3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Ekowisata
2.1.1 Pengertian Ekowisata Ekowisata didefinisikan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) dalam Fennel (1999) sebagai suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Ekowisata awalnya hanya dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan daerah tujuan wisata, budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Beberapa kalangan ahli dan organisasi mendefinisikan ekowisata dengan sudut pandang yang berbeda, yaitu: 1) Ekowisata merupakan suatu kegiatan pemanfaatan jasa keanekaragaman hayati tanpa mengganggu keanekaragaman hayati itu sendiri, sehingga dapat dijadikan alternatif pelestariannya (Muntasib 2007). 2) Ekowisata adalah kegiatan pengusahaan wisata yang dapat memberikan banyak manfaat, seperti sumber pendanaan bagi kawasan konservasi, perlindungan kawasan konservasi, alternatif sumber mata pencaharian masyarakat lokal, pilihan untuk mempromosikan konservasi dan dorongan upaya konservasi secara khusus (Hetzer 1995 dalam Page & Ross 2002). 3) Ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan mengikutsertakan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat melalui pengelolaan kelestarian ekologis, seperti menjamin hubungan antara komponen biotik dan abiotik (Australian Department of Tourism 1998 dalam Fennel 2002). Definisi ini menegaskan bahwa aspek yang terkait tidak hanya bisnis, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, alternative tourism atau special interest tourism dengan obyek dan daya tarik wisata alam. 4) Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan bertanggung jawab ke daerah yang masih alami dan relatif tidak terganggu untuk menikmati, mempelajari dan menghargai alam serta budaya didalamnya. Tujuan ekowisata adalah untuk mengkonservasi, meminimalisasi dampak negatif
4
terhadap alam dan memberikan kontribusi yang tinggi terhadap kelestarian lingkungan dan masyarakat lokal (Lascurain 1991 dalam Fennel 1999). 5) Ekowisata adalah suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan yang konservatif, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat (Ditjen Pariwisata 1995). 6) Ekowisata adalah bentuk wisata yang menitikberatkan pada obyek alami dan arkeologi, contohnya burung dan hidupan liar lain, tempat yang indah, terumbu karang, goa, situs fosil, situs arkeologi, lahan basah serta tempattempat dengan spesies flora dan fauna langka atau terancam punah (Kusler 1991 dalam Fennel 1999). Beeton (2000) menyatakan bahwa pengertian ekowisata dapat ditinjau dari tiga unsur utamanya, yaitu: 1) Nature-based Nature based berhubungan dengan flora dan fauna dari sebuah kawasan dan bisa diasosiasikan dengan lingkungan yang sudah dimodifikasi oleh manusia. Ekowisata hendaknya memberikan dampak sekecil mungkin terhadap alam (nature). Lillywhite dan Lillywhite (1990) dalam Wearing dan Neil (2000) mengategorikan beberapa karakteristik cara mengatasi dampak kecil ekowisata, yaitu melalui manajemen lokal, ketentuanketentuan dalam kualitas travel product dan pengalaman wisata, memberlakukan nilai-nilai budaya, pelatihan dengan penekanan, tanggung jawab terhadap sumberdaya alam dan budaya, serta integrasi antara pembangunan dan konservasi. 2) Educative Orang-orang umumnya menginginkan pengalaman berwisata ke lokasi yang menyediakan informasi yang dapat membantu mereka untuk memahami daerah yang mereka datangi. Ekowisata hendaknya dapat memberikan keterangan-keterangan penting tentang suatu kawasan. Ketersediaan
keterangan/informasi
pembelajaran bagi wisatawan. 3) Sustainable Management
tersebut
memberikan
peluang
5
Ekowisata dan wisata harus memelihara keberlanjutan lingkungan, sebagai bagian dari pertimbangan tanggung jawab ke arah kelestarian lingkungan dimasa yang akan datang. Sustainable management artinya mengatur tekanan fisik lingkungan seperti jumlah pengunjung dan perilakunya, caranya adalah dengan memperkenalkan pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan pengunjung terhadap lingkungan atau dengan menghemat penggunaan energi. 2.1.2 Prinsip Ekowisata Ekowisata mencerminkan tiga prinsip utama, yaitu prinsip konservasi, prinsip partisipasi masyarakat dan prinsip ekonomi (Page & Ross 2002). Ketiga prinsip tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Prinsip Konservasi Prinsip konservasi artinya memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen
terhadap
pelestarian
lingkungan
alam
dan
budaya,
melaksanakan kaidah-kaidah usaha yang bertanggung jawab dan ekonomi berkelanjutan. Prinsip konservasi alam memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian alam serta pembangunan yang mengikuti kaidah ekologis, sedangkan prinsip konservasi budaya adalah kepekaan dan penghormatan kepada nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat. 2) Prinsip Partisipasi Masyarakat Perencanaan dan pengembangan ekowisata harus melibatkan masyarakat setempat secara optimal. 3) Prinsip Ekonomi Pengembangan ekowisata dilaksanakan secara efisien, dimana dilakukan pengaturan
sumberdaya
alam
sehingga
pemanfaatannya
yang
berkelanjutan dapat mendukung generasi masa depan. Organisasi The Ecotourism Society dalam Fennel (1999) menjelaskan bahwa ada delapan prinsip ekowisata. Kedelapan prinsip tersebut adalah : 1) Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya
6
Pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat. 2) Pendidikan konservasi lingkungan Ekowisata mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam. 3) Pendapatan langsung untuk kawasan Ekowisata mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan conservation tax dapat digunakan
secara
langsung
untuk
membina,
melestarikan
dan
meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam. 4) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata, masyarakat diharapkan ikut secara aktif dalam kegiatan pengawasan. 5) Penghasilan masyarakat Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam. 6) Menjaga keharmonisan dengan alam Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam, apabila ada upaya disharmonis dengan alam akan merusak produk wisata ekologis. 7) Daya dukung lingkungan Lingkungan alam umumnya mempunyai daya dukung yang lebih rendah dibandingkan daya dukung kawasan buatan, meskipun permintaan sangat banyak, tetapi daya dukung menjadi faktor pembatas. 8) Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara
Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara atau negara bagian atau pemerintah daerah setempat. Hetzer (1995) dalam Fennel (1999) menjelaskan bahwa ekowisata sebagai konsep pariwisata yang didalamnya terdapat prinsip-prinsip, yaitu meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan, meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat lokal, memberikan kontribusi terhadap kelestarian kawasan dan
7
meningkatkan kepuasan pengunjung terhadap alam dan budaya. Muntasib (2007) menjelaskan lima hal penting yang mendasari kegiatan ekowisata, yaitu: 1) Perjalanan wisata yang bertanggung jawab, artinya semua pihak pelaku kegiatan ekowisata bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan dari kegiatan ekowisata terhadap lingkungan alam dan budaya. 2) Memperkecil dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan ekowisata terhadap lingkungan alam dan budaya setempat. 3) Melaksanakan studi dan penelitian yang mendalam mengenai berbagai aspek, termasuk daya dukung (carrying capacity) lingkungan, dampak yang akan ditimbulkan dan hasilnya. 4) Kegiatan ekowisata harus bisa memberikan dukungan terhadap usahausaha konservasi alam, secara moral maupun material. 5) Meningkatkan
pendapatan
masyarakat
setempat,
artinya
kegiatan
ekowisata harus melibatkan masyarakat setempat, mulai dari tahapan perencanaan, pembangunan dan implementasinya. Dengan demikian akan memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat setempat. 2.1.3 Tipologi Ekowisata Page dan Ross (2002) mengelompokkan empat tipe ekowisata, yaitu: 1) Self Reliant Ecotourism Ekowisata yang melibatkan individu atau kelompok kecil (± 10 orang) yang tidak atau menggunakan transportasi sangat sederhana (seperti berjalan kaki atau menggunakan perahu/sampan) untuk mengunjungi daerah yang relatif terpencil dan area yang masih alami. 2) Small Group Ecotourism Ekowisata yang melibatkan individu atau kelompok kecil (± 15 orang) yang menggunakan transportasi sederhana (seperti kapal kecil atau boat kecil) untuk mengunjungi suatu daerah minat khusus yang relatif masih sulit dijangkau. Tipe ini umumnya cocok untuk wisatawan semua umur dan tidak terlalu membutuhkan keahlian khusus untuk kegiatan di lapangan. 3) Popular Ecotourism Ekowisata yang melibatkan transportasi (seperti bus atau kapal boat besar) dan jumlah pengunjung yang banyak untuk mengunjungi daerah yang
8
terkenal pada suatu negara atau lokasi dengan daya tarik wisata yang populer dikalangan wisatawan. Tipe ini tidak membutuhkan kemampuan diri wisatawan yang tinggi karena tantangan di alam relatif lebih rendah. Namun tipe ini memungkinkan adanya kebutuhan sarana prasarana, infrastruktur dan pelayanan jasa, seperti pusat informasi pengunjung, penjual makanan dan minuman serta toilet. Tipe ini cocok untuk wisatawan segala usia. 4) Hard and Soft Ecotourism Hard ecotourism adalah tipe ekowisata yang ideal bagi wisatawan yang menyukai petualangan, sifatnya perorangan dan umumnya membutuhkan waktu yang lama bagi wisatawan untuk menikmati petualangan alam tersebut. Tipe ini cocok untuk wisatawan segala usia. Pesertanya adalah orang-orang dengan minat khusus dan mempunyai komitmen terhadap pelestarian lingkungan. Soft ecotourism adalah tipe ekowisata dengan melakukan perjalanan yang relatif singkat, interaksi dengan alam adalah salah satu dari beberapa komponen yang menjadi tujuan dalam pengalaman berwisata. Tipe ini bertempat di kawasan dengan sedikit berlatar alami, seperti di pusat taman interpretasi, melihat pemandangan di taman nasional yang telah difasilitasi dengan pelayanan dan jasa. 2.1.4 Potensi Ekowisata Yoeti (1997) mengartikan potensi ekowisata sebagai obyek ekowisata yang dapat dilihat, disaksikan, dilakukan atau dirasakan. Obyek tersebut dapat berupa: 1) Obyek yang berasal dari alam. Ciri-cirinya adalah dapat dilihat atau disaksikan secara bebas, seperti pemandangan alam, flora, fauna dan vegetasi hutan. 2) Hasil kebudayaan suatu bangsa yang dapat dilihat, disaksikan dan dipelajari, seperti monumen bersejarah, tempat-tempat budaya dan perayaan tradisional. Potensi wisata sangat berkaitan dengan ketersediaan sumberdaya alam dari satu tempat. Wearing dan Neil (2000) menyebutkan bahwa lingkungan alam adalah pusat dari ekowisata yang mempunyai fokus pada ciri-ciri fisik dan biologis. Obyek wisata merupakan sumberdaya yang berpotensi dan berdaya tarik
9
bagi wisatawan. Fennel (1999) menguraikan sumberdaya alam yang dapat dijadikan potensi wisata, yaitu: 1) Lokasi geografi, merupakan karakteristik wilayah untuk menentukan kondisi bersama variabel lainnya untuk tujuan penggunaan tertentu. 2) Iklim dan cuaca, ditentukan oleh ketinggian, kemiringan dan geologi yang merupakan faktor utama yang mempengaruhi kondisi fisik lingkungan, pembentukan tanah, vegetasi, hewan dan proses geomorfologi. 3) Topografi dan bentukan muka bumi. 4) Material permukaan bumi, seperti batuan, pasir, tanah dan mineral. 5) Air, merupakan tipe dan level dari rekreasi alam. 6) Vegetasi, memberikan pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kegiatan wisata. 2.2
Pengunjung Colvin (1991) dalam Gunn (1994) menggambarkan salah satu tipe
pengunjung ekowisata sebagai seorang “sains” (berilmu pengetahuan) dengan memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: 1) Kebutuhan yang mendalam akan pengalaman yang asli. 2) Mempertimbangkan pengalaman yang bermanfaat, baik manfaat secara pribadi maupun manfaat secara sosial. 3) Tidak menyukai perjalanan dengan kelompok tour dalam jumlah yang besar dalam sebuah program/acara wisata yang menantang. 4) Mencari tantangan yang membutuhkan kekuatan fisik dan mental. 5) Mengharapkan interaksi dengan kehidupan lokal dan mempelajari kebudayaan setempat. 6) Mudah menyesuaikan diri, seringkali lebih suka menggunakan akomodasi pedesaan. 7) Toleransi terhadap ketidaknyamanan. 8) Suka melibatkan diri, tidak berperilaku pasif. 9) Lebih suka membayar untuk ”pengalaman” daripada untuk ”kenyamanan”.
10
2.3
Pengembangan Ekowisata
2.3.1 Strategi Pengembangan Ekowisata Pengembangan adalah sebuah usaha perubahan yang dilakukan untuk meningkatkan keuntungan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Page dan Ross (2002) menyebutkan perencanaan untuk pengembangan ekowisata terletak pada sepuluh hal, yaitu : 1) Perencanaan ekowisata mengikutsertakan perlindungan lingkungan dan mengukur perencanaan penggunaan lahan. 2) Perencanaan ekowisata dilakukan melalui perawatan ekologis, cagar alam dan keanekaragaman biologi dan memastikan bahwa sumberdaya yang digunakan tetap terjaga kelestariannya. 3) Perencanaan ekologis dan lingkungan cenderung mendekati nilai-nilai yang berlaku di kalangan masyarakat setempat. 4) Memiliki ukuran-ukuran untuk mengevaluasi area-area alami. 5) Metode perencanaan ekowisata dan lingkungan dalam mengevaluasi atribut lingkungan untuk konservasi dan perlindungan di dalam suatu kerangka perencanaan ekowisata. 6) Konsep daya dukung tidak dapat dipisahkan dari berbagai macam biaya. 7) Pendekatan perencanaan ekowisata harus meliputi nilai sosial dan mengikutsertakan wisatawan dan masyarakat setempat. 8) Perencanaan ekowisata merupakan bagian dari suatu proses berkelanjutan yang berdasarkan pada suatu interaktif. 9) Perencanaan regional memberikan metode yang terbaik untuk mencapai keberhasilan strategi pengembangan ekowisata dan perlindungan terhadap lingkungan. 10) Untuk penetapan dari suatu kerangka perencanaan ekowisata untuk area alami yang dipilih didasarkan pada konsep pengembangan yang berkelanjutan, yaitu konservasi, perlindungan terhadap lingkungan dan mengikutsertakan wisatawan dan masyarakat setempat. Kawasan konservasi sebenarnya memiliki fungsi dan peranan ekonomi yang tinggi untuk dikembangkan, namun mengingat berbagai pemanfaatannya bersifat tidak nyata secara ekonomi maka seolah-olah kawasan konservasi tidak mempunyai nilai ekonomi. Pengembangan wisata tidak selalu identik dengan
11
pembangunan infrastruktur dan fasilitas yang mewah. Pengembangan wisata dapat dilakukan dengan modal seadanya asalkan sebuah wilayah memiliki kekayaan alam dan budaya yang masih terjaga keasliannya (Purwanto 2006). Purwanto (2006)
juga
menjelaskan
bahwa
pengembangan ekowisata
juga
harus
memperhatikan interkoneksi dengan wilayah tujuan wisata disekitarnya. Page dan Ross (2006) menyebutkan aspek-aspek utama dari strategi pengembangan ekowisata, yaitu mengidentifikasi sumberdaya, mengidentifikasi dan mengisi produk, menetapkan pintu gerbang regional dan menetapkan zona tujuan serta program utama. Keseluruhan aspek tersebut diperlukan untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang tertarik akan kegiatan ekowisata. 2.3.2 Prinsip Pengembangan Ekowisata Wearing dan Neil (2000) menyebutkan bahwa konservasi dan manajemen lestari sumberdaya alam merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan, pengembangan dan manajemen ekowisata. Muntasib et al. (2004) menuliskan ada tujuh prinsip dasar pengembangan ekowisata, yaitu: 1) Berhubungan/kontak langsung dengan alam (touch the nature). 2) Pengalaman yang bermanfaat, baik secara pribadi ataupun secara sosial. 3) Ekowisata bukan wisata masal. 4) Program-programnya
membuat
tantangan
fisik
dan
mental
bagi
wisatawan. 5) Interaksi dengan masyarakat dan belajar budaya setempat. 6) Adaptif atau sesuai dengan akomodasi pedesaan. 7) Pengalaman lebih utama dari kenyamanan. Perencanaan dan pengembangan ekowisata harus mempertimbangkan beberapa isu diawal tahap perencanaan. Wight (1993) dalam Gunn (1994) mengidentifikasi
beberapa
prinsip
pengembangan
ekowisata
yang
menggarisbawahi delapan hal, yaitu: 1) Tidak merusak sumberdaya dan harus dikembangkan dengan cara memperhatikan kepekaan lingkungan terhadap kerusakan. 2) Memberikan
pengalaman
tangan
pertama
berpartisipasi dan menambah pengalaman.
(first-hand),
mengajak
12
3) Memasukkan unsur pendidikan diantara para partisipan, baik itu komunitas lokal, pemerintah, non pemerintah, industri dan pengunjung (sebelum, selama dan setelah perjalanan). 4) Memberi pemahaman pada seluruh pihak bahwa nilai inti dari ekowisata bergantung pada nilai sumberdaya. 5) Memperhatikan kemampuan sumberdaya dan batasannya yang mampu mendukung manajemen orientasi suplai (supply-oriented management). 6) Mempromosikan dan memberikan pengertian kepada berbagai pihak untuk membina kerjasama, termasuk didalamnya pemerintah, non pemerintah, industri dan masyarakat lokal (sebelum dan selama pengembangan ekowisata). 7) Mengutamakan moral/etika, tanggung jawab serta perilaku berbagai pihak, terkait dengan perlakuan terhadap sumberdaya. 8) Memberikan manfaat jangka panjang terhadap sumberdaya, kelompok industri dan masyarakat lokal. Manfaat jangka panjang yang dimaksud dapat berupa manfaat konservasi, ilmu pengetahuan, sosial, budaya dan ekonomi. Yoeti (2000) mengemukakan tiga hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan sebuah kawasan sebagai tujuan wisata. Ketiga hal tersebut adalah: 1) Something to do, merupakan berbagai macam bentuk kegiatan yang dapat dilakukan pada satu obyek wisata. Contohnya adalah kegiatan hiking dan berkuda. 2) Something to see, merupakan semua pemandangan yang dapat dinikmati oleh pengunjung sebagai sarana hiburan bagi pengunjung. Contohnya melihat pemandangan matahari terbit dari puncak gunung. 3) Something to buy, merupakan kegiatan dengan membeli suatu barang atau souvenir sebagai tanda mata dari kawasan wisata yang dikunjungi. 2.4
Kawasan Suaka Alam Kawasan Suaka Alam merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu, baik
di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga
13
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan (PP 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam). Kawasan Suaka Alam terdiri dari Kawasan Suaka Margasatwa dan Kawasan Cagar Alam. Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya, sedangkan Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam bertujuan untuk mengusahakan kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan. Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dilakukan sesuai dengan fungsi kawasan, yaitu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya dan untuk pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan Suaka Alam dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata alam terbatas dan kegiatan penunjang budidaya. Wisata alam terbatas sebagaimana yang dimaksudkan dalam pemanfaatan Kawasan Suaka Margasatwa terbatas pada kegiatan mengunjungi, melihat dan menikmati keindahan alam dan perilaku satwa di dalam kawasan Suaka Margasatwa dengan persyaratan tertentu (diatur dalam keputusan Menteri Kehutanan).