BAB I PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyebab kematian terbesar ketiga di dunia dengan laju mortalitas 18 - 37 % untuk stroke pertama dan 62 % untuk stroke berulang, artinya penderita stroke berulang memiliki resiko kematian dua kali lebih besar dibandingkan penderita stroke pertama. Tingginya insiden kematian pada penderita stroke maupun stroke berulang perlu mendapatkan perhatian khusus karena diperkirakan 25 % orang yang sembuh dari stroke pertama akan mendapatkan stroke berulang dalam kurun waktu 1 - 5 tahun.1 Diperkirakan terdapat 800.000 kasus stroke primer atau sekunder yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat dengan mayoritas stroke primer (yaitu sekitar 600.000). Kasus Stroke di Amerika Serikat terutama disebabkan karena infark iskemik (87%), diikuti oleh perdarahan primer (10%), dan perdarahan subaraknoid (3%). Insidensi kasus stroke meningkat bersama dengan pertambahan usia yaitu sekitar dua kali lipat setiap peningkatan satu dekade kehidupan.2 Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya di negara maju saja, tapi juga menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan tingkah laku dan pola hidup masyarakat. Diperkirakan setiap tahun sekitar 500.000 penduduk Indonesia terkena serangan stroke, sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat berat ataupun ringan.3 Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia pada tahun 2012, masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia terbanyak dan menempati urutan pertama di Asia. Jumlah yang disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutn kelima pada usia 15-59 tahun.4 Dengan kemajuan teknologi, stroke lebih sering meninggalkan kecacatan dibandingkan kematian. Beban biaya yang ditimbulkan akibat stroke sangat besar, selain bagi pasien dan keluarganya, juga bagi negara. Ditinjau dari segi psikologi, keterbatasan-keterbatasan fisik yang diderita pasien dapat membuatnya terasing dari lingkungan sekitarnya dan pada akhirnya mengakibatkan depresi. Terapi dan
1
pendekatan yang sesuai dapat membantu penderita dalam meningkatkan kualitas hidup dan menjauhkan pasien dari perasaan depresi dan putus asa yang dapat semakin memperburuk keadaannya. 5 Bagi pasien yang telah mendapat serangan stroke, intervensi rehabilitasi medis sangat penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa menjadi beban bagi keluarganya. Perlu diupayakan agar pasien tetap aktif setelah stroke untuk mencegah timbulnya komplikasi tirah baring dan stroke berulang (secondary prevention). Komplikasi tirah baring dan stroke berulang akan memperberat disabilitas dan menimbulkan penyakit lain yang bahkan dapat membawa kepada kematian.5 Dengan pelayanan rehabilitasi medis yang tepat, 80% penderita stroke yang tetap hidup dapat berjalan tanpa bantuan, 70% dapat menguasai atau melakukan aktifitas mengurus diri sendiri dan 30% dapat kembali bekerja. Terdapat dua pola besar dalam program rehabilitasi stroke yaitu pola tradisional yang menggunakan pendekatan unilateral dan pola neurodevelopmental yang menggunakan pendekatan bilateral.6 Berikut akan dilaporkan sebuah laporan kasus rehabilitasi medik pada penderita hemiparesis sinistra dan paresis nervus VII dan XII sinistra et causa stroke non hemoragik di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Stroke
2
Definisi stroke yang paling banyak diterima secara luas bahwa stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di daerah yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya, kelemahan unilateral akibat lesi di traktus kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah terjadinya gangguan kesadaran sampai koma.7 B. Epidemiologi Stroke Baik di negara maju maupun berkembang, beban yang ditimbulkan stroke sangat besar. Stroke merupakan penyebab kematian kedua terbanyak di negara maju dan ketiga terbanyak di negara berkembang. Berdasarkan data WHO tahun 2002, lebih dari 5,47 juta orang meninggal karena stroke di dunia. Dari data yang dikumpulkan oleh American Heart Association tahun 2004 setiap 3 menit satu orang meninggal akibat stroke.5 Di Amerika serikat, prevalensi kasus stroke diperkirakan berjumlah 3% dari populasi seluruh orang dewasa, persentasi ini menunjukkan bahwa terdapat sekitar tujuh juta individu di Amerika yang menderita penyakit stroke. Insidensi stroke meningkat dnegan cepat seiring dengan pertambahan usia, yaitu menjadi dua kali lipat untuk setiap dekade setelah usia 55 tahun. 2 Pada orang dewasa dengan kisaran usia 35-44 tahun, insidensi stroke yaitu 30-120 dari 100.000 orang per tahun. Pada kisaran usia 65-74 tahun, insidensi stroke yaitu 670-970 dari 100.000 orang per tahun. Stroke dapat terjadi pada anakanak namun insidensinya sangat jarang yaitu 1-2,5 dari 100.000 orang per tahun.2 Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya di negara maju saja, tapi juga menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan tingkah laku dan pola hidup masyarakat. Diperkirakan setiap tahun sekitar 500.000 penduduk Indonesia terkena serangan stroke, sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat berat ataupun ringan.3
C. Klasifikasi Stroke
3
Berdasarkan kelainan patologis stroke dibagi menjadi stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik. Stroke hemoragik dibagi menjadi perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Stroke non-hemoragik atau stroke iskemik dibagi menjadi stroke akibat trombus, emboli serebri dan hipoperfusi sistemik.7 Berdasarkan waktu terjadinya stroke dibagi menjadi Transient Ischemic Attack (TIA), Reversible Ischemic Neurological Defisit (RIND), Stroke in Evolution (Progressing Stroke), Complete Stroke. 7 Stroke juga dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala klinis yang ada menggunakan kriteria Bamford, yaitu : 7
Lacunar Infarct (LACI) Stroke motorik murni, stroke sensorik murni dan ataksia hemiparesis. Total Anterior Circulation Infark (TACI) Kombinasi disfungsi serebral yang lebih tinggi, hemianopsia homonim, defisit sensorik dan motorik ipsilateral pada sekurangnya dua daerah. Partial Anterior Circulation Infark (PACI) Dua atau tiga komponen dari TACI ditambah dengan gangguan kesadaran. Posterior Circulation Infark (POCI) Vertigo, paralisis saraf kranialis ipsilateral dengan defisit motorik atau sensorik kontralateral, defisit sensorik atau motorik bilateral, gangguan konjugasi pergerakan mata, disfungsi serebral, hemianopsia homonim.
D. Stroke Non Hemoragik Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa defisit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non
hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
4
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri. Infark iskemik serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara :
Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus dan perdarahan aterm.
Dapat terbentuk trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek. Faktor yang mempengaruhi aliran darah otak adalah keadaan pembuluh
darah, keadaan darah (viskositas darah, hematokrit, anemia), tekanan darah sistemik, kelainan jantung. Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).8 E. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosa penyakit stroke perlu dilakukan anamnesis yang sistematis dan serangkaian pemeriksaan yang menunjang diagnosa. Anamnesis pada stroke meliputi identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan pengkajian psikososisospiritual.9 Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara sistematis dengan fokus pemeriksaan pada fungsi otak dan dihubungkan dengan keluhan- keluhan pasien. 9
5
Keadaan umum pasien umumnya mengalami gangguan kesadaran dan gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tandatanda vital: tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi. 9 Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter yang paling mendasar yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan pasien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomantosa. 7,9 Pengkajian fungsi serebral meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus otak dan hemisfer. Pengkajian saraf kranial meliputi saraf kranial I-XII. Pada beberapa keadaan stroke terjadi gangguan yang diakibatkan oleh paralisis dari saraf- saraf kranial. 7,9 Pengkajian umum motorik diperlukan untuk menelai kemampuan pergerakan dari pasien. Stroke adalah penyakit saraf motorik atas atau Upper Motor Neuron (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak. 7,9 Pemeriksaan refleks fisiologis meliputi pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis. 7,9 Pemeriksaan sistem sensorik dilakukan untuk menilai kemampuan sensorik pasien. Pada pasien stroke dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi dapat ditemukan ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiospsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.10 Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan lumbal pungsi, CT-Scan tanpa kontras, MRI kepala, laboratorium darah untuk melihat profil lipid dan
6
kolesterol, gula darah, agregasi trombosit dan fibrinogen serta melihat status elektrolit, EKG dan ekokardiografi untuk mencari pencetus stroke akibat penyakit jantung, dan foto thoraks. 7,9 F. Faktor Resiko Terhambatnya aliran darah ke otak beberapa detik saja dapat menyebabkan seseorang pingsan. Penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah di otak bisa menyebabkan sel-sel saraf di otak menjadi rusak dan mengakibatkan kelumpuhan. Berbagai faktor bisa menyebabkan stroke: 11 a) Faktor yang tidak dapat dimodifikasi: - Keturunan - Jenis kelamin - Umur - Ras b) Faktor yang dapat dimodifikasi: - Hipertensi - Penyakit jantung - Diabetes mellitus - Obesitas (kegemukan) - Hiperkolesterol - Faktor gaya hidup yang tidak sehat (alkohol, merokok, stress, mendengkur) G. Rehabilitasi Medik Menurut WHO, rehabilitasi adalah semua tindakan yang ditujukan untuk mengurangi dampak disabilitas/ handicap, agar memungkinkan penyandang cacat berintegrasi dengan masyarakat.6 Rehabilitasi dibagi dalam tiga bidang yaitu:6
Rehabilitasi medik yaitu suatu proses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan fungsional dan psikis individu dan bila
perlu mekanisme kompensasinya agar individu dapat berdikari. Rehabilitasi sosial merupakan bagian dari proses rehabilitasi yang bertujuan agar penyandang cacat dapat berintegrasi ke dalam masyarakat dengan
7
membantunya
menyesuaikan
diri
pada
keluarga,
masyarakat
dan
pekerjaannya dan juga dengan mengurangi beban sosial ekonomi yang dapat
menghambat proses rehabilitasinya. Rehabilitasi kekaryaan ialah pemberian pelayanan kekaryaan berupa bimbingan kekaryaan, latihan kerja dan penempatan selektif yang didesain untuk penyandang cacat.
Tujuan dalam upaya rehabilitasi medik adalah: 6
Pemulihan pasien yang mengalami cacat kepada kondisi semula atau
setidaknya kembali mendekati keadaan sebelum sakit. Menghindari semaksimal mungkin timbulnya cacat sekunder. Masa/ waktu perawatan dapat dipersingkat. Mengusahakan sedapat mungkin pasien cepat kembali ke pekerjaan semula
atau pekerjaan baru. Psikologik lebih baik oleh karena pasien tidak terlalu menderita tekanan jiwa berat atau lama.
Ruang lingkup rehabilitasi medik meliputi: 6
Pemeriksaan fisik difokuskan pada tingkat kemampuan fisik dari yang sakit
dan fungsi secara keseluruhan. Diagnosis dan pengobatan didasarkan pada pemeriksa yang meliputi aspek medis dan rehabilitasi termasuk di sini apakah terdapat atrofi otot, kontraktur sendi, kelumpuhan kemampuan mobilisasi, aktifitas sehari-hari, komunikasi masalah sosial, pendidikan, psikologi dan pekerjaannya. Dalam
pengobatan disini dapat diartikan koreksi kondisi cacat yang ada. Pencegahan terutama dilakukan untuk menghindari timbulnya kecacatan sekunder yang menyertai kecacatan primer sebagai akibat komplikasi istirahat lama selama perawatan atau pengobatan. Dalam penanganan penderita diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari
berbagai displin keahlian, agar tercapai hasil yang sebaik-baiknya. Tim tersebut
8
terdiri dari: dokter, fisioterapis, terapi okupasi, ortotis prostetis, pekerja sosial medik, psikolog, ahli bina bicara, dan perawat rehabilitasi. H. Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik atau penyakit kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya. 6 Secara garis besar tahapan rehabilitasi stroke program adalah : Bedside Exercise, Sitting Exercise, Standing Exercise, dan Ambulation Exercise. Terdapat dua pola besar pendekatan dalam rehabilitasi penderita stroke yaitu : 12
Pola tradisional atau pola rehabilitasi kompensasi atau pola pendekatan unilateral. Pola ini, sisi yang sehat dilatih untuk mengkompensasi sisi yang
sakit Pola neurodevelopmental atau pola pendekatan bilateral, dimana segala upaya ditujukan untuk melatih kembali sisi yang sakit. Pola ini telah menggeser pola tradisional di dalam program rehabilitasi stroke modern.
Tahapan rehabilitasi pada penderita stroke dibagi menjadi tiga fase, yaitu :
Rehabilitasi Stroke Fase Akut Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam
perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke. Dibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang dirawat di unit stroke memberikan hasil yang lebih baik. Pasien menjadi lebih mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik.5 Rehabilitasi Stroke Fase Subakut Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan penanganan rehabilitasi yang intensif. Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat ringan, dan sebagian kecil lainnya (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat berat dan memerlukan perawatan dari orang lain sepenuhnya. Namun sekitar 80% pasien pulang dengan gejala sisa
9
yang bervariasi beratnya dan sangat memerlukan intervensi rehabilitasi agar dapat kembali mencapai kemandirian yang optimal. Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronis mungkin dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.5 Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali untuk belajar melakukan aktivitas dasar merawat diri dan berjalan. Dengan atau tanpa rehabilitasi, sistim saraf otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi otak yang terbentuk tergantung sirkuit jaras otak yang paling sering digunakan atau tidak digunakan. Melalui rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar mencapai kemampuan fungsional optimal yang dapat dicapai oleh pasien, melalui sirkuit yang memungkinkan gerak yang lebih terarah dengan menggunakan energi/tenaga se-efisien mungkin. Hal tersebut dapat tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur, dengan pengulangan secara kontinyu serta mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak.5 Rehabilitasi stadium kronik. Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan, dimana terapi ini biasanya sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga pasien lebih banyak dilibatkan, pekerja medik sosial, dan psikolog harus lebih aktif. Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke:
Bila anggota gerak sisi yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan pasien untuk bergerak/beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin juga mengikutsertakan sisi yang diketahui sakit. Pasien dan keluarga seringkali beranggapan salah, mengharapkan sirkuit baru di otak akan terbentuk dengan sendirinya dan pasien secara otomatis bisa bergerak kembali. Sebenarnya sirkuit hanya akan terbentuk bila ada “kebutuhan” akan gerak tersebut. Bila ekstremitas yang mengalami sakit tidak pernah digerakkan sama sekali, presentasinya di otak akan
mengecil dan terlupakan. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya merupakan gerak fungsional daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya gerakan meraih, memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak fungsional mengikutsertakan dan mengaktifkan bagian–bagian dari otak, baik area lesi
10
maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit baru yang dibutuhkan. Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan (fleksi dan ekstensi) siku lengan yang lemah menstimulasi area lesi saja. Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak begitu saja bisa digunakan untuk gerak fungsional, namun tetap memerlukan terapi latihan agar terbentuk
sirkuit yang baru. Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak fungsional yang normal dan jangan biarkan menggunakan gerak abnormal. Gerak normal artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih terlalu lemah, berikan bantuan “tenaga” secukupnya dengan kriteria pasien masih menggunakan ototnya secara “aktif”. Bantuan yang berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih (otot bergerak pasif). Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien mengerahkan tenaga secara berlebihan dan mengikutsertakan otot-otot lain. Ini akan memperkuat gerakan ikutan ataupun pola sinergis yang memang sudah ada dan seharusnya dihindari. Besarnya bantuan “tenaga” yang diberikan harus disesuaikan dengan kemajuan pemulihan pasien. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah
tercapai, yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila pasien telah mampu mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila pasien dapat mempertahankan posisi duduk sementara batang tubuhnya.5 Selain latihan mobilisasi, rehabilitasi juga dengan menggunakan teknik fisioterapi:6
Terapi panas seperi sinar infrared atau hot packs untuk mengurangi nyeri, relaksasi spasme otot superfisial dan meningkatkan aliran darah superfisial. Micro Wave Diatherymy (MWD), Short Wave Diathermy (SWD), Ultra Sound Diathermy (USD).
11
Terapi listrik atau Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
untuk menghilangkan nyeri dan spasme otot. Teknik masase merupakan terapi fisik tertua dan termurah. Pada indikasi dan teknik yang tepat, hasil trapeutik sangat nyata. Digunakan untuk menghilangkan nyeri otot dan tendon, spasme otot, adhesi jaringan kutan
dan subkutan serta relaksasi. Hidroterapi adalah terapi fisik dengan menggunakan sifat-sifat fisik air. Manfaat air di dalam terapi latihan terlihat dari efek buoyancy air yang akan mengurangi efek gravitasi pada bagian manapun dari tubuh sehingga terdapat penurunan aktifitas tubuh dan latihan tidak disertai rasa nyeri. Terapi okupasi bertujuan untuk mengembangkan kecakapan/ keterampilan
penderita untuk mencapai kehidupan yang produktif serta untuk mengatasi masalah- masalah yang ada dalam hidup serta lingkuungan mereka masingmasing. Terapi okupasi pada pasien stroke mencakup latihan:6
Aktifitas kehidupan sehari-hari (makan, mandi, berpakaian, dan eleminasi) Latihan prevokasional Proper Body Mechanism Latihan dengan aktifitas. Terapi ortotik prostetik dilakukan untuk mengembalikan fungsi dan
mencegah atau mengoreksi kecacatan pasien. Digunakan alat bantu seperti tripod, quadripod, dan walker. 6 Terapi wicara adalah suatu tindakan atau usaha penyembuhan mengenai kelainan bahasa, suara, dan bicara. 6 Psikolog melakukan evaluasi dan mengobati gangguan mental akibat penyakit, untuk meningkatkan motivasi serta berusaha mengatasi penyakitnya. 6 Petugas sosial medik memberikan bantuan kepada pasien demi menghadapi masalah sosial yang mempengaruhi pasien dalam hubungan dengan penyakit dan pasien. 6
12
BAB III LAPORAN KASUS 1. IDENTITAS PENDERITA Nama
: Tn. HT
Umur
: 66 tahun
Alamat
: Karombasan Selatan Lingkungan II
Pekerjaan
: Pensiunan PNS
Agama
: Kristen Prostestan
Tanggal Periksa
: 2 Februari 2015
2. ANAMNESIS Keluhan utama Riwayat Penyakit Sekarang
: Kelemahan sisi kiri tubuh :
Kelemahan sisi kiri tubuh dialami penderita sejak 3 tahun lalu. Kelemahan terjadi saat penderita sedang beristirahat. Penderita merasa tangan dan kaki kiri terasa kram dan lemah. Kelemahan ini disertai bicara pelo. Mulut mencong ada. Riwayat muntah, kejang dan trauma kepala tidak ada. Saat pemeriksaan (2 Februari 2015), penderita sudah tidak merasakan adanya kelemahan pada anggota gerak kirinya. Buang air kecil dan buang air besar normal. Riwayat Penyakit Dahulu
:
Riwayat Hipertensi dan DM dialami penderita sejak 5 tahun yang lalu. Riwayat Penyakit jantung tidak ada. Riwayat stroke sebelumnya tidak ada.
Riwayat Keluarga : Hanya penderita yang sakit seperti ini. Riwayat Kebiasaan: Penderita sehari-hari beraktivitas dengan menggunakan tangan kanan. Penderita tidak merokok dan minum minuman beralkohol. Riwayat Sosial Ekonomi :
13
Penderita adalah seorang pensiunan PNS, tinggal bersama istri dan orang anak. Penderita tinggal di rumah permanen 1 lantai, dinding tembok, lantai ubin dan memiliki kamar. Tidak ada anak tangga dalam rumah. Di rumah penderita menggunakan WC duduk. Biaya hidup sehari-hari cukup. Biaya pengobatan rumah sakit ditanggung oleh BPJS. Riwayat Psikologis Penderita merasa malu akan keadaan sakitnya. Pasien bersifat kooperatif dan berkeinginan untuk cepat pulih kembali. 3. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos mentis Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 72x/menit Respirasi : 20x/menit Suhu : 36,5°C Berat badan : 63 kg Tinggi badan : 159 cm IMT : 25,2 kg/m2 (overweight) Kepala : Normocephal Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm, refleks cahaya kiri dan kanan ada, refleks cahaya tidak langsung kiri dan kanan ada. Hidung
: sekret (-)
Telinga
: sekret (-)
Mulut
: Lidah mencong ke kiri
Leher
: Trakea letak tengah, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks
: Simetris kiri = kanan.
Cor dan Pulmo
: dalam batas normal.
Abdomen
: Datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal.
Ekstremitas
: Akral hangat
Status Neurologis Kognitif
: Baik (MMSE = 28)
Tanda Rangsang Meningeal
: Kaku Kuduk (-), laseque (-), kernig (-)
14
Nervus kranialis
:
Nervus Kranialis N. I N. II N. III, IV, VI N. V N. VII N. VIII N. IX N. X N. XI N. XII
Normal Normal Normal Normal Paresis sentral Normal Normal Normal Normal Paresis sentral
Status Motorik dan Sensorik Pemeriksaan
Ekstremitas Superior
Ekstremitas Inferior
Gerakan
Dekstra Normal
Sinistra Normal
Dekstra Normal
Sinistra Normal
Kekuatan Otot
5/5/5/5
4/4/4/4
5/5/5/5
4/4/4/4
(+) Normal (+) Normal
Meningkat Meningkat
(+) Normal (+) Normal
Meningkat Meningkat
-
-
-
-
Normal
Normal
Normal
Normal
Proprioseptik Normal Normal Status Otonom : BAB dan BAK biasa
Normal
Normal
Tonus Otot Atrofi Refleks Fisiologis Refleks Patologis Sensibilitas : Protopatik
Status Fungsional : disabilitas ringan (BI : 85) 4. RESUME Laki-laki, 66 tahun dengan keluhan kelemahan pada sisi kiri tubuh. Kelemahan terjadi secara tiba-tiba, pada saat penderita sedang beristirahat. Bicara pelo dan mulut mencong dialami oleh penderita. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg. , Nadi 72x/menit, Suhu 36,5º, RR 20x/menit. Pada pemeriksaan nervus kranialis didapatkan paresis N VII
15
sentral sinistra dan XII sentral sinistra. Pada pemeriksaan motorik, kekuatan otot ekstremitas superior sinistra dan ekstremitas inferior sinistra (4/4/4/4). Penilaian Index Barthel: disabilitas ringan (85) dan penilaian MMSE didapatkan nilai 28 (tidak terdapat gangguan kognitif). Siriraj Score didapatkan -7 (Stroke Non Hemoragik). Diagnosis klinis
: Hemiparesis sinistra + disartria
Diagnosis etiologi
: Stroke Non Hemoragik
Diagnosis topis
: Subkortikal
Diagnosis fungsional
: Impairment : Hemiparesis sinistra + disartria Disability
: Gangguan AKS
Handicap
:-
Problem: 1. 2. 3. 4.
Kelemahan sisi kiri tubuh Disartria Gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari Penderita malu akan penyakitnya
5. PROGRAM REHABILITASI MEDIK 1. Fisioterapi Evaluasi : -
Hemiparesis sinistra (KO = 4) Gangguan AKS
Program : a. Infra red (IR) pada sisi kiri tubuh b. Latihan peningkatan LGS dan kekuatan otot aktif dengan tahanan sedang ekstremitas superior dan inferior sinistra 2. Terapi Okupasi Evaluasi : -
Kelemahan sisi kiri tubuh Gangguan AKS :
Program :
16
Latihan berjalan di rocker board Latihan AKS dengan aktivitas dan ketrampilan Latihan motorik halus 3. Ortotik Prostetik Evaluasi : - Kelemahan sisi kiri tubuh (KO 4) Program : Pada saat ini belum ada program 4. Terapi Wicara Evaluasi : - Bicara pelo (Paresis N.XII) Program : -
Melatih artikulasi
5. Psikologi Evaluasi : -
Kontak dan pengertian baik
-
Penderita malu dengan penyakitnya
Program : a. Memberi dukungan mental kepada penderita dan keluarganya agar penderita tidak malu dengan sakitnya b. Memberi dukungan agar penderita rajin menjalani terapi 6. Sosial Medik Evaluasi : -
Tinggal di rumah permanen 1 lantai dengan WC duduk Biaya hidup sehari-hari cukup Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS
Program : a. Home visite b. Memberi edukasi kepada penderita untuk berobat dan latihan secara teratur c. Edukasi penderita untuk merubah gaya hidup seperti mengatur pola makan, mengurangi makan makanan berlemak.
17
6. PROGNOSIS Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
18
DAFTAR PUSTAKA
1.
Adientya G, Handayani F. Stress pada kejadian stroke. Jurnal Nursing
2.
Studies. 2012;1(1):183-8. Ovbiagele B, Nguyen-Huynh MN. Stroke epidemiology: Advancing our understanding of disease mechanism and therapy. Neurotherapeutics.
3.
2011;8:319-29. Ovina Y. Yuwono. Hubungan Pola Makan, Olahraga, dan Merokok terhadap
4.
Prevalensi Stroke. The Jambi Medical Journal Vol 1. No 1. 2013;1-3. Yastroki Tangani Masalah Stroke di Indonesia. [Internet]2012. [diakses 12
5.
Agustus 2014] Available on http://www.yastroki.or.id/read.php?id=20. Wirawan RP. Rehabilitasi stroke pada pelayanan kesehatan primer. Majalah
6.
Kedokteran Indonesia. 2009;59(2):61-71. Sengkey LS. Angliadi LS. Mogi TI. Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
7.
Medik. 2006;1-60. Gofir A. Manajemen stroke: Evidence based medicine. Yogyakarta. Pustaka
8.
Cendekia Press. 2009. Goetz CG. Cerebrovascular Diseases. In: Goetz: Textbook of Clinical
9. 10.
Neurology, 3rd ed. Philadelpia: Saunders. 2007. Utami P. Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta : Gramedia.2009;5-6 Steven A. Health Care Needs Assesment. United Kingdom: Redcliffe
11.
Publishing. 2004;150. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guidline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
12.
Indonesia. Jakarta. 2007. Sinaki M. Dorsher PT. Rehabilitation After Stroke. In: Basic Clinical Rehabilitation Medicine. Philadelpia: Mosby. 1993;87-8.
Indeks Barthel Aktivitas Bladder
Tingkat Kemandirian
N
Nilai
Kontinensia, tanpa memakai alat bantu.
10
10
Kadang-kadang ngompol.
5
Inkontinensia urin.
0
19
Bowel/BAB
Toileting
Kontinensia
10
Kadang-kadang terjadi inkontinensia
5
Inkontinensia Tanpa dibantu (buka/pakai baju, bersihkan dubur
0 10
10
5
tidak mengotori baju), boleh berpegangan pada dinding, benda. Dibantu hanya salah satu kegiatan diatas.
5
Kebersihan
Dibantu. Tanpa dibantu cuci muka, menyisir rambut, hias,
0 5
diri
gosok gigi, termasuk persiapan alat-alat tersebut.
Berpakaian
Dibantu. Tanpa dibantu
0 10
Dibantu sebagian
5
5
Dibantu. Tanpa dibantu.
0 10
10
Memakai alat-alat makan dibantu sebagian.
5
Transfer/
Dibantu. Tanpa dibantu berpindah.
0 15
berpindah
Bantuan minor secara fisik atau verbal.
10
Bantuan mayor secara fisik, tetapi dapat duduk
5
tanpa dibantu.
0
Tidak dapat duduk / berpindah. Berjalan 16m di tempat datar, boleh dengan alat
15
Makan
Mobilitas
5
15
15
bantu kecuali rolling walker, berjalan tanpa dibantu.
10
Menguasai alat bantunya, memakai kursi roda
5
dengan dibantu. Naik turun
Immobile. Tanpa dibantu.
10
tangga
Dibantu secara fisik / verbal
5
Mandi
Tidak dapat. Tanpa dibantu.
0 5
Dibantu.
0
5
5
20
Total
100
85
Nilai Interpretasi: Disabilitas Ringan 0-20
Disabilitas Total
25-45 Disabilitas Berat
80-90 Disabilitas Ringan 100
Mandiri
50-75 Disabilitas Sedang Pemeriksaan Status Mini Mental Aspek Orientasi
Pemeriksaan Sekarang ini tahun,musim,bulan,tanggal,hari apa?
Nilai 5
5
Registrasi
Kita dimana? (Negara, propinsi, kota, rumah) Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda;
5 3
5 3
5
4
2
1
lemari, sepatu, buku, satu detik untuk setiap benda. Lansia mengulang ke 3 nama benda tsb. Berikan 1 Atensi dan
untuk setiap jawaban yang benar Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap
kalkulasi
jawaban yang benar. Hentikan setiap 5 jawaban. Atau, minta mengeja terbalik kata “WAHYU” ( nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan, misalnya uyahw = 2
Mengingat
nilai Tanyakan kembali nama 3 benda yang
telah
disebutkan di atas. Berilah nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar.
21
Bahasa
Apakah nama benda ini? Perlihatkan pensil
2
2
Ulangilah kalimat berikut : “ tanpa, bila, tetapi”
1
1
Laksanakan 3 buah perintah ini: Peganglah
3
3
1
1
perintah : “pejamkan mata anda”
1
1
Pasien disuruh menulis dengan spontan
1
1
Pasien disuruh mengambar benda di bawah
1
1
dan buku
selembar kertas dengan tangan kanan, lipatlah kertas itu padapertengahan dan letakkanlah di lantai Pasien disuruh membaca dan melakukan
ini
Total
30
28
Penilaian : < 24 dianggap terdapat gangguan kognitif > 24 dianggap tidak terdapat gangguan kognitif
Siriraj Score (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tek diastolik) – (3 x ateroma) – 12 = (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 80) – (3 x 1) – 12 = 0 + 0 + 0 + 8 - 3 – 12 = -7 Penilaian : > 1 : Stroke Hemoragik, < -1 : Storke Non Hemoragik
22
23