau area kerja, mencegah pencurian, dan menjamin keamanan fasilitas lainnya. Teknologi CCTV berkembang dengan cepat dan menjadi salah satu sistem keamanan paling penting dan ekonomis di perpustakaan.
22