9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia 1. Definisi lanjut usia Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, terdiri dari fase prasenium yaitu lanjut usia yang berusia antara 55-65 tahun, dan fase senium yaitu lanjut usia yang berusia lebih dari 65 tahun (Nugroho, 2008). Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun (Akhmadi, 2009). Menurut DepKes (2003), yang dimaksud dengan lansia adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak lagi berperan secara aktif dalam pembangunan (tidak potensial). Menurut Constantinides (1994) dalam Darmojo & Martono (2006), menua adalah suatu proses menghilangkan secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan kerusakan yang diderita . Menurut Nugroho (2008), proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu ke waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alami, hal ini berarti bahwa seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Dan masing-masing tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Pada usia tua terdapat banyak kemunduran yang dialami manusia, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang keriput. Rambut yang mulai memutih, gigi yang mulai berkurang, kepekaan pendengaran juga berkurang, mata rabun, gerakan lamban, dan bentuk tubuh yang tidak proporsional.
10
2. Batasan-batasan lanjut usia Menurut Nugroho (2008) mengenai kapankah orang tersebut disebut lanjut usia, sulit dijawab secara memuaskan. Batasan usia lanjut usia yang tercantum dalam Undang-undang No. 13/1998 tentang kesejahteraan lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas pembagian lanjut usia adalah Usia prasenius atau vinilitas yaitu seseorang berusia antara 45-49 tahun. Usia lanjut yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, usia lanjut resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 6074 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Birren dan Jenner mengusulkan untuk membedakan antara usia biologis, usia psikologis dan usia sosial meliputi : a. Usia biologis yaitu yang menunjukkan kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup tidak mati b. Usia psikologis yaitu yang menunjukkan kepada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya dan c. Usia sosial yaitu yang menunjukkan kepada pesan-pesan yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya. Ketiga jenis usia yang dibedakan oleh Birren dan Jenner itu saling mempengaruhi dan proses-prosesnya saling berkaitan (Kadir, 2007).
3. Perubahan-perubahan pada lanjut usia Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia adalah faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikososial lanjut usia. Faktor keadaan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia, faktor kesehatan psikososial meliputi penyesuaian terhadap kondisi lanjut usia.
11
a. Kesehatan fisik Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia. Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Menurut Nugroho (2008) perubahan secara fisik meliputi sistem pernapasan, sistem pendengaran, sistem pengeliatan, sistem kardiovaskuler, dan sistem integument mulai menurun pada tahaptahap tertentu. Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidakberdayaannya. b. Kesehatan psikososial Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara otomatis akan timbul kemunduran kemampuan psikis. Salah satu penyebab menurunnya pendengaran, dengan menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut usia banyak dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri. Menurunnya kondisi psikis ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif. Menurunnya kondisi psikososial ditandai sebagai berikut: 1) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality). 2) Perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit. 3) Penyakit kronis dan ketidakmampuan. 4) Hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik yaitu perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan keluarga. 5) Gangguan sosial panca indra yaitu timbul kebutuhan dan ketulian. (Kholid, 2009).
12
4. Kebutuhan hidup orang lanjut usia Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai
banyak
teman
yang dapat
diajak
berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri (Suhartini, 2004). Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Moslow dalam Koswara (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi a. Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya. b. Kebutuhan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya c. Kebutuhan
sosial
(social
needs)
adalah
kebutuhan
untuk
bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hoby dan sebagainya d. Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya. e. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan. Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki kebutuhan psikologi dasar. Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman
13
terhadap lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia, keluarga dan lingkungannya. Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul masalahmasalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan menurunkan kemandiriannya (Ryan, 2000).
5. Kemandirian Dari aspek sosial ekonomi dapat dikatakan jika cukup memadai dalam memenuhi segala macam kebutuhan hidup, baik lanjut usia yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak. Tingginya tingkat kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah terbiasa menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan hayat hidupnya (Suhartini, 2004). Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan mental. Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat dikemukakan hasil kelompok ahli dari WHO pada tahun 1959 yang menyatakan bahwa mental yang sehat atau mental health mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Dapat menyesuaikan diri dengan secara konstruktif dengan kenyataan atau realitas, walau realitas tadi buruk. b. Memperoleh kepuasan dari perjuangannya. c. Merasa lebih puas untuk memberi dari pada penerima. d. Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas. e. Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan. f. Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan. g. Menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif. h. Mempunyai daya kasih sayang yang besar. Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas hidup. (Cecep, 2009).
14
Menurut Ma’ruf (2010), mandiri diartikan sebagai hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Kemandirian menunjuk pada adanya kepercayaan akan kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tanpa bantuan orang lain, tanpa dikontrol oleh orang lain, dapat melakukan kegiatan dan menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapinya.
B. Kecemasan 1. Definisi kecemasan Kecemasan
adalah
suatu
sinyal
yang
menyadarkan,
memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman (Kaplan dan Sadock, 1997). Menurut Stuart (2007), kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan itu sendiri merupakan respons emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang berat tidak sejalan dengan kehidupan. Kecemasan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gejala. Kebanyakan orang mengalami kecemasan pada waktu-waktu tertentu dalam kehidupannya. Biasanya, kecemasan muncul sebagai reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan, dan karena itu berlangsung sebentar saja (Ramaiah, 2003).
2. Faktor presdiposisi kecemasan Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping yang dikembangkan untuk menjelaskan asal kecemasan menurut Stuart (2007), yaitu: a. Faktor psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu Id dan Super Ego. Ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua element yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
15
b. Faktor interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, perpisahan, kehilangan dan hal-hal menimbulkan kelemahan fisik. c. Faktor pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. d. Faktor keluarga, keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan kecemasan dengan depresi. e. Faktor biologis, biologis menunjukkan bahwa otak mengganggu reseptor khusus untuk Benzodiazepines. Reseptor ini mungkin memantau mengatur anxietas. Penghambat asam Amino Butric Gamma Neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan anxietas.
3. Faktor pencetus kecemasan Stresor pencetus ansietas mungkin berasal dari sumber internal maupun eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori, menurut Stuart (2007), yaitu: a. Integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang dan menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas ancaman terhadap hidup sehari-hari. Ancaman ini sangat mungkin atau dapat terjadi pada lansia. b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terinterograsi dalam diri seseorang.
4. Tanda dan gejala kecemasan Kecemasan ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan dan samar-samar. Seringkali disertai oleh gejala otonomik
16
seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada, hipertensi, gelisah, tremor, gangguan lambung, diare, tremoe, dan frekuensi urin. Seseorang yang cemas mungkin juga merasa gelisah seperti yang dinyatakan oleh ketidakmampuan untuk duduk atau berdiri lama. Kumpulan gejala tertentu yang ditemukan selama kecemasan cenderung bervariasi dari orang ke orang (Kaplan dan Sadock, 1997). a. Menurut Kozier (2004) Analisis kognitif munculnya kecemasan disebabkan oleh bagaimana
individu
memikirkan
situasi
dan
kemungkinan-
kemungkinan bahaya yang mungkin dapat muncul. Setiap orang mempunyai reaksi yang berbeda terhadap stress tergantung pada kondisi masing-masing, gejala umum pada kecemasan secara umum adalah : 1) Berdebar diiringi dengan detak jantung yang cepat, kecemasan memicu otak untuk memproduksi adrenalin secara berlebihan pada pembuluh darah yang menyebabkan detak jantung semakin cepat dan memunculkan rasa berdebar. 2) Rasa sakit atau nyeri pada dada, kecemasan meningkatkan tekanan otot pada rongga dada. 3) Rasa sesak napas, ketika rasa cemas muncul syaraf-syaraf impuls bereaksi berlebihan yang menimbulkan sensasi dan sesak pernafasan. 4) Berkeringat secara berlebihan selama kecemasan muncul terjadi kenaikan suhu tubuh yang tinggi. 5) Kehilangan gairah seksual. 6) Tubuh gemetar. 7) Tangan atau anggota tubuh menjadi dingin. 8) Kecemasan depresi memunculkan ide dan keinginan untuk bunuh diri. 9) Gangguan kesehatan seperti sering merasa sakit kepala atau migrain.
17
10) Gangguan tidur. b. Menurut Ramaiah (2003) 1) Terdapat gejala-gejala kecemasan yang lazim ditemukan, yakni : 2) Kejengkalan umum, munculnya rasa gugup, jengkel, perasaan yang tegang dan kepanikan 3) Sakit kepala, Otot terasa tegang khususnya di daerah kepala, tengkuk dan di tulang punggung yang menyebabkan sakit kepala 4) Gemetaran, sekujur tubuh gemetaran khususnya di lengan dan tangan 5) Aktivitas sistem otonomik yang meningkat, fungsi-fungsi tubuh seperti pernafasan, pencernaan makanan, denyut jantung, dan sebagainya dinamakan fungsi otonomik karena berfungsi secara mandiri tanpa pengaruh dari luar. Kecemasan dapat meningkatkan aktivitas sistem otonomik ini dan karena itu menyebabkan keringat bercucuran (khususnya di telapak tangan), serta memanas dan memerahnya wajah. Kadang-kadang mulut menjadi makin kering atau air liur makin banyak di mulut.
5. Tingkat kecemasan Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang parah tidak sejalan dengan kehidupan. Stuart (2007) menggolongkan kecemasan menjadi 4 tingkat kecemasan yaitu: a. Kecemasan ringan, berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. b. Kecemasan
sedang,
berfokus
pada
hal
yang
penting
dan
mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. c. Kecemasan berat, sangat mengurangi lapang persepsi individu, cenderung berfokus pada suatu yang rinci dan spesifik serta tidak
18
berfikir tentang ahal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. d. Tingkat panik dari kecemasan, berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan.
6. Rentang respon kecemasan
Respon adatif Antisipasi
Respon Maladatif ringan
sedang
berat
panik
(Stuart, 2007)
7. Pengukuran kecemasan Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan baik itu kecemasan ringan, sedang, berat, dan berat sekali atau panik digunakan alat ukur kecemasan yang dikenal dengan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masingmasing dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik.
C. Kecemasan pada Lanjut Usia (Lansia) Pada umumnya telah diidentifikasi bahwa usia lanjut umumnya mengalami berbagai gejala akibat terjadinya penurunan fungsi biologis, psikologis, sosial, dan ekonomi. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada proses menua di dalam perjalanan hidup manusia. (Norkasiani dan Tamher, 2002). Salah satu penurunan fungsi psikologis yang dialami pada usia lanjut adalah kecemasan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kecemasan yakni, sebagai berikut:
1. Faktor internal Menurut Noorkasiani & Tamher (2009) pada setiap stresor, seseorang akan mengalami kecemasan, baik kecemasan ringan, sedang,
19
maupun berat. Usia lanjut dalam pengalaman hidupnya tentu diwarnai oleh masalah psikologi berupa kehilangan dan kecemasan. Adapun mekanisme koping pada usia lanjut dipengaruhi faktor-faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, motivasi, kondisi fisik, diuraikan berikut ini. a. Umur Semakin bertambah usia atau umur seseorang semakin siap pula dalam menerima cobaan, hal ini didukung oleh teori aktivitas yang menyatakan bahwa hubungan antara sistem sosial dengan individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia pertengahan menuju usia tua (Cox, 1984). Hal ini menekankan bahwa kestabilan sistem kepribadian sebagai individu, bergerak ke arah usia tua oleh sebab itu tidak dibutuhkan suatu kompensasi terhadap kehilangan. Seperti pensiun dan peran sosial karena menua. Keterkaitannya dengan jenis pekerjaan juga membawa dampak yang berarti (Norkasiani dan Tamher, 2009). Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia dibagi menjadi empat kelompok yaitu: 1) Untuk pertengahan (Middle age) yakni kelompok usia 45-59 tahun. 2) Lansia (Elderly) yakni kelompok 60-70 tahun. 3) Lansia tua (old) yakni kelompok 71-90 tahun 4) Usia sangat tua (very old) yakni kelompok 90 tahun ke atas. Mereka yang berusia 40-45 tahun (menjelang usia lanjut) mulai melaksanakan kecemasan menghadapi masa tua, sehingga lanjut usia berfikirnya akan menurun pula pendapatan secara materi. Sehingga mereka merasakan kegelisahan dalam menghadapi masa tua dan dapat memicu terjadinya kecemasan yang lebih berat dan berkepanjangan (Nugroho, 2008). b. Jenis kelamin Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi psikologis lansia, sehingga akan berdampak pada bentuk adaptasi yang digunakan. Menurut Ramaiah (2003), jenis
20
kelamin merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kecemasan. c. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam menghadapi masalah. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi. Umumnya, lansia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi masih dapat produktif, mereka justru banyak memberikan kontribusinya sebagai pengisi waktu luang dengan menulis buku-buku ilmiah maupun biografinya sendiri. d. Motivasi Adanya motivasi akan sangat membantu individu dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah. Individu yang tidak mempunyai motivasi untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah akan membentuk koping yang destruktif. Menurut Noorkasiani dan Tamher (2009), jika tiap-tiap kebutuhan dapat dicapai. Maka individu termotivasi untuk mencari kebutuhan pada tahap yang lebih tinggi berikutnya. Sehingga individu akan mempunyai kemampuan dalam meremehkan masalah. e. Kondisi fisik Menurut Kuntjoro (2002), setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersikap patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnaya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
21
Menurut Nugroho (2008), di kemukakan adanya empat proses penyakit yang sangat erat hubungannaya dengan proses menua, yakni: 1) Gangguan sirkulasi darah. Seperti: hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan pembuluh darah di otak (koroner), dan ginjal. 2) Gangguan
metabolik
hormonal
seperti:
diabetes,
minitus,
klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid. 3) Gangguan pada persendian, seperti osteoporosis, goutartritis, ataupun penyakit kolagen lainnya. 4) Berbagai neoplasma.
2. Faktor eksternal a. Dukungan sosial Menurut Cohen dan Syme dalam Setiadi (2008), dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargainya dan mencintainya. Dukungan sosial bagi lansia sangat diperlukan selama lansia sendiri masih mampu memahami makna dukungan sosial tersebut sebagai penyokong atau penopang kehidupannya. Namun dalam kehidupan lansia seringkali ditemui bahwa tidak, semua lansia mampu memahami adanya dukungan sosial dari orang lain, sehingga walaupun ia telah menerima dukungan sosial tetapi masih saja menunjukkan adanya ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan cara menggerutu, kecewa, kesal dan sebagainya (Kuntjoro, 2002). Weiss
(Cutrona
dkk,
1994)
dalam
Kuntjoro
(2002)
mengemukakan adanya 6 (enam) komponen dapat berdiri sendirisendiri, namun satu sama lain sering berhubungan yaitu: 1) Kerekatan emosional Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan (kedekatan) emosional sehingga
22
menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Orang yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa tenteram, aman dan damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup, atau anggota keluarga atau teman dekat atau sanak keluarga yang akrab dan memiliki hubungan yang harmonis. 2) Integrasi sosial Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan lansia untuk memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok yang memungkinkannya
untuk
membagi
minat,
perhatian
serta
melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama. Sumber
dukungan
semacam
ini
memungkinkan
lansia
mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok. Adanya kepedulian oleh masyarakat untuk mengorganisasikan lansia dan melakukan kegiatan bersama tanpa ada pamrih akan banyak memberikan dukungan sosial. 3) Pengakuan Pada dukungan sosial ini lansia mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahlian serta mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga. Sumber dukungan sosial ini dapat berasal dari keluarga atau lembaga / instansi atau perusahaan / organisasi dimana sang lansia pernah beklerja. Karena jasa, kemampuan dan keahliannya maka ia tetap mendapat perhatian dan santunan dalam berbagai bentuk penghargaan. 4) Ketergantungan yang dapat diandalkan Dalam dukungan sosial ini, lansia mendapat dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketiaka lansia membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial ini pada umum berasal dari keluarga. Untuk lansia yang tinggal di lembaga, misalnya pada sasana wredha dan petugas
23
yang selalu siap untuk membantu para lansia yang tinggal di lembaga tersebut, sehingga para lansia mendapat pelayanan yang memuaskan. 5) Bimbingan Dukungan ini adalah berupa adalah hubungan kerja ataupun hubungan
sosial
yang
memungkinkan
lansia
mendapatkan
informasi, saran, atau nasehat yang dihadapi. Jenis dukungan sosial jenis ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong, dalam masyarakat, figur yang dituakan dan juga orang tua. 6) Kesempatan untuk mengasuh Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan lansia untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan. Menurut Kuntjoro (2002), sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak-anak) dan pasangan hidup. Itulah sebabnya sangat banyak lansia yang merasakan sedih dan kurang bahagia jika berada jauh dari cucu-cucu pun anak-anak. Dengan memahami pentingnya dukungan sosial bagi lansia, kita semua diharapkan mampu untuk memberikan partisipasi dalam pemberian dukungan sosial sesuai dengan kebutuhan lansia. Dengan pemberian dukungan yang bermakna maka para lansia akan dapat menikmati hari tua. Mereka dengan tenteram dan damai yang pada akhirnya tentu akan memberikan banyak manfaat bagi semua anggota keluarga yang lain (Kuntjoro, 2002).
b. Dukungan keluarga Keluarga menurut Departemen Kesehatan RI (1998) dalam Setiadi (2008) adalah unit terkecil dari masyarakat ayang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
24
Sedang menurut WHO (1969) dalam Setiadi (2008) keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Friedman (1998) dalam Setiadi (2008) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan, yaitu: 1) Dukungan informasional Keluarga berfungsi sebagai pemberi informasi tentang pengetahuan proses belajar, diantaranya mengenai cara belajar yang efektif, motivasi belajar, pelajaran sekolah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menahan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dukungan ini berupa nasehat, usulan saran, petunjuk dan pemberi informasi. 2) Dukungan penilaian Dapat berwujud pemberian penghargaan atau pemberian penilaian yang mendukung perilaku atau gagasan individu dalam bekerja maupun peran sosial yang meliputi pemberian umpan balik, informasi atau penguatan. 3) Dukungan instrumental Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan kongkrit, diantaranya dapat berwujud barang, pelayanan dukungan, keuangan dan menyediakan peralatan yang dibutuhkan. Memberi bantuan dan melaksanakan aktivitas, memberi peluang waktu, serta modifikasi lingkungan. 4) Dukungan emosional Merupakan dukungan yang diwujudkan dalam bentuk kelekatan, kepedulian, dan ungkapan simpati sehingga timbul keyakinan bahwa individu yang bersangkutan diperhatikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek dukungan keluarga terdiri dari dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional.
25
D. Kerangka Teori
A. Faktor Internal 1. Usia atau Umur 2. Jenis Kelamin 3. Tingkat Pendidikan 4. Motivasi 5. Kondisi Fisik
Kecemasan Pada Lanjut Usia
B. Faktor Eksternal 1. Dukungan Sosial - Kerekatan emosional - Integrasi social - Pengakuan - Ketergantungan yang dapat diandalkan - Bimbingan - Kesempatan untuk mengasuh 2. Dukungan Keluarga - Informasional - Penilaian - Instrumental - Emosional
Tanda dan gejala kecemasan sesuai dengan tingkat kecemasan menurut Stuart (2007): - Ringan - Sedang - Berat - Panik
Gambar 1: Kerangka Teori Sumber: Nugroho (2008); Friedman (1998); Kaplan and Sadock (1997); Stuart (2007); Kuntjoro (2002)
26
E. Kerangka Konsep Variabel independen
Faktor-faktor kecemasan: - Dukungan sosial - Dukungan keluarga - Jenis kelamin - Usia atau umur
Variabel dependen
Kecemasan Pada Lanjut Usia
F. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, dukungan sosial dan dukungan keluarga mempengaruhi terjadinya kecemasan pada lanjut usia di Panti Sosial Wredha Wening Wardoyo Ungaran.