BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Siklus Hidrologi Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km3 air yang terdiri
dari 97,5 % adalah air laut, 1,75% berbentuk es, dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai,
air
danau,
air
tanah dan sebagainya. Hanya 0,001%
berbentuk uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi → penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke perukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah. (Sosrodarsono, S. dan Kensaku T. 1983) Siklus hidrologi merupakan rangkaian proses berpindahnya air permukaan bumi dari suatu tempat ke tempat lainnya hingga kembali ke tempat asalnya. Air naik ke udara dari permukaan laut atau dari daratan melalui evaporasi. Air di atmosfer dalam bentuk uap air atau awan bergerak dalam massa yang besar di atas benua dan dipanaskan oleh radiasi tanah. Panas membuat uap air lebih naik lagi sehingga cukup tinggi dan dingin untuk terjadi kondensasi. Uap air berubah jadi embun dan seterusnya jadi hujan atau salju. Curahan (precipitation) turun ke
6 Universitas Sumatera Utara
bawah, ke daratan atau langsung ke laut. Air yang tiba di daratan kemudian mengalir di
atas
permukaan sebagai
sungai, terus kembali
ke
laut.
(Limantara,L.M., 1986)
Gambar 2.1. Siklus Hidrologi (Sosrodarsono, S. dan Kensaku T. 1983)
7 Universitas Sumatera Utara
2.2
Hidrologi Air Tanah
Hidrologi air tanah adalah cabang hidrologi yang berhubungan dengan air tanah dan didefinisikan sebagai ilmu tentang keterdapatan, penyebaran, dan pergerakan air di bawah permukaan bumi. Geohidrologi mempunyai mempunyai makna yang sama dan hidrogeologi dibedakan hanya oleh penekanannya yang lebih besar pada aspek kegeologian (Todd, 1980, h,1). Oleh sebab itu uraian mengenai air tanah tidak akan lepas dari ilmu hidrologi, mulai dari kejadian air tanah, hingga pergerakan air tanah, sampai akhirnya mencapai lajur jenuh di dalam akuifer.
2.2.1
Daur Hidrologi
Hampir semua air tanah merupakan komponen dalam daur hidrologi, termasuk air permukaan dan atmospheric waters (uap air). Sebagian kecil air tanah dapat masuk ke dalam daur ini dari masing-masing sumbernya (Todd dan Mays, 2005).
2.2.2 Daur Tertutup
Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung melalui vegetasi atau media lainnya akan membentuk daur aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut.
8 Universitas Sumatera Utara
Air berubah wujud berupa gas/uap akibat panas matahari dan disebut dengan proses penguapan atau evaporasi. Uap ini bergerak di atmosfer (udara) kemudian akibat perbedaan suhu di atmosfer dari panas menjadi dingin maka air akan terbentuk akibat kondensasi dari uap menjadi keadaan cairan. Bila suhu berada di bawah titik beku kristal-kristal es terbentuk. Tetesan air kecil tumbuh oleh kondensasi dan berbenturan dengan tetesan air lainnya dan terbawa oleh gerakan udara turbulen sampai pada kondisi yang cukup besar menjadi butir-butir air. Apabila jumlah butir air sudah cukup banyak dan akibat berat sendiri (secara gravitasi) butir-butir air itu akan turun ke bumi dan proses turunnya butir air ini disebut dengan hujan. Bila suhu udara turun sampai di bawah 00 C, maka butir air akan berubah menjadi salju (Chow dkk., 1988). Salju jadi persoalan yang penting di tempat atau negara yang mempunyai perbedaan suhu yang besar. Pada waktu musim panas suhu bisa mencapai + 350 C, namun pada waktu musim dingin suhu bisa mencapai – 350 C (bahkan lebih). Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman. Di bumi air mengalir dan bergerak dengan berbagai cara. Pada retensi (tempat penyimpanan) air akan menetap/tinggal untuk beberapa waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti daerah-daerah cekungan, danau, tempattempat yang rendah dll., maupun retensi buatan manusia seperti tampungan, sumur, embung, waduk dll. Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah lebih rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut larian permukaan (run off) karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini
9 Universitas Sumatera Utara
biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju ke sistem jaringan sungai, sistem danau ataupun waduk. Dalam sistem sungai aliran mengalir mulai dari sistem sungai yang kecil menuju ke sistem sungai yang besar dan akhirnya akan menuju mulut sungai atau sering disebut muara yaitu tempat bertemunya sungai dengan laut. Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan tanah meresap ke dalam tanah dalam bentuk-bentuk infiltrasi, perkolasi, dan kapiler. Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran air tanah dangkal, aliran air tanah dalam, aliran air tanah antara dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada waktu musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu masih ada aliran secara tetap dan menerus. Akibat panas matahari air di permukaan bumi juga akan berubah wujud menjadi gas/uap melalui proses evaporasi dan bila proses tersebut melalui tanaman disebut transpirasi. Air akan diambil oleh tanaman melalui akar-akarnya yang dipakai untuk kebutuhan hidup dari tanaman tersebut, lalu air di dalam tanaman juga akan keluar berupa uap akibat energi panas matahari. Proses pengambilan air oleh akar tanaman kemudian terjadinya penguapan dari dalam tanaman disebut sebagai evapo-transpirasi. Evaporasi yang lain dapat terjadi pada sistem sungai, danau, embung, waduk maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar. Walaupun laut adalah tempat dengan sumber air terbesar namun tidak bisa langsung dimanfaatkan sebagai sumber kehidupan karena mengandung garam dan dikenal dengan nama air asin . Uap dan gas mengalir dan bergerak di atmosfer.
10 Universitas Sumatera Utara
Kejadian tersebut membentuk suatu pergerakan berulang dan disebut daur
atau
siklus
hidrologi.
Daur ini
merupakan
konsep dasar tentang
keseimbangan air secara global di bumi. Daur hidrologi juga menunjukkan semua hal yang berhubungan dengan air. Bila dilihat keseimbangan air secara menyeluruh maka air tanah dan aliran permukaan: sungai, danau, penguapan dll. merupakan bagian-bagian dari beberapa aspek yang menjadikan daur hidrologi menjadi seimbang sehingga disebut dengan daur hidrologi yang tertutup.
2.3
Air Bawah Tanah
2.3.1 Kejadian Air Tanah Dua zone bawah – tanah utama dibagi oleh suatu permukaan yang tak beraturan yang disebut bidang batas air – jenuh (water table). Bidang batas air jenuh merupakan kedudukan titik-titik (dalam bahan bebas) yang mempunyai tekanan hidrostatik sama dengan tekanan atmosferik. Di atas bidang batas air jenuh, yakni di zone kapiler. Pori-pori tanah mungkin terisi udara ataupun air; oleh karenanya kadang-kadang disebut zone aerasi. Dalam zone freatik , yaitu dibawah bidang batas air jenuh, celah-celah tanah terisi dengan air, kadangkadang zone ini disebut zone air-jenuh.
Zone freatik dapat memperpanjang
sampai kedalaman yang cukup besar, tetapi jika kedalamannya bertambah, berat sendiri tanah bertendensi merapatkan ruang-ruang pori dan relative sedikit saja air yang dijumpai pada kedalaman-kedalaman yang lebih besar dari 3 km (10.000 ft). ( Linsley, Ray K., dkk, 1986) Ada dua cara pendekatan dalam system pengelolahan tanah yaitu :
11 Universitas Sumatera Utara
a. Constant Area Method Metode ini dilaksanakan sedemikian rupa sehingga dengan pengaturan pemberian air dapat diperoleh luas areal yang diari setiap harinya konstan. Hal ini berarti bahwa debit yang dialirkan melalui canal harus secara teratur ditambah dari hari ke hari karena kebutuhan akan air untuk menjaga tinggi air pada petak basin yang sudah selesai diari dan mngkounter kehilangan air akibat perkolasi dan evaporasi. (Ginting Makmur, 2014) Secara schematis, besarnya debit rencana yang diperlukan
dengan mempergunakan system ini adalah seperti diperlihatkan pada skets pada gambar 2.2 dibawah ini : Gambar 2.2. Prinsip Perencanaan Debit pada Constant Area Method (Ginting Makmur, 2014)
Permasalahan yang dihadapi dengan metode ini adalah : Debit rencana yang akan diperoleh mendimensi saluran adalah besar dan hanya dipakai untuk waktu yang pendek; dan
12 Universitas Sumatera Utara
Debit yang dialirkan berubah-ubah setiap hari sehingga sulit mengoperasikannya atau mengontrolnya.
b. Constant Discharge Method Dengan metode ini air diberi konstan dari hari kehari, jadi debit yang mengalir canal adalah konstan. Pada awalnya air dipergunakan seluruhnya untuk prewatering. Karena hal ini terus diperlukan terus menerus dan kebutuhan air untuk menjaga muka air di dalam petak basin bertambah besar dari hari ke hari maka jumlah areal yang dapat diari akan berkurang dari hari ke hari. (Ginting Makmur, 2014). Secara skematis proses pengairan petak basin diperlihatkan pada gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3. Prinsip perencanaan Pada constant Discharge Method (Ginting Makmur, 2014)
Debit rencana dengan metode ini lebih kecil bila dibandingkan dengan ‘constant area method’ tetapi dengan metode ini diperlukan waktu
13 Universitas Sumatera Utara
yang lebih lama untuk masa prewatering. (Ginting Makmur, 2014). Cara menghitung ‘Debit Rencana” untuk pengolahan lahan dengan metode ‘Constant Discharge’ : Misalkan : I = Kebutuhan air (m/hari) A = Total areal Irigasi (m2) T = Lamanya waktu pengolahan (hari) S = Kebutuhan air untuk prewatering (m/hari) M = Kebutuhan air untuk penjagaan/maintenance (m/hari) Misalkan suatu luasan (y) diolah dalam waktu (t) untuk pertambahan waktu yang sangat kecil (dt) diperoleh : Penyediaan air = I x A x dt Pemakaian air = (S x dy) + (M x y x dt) I x A x dt = (S x dy) + (M x y x dt)
2.3.2 Recharge dan Discharge antara Air Tanah dan Sungai Hujan yang turun diatas permukaan tanah suatu daerah tangkapan, sebagian berinfiltrasi masuk kedalam tanah dan sebagian lagi mengalir diatas permukaan tanah menuju sungai, serta ada sebagian lagi yang tertahan diatas permukaan tanah yang akhirnya akan menguap kembali ke atmosefer baik secara direct (evaporasi), maupun penguapan yang dilakukan oleh tanaman (transpirasi). (Kodoatie & Sjarief., 2008.) Pergerakan air dalam tanah dan permukaan dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Air permukaan maupun air dalam tanah bergerak menuju tempat yang
14 Universitas Sumatera Utara
lebih rendah yang pada akhirnya akan sampai ke laut. Air tanah dan air permukaan yang sampai ke laut, nantinya akan diuapkan kembali ke atmosfer menjadi uap air dan setelah terkondensasi akan turun hujan (siklus hidrologi). Selengkapnya bisa dilihat pada sketsa di bawah ini
Gambar 2.4. Sketsa daerah tangkapan dan daerah pelepasan pada suatu daerah aliran
Daerah yang lebih tinggi merupakan daerah tangkapan atau pengisian (recharge area) dan daerah yang lebih rendah merupakan daerah pelepasan atau pengeluaran (discharge area). Aliran air tanah dan aliran permukaan tidaklah dipandang secara parsial, dalam artian air tanah punya jalur sendiri dan air permukaan punya jalur sendiri. Bisa saja dalam perjalanannya menuju laut ada air tanah keluar dari jalurnya dan bergabung dengan air permukaan (masuk sistem aliran sungai), dalam artian daerah pengeluarannya di sungai. Dengan demikian
15 Universitas Sumatera Utara
bisa dikatakan ada interaksi atau hubungan timbal balik antara air tanah dan sungai apabila dilihat sisi recharge dan discharge. Salah satu hal yang patut digarisbawahi disini, yakni pada pembahasan sebelumnya mengenai air permukaan dikatakan suatu daerah tangkapan atau daerah aliran sungai itu dibatasi oleh lereng atau punggung-punggung bukit. Kalau air tanah batasannya adalah batas hidrogeologis (struktur batuan, perlapisan,perlipatan, dll). Pada aliran permukan dikenal istilah daerah aliran air sungai atau DAS, untuk aliran air tanah dikenal istilah CAT atau cekungan air tanah. Cekungan air tanah (CAT), adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogelogis, tempat semua kejadian hidrogeologis, seperti proses pengimbuhan (recharge), pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung (discharge). Tanpa gangguan manusia, cekungan air tanah akan mengisi dan mengeluarkan air yang berlebih melalui beberapa telusuran sampai keseimbangan semu (quisiequilibrium). Sungai-sungai yang mempunyai muka air lebih rendah dari muka air tanah akan mendapat sumbangan (recharge) dari air tanah. Sungaisungai yang memotong muka air tanah dan menerima aliran air tanah termasuk dalam sungai permanen. Jika sungai yang elevasi muka airnya lebih tinggi dari muka air tanah (water table), maka sungai tersebut akan menyumbang ke air tanah (discharge). Sungai semacam ini termasuk dalam kategori sungai ephemeral, yakni sungai yang hanya mengalir pada saat musim penghujan. Jika hujan tidak terjadi dalam periode yang cukup panjang, sungai ini akan mengering akibat airnya telah berperkolasi mengisi air tanah.
16 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Sketsa recharge antara air tanah dan sungai
Discharge dan recharge air tanah bergantung pada letak air tanah (gorund water) dan muka air tanahnya (water table). Pada daerah tangkapan aliran air tanah menjauhi muka air tanah, atau bisa diartikan pada daerah tangkapan muka air tanahnya terletak pada kedalaman tertentu sedangkan muka air tanah daerah pengeluaran umumnya mendekati permukaan tanah, salah satu contohnya adalah daerah pantai. (Kodoatie & Sjarief., 2008.) Muka air tanah (water table) merupakan kedudukan titik-titik (di dalam tanah yang tidak tertekan) yang tekanan hidrostatiknya sama dengan tekanan atmosfer. Letak air tanah dan muka air tanah, bisa dilihat pada sketsa di bawah ini.
17 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6. Sketsa lajur air tanah
Tidak selalu juga pada daerah tinggi yang merupakan daerah tangkapan, air tanah menjauhi muka air tanah. Terkadang pada daerah yang tinggi terjadi perubahan kemiringan lereng, disitu muka air tanah bisa saja memotong muka tanah. Munculnya air tanah ke permukaan bumi karena muka air tanah memotong muka tanah, inilah yang disebut dengan mata air. Sumber utama aliran air sungai berasal dari mata air yang berada di daerah hulu ( daerah yang tinggi).
18 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7. Sketsa mata air di tempat tinggi
Air tanah bisa dipandang sebagai sebuah waduk besar yang berada di dalam tanah, tempat-tempat pengeluarannya dapat dipandang sebagai sebuah saluran. Jika air tanahnya tinggi, debit yang melalui saluran ini cenderung mempertahankan keseimbangan antara aliran masuk dan aliran keluar. Selama musim kemarau debit alami berkurang karena muka air tanah menurun, dan bahkan aliran keluar dapat berhenti.
2.3.3 Aquifer Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak – anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan. Formasi geologis yang mengandung air dan memindahkannya dari satu titik ke titik lain dalam jumlah yang mencukupi untuk pengembangan ekonomis
19 Universitas Sumatera Utara
disebut suatu aquifer. Kebalikannya adalah aquiclude yaitu suatu formasi yang berisi air tapi tak dapat dipindahkan cukup cepat untuk melengkapi suplai yang berarti pada sumur dan mata air. Aguifuge tak mempunyai bukaan yang saling berhubungan dan tak dapat memegang ataupun memindahkan air. Rasio volume porinya terhadap volume total formasinya disebut porositas. (Linsley, Ray K., dkk, 1986) Penelitian aliran air di akuifer dan karakterisasi akuifer disebut hidrogeologi (Kodoatie dan Sjarief, 2005). 1. Akuifer tertekan (confined aquifer) Merupakan lapisan rembesan air yang mengandung kandungan air tanah yang bertekanan lebih besar dari tekanan udara bebas/tekanan atmosfir, karena bagian bawah dan atas dari akuifer ini tersusun dari lapisan kedap air (biasanya tanah liat). Muka air tanah dalam kedudukan ini disebut pisometri, yang dapat berada diatas maupun dibawah muka tanah. Apabila tinggi pisometri ini berada diatas muka tanah, maka air sumur yang menyadap akuifer jenis ini akan mengalir secara bebas. Air tanah dalam kondisi demikian disebut artoisis atay artesis. Dilihat dari kelulusan lapisan pengurunganya akuifer tertekan dapat dibedakan menjadi akuifer setengah tertekan (semi-confined aquifer) atau tertekan penuh (confined aquifer) dan dapat disebut pula dengan akuifer dalam (Kodoatie dan Sjarief, 2005).
20 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8. Confined aquifer dan Unconfined aquifer (Todd, 1959 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2005). 2. Akuifer bebas/tak tertekan (unconfined aquifer) Merupakan lapisan rembesan air yang mempunyai lapisan dasar kedap air, tetapi bagian atas muka air tanah lapisan ini tidak kedap air, sehingga kandungan air tanah yang bertekanan sama dengan tekanan udara bebas/tekanan atmosfir. Ciri khusus dari akuifer bebas ini adalah muka air tanah yang sekaligus juga merupakan batas atas dari zona jenuh akuifer tersebut, sering disebut pula dengan akuifer dangkal. Beberapa macam Unconfined Aquifer (Kodoatie dan Sjarief, 2005) : Akuifer Terangkat (Perched Aquifer) Merupakan kondisi khusus, dimana air tanah pada akuifer ini terpisah dari yang relatif kedap
air tanah utama oleh lapisan
air dengan penyebaran tebatas, dan
terletak diatas muka air tanah utama.
21 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9. Akuifer Terangkat (perched aquifer) Akuifer Lembah (Valley Aaquifer) Merupakan akuifer yang berada pada suatu lembah dengan sungai sebagai batas (inlet atau outlet). Dapat dibedakan berdasarkan lokasinya yaitu di daerah yang banyak curah hujannya (humid zone), dimana pengisian air sungai yang ada di akuifer ini diisi melalui infiltrasi dari daerah-daerah
yang
sama
tingginya
dengan
ketinggian sungai. Dan juga di daerah gersang (arid zone), dimana pengisian (infiltrasi) ke akuifer tidak ada akibat dari curah hujan. Pengisian air berasal dari sungai ke akuifer dengan aliran pada akuifer searah aliran sungai.
Gambar 2.10. Valley Aquifer pada daerah humid dan arid Alluvial Aquifer Merupakan akuifer yang terjadi akibat proses fisik
22 Universitas Sumatera Utara
baik pergeseran sungai maupun perubahan kecepatan penyimpanan yang beragam dan
heterogen
daerah
daerah genangan (flood
aliran
sungai
atau
disepanjang
plains). Akibatnya kapasitas air di akuifer ini menjadi besar dan umumnya air tanahnya seimbang (equillibrium) dengan air yang ada di sungai. Didaerah hulu DAS umumya air sungai
meresap
ke
tanah
(infiltrasi)
dan
mengisi
akuifer
ini. Sedangkan di hilir muka air tanah di akuifer
lebih tinggi dari dasar sungai, dan akuifer mengisi sungai terutama pada musim kemarau.
2.3.4 Aquifer – Aquifer Artesis Aquifer artesis memperlihatkan sifat dapat-desak (compressibility) yang patut dipertimbangkan. Banyak kasus-kasus dimana fluktuasi pasang surut, tekanan barometer, atau bahkan bebab kereta api yang berada diatasnya mengakibatkan fluktuasi level airdi sumur-sumur yang menembus aquifer. Kalau dalam tekanan aquifer artesis dihilangakan setempat oleh habisnya air, pemampatan aquifer dapat terjadi, dengan di iringi penurunan tanah di atanya. Penurunan-penurunan
semacam
into
teleh
diteliti
pdad
daerah-daerah
pengambilan air tanaha dalam jumlah besar, dengan elevasi-elevasi muka tanah yang menurun lebih dari 3 m (10 ft). disamping pengaruh-pengaruh gangguan dari penurunan tanah permukaaan pengujian-pengujian pemompaan pada aquiferaquifer semacam itu dapat menyesatkan, karena aliran yang keluar dari penyimpanan merupakan hasil dari pemampatan. Meskipun fluktuasi kecil
23 Universitas Sumatera Utara
Nampak seakan-akan elastijk, namun tak terdapat bukti-bukti tentang muka tanah di daerah yang mengalami penurunan akan dapat disembuhkan bila aquifernya diberi bertekanan kembali. (Linsley, Ray K., dkk, 1986)
2.4
Permeabilitas Jamulya dan Suratman Woro Suprodjo (1983), mengemukakan bahwa
permeabilitas adalah cepat lambatnya air merembes ke dalam tanah baik melalui pori makro maupun pori mikro baik ke arah horizontal maupun vertikal. Tanah adalah kumpulan partikel padat dengan rongga yang saling berhubungan. Rongga ini memungkinkan air dapat mengalir di dalam partikel melalui rongga dari satu titik yang lebih tinggi ke titik yang lebih rendah. Sifat tanah yang memungkinkan air melewatinya pada berbagai laju alir tertentu disebut permeabilitas tanah. Sifat ini berasal dari sifat alami granular tanah, meskipun dapat dipengaruhi oleh faktor lain (seperti air terikat di tanah liat). Jadi, tanah yang berbeda akan memiliki permeabilitas yang berbeda. Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah berbutir kasar yang mengandung butiran-butiran halus memiliki harga k yang lebih rendah dan pada tanah ini koefisien permeabilitas merupakan fungsi angka pori. Kalau tanahnya berlapis-lapis permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar dari pada permeabilitas untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung yang bercelah lebih besar dari pada lempung yang tidak bercelah (unfissured). 24 Universitas Sumatera Utara
Hukum Darcy menjelaskan tentang kemampuan air mengalir pada ronggarongga (pori) dalam tanah dan sifat-sifat yang memengaruhinya. Ada dua asumsi utama yang digunakan dalam penetapan hukum Darcy ini. Asumsi pertama menyatakan bahwa aliran fluida/cairan dalam tanah bersifat laminar. Sedangkan asumsi kedua menyatakan bahwa tanah berada dalam keadaan jenuh. Pengujian permeabilitas tanah dilakukan di laboratorium menggunakan metode Constant Head Permeameter dan Variable/Falling Head Permeameter. 1.
Constant Head Permeameter Uji ini digunakan untuk tanah yang memiliki butiran kasar dan memiliki koefisien permeabilitas yang tinggi. Rumus : Q = k.A.i.t k = (Q.L) / (h.A.t)
Dengan : Q = Debit (cm3) k = Koefisien Permeabilitas (cm/detik) A = Luas Penampang (cm2) i = Koefisien Hidrolik = h/L t = Waktu (detik)
2.
Variable/Falling Head Permeameter Uji ini digunakan untuk tanah yang memiliki butiran halus dan memiliki koefisien permeabilitas yang rendah.
25 Universitas Sumatera Utara
Rumus :
k = 2,303.(a.L / A.L).log (h1/h2)
Dengan : k = Koefisien Permeabilitas (cm/detik) a = Luas Penampang Pipa (cm2) L = Panjang/Tinggi Sampel (cm) A = Luas Penampang Sampel Tanah (cm2) t = Waktu Pengamatan (detik) h1 = Tinggi Head Mula-mula (cm) h2 = Tinggi Head Akhir (cm) Hukum Darcy menunjukkan bahwa permeabilitas tanah ditentukan oleh koefisien permeabilitasnya. Koefisein permeabilitas tanah bergantung pada berbagai faktor. Setidaknya, ada enam faktor utama yang memengaruhi permeabilitas tanah, yaitu: 1. Viskositas Cairan, yaitu semakin tinggi viskositasnya, koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin kecil. 2. Distribusi Ukuran Pori, yaitu semakin merata distribusi ukuran porinya, koefesien permeabilitasnya cenderung semakin kecil. 3. Distibusi Ukuran Butiran, yaitu semakin merata distribusi ukuran butirannya, koefesien permeabilitasnya cenderung semakin kecil. 4. Rasio Kekosongan (Void Ratio) , yaitu semakin besar rasio kekosongannya, koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin besar.
26 Universitas Sumatera Utara
5. Kekasaran Partikel Mineral, yaitu semakin kasar partikel mineralnya, koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi. 6. Derajat Kejenuhan Tanah, yaitu semakin jenuh tanahnya, koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi. Permeabilitas adalah kecepatan masuknya air pada tanah dalam keadaan jenuh. Penetapan permeabilitas dalam tanah baik vertial makupun horizontal sangat penting peranannya dalam pengelolaan tanah dan air. Tanah-tanah yang mempunyai kecepatan permeabilitas lambat, diinginkan untuk persawahan yang membutuhkan banyak air. Perkiraan kebutuhan air bagi tanaman memerlukan pertimbangan-pertimbangan kehilangana air dari tanah melalui rembesan ke bawah dan ke samping. Selain itu bagi daerah berdrainase buruk atau tergenang memerlukan data kecepatan permeabilitas tanah agar perencanaan fasilitas drainase dapat dibuat untuk dapat menyediakan jumlah air dan udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman. ( Santun dkk, 1980 ) Permeabilitas berhubungan erat dengan drainase. Mudah tidaknya air hilang dari tanah menentukan kelas drainase tanah tersebut. Air dapat hilang dari permukaan tanah maupun melalui presepan tanah. Berdasarkan atas kelas drainasenya, tanah dibedakan menjadi kelas drainase terhambat sampai sangat cepat. Keadaan drainase tanah menentukan jenis tanaman yang dapat tumbuh. Sebagai contoh, padi dapat hidup 1. Permeabilitas (KHJ) adalah suatu sifat khas media sarang dan sifat geometri tanah itu sendiri yang menunjukkan kemampuan tanah didalam menghantarkan zat tertentu melalui pori- porinya
27 Universitas Sumatera Utara
2. Permeabilitas tanah, merupakan pengaruh pada lapisan yang kedap, serta mempengaruhi ketebalan dan nisbah bentotit, itu semua yang sangat menentukan permeabilitas tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas 1. Tekstur tanah Tekstur tanah adalah perbandingan antara pasir, liat, dan debu yang menyusun suatu tanah. Tekstur sangat berppengaruh pada permeabilitas. Apabila teksturnya pasir maka permeabilitas tinggi, karena pasir mempunyai pori-pori makro. Sehingga pergerakan air dan zat-zat tertentu bergerak dengan cepat. 2. Struktur tanah Struktur tanah adalah agregasi butiran primer menjadi butiran sekunder yang dipisahkan oleh bidang belah alami. Tanah yang mempunyai struktur mantap maka permeabilitasnya rendah, karena mempunyai pori-pori yang kecil. Sedangkan tanah yang berstruktur lemah, mempunyai pori besar sehingga permeabilitanya tinggi.(Semakin kekanan semakin rendah) 3. Porositas Permeabilitas tergantung pada ukuran pori-pori yang dipengaruhi oleh ukuran partikel, bentuk partikel, dan struktur tanah. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin rendah permeabilitas. 4. Viskositas cairan Viskositas merupakan kekentalandari suatu cairan. Semakin tinggi viskositas, maka koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin kecil. 28 Universitas Sumatera Utara
5. Gravitas Gaya gravitasi berpengaruh pada kemampuan tanah untuk mengikat air. Semakin kuat gaya gravitasinya, maka semakin tinggi permeabilitanya. 6. BI dan BJ Jika BI tinggi, maka kepadatan tanah juga tinggi, sehingga permeabilitasnya lambat atau rendah. Faktor-faktor yang di pengaruhi permeabilitas : 1. Infiltrasi Infiltrasi kemampuan tanah menghantar partikel. Jika permeabilitas tinggi maka infiltrasi tinggi. 2. Erosi Erosi perpindahan massa tanah,jika permeabilitas tinggi maka erosi rendah. 3. Drainase Drainase adalah proses menghilangnya air yang berkelebihan secepat mungkin dari profil tanah. Mudah atau tidaknya r hilang dari tanah menentukan kelas drainase tersebut. Air dapat menghilang dari permukaan tanah melalui peresapan ke dalam tanah. Pada tanah yang berpori makro proses kehilangann airnya cepat, karena air dapat bergerak dengan lancer. Dengan demikian, apabila drainase tinggi, maka permeabilitas juga tinggi.
29 Universitas Sumatera Utara
4. Konduktifitas Konduktifitas ias didapat saat kita menghitung kejenuhan tanah dalam air (satuan nilai), untuk membuktikan permeabilitas itu cepata atau tidak. Konduktifitas tinggi maka permeabilitas tinggi. 5. Run off Run off merupakan air yang mengalir di atas permukaan tanah. Sehingga, apabila run off tinggi maka permeabilitas rendah. 6. Perkolasi Perkolasi merupakan pergerakan air di dalam tanah. Pada tanah yang kandungan litany tinggi, maka perkolasi rendah. Sehingga, apabila perkolasi rendah maka permeabilitasnya pun rendah. Permeabilitas tanah memiliki lapisan atas dan bawah. Lapisan atas berkisar antara lambat sampai agak cepat (0,20 – 9,46 cm jam-1), sedangkan di lapisan bawah tergolong agak lambat sampai sedang (1,10 3,62 cm jam-1). (N. Suharta dan B. H Prasetyo. 2008)
2.5
Sungai Sungai adalah air hujan atau mata air yang mengalir secara alami melalui
suatu lembah atau diantara dua tepian dengan batas jelas, menuju tempat lebih rendah (laut, danau atau sungai lain). Dengan kata lain sungai merupakan tempat terendah dipermukaan bumi yang terbentuk secara alamiah, bebrbentuk memanjang dan bercabang tempat mengalirnya air dalam jumlah besar. Sungai terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian hulu, bagian tengah dan bagian hilir. (Hariyanto, A. dan Iskandar, K. H., 2010)
30 Universitas Sumatera Utara
1. Bagian hulu sungai terletak di daerah yang relative tinggi sehingga air dapat mengalir turun. 2. Bagian tengah sungai terletak pada daerah yang lebih landai 3. Bagian hilir sungai terletak di daerah landai dan sudah mendekati muara sungai. Jenis-jenis sungai dibagi menjadi 5, yaitu: 1) Sungai hujan adalah sungai yang berasal dari hujan 2) Sungai gletser adalah sungai yang airnya berasal dari gletser atau bongkahan es yang mencair 3) Sungai campuran adalah sungai yang airnya berasal dari hujan dan salju yang mencair 4) Sungai permanen adalah sungai yang airnya relatif tetap 5) Sungai periodic adalah sungai dengan volume air tidak tetap
2.6
Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu
kesatuan dengan sungai dan anak – anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan. Air pada DAS merupakan aliran air yang mengalami siklus hidrologi secara alamiah. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan sementara di
31 Universitas Sumatera Utara
sungai, danau, dan dalam tanah. Pembagian daerah aliran sungai berdasarkan fungsi hulu, tengah dan hilir (KP Irigasi 01, 2010) yaitu: 1.
Bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air, dan curah hujan.
2.
Bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengolahan sungai, waduk, dan danau.
3.
Bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengolahan air limbah. Bentuk daerah aliran sungai terbagi atas tiga jenis, yaitu:
1.
Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola bulu burung, di daerah aliran sungai ini selain terdapat sungai utama, tidak jauh dari sungai utama tersebut, di sebelah kirinya dan kanan terdapat pola-pola sungai kecil atau anak-anak sungai.
2.
Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola radial atau melebar, di daerah aliran sungai ini pun terdapat sungai utama (besar dengan beberapa anak
32 Universitas Sumatera Utara
sungainya), hanya anak-anak sungainya melingkar dan akan bertemu pada satu titik daerah. 3.
Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola paralel atau sejajar, daerah aliran sungai ini memiliki 2 jalur daerah aliran, yang memang paralel, yang di bagian hilir keduanya bersatu membentuk sungai besar.
2.7
Kapasitas Jenis Sumur
Dengan mengetahui besarnya debit yang dapat dihasilkan oleh suatu sumur dilakukan dengan cara uji pemompaan. Prinsipnya adalah memompa airtanah dari sumur dengan debit konstan tertentu dan mengamati surutan muka airtanah (drawdown) selama pemompaan berlangsung (Gbr 2.11). Dari situ dapat dilihat berapa besar kapasitas jenis sumur, yakni jumlah air yang dapat dihasilkan dalam satuan volume tertentu (specific capacity) apabila muka air di dalam sumur diturunkan dalam satu satuan panjang (misalnya liter/detik setiap satu meter surutan). Di samping itu dari uji pemompaan dapat diketahui juga parameter akuifer, seperti angka kelulusan (hydraulic conductivity).
33 Universitas Sumatera Utara
Q
Sw H HW 2rw
R
Lap.kedap air
Gambar 2.11. Drawdown Selama Pemompaan
Dimana : Q
= debit aliran
K
= koefisien permeabilitas
H
= tinggi muka air tanah
Hw
= tinggi penurunan muka air tanah
R
= jari-jari kurva penurunan
rw
= jari-jari sumur
Jika harga N = 0, maka persamaan muka air tanah menjadi : h2 = H2 +
Qo r . ln( ) K R
Pada kenyataannya perbandingan penurunan muka air
S kecil sekali 2H
sehingga :
34 Universitas Sumatera Utara
S=-
Qo r . ln( ) 2KH R
2.7.1 Penurunan muka air di sumur akibat pemompaan Menurut Jacob penurunan muka air sumur akibat pemompaan terdiri dari dua komponen yaitu : 1. Aquifer Loss (BQ) Adalah penurunan muka air di sumur akibat pemompaan yang disebabkan oleh aliran laminar pada akuifer sendiri. Besarnya harga BQ bergerak secara linier terhadap perubahan debit pemompaan dan sangat tergantung pada sifat hidrolika dari aquifer (formasi geologinya), berarti kondisi bersifat alami yang berarti tidak bisa dirubah dan diperbaiki. 2. Well Loss (CQ2) Adalah penurunan muka air di sumur akibat pemompaan yang disebabkan oleh aliran turbulen di dalam sumur. Besarnya harga CQ2 bergerak secara kwadratis terhadap perubahan debit pemompaan dan dipengaruhi oleh karakteristik dari sumur uji, misalnya : pencucian sumur yang kurang bersih akibat adanya hambatan-hambatan pada filter dan pipa saringan. Kondisi tersebut masih dapat diperbaiki untuk memperkecil nilai well lossnya.
2.7.2 Besarnya Total Penurunan Muka Air di Sumur Besarnya total penurunan muka air di sumur (SW) merupakan penjumlahan dari Aquifer lost dan well lost dan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : SW = BQ + CQ2
35 Universitas Sumatera Utara
Dengan : SW = total penurunan muka air ( m) BQ = aquifer loss ( m) CQ2 = well loss (m) B = koefisien aquifer loss ( detik/m2) C = koefisien well loss ( detik2/m5) Harga koefisien Well Loss menurut Dalton dan Bierschenk dapat menunjukkan kondisi dari suatu sumur produksi dapat diikuti pada tabel berikut : Tabel 2.1: Kondisi sumur produksi berdasarkan harga koefisien well loss ( C ) menurut Walton C ( menit2 /m5 )
Kondisi sumur
< 0,5
Baik
0,5 – 1,0
Mengalami penyumbatan sedikit
1,0 – 4,0
Penyhumbatan dibeberapa tempat
>4,0
Sulit dikembalikan seperti semula
Tabel 2.1. Tabel Nilai C Menurut Walton
Faktor bentuk ( Fd ) dinyatakan dengan rumus : Fd =
C x 100 B
Klasifikasi sumur produksi berdasarkan factor bentuk dapat dilihat pada table berikut: Tabel 2.2 : Klasifikasi sumur produksi berdasarkan Faktor Bentuk ( Fd ) menurut Bierschenk 36 Universitas Sumatera Utara
Faktor Bentuk ( hari/m3 )
Klas
< 0,1
Sangat baik
0,1 – 0,5
Baik
0,5 – 1,0
Sedang
>1,0
Jelek
Tabel 2.2. Tabel Fd Menurut Bierschenk
2.7.3 Debit sumur pompa Debit sumur pompa adalah jumlah debit optimum yang dapat dipompa. Cara mencari debit optimum adal;ah sebagai berikut : 1. Hubungkan antara penurunan (S) sebagai absis dan debit (Q) sebagai ordinat pada kertas grafik. 2. Dari hasil point 1 dibuat regresinya dan digambarkan hasilnya berupa garis lurus. 3. Menghitung nilai Qmaksmum
Q maks = 2 rwD
K 15
4. Menghitung Nilai SWmaksimu SWmaks = BQmax+CQ2max 5. Menghubungkan harga Qmaks dan SWmaks 6. Tarik garis vertikasl pada titik perpotogan anatara garis I dan garis 2.
37 Universitas Sumatera Utara
SWmax
Q optimum
1
2 y= a+bx
S(m)
Qmax Q(m /dt) 3
Gambar 2.12. Grafik untuk mencari Qoptimum
2.8
Analisa Hidrologi
2.8.1 Curah Hujan Curah hujan (CH) wilayah yang terdapat pada suatu daerah aliran sungai (DAS) sangat diperlukan untuk mengetahui mengenai informasi tentang pengaturan air irigasi, mengetahui neraca air dalam suatu lahan dan untuk mengetahui besarnya aliran permukaan (run off). Curah hujan di dapat melalui penakaran curah hujan yang terdapat pada setiap wilayah/daerah. Semakin banyak penakar dipasang di lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya rata-rata CH yang menunjukkan besarnya CH yang terjadi di daerah tersebut. Disamping itu juga diketahui variasi CH di suatu titik pengamatan. Ada tiga cara untuk menghitung hujan rata-rata daearah aliran yang bisa dilakukan (Wesli, 2008), yaitu :
38 Universitas Sumatera Utara
1.
Metode Arithmetic Mean Metode ini adalah metode yang paling sederhana untuk menghitung hujan
rerata pada suatu daerah. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya adalah berada di dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan. Metode rerata aljabar memberikan hasil yang baik apabila : a.
Stasiun hujan tersebut tersebar secara merata di DAS
b.
Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS Persamaan rerata aljabar
R = 1n (R1 + R2 + ...+ Rn )
(2.1)
di mana:
R
= area rainfall (mm)
n
= jumlah stasiun pengamat
R1 ,R2 , ..., Rn = point rainfall stasiun ke-i (mm). 2.
Metode Thiessen Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang
mewakili luasan disekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan didaerah yang ditinjau tidak merata. Hitungan curah hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Pembentukan poligon Thiessen adalah sebagai berikut :
39 Universitas Sumatera Utara
a.
Stasiun pencatat hujan digambarkan pada peta DAS yang ditinjau termasuk stasiun hujan diluar DAS yang berdekatan.
b.
Stasiun-stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus (garis terputus) sehingga membentuk segitiga-segitiga, yang sebaiknya mempunyai sisi dengan panjang yang kira-kira sama.
c.
Dibuat garis berat pada sisi-sisi segitiga.
d.
Garis-garis berat tersebut membentuk poligon yang mengelilingi tiap stasiun. Tiap stasiun mewakili luasan yang dibentuk oleh poligon. Untuk stasiun yang berada didekat batas DAS, garis batas DAS membentuk batas tertutup dari poligon.
e.
Luas tiap poligon di ukur dan kemudian dikalikan dengan kedalaman hujan di stasiun yang berada didalam poligon.
f.
Jumlah dari hitungan pada butir e untuk semua stasiun dibagi dengan luas daerah yang ditinjau menghasilkan hujan rerata daerah tersebut yang dalam bentuk matematik mempunyai bentuk berikut ini :
P=
1 1
2 2 1
3 3 ⋯
(2.2)
⋯
di mana: P
= curah hujan wilayah
P1,P2,..Pn
= hujan di stasiun 1,2,3...n
A1,A2,...An
= luas daerah yang mewakili stasiun 1,2,3....n
3.
Metode Isohyet
40 Universitas Sumatera Utara
Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan yang sama. Pada metode isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah di antara dua garis isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rerata dari kedua garis isohyet tersebut. Pembuatan garis isohyet dilakukan dengan prosedur berikut ini : a.
Lokasi stasiun hujan dan kedalaman hujan digambarkan pada peta daerah yang ditinjau.
b.
Dari kedua nilai kedalaman hujan di stasiun yang berdampingan dibuat interpolasi dengan pertambahan nilai yang ditetapkan.
c.
Dibuat kurva yang meenghubungkan titik-titik interpolasi yang mempunyai kedalaman hujan yang sama. Ketelitian tergantung pada pembuatan garis isohyet dan intervalnya.
d.
Diukur luas daerah antara dua isohyet yang berurutan dan kemudian dikalikan dengan nilai rata-rata dari nilai kedua garis isohyet.
e.
Jumlah dari hitungan pada butir d untuk seluruh garis isohyet dibagi dengan luas daerah yang ditinjau menghasilkan kedalaman hujan rerata daerah tersebut. Secara matematis hujan rerata tersebut dapat ditulis.
P = di mana: P
= curah hujan wilayah
I1,I2,...In
= garis isohyet ke 1,2, dan 3
A1,A2,...An
⋯
(2.3)
⋯
= luas daerah yang dibatasi oleh garis isohyet ke1,2 dan 3.
41 Universitas Sumatera Utara
2.8.2 Curah Hujan Efektif Analisa curah hujan yang dimaksud adalah curah hujan efektif untuk menghitung kebutuhan air irigasi. Curah hujan efektif atau andal adalah bagian dari keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air irigasi. Curah hujan efektif (Reff) ditentukan berdasarkan besarnya R80 yang merupakan curah hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau dengan kata lain dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Artinya, bahwa besarnya curah hujan yang terjadi lebih kecil dari R80 mempunyai kemungkinan hanya 20%. Untuk menghitung besarnya curah hujan efektif dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: Reff = (n/5) + 1 di mana: Reff
= R80 = curah hujan efektif 80% (mm/hari),
(n/5)+1
= rangking curah hujan efektif dihitung dari curah hujan terkecil
N
= jumlah data.
Untuk menghitung curah hujan efektif padi digunakan persamaan sebagai berikut: Reff= 0,7 x x R di mana: Reff
= curah hujan efektif 80 %
R
= curah hujan minimum pada tengah bulanan.
42 Universitas Sumatera Utara
2.8.3 Kebutuhan Air Sawah Perkiraan banyaknya air untuk irigasi didasarkan pada faktor-faktor jenis tanaman, jenis tanah, cara pemberiaan airnya, cara pengolahan tanah, banyak turun curah hujan, waktu penanaman, iklim, pemeliharaan saluran dan bangunan bendung dan sebagainya. Banyaknya air pada petak sawah dapat dirumuskan sebagai berikut : NFR = Etc + P + WLR – Re di mana NFR
= kebutuhan air irigasi di sawah (lt/det/Ha)
Etc
= penggunaan konsumtif (mm/hari)
WLR = penggantian lapisan air (mm/hari) P
= perkolasi (mm/hari)
Re
= curah hujan efektif. Kebutuhan air di pintu pengambilan dapat dirumuskan sebagai berikut : DR = (NFR x A)/e
di mana: NFR
= kebutuhan air irigasi di sawah (lt/det/Ha)
DR
= kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/det/Ha)
A
= luas areal irigasi rencana (ha)
e
= efisiensi irigasi.
43 Universitas Sumatera Utara
2.9
Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting yang
diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi. Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal. Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air, serta kehilangan selama pemakaian. Sehingga kebutuhan air dapat dirumuskan (KP Irigasi 03, 2010) sebagai berikut: KAI = ET + KA + KK di mana: KAI
= Kebutuhan Air Irigasi,
ET
= Evapotranspirasi,
KA
= Kehilangan air
KK
= Kebutuhan Khusus. Misalnya evapotranspirasi suatu tanaman pada suatu lahan tertentu pada
suatu periode adalah 5 mm per hari, kehilangan air ke bawah (perkolasi) adalah 2 mm per hari dan kebutuhan khusus untuk penggantian lapis air adalah 3 mm per hari maka. kebutuhan air pada periode tersebut dapat dihitung sebagai berikut KAI = 5 + 2 + 3 KAI = 10 mm perhari Untuk memenuhi kebutuhan air ingasi terdapat dua sumber utama. Yaitu pernberian air irigasi (PAI) dan hujan efektif (HE). Disamping itu terdapat sumber
44 Universitas Sumatera Utara
lain yang dapat dimanfaatkan adalah kelengasan yang ada di daerah perakaran serta kontribusi air bawah permukaan. Pemberian Air Irigasi dapat dipandang sebagai kebutuhan air dikurangi hujan efektif dan sumbangan air tanah. PAI = KAI - HE – KAT di mana: PAI
= Pemberian air irigasi,
KAI
= Kebutuhan air,
HE
= Hujan efektif
KAT = Kontribusi air tanah Sebagai contoh misalnya kebutuhan air pada suatu periode telah dihitung sebesar 10 mm per hari, sumbangan hujan efektif pada periode tersebut juga telah dihitung sebesar 3 mm per hari dan kontribusi air tanah adalah 1 mm per ha, maka air yang perlu diberikan adalah : PAI = 10 – 3 -1 PAI = 6 mm per hari
2.9.1 Efisiensi Irigasi Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk
45 Universitas Sumatera Utara
operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah. Besarnya nilai efisiensi irigasi ini dipengaruhi oleh jumlah air yang hilang selama di perjalanan. Efisiensi kehilangan air pada saluran primer, sekunder dan tersier berbeda-beda pada daerah irigasi. Besarnya kehilangan air di tingkat saluran primer 80%, sekunder 90% dan tersier 90%. Sehingga efisiensi irigasi total = 90% x 90% x 80% = 65 %. Rumus efisiensi irigasi dinyatakan sebagai berikut : Debit hilang =
x 100 %
Ec = Debit Total – Debit Hilang di mana: Ec
= Efisiensi irigasi,
Debit pangkal = Jumlah air yang masuk Debit ujung
= Jumlah air yang keluar
Debit total
= Jumlah air seluruhnya
2.10 Eksplorasi Air Tanah
Eksplorasi air tanah memberikan gambaran mengenai kondisi bawah permukaan yang mempengaruhi letak, desain, dan penampilan suatu proyek. Kegiatan-kegiatan eksplorasi bawah permukaan meliputi (Johnson dan DeGraff, 1988):
1. Penggalian
46 Universitas Sumatera Utara
Kegiatan ini menyediakan sarana baik untuk pengambilan contoh bahanbahan permukaan
maupun pemetaan kondisi tampilan bawah permukaan,
sehingga pengeboran atau metode geofisik tidak dibutuhkan. 2. Pengeboran
Meliputi
berbagai
metode untuk
pengambilan
contoh
batuan
bawah
permukaan dari lubang bor untuk keperluan pemetaan bawah permukaan dan pengecekan kondisi yang lebih luas.
3. Eksplorasi geofisika
Eksplorasi geofisika adalah penyelidikan sifat-sifat fisik, misalnya kerapatan, elastisitas, tahanan jenis pada endapan mineral atau struktur geologi yang dapat digunakan sebagai informasi secara tidak langsung mengenai kondisi bawah permukaan. Metode ini dapat mendeteksi kelainan-kelainan sifat-sifat fisik batuan sampai pada kerak bumi (Todd & Mays, 2005).
4. Metode Bias Gempa (Seismic Refraction Method)
Merupakan metode dengan memberikan tumbukan alat berat atau ledakan kecil kemudian diukur waktu yang dibutuhkan sampai terdengar suara, atau besarnya cepat rambat gelombang yang dihasilkan. Metode ini menginformasikan struktur geologi ribuan meter di bawah permukaan (Todd dan Mays, 2005). Aplikasi dari metode gempa antara lain: pembiasan, pemantulan atau tata suara berdasarkan data mengenai sifat-sifat elastis tanah dan batuan untuk menentukan kecepatan perambatan gelombangnya.
47 Universitas Sumatera Utara
5. Geolistrik
Metode ini
meliputi
pengukuran permukaan material bumi
untuk
mengendalikan aliran yang ada dengan konduksi ionik. Pada prinsipnya pendugaan geolistrik didasarkan pada karakteristik sifat fisik batuan terhadap arus listrik yang dialirkan ke dalamnya. Sifat fisik batuan terhadap arus listrik sangat tergantung pada kekompakan, kekerasan, besar butir batuan serta kandungan air atau larutaan elektrolit di dalamnya.
2.11 Eksploitasi dan Pembangunan Kelengkapan Sarana Pemanfaatan Air Tanah
Berdasarkan hasil survey hidrogeologi dan eksplorasi air tanah, maka dilakukan pengeboran eksploitasi atau menggunakan sumur yang lama dalam rangka proses pengambilan air tanah. Dalam pembangunan kelengkapan sarana pemanfaatan air tanah diperlukan untuk menjaga kualitas dan kuantitas air tanah. Sebagai contoh pada PDAM, ataupun perusahaan air kemasan, apabila kualitas air tanah kurang memenuhi syarat, maka dilengkapi dengan instalasi pengolahan air. Contoh lain misalnya pada kawasan industri perlu dilengkapi dengan sumur pantau dan sumur resapan. Hal ini dimaksudkan untuk mengamati setiap perubahan kualitas dan kuantitas air tanah serta menjaga ketersediaan air tanah.
48 Universitas Sumatera Utara
2.12
Komponen Sarana Prasarana Irigasi Air Tanah Untuk mendayagunakan air tanah dalam sebagai sumber air irigasi,
maka diperlukan upaya pengambilan/pengangkatan air dari sumbernya ke permukaan tanah serta penyaluran ke lahan usaha tani (sawah). Dalam pedoman teknis pengembangan irigasi air tanah dalam (Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, 2007) terdapat empat komponen penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
irigasi air tanah dalam:
a. sumur b. pompa air dan perlengkapannya c. rumah pompa dan d. jaringan irigasi air tanah (JIAT).
49 Universitas Sumatera Utara