Bab II: Tinjauan Pustaka
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Proyek Pembangunan Jaringan Pipa Gas Onshore Jaringan Pipa gas adalah sebuah infrastruktur yang dibangun untuk mengalirkan hydrocarbon dalam bentuk gas dari sumber gas menuju pengguna gas. Sumber gas tersebut dapat berupa sumur gas, fasilitas regasifikasi gas, fasilitas penampungan gas ataupun stasiun pengukur penurun tekanan gas. Sedangkan pengguna gas dapat berupa industry, pembangkit listrik, dan pengguna rumah tangga. Dalam pelaksanaannya, jaringan pipa gas tersebut akan menghubungkan daerah-daerah terpencil dimana gas itu berada dan kota-kota besar dimana gas tersebut akan dimanfaatkan. Seperti contoh, jaringan pipa gas transmisi South Sumatera – West Java menghubungkan sumber gas di Grissik, Jambi dan Pagardewa, Sumatera Selatan menuju ke Cilegon dan Bekasi di Jawa Bagian Barat. Pipa gas Transmisi ini terbentang sepanjang 2200 km melalui rute darat (onshore) dan rute laut (offshore). Konstruksi di kedua rute ini sangat berbeda metode pelaksanaan maupun permasalahan yang dihadapinya. Metode yang sering digunakan untuk rute onshore adalah metode open cut dan apabila akan melewati rintangan seperti jalan, sungai atau rel kereta atau fasilitas lainnya maka akan digunakan metode crossing baik itu auger crossing ataupun Horizontal Directional Drilling (HDD). Sedangkan untuk rute offshore mutlak memerlukan penggunaan Pipe Lay Barge (PLB) dengan berbagai ukuran tergantung kedalaman laut yang hendak dilalui. Selain rute, jaringan pipa gas juga dibagi menjadi jaringan pipa gas transmisi dan jaringan pipa gas distribusi. Jaringan pipa gas transmisi adalah jaringan pipa yang memiliki tekanan tinggi, berfungsi untuk menyalurkan gas dari sumber gas ke Offtake station, single line, memiliki right of way (ROW), tidak diberi zat pembau (odorant), dan pipa berdiameter besar. Sedangkan jaringan pipa distribusi adalah jaringan pipa yang memiliki tekanan menengah-rendah, berfungsi untuk menyalurkan gas dari offtake II-1
Bab II: Tinjauan Pustaka
station ke pengguna gas, multi line, tidak memiliki right of way (ROW), diberi zat pembau (odorant), dan pipa berdiameter variasi (2 s/d 12 inch).
Gambar 1. Sistem Jaringan Pipa Gas ("Natural Gas Pipeline System," 2002)
Proyek pembangunan jaringan pipa gas dimulai dengan fase perencanaan bisnis, perencanaan fasilitas, perencanaan proyek dan konstruksi. Pada fase perencanaan bisnis, peran project management belum secara langsung diperlukan. Namun setelah rencana bisnis tersebut disahkan untuk dilaksanakan, maka fungsi project management mutlak diperlukan. Dalam fase ini, project risk management mulai dilaksanakan.
II-2
Bab II: Tinjauan Pustaka
Gambar 2. Tahapan Pengambilan Keputusan Pelaksanaan Sebuah Investasi/Proyek
Risiko organizational akan banyak terdapat pada tahapan perencanaan fasilitas dan perencanaan proyek. Sedangkan risiko eksternal, risiko project management dan risiko teknikal akan banyak terdapat pada fase perencanaan proyek dan konstruksi. Tahapan perencanaan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Study Kelayakan / Feasibility Study (FS) : Studi ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan proyek tersebut dari aspek ekonomi, social, legal dan teknikal. Hasil dari FS ini akan membantu manajemen untuk menentukan apakah bisnis proposal tersebut dapat dilanjutkan ke tahapan berikutnya.
2.
Front End Engineering Design (FEED): adalah sebuah pendekatan menggunakan desain enjiniring untuk mengontrol pengeluaran proyek dan secara teliti merencanakan sebuah proyek sebelum masuknya penawaran resmi. FEED adalah basic engineering yang dilakukan setelah FS atau desain konseptual didapatkan. Desain FEED fokus pada persyaratan teknis termasuk juga estimasi biaya proyek secara kasar. FEED digunakan sebagai dasar untuk tender konstruksi (EPC, EPCI dll) dan sebagai desain basis (EPCengineer). Dalam tahapan ini akan ditentukan keperluan proyek secara teknikal seperti dimensi pipa, fasilitas pendukung, jalur pipa dll.
3.
Basic Design : dalam tahapan ini, FEED/desain basis akan dipertajam lagi sehingga detail keperluan teknis proyek dapat diketahui. Pada tahapan ini pula, Manajer Proyek akan menentukan paket pengadaan untuk proyek tersebut seperti konsultan perencana, konsultan pengawas, pengadaan pipa, pengadaan kontraktor, pengurusan izin jalur. Biaya proyek akan diestimasikan sehingga lebih presisi.
4.
Pelaksanaan Proyek : pelaksanaan proyek akan segera dilakukan setelah semua tahapan diselesaikan dengan tersedianya material proyek, izin
II-3
Bab II: Tinjauan Pustaka
pelaksanaan, konsultan yang terkait, kontraktor pelaksana dan anggaran proyek tersedia sesuai dengan kebutuhan. Tahapan konstruksi jaringan pipa gas adalah sebagai berikut: 1. Site Preparation 2. Hauling & Stringing 3. Excavation/Trenching 4. Welding 5. Non Destructive Test 6. Field Joint Coating 7. Holiday Test 8. Lowering & Backfilling 9. Pre-Commissioning a. Flooding, Cleaning and Gauging b. Hydrotesting c. Dewatering d. Swabbing and Drying e. Nitrogen Purging
II-4
Bab II: Tinjauan Pustaka
Gambar 3. Proses Pelaksanaan Konstruksi Jaringan Pipa Gas Onshore (Tobin, 2003)
2.2. Manajemen Risiko Manajemen Risiko adalah salah satu dari 10 Knowledge Areas didalam PMBOK 5th Edition. Manajemen Risiko Proyek adalah termasuk proses melakukan perencanaan manajemen risiko, identifikasi, analisis, perencanaan tindak lanjut dan pengendalian risiko dalam proyek. Tujuan dari manajemen risiko proyek adalah untuk meningkatkan kemungkinan dan dampak dari peluang (risiko positif) dan menurunkan kemungkinan dan dampak dari kendala (risiko negative). (PMBOK 5th Ed. 2013)
II-5
Bab II: Tinjauan Pustaka
Manajemen risiko mengenal tiga faktor, yaitu sebagai berikut : 1. Risk even status, yaitu merupakan kriteria nilai risiko atau sering disebut peringkat risiko, misal: high, significant, medium, dan low. 2. Risk probability, yaitu merupakan tingkat kemungkinan terjadinya suatu risiko, biasanya dinyatakan dalam persen (%). 3. Risk consequences, yaitu merupakan nilai pengaruhnya bila risiko tersebut benar-benar terjadi. Ukuran ini tergantung risikonya, bisa berupa rupiah, persen, waktu, banyaknya kejadian, dan lain-lain. Menurut PMBOK Guideline, proses pelaksanaan Manajemen Risiko Proyek adalah: 1. Perencanaan Risiko Proses mendefinisikan bagaimana cara melakukan aktifitas manajemen risiko pada suatu proyek. 2. Identifikasi Risiko Proses menentukan risiko-risiko yang memberikan pengaruh ke proyek dan mendokumentasikan karakteristik risiko-risiko tersebut. 3. Analisis Risiko secara Kualitatif Proses menentukan prioritas risiko untuk analisis dan tindakan lebih lanjut dengan menilai dan mengkombinasikan kemungkinan kemunculan dan dampak dari risiko-risiko tersebut. 4. Analisis Risiko secara Kuantitatif Proses analisis pengaruh dari risiko-risiko yang teridentifikasi secara numerik terhadap tujuan proyek secara keseluruhan. 5. Perencanaan Respon Risiko Proses pengembangan pilihan-pilihan dan tindakan untuk meningkatkan kesempatan dan mengurangi ancaman terhadap tujuan proyek.
II-6
Bab II: Tinjauan Pustaka
6. Kontrol Risiko Proses menerapkan perencanaan respon risiko, melacak risiko-risiko yang teridentifikasi, mengidentifikasi risiko-risiko baru, dan mengevaluasi efektifitas proses pelaksanaan manajemen risiko sepanjang proyek. Pada dasarnya, menurut PRM Handbook, manajemen risiko proyek termasuk bertanya dan menjawab beberapa pertanyaan sederhana : 1. Risiko-risiko apa yang mungkin secara negatif (ancaman) atau secara positif (kesempatan) mempengaruhi pencapaian proyek? (Identifikasi risiko) 2. Yang mana dari risiko-risiko tersebut yang paling penting? (Analisis risiko secara kualitatif) 3. Bagaimana risiko-risiko ini mempengaruhi hasil keseluruhan proyek dalam hal biaya dan waktu pelaksanaan? (Analisis risiko secara kuantitatif) 4. Apa yang dapat dilakukan terhadap hal tersebut? (Respon risiko) 5. Setelah mengambil tindakan, bagaimana respon terkait perubahan, dan dimana proyek sekarang berada menurut manajemen risiko? (Monitoring Risiko) 6. Siapa yang perlu tahu mengenai hal ini?
2.3. Risiko 2.3.1
Definisi
Risiko adalah sebuah kombinasi kesempatan dari suatu kejadian tertentu, dengan akibat yang mempengaruhi kejadian tersebut apabila [risiko] terjadi. Karena itu, risiko memiliki dua komponen – Kesempatan (Kemungkinan) untuk suatu kejadian terjadi dan Akibat (Konsekuensi) yang terkait dengan kejadian tersebut. Konsekuensi dari suatu kejadian mungkin diharapkan atau tidak diharapkan. Untuk itu sebuah persamaan yang dapat digunakan adalah: Risk = Probability x Consequence (Sayers et al 2002) atau Risiko = Kemungkinan x Konsekuensi II-7
Bab II: Tinjauan Pustaka
Project Management Institute (PMI) menyebutkan di dalam PMBOK Guide 5th Edition bahwa Risiko Proyek adalah ketidakpastian kejadian atau kondisi yang, bila terjadi, akan memberikan efek negative atau positive terhadap satu atau beberapa tujuan dari proyek tersebut seperti lingkup, jadwal, biaya dan kualitas. Disebutkan pula beberapa contoh yaitu keterlambatan dalam pengurusan izin-izin atau kesempatan untuk mendapatkan tambahan personil sehingga dapat ditugaskan kedalam proyek tersebut. Risiko merupakan suatu hal yang niscaya terjadi pada setiap proses pekerjaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan yang dimiliki oleh pelaksana pekerjaan tersebut. Keterbatasan itu dapat berupa informasi mengenai cuaca, kondisi ekonomi, kondisi geopolitik dan lain sebagainya. Yang memang kondisi tersebut diatas terpengaruh oleh keadaan lingkungan dimana proyek tersebut berada. Sehingga menganalisis risiko berarti secara tidak langsung juga menganalisis kemungkinan risiko itu terjadi dan mempersiapkan langkah atau tindakan yang tepat terhadap masing-masing risiko. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengelola risiko berbeda-beda sesuai dengan jenis risiko yang dihadapi. Di dalam Project Risk Management Handbook diuraikan sebagai berikut: 1. Untuk risiko negative adalah: a. Avoid : risiko dihindari dengan melakukan perubahan rencana proyek untuk menghilangkan risiko atau untuk melindungi tujuan proyek (waktu, biaya, lingkup dan kualitas) dari dampak yang muncul. Dapat dilakukan dengan mengubah ruang lingkup pekerjaan, menambah waktu atau menambah sumber daya. b. Transfer : Transfer risiko adalah mengalihkan risiko yang dihadapi ke pihak ketiga. Biasanya diikuti dengan biaya yang mahal. Transfer risiko hanya dapat berguna jika risiko dialihkan ke pihak lain yang memang ahli di bidang tersebut. c. Mitigate : Mitigasi risiko adalah mengurangi kemungkinan dan atau dampak dari sebuah risiko sampai batas yang dapat diterima. Melakukan mitigasi risiko lebih awal akan lebih bermanfaat daripada melakukan tindakan perbaikan
II-8
Bab II: Tinjauan Pustaka
2. Untuk risiko positif adalah: a. Exploit : kesempatan ini diharapkan agar terjadi, sehingga dilakukan upya-upaya agar meminimalkan ketidakpastian terkait kesempatan ini. b. Share : memberikan sebagian kepemilikan terhadap kesempatan yang ada kepada pihak ketiga yang lebih berkompeten menangani jenis kesempatan tersebut. c. Enhance : dengan meningkatkan kemungkinan dan dampak positif dari sebuah kesempatan agar terjadi dan dengan mengidentifikasi dan memaksimalkan faktor pemicu kesempatan tersebut. 3. Untuk kondisi ancaman dan kesempatan adalah dengan strategi Acceptance, yaitu menerima risiko tersebut. Strategi ini dilakukan karena tidak dimungkinkan untuk menghindari risiko tersebut atau biaya untuk menghindari risiko tersebut tidak dijamin oleh pentingnya risiko tersebut. Ketika manajer proyek memutuskan untuk menerima risiko tersebut, tidak perlu dilakukan perubahan rencapa proyek atau mengidentifikasi tindakan yang diperlukan jika terjadi namun cukup menerima risiko tersebut ketika risiko tersebut terjadi. Ada dua macam acceptance yang dilakukan yaitu: o
Active Acceptance : menyediakan sumberdaya yang disebut Contingency baik berupa waktu, biaya ataupun sumberdaya. Contingency plan hanya akan dilaksanakan bila faktor pemicu (triggers) muncul.
o
Passive Acceptance : tidak mempersiapkan apapun kecuali menerima risiko dan dampaknya. Namun dilakukan perbaikan setelah risiko tersebut terjadi atau disebut juga implementing recovery plan. Kegiatan ini biasa disebut workaround.
2.3.2
Analisis Risiko
Analisis risiko merupakan bagian dari aktivitas analisis untuk mengidentifikasi suatu risiko terhadap dampak dan kemungkinannya untuk terjadi. Analisis risiko dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif adalah proses prioritisasi risiko dengan memperkirakan tingkat kemungkinan untuk terjadi dan tingkat dampaknya. Sedangkan analisis
II-9
Bab II: Tinjauan Pustaka
kuantitatif adalah proses analisis menggunakan pendekatan numerikal dalam menganalisis efek dari risiko yang teridentifikasi. (PMBOK 2013)
2.3.3
Analisis Kualitatif
Analisis risiko adalah kombinasi analisis kemungkinan/kecenderungan suatu risiko akan terjadi dan analisis mengenai dampak yang muncul akibat terjadinya risiko tersebut. Probabilitas risiko akan diperkirakan dengan menggunakan data historikal atau pendapat ahli di lapangan dan dampak akibat risiko tersebut diperkirakan dengan menggunakan pengalaman ahli di lapangan melalui metode rapat dan wawancara dimana penjelasan mengenai detail dan dasar yang diambil untuk perkiraan tersebut akan didokumentasikan (PMBOK). Risiko proyek dapat dibagi menjadi risiko berulang dan risiko tidak berulang. Risiko berulang adalah risiko yang berulang secara regular, sehingga dimungkinkan ada data statistic yang tersedia, seperti seberapa besar kemungkinan terjadinya cuaca buruk dan berapa hari akan terbuang akibat cuaca buruk tersebut. Dengan risiko berulang dapat dianalisis secara objektif, maka risiko tidak berulang membutuhkan analisis subjektif karena tidak tersedianya dukungan data historikal (Bangsgaard 2010). 2.3.3.1 Matriks Probabilitas dan Dampak Risiko dapat disusun prioritasnya lebih lanjut untuk analisis kuantitatif dan perencanaan risk response berdasarkan nilai risiko tersebut. Penilaian diberikan ke setiap risiko berdasarkan probabilitas dan dampak tiap-tiap risiko. Evaluasi tingkat kepentingan dan prioritas tiap-tiap risiko biasanya dilakukan menggunakan tabel rujukan atau matriks probabilitas dan dampak.((PMI), 2013)
II-10
Bab II: Tinjauan Pustaka
Tabel 2. Matriks Probabilitas dan Dampak
Dengan menggunakan matriks diatas maka dapat ditentukan nilai masingmasing risiko. Skor risiko yang didapatkan akan membantu menentukan tingkat prioritas masing-masing proyek. Untuk risiko yang berada di area gelap akan membutuhkan prioritas tindakan dan respon yang cepat. Baik untuk ancaman ataupun kesempatan. 2.3.4
Analisis Kuantitatif Analisis risiko Kuantitatif adalah cara numerik dalam memperkirakan probabilitas bahwa proyek akan memenuhi target biaya dan waktu. Analisis kuantitatif adalah analisis berdasarkan evaluasi secara simultan terhadap semua risiko yang telah teridentifikasi dan terukur. Hasilnya adalah distribusi probabilitas biaya dan tanggal penyelesaian proyek berdasarkan risiko yang teridentifikasi dalam proyek. Simulasi analisis risiko secara kuantitatif dimulai dengan model proyek dan, salah satu diantara, jadwal ataupun estimasi biaya proyek, tergantung tujuannya. Tingkat ketidakpastian dari setiap jadwal kegiatan atau setiap elemen biaya diwakili oleh distribusi probabilitas. Distribusi probabilitas biasanya ditentukan dengan menentukan nilai optimis, yang paling mungkin dan pesimis dari kegiatan atau elemen biaya. Hal ini biasanya disebut “3 point estimates”. Nilai “3 point estimates” biasanya diperkirakan oleh tim proyek atau II-11
Bab II: Tinjauan Pustaka
Subject matter Expert yang berfokus ke tiap kegiatan atau elemen biaya secara satu persatu.(Caltrans, 2012) 2.3.4.1 Teknik Analisis & Pemodelan (PMBOK) Beberapa teknik yang umum dipergunakan adalah: 2.3.4.1.1
Sensitivity Analysis Analisis sensitifitas membantu dalam menetukan risiko mana yang paling berpotensi untuk mempengaruhi proyek. Analisis ini membantu untuk memahami bagaimana perubahan tujuan proyek terkorelasi dengan perubahan pada ketidakpastian lainnya. Dan sebaliknya, analisis ini menguji sampai sejauh mana ketidakpastian pada suatu proyek mempengaruhi tujuan yang ditinjau ketika semua ketidakpastian elemen lain dijaga di kondisi awal. Salah satu bentuk yang dapat ditampilkan dari analisis sensitifitas adalah Diagram Tornado, yang mana berguna untuk membandingkan hubungan kepentingan dan dampak dari variabel yang memiliki ketidakpastian yang tinggi terhadap variabel lain yang lebih stabil.
Gambar 4. Diagram Tornado ((PMI), 2013)
II-12
Bab II: Tinjauan Pustaka
2.3.4.1.2
Expected Monetary Value Analysis Analisis expected monetary value (EVM) adalah konsep statistic yang menghitung hasil rata-rata ketika tinjauan masa depan termasuk scenario terjadi atau tidak terjadi. EMV kesempatan biasanya ditunjukkan dengan nilai positif sedangkan EMV ancaman dengan nilai negative. EMV pada proyek dihitung dengan mengalikan harga setiap kemungkinan hasil dengan probabilitas terjadinyanya dan menambahkan produknya. EMV biasanya menggunakan analisis Decision Tree.
Gambar 5. Diagram Decision Tree ((PMI), 2013)
2.3.4.1.3
Modeling & Simulation Simulasi proyek menggunakan sebuah model yang menterjemahkan detail tertentu dari ketidakpastian proyek menjadi dampak potensial dari tujuan proyek. Simulasi biasanya menggunakan teknik Monte Carlo. Dalam sebuah simulasi, model proyek dihitung berulang-ulang kali (iterasi) II-13
Bab II: Tinjauan Pustaka
dengan nilai input (estimasi biaya atau durasi kegiatan) dipilih secara acak untuk setiap iterasi dari distribusi probabilitas variabel-variavel tersebut. Sebuah histogram akan dihasilkan dari sebuah iterasi.
Gambar 6. Cost Risk Simulation Result
Secara sederhana, perbedaan antara analisis risiko secara kualitatif dan kuantitatif dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Perbandingan Analisis Risiko Kualitatif vs Kuantitatif
Kualitatif Risk Level
Kuantitatif Project Level
Untuk mengevaluasi probabilitas Estimasi probabilitas waktu dan dan dampak
biaya
Dilakukan dengan cepat dan Membutuhkan waktu yang panjang mudah
II-14
Bab II: Tinjauan Pustaka
Tidak memerlukan special tools
Sangat
mungkin
membutuhkan
special tools
2.4. Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode penelitian menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP) karena merupakan salah satu multi criteria decision making tools yang sudah digunakan lebih dari 30 tahun, dapat diaplikasikan di banyak permasalahan, mudah untuk digunakan dan memiliki alat control yaitu konsistensi index. Analytic Hierarchy Process adalah sebuah metode pengambilan keputusan yang diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an. Dari Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. (Syaifullah, 2010) 2.4.1
Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process (AHP)
Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain : 1. Decomposition Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur – unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur – unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada II-15
Bab II: Tinjauan Pustaka
tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki complete. Bentuk struktur dekomposisi yakni : Tingkat pertama : Tujuan keputusan (Goal) Tingkat kedua
: Kriteria – kriteria
Tingkat ketiga
: Alternatif – alternatif
Gambar 7a. Struktur Hierarki I
Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu. Dalam hirarki diatas, diperlihatkan kriteria-kriteria dimunculkan untuk menentukan pilihan alternative yang akan diambil. Sedangkan untuk permasalahan dimana yang diperlukan adalah peringkat dari risiko, maka yang dibandingkan adalah risiko-risiko tersebut. Sehingga akan didapatkan peringkat diantara masing-masing risiko.
II-16
Bab II: Tinjauan Pustaka
Gambar 8b. Struktur Hierarki II
2. Comparative Judgement Comparative judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen – elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menujukkan tingkatan paling tinggi (extreme importance). 3. Synthesis of Priority Synthesis of priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur – unsur pengambilan keputusan. 4. Logical Consistency Logical consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagresikan seluruh eigen vector yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan. 2.4.2
Penyusunan Prioritas
II-17
Bab II: Tinjauan Pustaka
Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui bobot relatifnya satu sama lain. Tujuan adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan pihak – pihak yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hirarki atau sistem secara keseluruhan. Langkah pertama dilakukan dalam menentukan prioritas kriteria adalah menyusun perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk analisis numerik. Misalkan terhadap sub sistem hirarki dengan kriteria “Eksternal” dan sejumlah n alternatif dibawahnya, X i sampai X n . Perbandingan antar alternatif untuk sub sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matris n x n, seperti pada dibawah ini.
Tabel 4. Matriks Perbandingan Berpasangan (Pair-wise Comparison)
Eksternal
E1
E2
……..
En
E1
e 11
e 12
……..
e 1n
E2
e 21
e 22
……..
e 2n
……..
……..
……..
……..
……..
Em
e m1
e m2
……..
e mn
Nilai e 11 adalah nilai perbandingan elemen E 1 (baris) terhadap E 1 (kolom) yang menyatakan hubungan : 1.
Seberapa jauh tingkat kepentingan E 1 (baris) terhadap kriteria Eksternal dibandingkan dengan E 1 (kolom) atau
2.
Seberapa jauh dominasi E 1 (baris) terhadap E 1 (kolom) atau
II-18
Bab II: Tinjauan Pustaka
3.
Seberapa banyak sifat kriteria Eksternal terdapat pada E 1 (baris) dibandingkan dengan E 1 (kolom).
Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel berikut ini : Tabel 5. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan (Pair-wise Comparison)
Skala/Rating 1 3 5 7 9 2,4,6,8
Definisi Sama-sama berpengaruh Risiko yang satu sedikit lebih berpengaruh dibanding yang lain Risiko yang satu lebih berpengaruh dibanding yang lain Risiko yang satu jauh lebih berpengaruh dibanding yang lain Risiko yang satu sangat lebih berpengaruh dibanding yang lain dan menggambarkan dominasi terhadap risiko lainnya Nilai-nilai antara dua skala yang berdekatan
Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan ataupun memperkirakan kemungkinan dari suatu hal/peristiwa yang dihadapi. Penilaian tersebut akan dibentuk kedalam matriks berpasangan pada setiap level hirarki. Contoh Pair – Wise Comparison Matrix pada suatu level of hierarchy, yaitu :
K A= L M
K L M 1 1/3 5 3 1 7 1/5 1/7 1
Gambar 9. Matrix Pair-wise Comparison
Membacanya/membandingkannya, dari kiri ke kanan. Jika K dibandingkan dengan L, maka L jauh lebih berpengaruh daripada K dengan nilai judgement sebesar 3. Dengan demikian pada baris 1 kolom 2 diisi dengan kebalikan dari 3 yakni 1/3. Jika K dibandingkan dengan M, maka K sangat lebih berpengaruh daripada M dengan nilai judgement sebesar 5. Jadi baris 1 kolom 3 diisi dengan 5, dan seterusnya. 2.4.3
Eigen value dan Eigen vector
II-19
Bab II: Tinjauan Pustaka
Dari (Teknomo) dijelaskan bahwa Eigen vector dari matriks yang diperoleh disebut juga Priority vectors. Priority Vectors ini menunjukkan tingkat kepentingan dari masingmasing risk event terhadap risk event lainnya terkait dengan tujuan penelitian. Perhitungan priority vectors/eigen vector ini adalah dengan langkah sebagai berikut: 1. Setelah kita mendapatkan data dari pair-wise comparison, lalu kita susun dalam bentuk matriks.
K A= L M
K L M 1 1/3 5 3 1 7 1/5 1/7 1
2. Lalu, kita jumlahkan tiap kolom dalam matriks tersebut.
K A= L M sum
K L 1 1/3 3 1 1/5 1/7
M 5 7 1
21/5 31/21
13
3. Setelah itu, kita bagi setiap elemen matriks dengan jumlah (sum) tiap kolom, dan kita dapatkan bobot relative ternormalisasi. Jumlah tiap kolom adalah 1.
K
L
M
K 5/21 7/31 5/13 A = L 15/21 21/31 7/13 M 1/21 3/31 1/13 sum
1
1
1
Nilai Eigen vector ternormalisasi dapat diperoleh dengan mengambil nilai ratarata dari tiap baris.
II-20
Bab II: Tinjauan Pustaka
5/21 + 7/31 + 5/13 0.2828 1/3 A= 15/21 + 21/31 + 7/13 = 0.6434 0.0738 1/21 + 3/31 + 1/13
Priority
vectors
menunjukkan
bobot
relative
diantara
3
item
yang
diperbandingkan yang menunjukkan prioritas dari ketiga item tersebut. Dari contoh diatas diperoleh bobot item L sebesar 64.34%, K sebesar 28.28% dan item M sebesar 7.38%. 2.4.4
Uji konsistensi Setelah mendapatkan prioritas maka selanjutnya diperlukan uji konsistensi. Uji
konsistensi diperlukan karena AHP menggunakan persepsi dari pakar sebagai input maka sangat dimungkinkan terjadinya inkonsistensi akibat keterbatasan para pakar tersebut menyatakan persepsinya secara konsisten saat membandingkan berbagai events. Dua alat untuk mengukur konsistensi ini adalah dengan menggunakan Consistensy Index (CI) dan Consistency Ratio (CR). Saaty menyatakan sebuah persamaan bahwa untuk matriks resiprokal yang konsisten, eigen value terbesar sama dengan ukuran dari matriks perbandingan, atau λ max = n. dan formula Consistency
Index adalah
𝐶𝐶𝐶𝐶 =
λ max − 𝑛𝑛 𝑛𝑛 − 1
CI
= Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (Consistency Index)
λ max
= Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n
n
= Orde matriks
Apabila CI bernilai 0 maka matriks perbandingan tersebut akan dianggap konsisten. Adapun batas ke-tidakkonsistensi-an (inconsistency) yang ditetapkan adalah dengan menggunakan Consistency Ratio (CR) yaitu perbandingan antara Consistency Index (CI) dengan Random Index (RI) yang didapatkan Saaty dari percobaan dimana secara acak membuat matriks resiprokal dengan menggunakan skala 1/9, 1/8, ….,1,…8,9 dan menghasilkan Random Consistency Index (RI) untuk II-21
Bab II: Tinjauan Pustaka
melihat apakah nilainya sekitar 10% atau kurang. Random Consistency Index (RI) rata-rata dari 500 sampel matriks ditunjukkan pada table berikut ini: (Teknomo)
Tabel 6. Tabel Random Index
N
1
RI
2
0
0
3
4
0.58
5
0.9
1.12
6
1.24
7
1.32
8
1.41
9
1.45
10
1.49
Dan, formula untuk Consistency Ratio, merupakan perbandingan antara Consistency Index dan Random Consistency Index adalah 𝐶𝐶𝐶𝐶 =
CI
𝑅𝑅𝑅𝑅
Salah satu metode perhitungan yang lebih sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode nth root.(Coyle, 2004) Setelah matriks perbandingan sudah diisi, maka langkah berikutnya adalah mencari nilai rata-rata geometri dari tiap baris. Dan berikutnya dengan mencari nilai eigen vector dengan cara membagi nilai baris nth terhadap total (0.293/5.024 = 0.058).
A A B C D total
B
1 3 9 5
C
1/3 1 1 1
nth root of product of values 0.293 1.316 2.279 1.136 5.024
D
1/9 1 1 1/3
1/5 1 3 1
eigen vector
0.058 0.262 0.454 0.226 1.000
Langkah berikutnya adalah menghitung λ max dengan pertama-tama mengalikan
eigen vector dengan nilai dari tiap matriks dalam satu baris. 1
1
1
c/. 1𝑥𝑥0.058 + 𝑥𝑥 0.262 + 𝑥𝑥 0.454 + 𝑥𝑥 0.226 = 0.240 3
9
5
II-22
Bab II: Tinjauan Pustaka
Berikutnya sampai semua baris memiliki nilai vector baru, dan kita bisa mendapatkan λ max dengan membagi nilai vector baru tersebut dengan nilai eigen
vektornya (c/
0.240 0.058
= 4.137) dan dilanjutkan pada berikutnya sehingga rata-rata dari
keempat λ max tersebut adalah λ max yang akan digunakan untuk menghitung CI.
Jika nilai CR lebih kecil dari nilai yang ditetapkan, maka bobot yang dihasilkan
dianggap valid dan konsisten. Sedangkan, jika nilai CR lebih besar dari yang ditetapkan maka matriks tersebut dianggap tidak konsisten dan tidak digunakan untuk analisis berikutnya.(Wong & Heng, 2006) Namun, dijelaskan lebih lanjut bahwa untuk nilai CR sampai dengan 20% masih berada dalam batas toleransi (Medley, 1993). Menurut Saaty, nilai CR yang dapat diterima adalah kurang dari 10%, walaupun nilai CR kurang dari 20% masih dapat diterima. Ini dapat diberikan untuk matriks yang kompleks dan AHP dilaksanakan oleh sebuah group discussion. Tabel 7. Random & Cut-off Consistency Index (Medley, 1993)
3 Consistency index from Randomly Generated matrices, n = 500 Saaty's cut off Consistency Acceptable (10%) Tolerable (20%)
4
5
Size of Matrix 6 7
8
9
10
0.58
0.9
1.12
1.24
1.32
1.41
1.45
1.49
0.058 0.116
0.09 0.18
0.112 0.224
0.124 0.248
0.132 0.264
0.141 0.282
0.145 0.29
0.149 0.298
Salah satu permasalahan yang terdapat didalam metode AHP ini adalah sulitnya menghasilkan analisis data yang konsisten dikarenakan skala linier yang ditetapkan Saaty menghasilkan bobot local, yang tidak terbagi secara merata, sehingga kurang sensitive dalam membandingkan 2 komponen, yang lebih dimungkinkan saling mendekat.(Franek & Kresta, 2014) Berikut ini adalah tabel skala penilaian yang telah digunakan oleh banyak ahli untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas.
II-23
Bab II: Tinjauan Pustaka
Gambar 10. Judgement Scales Used in AHP (Franek & Kresta, 2014)
Dan dari beberapa metode skala penilaian tersebut, disebutkan bahwa untuk analisis dengan mengutamakan prioritas dari beberapa variance/komponen maka skala yang tepat untuk dipakai adalah skala Power dan Geometry. (Franek & Kresta, 2014) Dalam penentuan peringkat menggunakan AHP yang dilaksanakan oleh sebuah kelompok/grup, maka penentuan peringkat secara final dilakukan dengan cara perhitungan rata-rata geometri (geometry average). (Teknomo)
II-24