BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Teori Agensi Jensen dkk (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak di mana satu atau lebih orang (prinsipal) menggunakan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa pekerjaan atas nama prinsipal yang
melibatkan
pendelegasian
wewenang
kepada
agen
untuk
pengambilan keputusan. Teori ini berpendapat bahwa setiap individu baik itu prinsipal maupun agen memiliki kepentingan yang berbeda satu sama lain. Prinsipal berkepentingan untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas perusahaan yang selalu meningkat, sedangkan agen berkepentingan untuk pemenuhan kebutuhannya sendiri baik itu secara ekonomi maupun psikologis (Nuha dkk, 2014). Hal tersebut yang biasanya dapat memicu suatu konflik kepentingan antara prinsipal dan agen yang biasa disebut konflik keagenan. Jensen dan Meckling (1976) meneliti mengenai hubungan antara Corporate Governance dan kinerja perusahaan, penelitian itu meneliti tentang struktur kepemilikan perusahaan dengan menggunakan 3 teori, yaitu theory of agency, theory of property cost, dan theory of finance. Penelitian tersebut menemukan bahwa kepemilikan manajer memberikan kesimpulan
bahwa
mereka
mengurangi
12
insentif
mereka
demi
13
meningkatkan nilai perusahaan karena ketika nilai perusahaan mengalami penurunan maka biaya agensi (Agency cost) akan meningkat. Agency cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal sebagai biaya pengawasan terhadap agen, pengeluaran yang mengikat oleh agen, dan adanya residual loss. Terdapat satu kondisi dimana tidak adanya biaya agensi adalah ketika manajer perusahaan memiliki 100% modal perusahaan (Al-Amarneh, 2014). Menurut Eisenhardt (1989) terdapat tiga asumsi sifat manusia dalam teori agensi, yaitu: a. Manusia mementingkan diri sendiri (self interest), b. Terbatasnya daya pikir yang dimiliki manusia mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan c. Manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Asumsi sifat dasar manusia tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa konflik agensi yang terjadi antara manajer dan pemegang saham timbul dikarenakan manusia akan bertindak opportunistic, yaitu dengan lebih mengutamakan kepentingan pribadinya. Aset dan sumber daya yang dimiliki perusahaan seharusnya dikelola bersama-sama antara pemilik (prinsipal) atau pemegang saham dan manajemen internal (agen) perusahaan demi meningkatkan nilai perusahaan dan mensejahterakan semua stakeholder perusahaan dengan meningkatkan akuntabilitas, efisiensi penggunaan sumber daya dan transparansi dalam pelaksanaan administrasi. Demi mengurangi terjadinya
14
konflik agensi, sistem Good Corporate Governance (GCG) muncul dengan memberikan petunjuk dan prinsip untuk menyatukan perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajer perusahaan (El-Chaarani, 2014). GCG merupakan suatu mekanisme pengelolaan yang didasarkan pada teori keagenan. Mekanisme GCG diharapkan mampu memberikan kepercayaan terhadap agen dalam mengelola kekayaan prinsipal sehingga prinsipal menjadi lebih yakin bahwa agen tidak akan melakukan sesuatu kecurangan untuk kesejahteraan agen secara pribadi (Anggit dkk, 2014). 2. Good Corporate Governance (GCG) Forum For Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan struktur perusahaan (Respati dkk, 2014). Pedoman draft Good Corporate Governance Perbankan Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada 9 Januari 2013 disebutkan bahwa Good Corporate Governance (GCG) mengandung lima prinsip utama yaitu, a. Keterbukaan (transparency) Transparansi mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan penyediaan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,
15
akurat, dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan dan masyarakat. Transparansi diperlukan agar bank menjalankan bisnis secara objektif, profesional, dan melindungi kepentingan konsumen. Prinsip transparansi dalam penelitian ini menggunakan proksi ketepatan pelaporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan karena ketepatan pelaporan keuangan merupakan bentuk adanya keterbukaan informasi yang diberikan perusahaan kepada stakeholder serta masyarakat. b. Akuntabilitas (accountability) Akuntabilitas
mengandung
unsur
kejelasan
fungsi
dalam
organisasi dan cara mempertanggungjawabkannya. Bank sebagai lembaga dan pejabat yang memiliki kewenangan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan akuntabel. Bank harus dikelola secara sehat, terukur dan professional dengan memperhatikan kepentingan pemegang saham, nasabah, dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Prinsip akuntabilitas dalam penelitian ini pada perbankan
konvensional
menggunakan
proksi
jumlah
penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pada perbankan syariah menggunakan jumlah penyelenggaraan Rapat Dewan Pengawas Syariah (RDPS) karena RUPS dan RDPS merupakan
salah
satu
sarana
dalam
memberikan
16
pertanggungjawaban kepada para stakeholder khususnya para pemegang saham perusahaan. c. Tanggung jawab (responsibility) Responsibilitas mengandung unsur kepatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan dan ketentuan internal bank serta tanggung jawab bank terhadap masyarakat dan lingkungan. Responsibilitas diperlukan agar dapat menjamin terpeliharanya kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai warga korporasi yang baik atau dikenal dengan good corporate citizen. Prinsip responsibilitas dalam penelitian ini menggunakan proksi jumlah gaji dan tunjangan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk diberikan kepada seluruh karyawan perusahaan, karena gaji dan tunjangan termasuk kewajiban perusahaan untuk memberikan hak kepada para karyawan dan memenuhi peraturan perundangundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memberikan gaji dan tunjangan yang sesuai dengan aturan yang berlaku. d. Independensi (independency) Independensi mengandung unsur kemandirian dari dominasi pihak lain dan objektifitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Berhubungan dengan asas independensi, Bank harus dikelola secara independen agar masing‐masing organ perusahaan beserta seluruh jajaran dibawahnya tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun yang dapat mempengaruhi
17
obyektivitas dan profesionalisme dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Prinsip independensi dalam penelitian ini menggunakan proksi jumlah komite audit perusahaan dikarenakan salah satu tugas komite audit adalah melakukan audit internal atas kinerja perusahaan, sehingga dengan adanya komite audit yang ada dalam perusahaan dapat menjaga independensi perusahaan dan mencegah saling mendominasi antar bagian yang ada pada internal perusahaan. e. Kewajaran dan Kesetaraan (fairness) Kewajaran dan kesetaraan mengandung unsur perlakuan yang adil dan kesempatan yang sama sesuai dengan proporsinya. Bank dalam melaksanakan kegiatannya harus senantiasa memperhatikan kepentingan stakeholder seperti pemegang saham, konsumen dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan dari masing‐masing pihak yang bersangkutan. Prinsip kewajaran dan kesetaraan dalam penelitian ini menggunakan proksi rasio jumlah dewan komisaris independen dikarenakan salah satu tugas dewan komisaris independen adalah menjadi penengah antara stakeholer perusahaan khususnya antara pemegang saham dan manajemen internal perusahaan yang bertujuan untuk memberikan kewajaran serta keadilan bagi keduanya.
18
Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
8/14/PBI/2006
tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi Bank Umum serta Surat Edaran Nomor 9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum. Bank berkewajiban untuk melaksanakan prinsipprinsip GCG dalam setiap aktivitas usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) juga sudah mensyaratkan keberadaan komisaris independen dan komite audit bagi semua perusahaan publik (Respati dkk, 2014). Menurut Uwuigbe dkk (2012), Good Corporate Governance (GCG) adalah bagaimana suatu perusahaan membangun kredibilitas, memastikan transparansi, dan akuntabilitas serta mempertahankan keterbukaan informasi yang akan mendorong kinerja keuangan perusahaan yang lebih baik. Arun dkk (2002) menjelaskan bahwa sifat khusus dari perbankan tidak hanya membutuhkan pandangan yang luas mengenai tata kelola perusahaan, tetapi juga intervensi pemerintah untuk menahan perilaku manajemen bank. Sifat unik dari perusahaan perbankan, baik di negara maju atau berkembang, mensyaratkan bahwa pandangan yang luas dari tata kelola perusahaan perbankan yang merangkum seluruh pemegang saham dan stakeholder lainnya.
19
3. Entitas Perbankan Konvensional dan Syariah Pengertian bank terdapat pada pasal 1 UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkanya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. SK Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 792 tahun 1990 memberikan pengertian bank yaitu merupakan suatu badan yang kegiatannya dibidang keuangan melakukan penghimpunan dana dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Tugas dan fungsi bank adalah membantu pemerintah dalam hal mengatur, menjaga, dan memelihara stabilitas nilai Rupiah, mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna peningkatan taraf hidup masyarakat luas. Bank merupakan suatu badan yang bergerak di bidang keuangan, yang memiliki tiga kegiatan utama yaitu : a. Menghimpun dana dari masyarakat b. Menyalurkan dana c. Memberikan jasa-jasa bank lainya Secara lebih spesifik fungsi bank dapat sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of services. a. Agent of Trust Dasar utama dalam kegiatan suatu perbankan adalah kepercayaan atau trust, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran
20
dana. Masyarakat akan bersedia untuk menitipkan uangnya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan. b. Agent of Development Kegiatan bank sebagai penghimpun dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Hal tersebut memungkinkan masyarakat untuk melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, dimana semua kegiatan itu berkaitan dengan penggunaan uang. c. Agent of Service Selain melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat.
Jasa-jasa
tersebut
berkaitan
dengan
kegiatan
perekonomian masyarakat secara umum. Keberadaan bank syariah di tengah-tengah perbankan konvensional adalah guna menawarkan sistem perbankan alternatif bagi masyarakat yang membutuhkan layanan jasa perbankan tanpa harus khawatir atas persoalan bunga (riba) yang hal ini dilarang dalam ajaran agama Islam. Bank syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip syariah Islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis yang terkait. Secara operasional bank syariah mempunyai sedikit perbedaan dengan bank-bank konvensional lainnya, namun dalam beberapa hal seperti pengukuran kesehatan dan pengukuran kinerja bank tetap mengacu
21
kepada Undang-undang RI No.7 Tahun 1992 tentang perbankan, pasal 29 menyebutkan beberapa ketentuan sebagai berikut: a. Pembinaan dan pengawasan Bank dilakukan oleh Bank Indonesia. b. Bank Indonesia menetapkan ketentuan Kesehatan/kinerja bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. c. Bank wajib memelihara kesehatan Bank sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Pemberlakuan UU No.10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan telah memberi kesempatan luas untuk pengembangan jaringan perbankan syariah. Pemberlakuan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, menegaskan bahwa Bank Indonesia mempersiapkan perangkat peraturan dan fasilitas penunjang yang mendukung operasional bank syariah. Kedua undang-undang tersebut menjadi dasar hukum penerapan dual banking system di Indonesia. Dual Banking system yang dimaksud adalah terselenggaranya dua sistem perbankan (konvensional dan syariah) secara berdampingan, yang pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Arifin (2002) prinsip utama yang diikuti oleh bank syariah adalah:
22
a. Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk tradisi. b. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan pendapatan dan keuntungan yang sah (revenue sharing atau profit sharing). c. Memberikan zakat sebagai salah satu instrumen dalam perhitungan pembagian keuntungan dan laporan keuangan. Bank syariah dalam operasionalnya tetap mengadopsi pola pengoperasian dan prosedur dari bank konvensional selama hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Jika terdapat pola pengoperasian yang bertentangan, maka bank syariah akan membentuk prosedur pengoperasian tersendiri guna menyesuaikan aktivitas perbankan mereka. Bank syariah dalam rangka melakukan penyimpanan dan pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lain harus menggunakan aturan perjanjian Islam dengan nasabahnya. Bank syariah menggunakan prinsip syariah sebagai berikut: a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah) b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah) c. Prinsip
jual
beli
barang dengan
memperoleh
keuntungan
(murabahah) d. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah)
23
e. Pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) Bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berfungsi untuk memberikan masukan (advise) kepada perbankan Syariah guna memastikan bahwa bank tidak lagi terlibat dalam unsur-unsur yang tidak disetujui oleh syariah Islam (Faisol, 2007). Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, tugas dan tanggung jawab DPS adalah: a. Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman
operasional dan produk yang dikeluarkan Bank. b. Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank agar sesuai
dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (MUI) c. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia (MUI) untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya. d. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan Prinsip Syariah
terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank e. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan
kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
24
4. Kinerja Keuangan Perbankan Kinerja merupakan hal yang sangat penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan, karena kinerja merupakan suatu gambaran yang memperlihatkan kondisi dari suatu perusahaan, sehingga dapat diketahui baik buruknya serta kuat lemahnya kondisi suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja pada periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan dapat secara optimal, efektif, dan efisien dalam menghadapi perubahan kondisi perekonomian yang fluktuatif. Laba atau profitabilitas merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Informasi mengenai laba dapat mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan dan target operasi yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan diatas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Bagi investor, informasi mengenai kinerja perusahaan dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi mereka di perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain. Pengukuran juga dilakukan untuk memperlihatkan kepada penanam modal maupun pelanggan atau masyarakat secara umum bahwa perusahaan memiliki kredibilitas dan reputasi yang baik (Munawir, 1995) Faisol (2007) mengutarakan umumnya berbagai rasio yang dihitung untuk menilai kinerja keuangan suatu bank dikelompokkan ke dalam tiga tipe dasar:
25
a. Rasio Likuiditas, yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendeknya atau kewajiban yang telah jatuh tempo. b. Rasio Profitabilitas / Rentabilitas, yaitu alat untuk menganalisa atau mengukur tingkat efesiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh Bank yang bersangkutan. Rasio-rasio dalam kategori ini dapat pula
digunakan
untuk
mengukur tingkat
kesehatan
bank.
Perhitungan rasio-rasio rentabilitas ini biasanya dicari hubungan timbal balik antar pos yang terdapat pada laporan laba-rugi bank dengan pos-pos pada neraca bank guna memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat efesiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan. c. Rasio Solvabilitas, yaitu digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya, atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya jika terjadi likuiditasi Bank. Rasio ini juga digunakan untuk mengetahui perbandingan antara volume (jumlah) dana yang diperoleh dari berbagai hutang (jangka pendek dan jangka panjang) serta sumbersumber lain diluar modal bank sendiri dengan volume penanaman dana tersebut pada berbagai jenis aktiva yang dimiliki bank.
26
B. Penelitian Terdahulu El-Chaarani
(2014)
melakukan
penelitian
mengenai
dampak
implementasi corporate governance terhadap kinerja perbankan yang ada di Lebanon pada tahun 2006-2010 dengan sampel 40 bank. Corporate governance di teliti dengan menggunakan proksi ukuran dewan, dewan komisaris independen, CEO duality, struktur kepemilikan, dan kepemilikan manajemen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan, sedangkan CEO duality berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah mengungkap dampak yang positif mengenai kepemilikan manajemen terhadap return bank yang ada di Lebanon yang mengindikasikan banyak saham yang dimiliki oleh karyawan internal perusahaan sehingga kinerja perusahaan menjadi lebih baik. Ahmad dkk (2014) melakukan penelitian mengenai eksplorasi Corporate Governance dan keterkaitannya dengan kinerja keuangan pada perbankan di Pakistan. Pada penelitian ini variabel corporate governance di teliti dengan menggunakan proksi ukuran dan komposisi dewan yang ada pada perusahaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan ukuran dan komposisi dewan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perbankan, dengan ukuran dan komposisi dewan yang tepat entitas perbankan diharapkan kinerjanya dapat meningkat. Rogers (2008) melakukan penelitian terkait dengan corporate governance dan kinerja keuangan pada perbankan komersial di Uganda.
27
Kinerja keuangan dalam penelitian ini menggunakan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio – CAR), kualitas aset, earnings, dan likuiditas. Corporate governance dijabarkan menggunakan transparansi keuangan, trust, dan
disclosure.
Penelitian
ini
memberikan
hasil
bahwa
keterbukaan/transparansi dan reliabilitas laporan keuangan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perbankan. Disclosure resiko kredit memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja keuangan yang berarti ketika resiko kredit mengalami penurunan maka kualitas kinerja keuangan bank akan meningkat, sebaliknya ketika resiko kredit mengalami peningkatan maka kinerja keuangan perbankan akan turun. Wulandari (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh indikator mekanisme corporate governance terhadap kinerja perusahaan publik di Indonesia. Kinerja perusahaan pada penelitian ini menggunakan Tobin’s Q sebagai alat untuk menguji kinerja perusahaan. Corporate governance melakukan pengukuran menggunakan jumlah dewan direksi, proporsi dewan komisaris independen, debt to equity, dan kepemilikan institusional. Sampel yang digunakan terdapat 91 perusahaan publik yang tercatat pada Bursa Efek Jakarta pada tahun 2000-2002. Penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme pada corporate governance internal, hanya debt to equity yang signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, sedangkan jumlah dewan direktur, proporsi dewan komisaris independen tidak signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Indikator mekanisme corporate
28
governance eksternal kepemilikan institusional tidak signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Rambo (2013) melakukan penelitian menganai pengaruh antara aturan corporate governance yang dikeluarkan oleh lembaga pengatur pasar modal terhadap kinerja keuangan entitas perbankan komersial yang ada di Kenya. Corporate governance dilihat dengan menggunakan jumlah dewan, jumlah direksi eksekutif, cost of board maintenance, proporsi direksi wanita, dan jumlah komite audit perusahaan. Kinerja keuangan dalam penelitian ini menggunakan Return On Equity (ROE). Hasil dari penelitian ini adalah bank yang listing dan tidak listing di pasar modal tidak memiliki pengaruh dengan proporsi dewan eksekutif dan non eksekutif, komposisi gender wanita, cost of board maintenance, komite audit, dan frekuensi pengungkapan keuangan terhadap kinerja keuangan perbankan. Respati dkk (2014) melakukan penelitian dengan topik penyususnan indeks tata kelola perbankan dan pengaruhnya terhadap kinerja perbankan Indonesia. Kinerja perbankan di Indonesia diukur dengan menggunakan Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan Net Profit Margin (NPM). Good corporate governance (GCG) dinilai dengan menggunakan acuan indeks tata kelola perbankan yang dibuat dan diolah oleh peneliti dengan acuan dari Pedoman Umum GCG Indonesia tahun 2006 dan 2012, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum, berdasarkan Corporate Governance Perception Index (CGPI) yang diselenggarakan oleh Indonesia Institute for Corporate
29
Governance (IICG), berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek GCG pada Badan Usaha Milik Negara. Penelitiann ini menggunakan sampel sebanyak 30 perusahaan perbankan yang Go Publik di Bursa Efek Indonesia yang diketahui bahwa ratarata implementasi GCG pada Perbankan di Indonesia sebesar 89 yang berarti hampir semua perbankan yang telah Go Publik telah melaksanakan GCG di perusahaan mereka masing-masing. Hasil dari penelitian ini tidak terdapat pengaruh antara pelaksanaan GCG terhadap kinerja perbankan. Namun arah yang positif mengindikasikan bahwa semakin baik pelaksanaan tata kelola perbankan akan mengarah pada kinerja yang lebih baik pula. Patel dkk (2002) melakukan penelitian dengan tema “Measuring Transparency and Disclosure at Firm Level in Emerging Markets”. Corporate governance dilihat dari sisi transparency dan disclosure dari laporan keuangan perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perusahaan yang ada di Asia memiliki tingkat transparency dan disclosure yang lebih baik ketika sedang dilanda krisis daripada perusahaan yang ada di Amerika latin, Eropa, dan Timur Tengah. Shen dkk (2009) melakukan penelitian dengan judul “Firm Profitability, State Ownership, and Top Management Turnover at The Listed Firms in China: A Behavioral Perspective”. Penelitian ini menguji antara pengaruh antara
profitabilitas
perusahaan,
kepemilikan
institusional,
dan
top
management turnover terhadap evaluasi kinerja perusahaan. Penelitian ini memberikan 3 hasil. Pertama, Top management turnover mempunyai dampak
30
positif terhadap profitabilitas perusahaan ketika tidak ada target kerja. Kedua, Top management turnover mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas perusahaan ketika sebagian pemegang sahamnya bukan pemerintah, dan sebaliknya Top management turnover mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas perusahaan ketika sebagian pemegang sahamnya dipegang pemerintah. Ketiga, Profitabilitas perusahaan dan kepemilikan pemerintah tidak ada kaitannya dengan top management turnover ketika berada dibawah target kerja. Thanh Tu dkk (2014) melakukan penelitian dengan menguji hubungan antara corporate governance dan kinerja keuangan perusahaan dengan studi kasus pada sektor perbankan yang ada di Vietnam. Kinerja keuangan dalam penelitian ini diproksikan dengan Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE). Corporate governance yang diproksikan dengan total aset, leverage ratio, komposisi pemegang saham, jumlah dewan direksi, disclosure dan transparency, serta auditing. Hasil dari penelitian ini adalah corporate governance mempunyai pengaruh positif terhadap bank performance. Jumlah RUPS, jumlah dewan direksi, dan disclosure memiliki hubungan dengan ROA & ROE. Al-Amarneh (2014)
melakukan penelitian mengenai
corporate
governance, struktur kepemilikan, kinerja perbankan di Jordan yang go publik pada tahun 2000-2012. Kinerja perbankan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Asset (ROA) dan Operating Efficiency Ratio. Penelitian ini memberikan hasil bahwa struktur kepemilikan asing berpengaruh positif secara
31
signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Jumlah dewan yang ada di perusahaan juga menunjukkan hasil yang positif terhadap profitabilitas. Penelitian ini berkesimpulan bahwa corporate governance sangat penting untuk di implementasikan pada sektor perbankan dan penting untuk menjaga hubungan antara investor dan stakeholder terkait.
C. Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Ketepatan waktu pelaporan keuangan terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Konvensional dan Syariah Transparansi mempunyai peran yang penting dalam pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) perusahaan. Sandeep (2002) menjelaskan bahwa dengan transparansi akan mengurangi asimetri informasi keuangan yang terjadi antara manajemen perusahaan dan para stakeholder terkait. Pada penelitian ini transparansi dikaitkan dengan pembahasan mengenai ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan kepada publik. Penelitian Pervan dkk (2010) meneliti mengenai regulasi dalam pelaporan keuangan pada perusahaan yang ada di Eropa Barat. Hasil penelitiannya mendukung statement yang mengharuskan perusahaan mentaati waktu pelaporan keuangan kepada stakeholder demi menjaga ketersediaan informasi sehingga indikator kinerja keuangan perusahaan otomatis akan ikut naik akibat kepercayaan stakeholder yang meningkat seiring naiknya transparansi perusahaan dalam pelaporan keuangannya.
32
Penelitian lain menurut Owusu-Ansah (2000) yang meneliti mengenai ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan go publik di Zimbabwe. Hasil penelitian tersebut mendukung bahwa perusahaan yang lebih tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangannya lebih dapat beradaptasi dengan perubahan kondisi perekonomian suatu negara, yang pada akhirnya juga berpengaruh kepada kinerja keuangan jangka panjang suatu perusahaan. Pelaporan laporan keuangan yang tepat waktu akan berpengaruh meningkatkan kineja keuangan karena dengan pelaporan keuangan yang tepat waktu menandakan tingkat transparansi kepada stakeholder tinggi dan menaikkan nilai dari perusahaan itu sendiri, sebaliknya ketika pelaporan keuangan mengalami keterlambatan maka akan berpotensi menurunkan kinerja keuangan perusahaan. Penelitian Sulistyanto dkk (2013) yang meneliti mengenai perbedaan ketepatan waktu internet financial reporting pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga menyebutkan bahwa perusahaan yang memiliki kinerja yang baik akan menyampaikan laporan keuangan perusahaannya secara tepat waktu, salah satu cara yaitu melalui website perusahaannya. Waktu pelaporan yang tepat mengindikasikan tidak adanya informasi negatif yang ditutup-tutupi oleh perusahaan terkait kinerjanya. H1: Ketepatan waktu pelaporan keuangan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perbankan konvensional dan syariah
33
2. Pengaruh Jumlah Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Rapat Dewan Pengawas Syariah (RDPS) terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Konvensional dan Syariah Akuntabilitas merupakan salah satu prinsip yang digunakan dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada perusahaan. Akuntabilitas juga menjadi salah satu alat yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh perusahaan memperhatikan kepentingan para stakeholder perusahaan (Rambo, 2013). Mengukur akuntabilitas sendiri dalam penelitian ini menggunakan ukuran dari jumlah RUPS yang pernah diselenggarakan perusahaan dalam satu periode pelaporan keuangan. Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Thanh Tu dkk (2014) telah meneliti penerapan Good Corporate Governance (GCG) terhadap kinerja keuangan perbankan Vietnam. Penelitian tersebut mengatakan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara pengungkapan dewan direksi, investor, dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terhadap kinerja keuangan perusahaan. H2: Jumlah penyelenggaraan RUPS berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perbankan konvensional dan syariah 3. Pengaruh Jumlah Beban Gaji dan Tunjangan Karyawan terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Konvensional dan Syariah Bentuk responsibilitas dari perusahaan kepada para karyawan salah satunya adalah dalam bentuk pembayaran gaji dan tunjangan pekerjaan. Tunjangan pekerjaan dapat berwujud tunjangan hari raya, tunjangan
34
kesehatan, tunjangan makan dan minum, tunjangan transportasi, dan sebagainya. Jumlah gaji serta tunjangan-tunjangan tersebut diharapkan dapat memotivasi karyawan dalam bekerja sehingga akan meningkatkan produktivitas dan kinerja perusahaan. Penelitian Hansen dkk (1992) juga mendukung bahwa semakin tinggi komitmen seseorang terhadap tugasnya maka akan semakin tinggi kinerja yang akan dihasilkan, yang menuju pada tingkat penilaian yang semakin tinggi. Salah satu cara untuk meningkatkan komitmen karyawan terhadap tugas atau pekerjaannya adalah dengan menggunakan pendekatan gaji dan tunjangan kerja. Kadji (2008) melakukan penelitian mengenai kompensasi dan motivasi kerja terhadap kinerja pelayanan lembaga sektor publik di Gorontalo, yang menghasilkan kesimpulan bahwa kompensasi seperti besaran gaji dan tunjangan serta motivasi kerja yang tinggi juga akan meningkatkan kinerja pelayanan lembaga sektor publik. Disimpulkan bahwa kompensasi dan motivasi kerja sangat berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja suatu perusahaan atau lembaga. H3: Beban gaji dan tunjangan karyawan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perbankan konvensional dan syariah 4. Pengaruh Jumlah Komite Audit Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Konvensional dan Syariah Independensi perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya agar sesuai dengan kaidah yang berlaku diperlukan suatu pihak yang
35
mengawasi, salah satunya yaitu dengan keberadaan komite audit di internal perusahaan. Komite Audit merupakan suatu komite yang bertugas melakukan audit internal suatu perusahaan (Farida dkk, 2014). Menurut penelitian Putri dkk (2014) komite audit mempunyai peran yang penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan, menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya Good Corporate Governance (GCG). Farida dkk (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh penerapan good corporate governance terhadap kinerja keuangan yang di mediasi oleh earnings management pada perbankan di Indonesia. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa jumlah dan ukuran komite audit perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap earnings management, namun memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan di Indonesia. Penelian Hapsoro (2008) tentang pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kinerja perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), juga menghasilkan kesimpulan bahwa variabel jumlah komite audit perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Semakin banyak jumlah komite audit yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan memberikan perlindungan dan kontrol yang lebih baik terhadap akuntansi dan keuangan sehingga pada akhirnya akan memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kinerja keuangan perusahaan.
36
H4: Jumlah komite audit perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perbankan konvensional dan syariah 5. Pengaruh Rasio Jumlah Dewan komisaris independen Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Konvensional dan Syariah Prinsip kewajaran dan kesetaraan dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada perusahaan dapat diukur dengan rasio jumlah dewan komisaris independen perusahaan. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 mendefinisikan komisaris independen sebagai anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan dengan bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Keberadaan dewan komisaris independen dalam suatu perusahaan sangat vital sebagai penengah antara para manajer dan pemegang saham perusahaan yang bertujuan memberikan kewajaran serta keadilan bagi keduanya. Penelitian Farida dkk (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh penerapan good corporate governance terhadap kinerja keuangan yang di mediasi oleh earnings management pada perbankan di Indonesia. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa rasio jumlah dewan komisaris independen perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap earning management, namun memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan di Indonesia.
37
Penelitian Ahmad dkk (2014) melakukan penelitian dengan topik pengaruh good corporate governance terhadap kinerja keuangan perbankan yang ada di Pakistan. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa rasio dewan komisaris independen yang ada pada perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Perusahaan dengan komposisi atau rasio jumlah dewan komisaris independen yang efektif, maka juga akan mendorong kinerja keuangan perusahaan. Penelitian Amyulianthy dkk (2012) tentang pengaruh struktur corporate governance terhadap kinerja keuangan perusahaan publik Indonesia menghasilkan kesimpulan bahwa rasio jumlah dewan komisaris independen perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. H5: Rasio jumlah dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perbankan Konvensional dan syariah
38
D. Kerangka Teoritis Penelitian ini menguji antara pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Good Corporate Governance (GCG) menggunakan proksi ketepatan waktu pelaporan keuangan, jumlah penyelenggaraan RUPS bagi perbankan konvensional dan Rapat Dewan Pengawas Syariah (RDPS) bagi perbankan syariah, jumlah beban gaji dan tunjangan karyawan, jumlah komite audit, dan rasio dewan komisaris independen sebagai variabel independen. Kinerja keuangan perbankan menggunakan proksi Non Performing Loan (NPL) dan Net Profit Margin (NPM) sebagai variabel dependen. Variabel Independen Waktu Pelaporan Keuangan Perusahaan Penyelengaraan RUPS, RDPS Good Corporate Governance (GCG)
Beban Gaji dan Tunjangan Karyawan Perusahaan
Komite Audit
Rasio Komisaris Independen Perusahaan
Variabel Dependen
H1 (+)
H2 (+)
H3 (+)
H4 (+)
H5 (+)
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis
Kinerja Keuangan Perusahaan (NPM & NPL, NPF)
39