BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pokok–pokok penyelenggaraan Sistem Kesehatan Nasional, bertujuan tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap
penduduk agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Untuk mencapai program tersebut dilaksanakan melalui suatu kegiatan yang dinamakan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga yang disingkat UPGK. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga adalah kegiatan masyarakat Indonesia yang bersifat lintas sektoral yang dilaksanakan oleh Departemen terkait yaitu Kesehatan, Pertanian, BKKBN, Agama, Bangdes, Tim Penggerak PKK dan lain-lain.
A. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga 1. Pengertian UPGK UPGK adalah singkatan dari Usaha Perbaikan Gizi Keluarga, yakni kegiatan masyarakat yang berintikan penyuluhan gizi, melalui peningkatan peran serta masyarakat dan didukung kegiatan lintas sektoral. Sedangkan pengertian UPGK adalah : a. UPGK Merupakan
usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh
keluarga. b. UPKG
dilaksanakan
oleh
keluarga
bersama
masyarakat
dengan
bimbungan petugas terkait : Kesehatan, KB, Pertanian, Agama, Bangdes, Tutor Dikbud, LSM, Tokoh adat, dan sebagainya.. c. UPGK merupakan bagian dari pembangunan untuk mencapai keluarga kecil, bahagia,sehat sejahtera. 2. Tujuan UPGK Usaha Perbaikan Gizi Keluarga merupakan usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh keluarga, kegiatannya dilaksanakan oleh keluarga bersama masyarakat dengan bimbingan petugas UPGK.
UPGK yang bersifat promotif dan preventif pada hakekatnya dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat. Kegiatan UPGK dikembangkan sedemikian rupa menjadi milik masyarakat sendiri untuk mengatasi masalah gizi serta meningkatkan status gizi. Dalam hal ini Puskesmas akan memberikan bimbingan dan bantuan teknis dalam hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh masyarakat. Tujuan UPGK secara umum adalah meningkatkan dan membina keadaan gizi seluruh anggota masyarakat. Sedangkan tujuan khusus UPGK adalah sebagai berikut a. Perbaikan keadaan gizi keluarga - Setiap balita naik berat badannyatiap bulan - Tidak ada balita penderita Kekurangan Energi dan Protein ( KEP ) - Tidak ada ibu hamil menderita kurang darah - Tidak ada bayi lahir menderita Kretin atau Gangguan Akibat Kekurangan Yodium ( GAKY ) - Tidak ada penderita Kekurangan Vitamin A ( KVA ) - Tidak ada lagi Wanita Usia Subur (WUS ) menderita Kekurangan Energi Kronis ( KEK ), yang badanya sangat kurus. b.
Perilaku yang mendukung perbaikan gizi keluarga - Setiap ibu hamil memeriksakan diri secara teratur kepada dukun terlatih, bidan di desa, atau Petugas Puskesmas - Setiap ibi hamil makan 1 – 2 piring hidangan bergizi lebih banyak dari biasanya ( saat tidak hamil ) - Setiap ibu hamil minum 1 pil ( tablet ) tambah darah setiap hari - Setiap wanita usia subur (WUS) di daerah gondok minum kapsul yodium setiap tahun - Setiap ibu hamil mendapat 2 kali imunisasi TT (Tetanus Toxoid ) - Setiap ibu nifas minum 1 kali kapsul Vitamin A 200.000 SI (warna merah ) - Semua bayi 0-4 bulan diberi hanya ASI saja (ASI ekslusif), Semua anak diatas 4 bulan disusui sampai 2 tahun dan mendapat makanan pendamping ASI, Setip Ibu menyusui makan 1-2 piring hidangan bergizi lebih banyak dari biasanya
- Setiap bulan ibu menimbangkan Balitanya untuk mengamati pertumbuhan dan perkembangan anaknya - Setiap anak umur 0 – 12 bulan memperoleh imunisasi lengkap - Setiap bayi 6-12 bulan memperoleh : 1. Kapsul Vit A 1 kali dosis 100.000 SI ( warna biru ) 2. Sirup besi ½ sendok takar/hari berturut-turut selama 60 hari - Setiap anak umur 0-12 bulan memperoleh imunisasi lengkap - Setiap anak 1 – 5 tahun memperoleh : 1. Kapsul vitamin A dosis 2.000 SI ( warna merah ) setiap 6 bulan 2. Sirup besi satu sendok takar / hari berturut-turut selama 60 hari - Setiap anak mencret segera diberi minum lebih banyak. Diberi Larutan Gula Garam ( LGG ), atau larutan oralit. ASI dan makanan tetap diberikan seperti biasa - Pada saat memasak makanan sehari-hari, setiap keluarga selalu menggunakan garam yodium - Setiap pekarangan dimanfaatkan untuk meningkatkan gizi keluarga - Setiap Pasangan Usia Subur (PUS) menjadi peserta KB c. Partisipasi dan pemerataan kegiatan - Semua anggota masyarakat ikut serta dalam kegiatan UPGK - Kegiatan meluas ke semua dukuh atau banjar, RT, RK, RW, kampung, dusun - UPGK dilakukan oleh, dari dan untuk masyarakat 3. Sasaran Utama UPGK Usaha Perbaikan Gizi Keluarga disamping mempunyai tujuan tertentu sebagai mana tersebut diatas, UPGK juga mempunyai sasaran yang akan dicapai. Sasaran umum Usah Perbaikan Gizi Keluarga yaitu seluruh anggota masyarakat, sedangkan sasaran utama UPGK adalah : a. Wanita Usia Subur (WUS) b. Ibu Hamil c. Ibu Menyusui d. Bayi
e. Ibu yang mempunyai Balita f. Balita 4. Kegiatan Pokok UPGK Untuk mencapai tujuan dan sasaran UPGK maka diperlukan adanya suatu kegiatan yang dapat menunjang agar tujuan dan sasaran yang sudah direncanakan itu dapat
tercapai. Dalam pelaksanaan UPGK diperlukan
adanya kerjasama yang baik diantara kader, masyarakat dan petugas yang lain. Adapun kegiatan pokok dalam UPGK adalah : a. Penyuluhan gizi masyarakat b. Pelayanan Gizi di Posyandu c. Pemanfaatan pekarangan untuk meningkatkan gizi keluarga 5. Pelaksanaan UPGK Usaha Perbaikan Gizi Keluarga berjalan dengan baik tidak lepas dari pelaksanaan UPGK itu sendiri. Dalam pelaksanaannya, pelaksana UPGK tidak diharuskan ditangani oleh petugas khusus yang mempunyai keahlian tertentu, akan tetapi dilaksanakan oleh Kader UPGK. Sedangkan kader UPGK adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang memenuhi kreteria sebagai berikut : a. Mau bekerja secara sukarela dan ikhlas b. Mau dan sanggup melaksanakan kegiatan UPGK c. Mau dan sanggup menggerakan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan
UPGK ( Departemen Kesehatan RI,1999 )
6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi UPGK a. Cakupan pelayanan kegiatan UPGK Cakupan pelayanan kegiatan UPGK dirasakan masih belum maksimal. Hal ini terlihat dari masih rendahnya tingkat kunjungan Balita ke Posyandu (D/S). Menurut data sampai bulan September 2004 tingkat kunjungan baru mencapai 49,1 %. Hasil studi dan pengalaman dari propinsi diketahui bahwa yang selalu berkunjung ke Posyandu dan mau ditimbang umumnya anak batita (bawah 3 Tahun), sedangkan anak berumur diatas 3 tahun sudah sulit untuk diajak ke Posyandu.
b. Sarana penunjang UPGK Sarana untuk menunjang kegiatan UPGK masih dirasakan sangat kurang terutama sarana untuk kegiatan penyuluhan. Demikian juga sarana untuk kegiatan UPGK yang lain masih ditemui adanya hambatan terutama dalam segi manajemen suplai dan pengendalianya. c. Kuwantitas dan kuwalitas petugas Gizi Kuwantitas dan kuwalitas petugas gizi di tingkat Puskesmas di beberapa daerah masih dirasakan masih sangat kurang. Tenaga Gizi yang ada masih perlu memperoleh pelatiahan atau pembinaan yang intensif. Hal ini disebabkan antara lain karena : - Terbatasnya tenaga yang ada - Tingginya mutasi petugas - Besarnya cakupan Posyandu yang perlu dibina - Terbatasnya biaya operasional untuk kegiatan UPGK - Belum semua petugas mengetahui/dilatih tentang program Gizi. d. Kerja sama lintas sektoral dan lintas program Kerja sama lintas sektoral dan lintas program belum berjalan secara terpadu. Setiap kegiatan masih bejalan sendiri sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh sektornya. Kegiatan koordinasi hanya terlihat pada waktu pertemuan/rapat, belum “bergaung” di lapangan. Demikian pula BPGD (Badan Perbaikan Gizi Daerah). Belum banyak menunjukan peran yang dominan dalam kegiatan perbaikan gizi di daerah. e. Kurangnya pengertian masyarakat Masih kurangnya pengertian masyarakat akan pentingnya kegiatan UPGK, sehingga peran serta mereka masih sulit diwujudkan. Disamping itu pembinaan dari pemerintah daerah maupun dari pemuka masyarakat juga belum terlihat nyata. Daerah sebagian besar masih tergantung dengan kebijaksanaan di tingkat pusaaat, terutama dalam hal pendanaan untuk kegiatan UPGK tersebut. Oleh karena itu untuk dapat menciptakan kegiatan UPGK yang mandiri masih perlu dicarikan upaya terobosan lain, walaupun
ada beberapa daerah yang bias melaksanakan kegiatan UPGK secara mandiri. (Benny Kodyat,1992).
B. Umur Balita Aktifitas seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang ada pada diri individu tersebut. Faktor internal salah satunya adalah umur. Umur sangat mempengaruhi aktifitas seseorang walaupun belum bisa dikatakan semakin bertambah umur maka akan semakin aktif dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Umur adalah lama waktu hidup (sejak dia dilahirkan). (Departemen Pendidikan Nasional, 2002) Salah satu sasaran Posyandu adalah balita. Modul Kuliah Gizi Daur Kehidupan menyebutkan karakteristik Balita sebagai berikut : - Berusia 1 – 5 tahun - Dalam masa pertumbuhan yang cepat, namum lebih lambat dari usia bayi yaitu 3 – 4 kg pada awal tahun kedua samapi dengan 1,5 – 3 kg untuk BB dan TB 7 – 8 cm sampai dengan 6 – 7 cm pada akhir masa Balita - Selama pertumbuhan komposisi tubuh untuk jaringan adipose dan mineral pada tulang meningkat - Merupakan masa yang kritis karena merupakan masa pembentukan otak ( sampai dengan 14 bulan) - Merupakan masa sebagai dasar pembentukan sikap. (Sufiati Bintanah & M. Asrori, 2004). Balita adalah bawah lima tahun. (Departemen Pendidikan Nasional, 2002) Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa umur balita adalah lama waktu hidup bawah lima tahun (balita). Dalam penelitian ini umur balita dihitung dalam tahun penuh.
C. Jarak Tempat Tinggal Kehadiran ibu di Posyandu dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jarak rumah atau tempat tinggal, tetapi bukan merupakan
suatu kepastian bahwa ibu yang jarak tempat tinggalnya dekat dengan Posyandu akan lebih rajin menimbangkan balitanya dari pada ibu yang jarak tempat tinggalnya jauh dari posyandu. Jarak adalah jauh antara dua benda atau tempat. (Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Tempat tinggal adalah Rumah yang didiami (ditinggali) atau ditempati.
D. Tingkat Pendidikan Ibu Pendidikan merupakan usaha mentransfer atau memindahkan ilmu pengetahuan kepada orang lain. Seseorang yang telah menerima pendidikan yang lebih baik atau tinggi, biasanya akan lebih mampu berpikir secara obyektif dan rasional. Dengan berpikir secara rasional, maka seseorang akan lebih mudah menerima hal-hal baru yang dianggap menguntungkan bagi dirinya. Pendidikan adalah usaha sadar dan sitematis yang berlangsung seumur hidup dalam rangka mengalihkan pengetahuan oleh seseorang kepada orang lain. (Siagian, 1991). Pendidikan (pengetahuan) merupakan hal penting bagi manusia, yang hal itu dapat mengubah persepsi mengenai suatu hal. Pengetahuan, oleh Notoatmodjo (1993) , diartikan sebagai setiap pengalaman yang kita alami. Pengalaman-pengalaman itu harus disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga menjadi suatu keseluruhan yang berkaitan satu sama lain sebagai suatu gejala yang dapat diterangkan. Dengan pendidikan yang dimilikinya, seorang ibu akan mampu menerangkan gejala sakit dan sehat yang diwujudkan dalam tindakan, sikap atau perilaku dalam pencegahan penyakit. Peran faktor pendidikan terhadap kesehatan sangat penting dan sudah menjadi realita bahwa pendidikan orang tua akan turut menentukan tingkat kesehatan anggota keluarganya. Pendidikan juga penting bagi individu dalam rangka meningkatkan martabat hidup atau kesejahteraannya. Dengan adanya pendidikan, seseorang akan mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan baik, dalam artian secara luas pengaruhnya, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap persepsi, sikap dan perilakunya. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan
manusia
melalui
upaya
pengajaran
dan
pelatihan.
(Departemen Pendidikan Nasional, 2002) Berdasarkan pembahasan tersebut diatas maka, yang dimaksud dengan tingkat pendidikan ibu adalah batas waktu atau jenjang yang dilakukan secara sadar dan sitematis dalam proses pengubahan sikap dan tata laku ibu balita dalam usaha mendewasakan diri melalui upaya pengajaran dan pelatihan melalui jalur formal. Dalam penelitian ini yang yang dimaksud dengan tingkat pendidikan ibu adalah jejang pendidikan yang pernah ditempuh oleh ibu balita dalam lembaga pendidikan formal (SD, SMP/Sederajat, SMA/Sederajat dan Akademi/Perguruan Tinggi).
E. Kehadiaran Ibu di Posyandu Turut sertanya seseorang secara mental maupun emosional untuk memberikan sumbangsihnya kepada proses pembuatan keputusan, terutama persoalan-persoalan
dimana
keterlibatan
pribadi
orang-orang
yang
bersangkutan sangatlah diperlukan demi terwujudnya suatu program agar berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Begitu juga kehadiran ibu di Posyandu, diharapkan partisipasinya baik secara mental maupun emosional melibatkan diri untuk peduli terhadap kegiatan di Posyandu, sehingga kegiatan di Posyandu dapat berjalan dengan baik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke Tiga disebutkan : Kehadiran adalah perihal hadir atau adanya seseorang atau sekumpulan orang pada suatu tempat. (Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Kehadiran ibu di Posyandu dan mengikuti kegiatan yang ada adalah hal yang mutlak diperlukan. Sebab kehadiran ibu di Posyandu sesungguhnya merupakan dasar keberhasilan dari terlaksananya kegiatan Posyandu itu sendiri. Apabila kehadiran ibu di Posyandu tidak maksimal maka, rencana yang telah diprogramkam tidak akan berhasil dengan baik dan tidak akan memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat. Menurut Lewrence Green perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu : faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor
pemungkin (enabling factors) dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors). Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi dan sebagainya. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) meliputi faktor sikap dan perilaku, tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan termasuk juga uindangundang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. ( Soekidjo Notoatmojo & C. Endah Wuryaningsih, 2000 ).
F. Posyandu 1. Pengertian Posyandu Posyandu adalah bentuk peran serta masyarakat yang digerakan oleh PKK dan lembaga swadaya masyarakat lainya dengan bantuan teknis dari petugas Puskesmas dan Keluarga Berencana yang didukung oleh masyarakat dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), atau pusat kegiatan masyarakat dimana masyarakat dapat sekaligus memperoleh pelayanan KB dan Kesehatan. Tujuan diselenggarakan Pos Pelayanan Terpadu adalah : a. Mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran b. Mempercepat
penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
(NKKBS) c. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan kebutuhan.
Posyandu dapat melayani semua anggota masyarakat terutama ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta pasangan usia subur. Posyandu sebaiknya berada pada tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat sendiri. Dengan demikian kegiatan posyandu dapat dilakukan di pos pelayanan yang ada, contohnya rumah penduduk, balai desa, tempat pertemuan KK/RT atau ditempat Khusus yang dibangun masyarakat. Kegitan pelayanan gizi yang dilakukan di posyandu meliputi : pemantauan pertumbuhan melalui penimbangan anak balita, suplementasi vitamin A, suplementasi pil zat besi, pemberian oralit dan penyuluhan gizi. Sementara kegiatan pelayanan kesehatan dasar dan Kelurga Berencana yang dipadukan dengan posyandu adalah immunisasi, pemeriksaan ibu hamil, penanggulangan diare, pelayanan KB, penyuluhan kesehatan dan KB. (Departemen Kesehatan RI,1999 ). Penyelenggaraan Posyandu dilakukan dengan system “Pola 5 Meja“. Sedangkan yang dimaksud dengan system pola lima meja adalah : a. Meja 1 yaitu pendaftaran dimeja ini kader bertugas menerima anak yang dating dan bila belum mempunyai KMS dibuatkan KMS baru dan lengkap. Selanjutnya bagi anak yang dating, namanya ditulis pada secariok kertas yang kemudian diselipkan di KMS, kemudian anak diatur satu-satu urut untuk ditimbang di meja 2. Di meja 1 ini tersedia register balita yang di wilayah kerja, juga terdapat register untuk ibu hamil. b. Meja 2 adalah penimbangan Di meja ini kader bertugas untuk menimbang anak dan mencatat beratnya pada secarik kertas kecil yang telah tersedia. Hasil penimbangan diberikan kepada ibu untuk selanjutnya dibawa ke meja 3. c. Meja 3 adalah pencatatan Di meja ini dilakukan pencatatan yaitu membubuhkan titik pada KMS anak sesuai dengan berat anak pada bulan tersebut, seperti yang tercantum pada secarik kertas, selanjutnya diisikan pada register baliata.
d. Meja 4 adalah penyuluhan perorangan Di meja 4 ini kader bertugas memberikan penyuluhan kepada ibu perorangan, yaitu mengenai balita berdasarkan hasil penimbangan berat badannya naik atau tidak,diikuti dengan pemberian tablet Fe terhadap ibu hamil, pasangan usia subur (PUS) agar menjadi peserta KB lestari, diikuti dengan pemberian kondom dan pil Kelurga Berencana. e. Meja 5 adalah pelayanan oleh tenaga professional. Di meja ini pelayanan tenaga profesional meliputi pelayanan KIA, KB, Imunisasi,
pengobatan
serta
pelayanan
lain
sesuai
dengan
kebutuhan.(Departemen Kesehatan RI, 1992 ).
2. Telaah Kemandirian Posyandu Tumbuh dan berkembangnya Posyandu telah membawa dampak yang amat luas, yang dapat digolongkan dalam 3 hal : a. Berkembangnya Posyandu telah mendorong tumbuhnya UKBM lainnya seperti POD (Pos Obat Desa), Polindes (Pondok Bersalin desa), Pos UKK (Upaya Kesehatan Kerja), UKGMD ( Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat Desa),
P2M_PKMD
(Pemberantasan
Penyakit
Menular
dengan
pendekatan PKMD), DPKL (Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan), Dana Sehat, dll. b. Di sisi lain, Institusi Posyandu yang menguat membuat setiap program bahkan dari sector lain, beramai-ramai memanfaatkan Posyandu sebagai ‘entry point’Pelaksanaanprogramnya. Penambahan program ini memang bertujuan untuk mengembangkan Posyandu, tetapi tentu saja membawa konsekuensi dalam aspek pembinaan. c. Makin banyak jumlah posyandu mendorong terjadinya variasi tingkat perkembangan yang beragam. Ada sebagian Posyandu telah mencapai tingkat perkembangan yang sangat maju, di sisi lain masih banyak posyandu yang berjalan tersendat bahkan kemudian tinggal papan nama.
Menghadapi keadaan ini, diperlukan pola pembinaan yang arif dan variatif, berdasarkan tingkat perkembangan Posyandu yang bersangkutan. Disamping itu perlu pula kejelasan tentang arah yang akan dituju. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, telah dikembangkan alat pembinaan yang dikenaal dengan Telaah Kemandirian posyandu (TKP), yang prinsipnya adalah seperti dibawah ini. Semua
Posyandu
di
data
tingkat
pencapainya,
baik
dari
segi
pengorganisasian maupun pencapaian programnya.Tujuan adalah melakukan katogorisasi atau stratifikasi Posyandu, yang bisa dikelompokan menjadi 4 tingkat yaitu berturut-turut dari terendah sampai tertinggi sebagai berikut : 1. Posyandu Pratama, dengan warna Merah 2. Posyandu Madya, dengan warana Kuning 3. Posyandu Purnama, dengan warna hijau 4. Posyandu Mandiri, dengan warna biru Kategorisasi
Posyandu
menjadi
4
tingkat
ini
dilakukan
atas
dasar
penggorganisasian dan tingkat pencapaian programnya.(Departemen Kesehatan RI, 1997)
G. Kerangka Teori
GAMBAR 1 PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KEHADIRAN IBU DI POSYANDU Sumber : Lawrence Green, 1980
-
-
-
Predisposing Umur Pendidikan Pendapatan Pekerjaan
Enabling Jarak tempat tinggal Ketersediaan sarana dan prasarana
Perilaku Kehadiran ibu di Posyandu
Reinforcing Tokoh masyarakat Tokoh agama Petugas gizi Bidan Desa Kader Posyandu
H. Kerangka Konsep
GAMBAR 2
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEHADIRAN IBU DI POSYANDU Umur balita
Jarak tempat tinggal
Kehadiran ibu di posyandu
Tingkat pendidikan ibu I. Hipotesa a. Ada hubungan antara umur dengan kehadiran ibu di Posyandu b. Ada hubungan antara jarak tempat tinggal dengan kehadiran ibu di Posyandu c. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kehadiran ibu di Posyandu.