BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Lansia 1. Pengertian lansia Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirakan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini dan memasuki selanjutnya yaitu usia lanjut kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya tentu telah siap menrima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya (Darmojo, 2004). 2. Proses Menua Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, seperti kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semangkin memburuk, gerakan lambat, dan gerakan tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008). Menurut constantides (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara ilmiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.
6
7
3. Batasan Lanjut Usia Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Mubarak dan Iqbal, W (2006), Batasan lanjut usia meliputi : a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. b. Lanjut usia (elderly) usia antara 60 sampai 70 tahun. c. Lanjut usia tua (old) usia antara 75 sampai 90 tahun. d. Usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun 4. Teori penuaan Menurut Guraalnik, dkk dalam Tamher (2009) Para perencana dan pengambilan keputusan menaruh perhatian pada aspek lanjut usia yang sehat dan sakit-sakitan mengingat usia yang panjang, tetapi sakit-sakitan akan menguras banyak sumber daya dan akan mengganggu aktifitas sehari-hari lansia. Indeks aktifitas sehari-hari menurut Katz, dapat diprediksi berapa usia harapan hidup aktif pada suatu masyarakat. Dari berbagai studi disimpulkan bahwa dari status fungsional aktifitas sehatihari terkait erat bukan hanya dengan usia, tetapi juga dengan penyakit. Keterbatasan gerak menyebabkan utama gangguan aktifitas hidup keseharian (activity of daily living-ADL) dan IADL (ADL intrumen). 5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia. Menurut nugroho (2000), perubahan yang terjadi pada lansia adalah : a. Perubahan atau kemunduran biologi 1) Kulit menjadi tipis, kering, keriput dan tidak elastic lagi. Fungsi kulit sebagai penyakit suhu tubuh lingkungan dan mencegah kuman-kuman penyakit masuk. 2) Rambut mulai rontok, berwarna putih, kering dan tidak mengkilat. 3) Gigi mulai habis. 4) Penglihatan dan pendengaran berkurang. 5) Mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah. 6) Keterampilan tubuh menghilang disana-sini terdapa timbunan lemak terutama pada bagian pinggul dan perut.
8
7) Jumlah sel otot berkurang mengalami atrofi sementara jumlah jaringan ikat bertambah, volume otot secara keseluruhan menyusut, fungsinya menurun dan kekuatannya berkurang. 8) Pembuluh darah penting khususnya yang terletak dijantung dan otak mengalami kekakuan lapisan intim menjadi kasr akibat merokok, hipertensi, diabetes mellitus, kadar kolesterol tinggi dan lain-lain yang memudahkan timbulnya pengumpulan darah dan thrombosis. 9) Tulang pada proses menua kadar kapur (kalsium) menurun akibatnya tulang menjadi keropos dan mudah patah. b. Perubahan atau kemunduran kemampuan kognitif 1) Mudah lupa karena ingatan tidak berfungsi dengan baik. 2) Ingatan kepada hal-hal dimasa muda lebih baik dari pada yang terjadi pada masa tuanya yang pertama dilupakan adalah namanama 3) Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang atau tempat juga mundur, erat hubungannya dengan daya ingatan yang sudah mundur dan juga karena pandangan yang sudah menyempit 4) Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman skor yang dicapai dalam test-test intelegentsi menjadi lebih rendah sehingga lansia tidak mudah untuk menerima hal-hal yang baru. c. Perubahan-perubahan psikososial 1) Pension, nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya selain itu identitas pension dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan 2) Merasakan atau sadar akan kematian. 3) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak yang lebih sempit. 4) Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan. 5) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga.
9
6) Hilangnya kemampuan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.
B. Dukungan Keluarga 1. Pengertian keluarga Menurut Marilyn M. Friedman (2003) yang menyatakan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dimana individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Duval dan Logan (1986) menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga (Ferry, 2009). 2. . Ciri-ciri keluarga Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton dalam (Setiadi, 2008) ciri-ciri keluarga dibagi beberapa macam : a.
Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
b.
Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.
b.
Keluarga mempunyai suatu system tata nama (Nomen Clatur) termasuk perhitungan garis keturunan.
c.
Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggotaanggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
d.
Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah tangga.
3. Struktur keluarga Struktur
keluarga
menggambarkan
bagaimana
keluarga
melaksanakan fungsi keluarga dimasyarakat. Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam (Setiadi, 2008) diantaranya adalah :
10
a. Patrilineal Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah. b. Matrilineal Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu. c. Matrilokal Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri. d. Patrilokal Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami. e. Keluarga kawin Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri. 4. Fungsi keluarga Menurut Friedman (2003) fungsi keluarga meliputi : a. Fungsi efektif adalah fungsi keluarga yang utama mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. b. Fungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat berlatih anak untuk kehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. c. Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga. d. Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga
mengembangkan
secara
ekonomi
dan
kemampuan
individu
dalam
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
tempat
untuk
meningkatkan
11
e. Fungsi perawatan dan pemeliharan kesehatan adalah fungsi untuk mempertahankan keaadan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Ada tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggota keluarganya menurut Effendy (1998) dalam Setiadi (2008), yaitu : a. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga. b. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anggota keluarga agar kesehatan selalu terpelihara. c. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan 5. Pengertian dukungan keluarga Menurut Cohen & Syme (1996) Dukungan sosial adalah sesuatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Setiadi, 2008). Dukungan keluarga merupakan suatu strategi intervensi preventif yang paling baik dalam membantu anggota keluarga mengakses dukungan sosial yang belum digali untuk suatu strategi bantuan yang bertujuan untuk meningkatkan dukungan keluarga yang adekuat. Dukungan keluarga mengacu pada dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses untuk keluarga misalnya dukungan bisa atau tidak digunakan, tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman, 2003). Dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sebagai koping keluarga, baik dukungan keluarga yang eksternal maupun internal. Dukungan dari keluarga bertujuan untuk membagi beban, juga memberi dukungan informasional (Friedman, 2003). Dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antar keluarga dengan lingkungan sosialnya, ketiga dimensi interaksi dukungan keluarga tersebut bersifat reproksitas (timbal balik atau sifat dan frekuensi
12
hubungan timbal balik), umpan balik (kualitas dan kualitas komunikasi) dan keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan sosial. Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggota keluarganya dan merupakan pelaku aktif dalam memodifikasi dan mengadaptasi komunitas hubungan personal untuk mencapai keadaan berubah (Friedman, 2003). 6. Jenis Dukungan Keluarga Jenis dukungan keluarga terdiri dari empat jenis atau dimensi dukungan menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008) antara lain : a. Dukungan emosional Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi yang meliputi ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap lansia b. Dukungan penghargaan (penilaian) Keluarga
bertindak
sebagai
bimbingan
umpan
balik,
membimbing dan menengahi pemecahan dan sebagai sumber dan validator identitas anggota. Terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk lansia, dorongan maju, atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif pada lansia. c. Dukungan instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit yang mencakup bantuan seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu, modifikasi lingkungan maupun menolong dengan pekerjaan waktu mengalami stres. d. Dukungan informatif Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia yang mencakup dengan memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, sarana-sarana atau umpan balik. Bentuk dukungan yang diberikan oleh keluarga adalah
13
dorongan semangat, pemberian nasehat atau mengawasi tentang pola makan sehari-hari dan pengobatan. Dukungan keluarga juga merupakan
perasaan
individu
yang
mendapat
perhatian,
disenangi, dihargai dan termasuk bagian dari masyarakat (Friedman, 2003). 7. Ciri-ciri bentuk dukungan keluarga Menurut House Smet
(1994) dikutip oleh Setiadi (2008) setiap
bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain : 1. Informative, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalanpersoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama. 2. Perhatian Emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati, dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya. 3. Bantuan Instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolonga secara langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain. 4. Bantuan Penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan
14
dukungan sosial keluarga maka penilaian sangat membantu adalah penilaian yang positif. 8. Sumber dukungan keluarga Menurut Rook & Dooley, Kuntjoro (2002) dalam Tamher (2009), ada dua sumber dukungan keluarga yaitu sumber natural dan sumber artificial. Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada disekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat) teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non formal sementara itu dukungan keluarga artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. Sehingga sumber dukungan keluarga natural memiliki berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan keluarga artifisial perbedaan tersebut terletak pada : a. Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan. b. Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan. c. Sumber dukungan keluarga yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar. d. Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki keragaman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam. e. Sumber dukungan keluarga natural terbebas dari bebas dan label psikologis.
15
9. Manfaat dukungan keluarga Menurut friedman (2003) dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan. Sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahapan siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal sebagai akibatnya. Hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.
C. Kemandirian Lansia 1. Pengertian Menurut mu’tadin (2002), kemandirian mengandung pengertian yaitu suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan. Fungsi kemandirian pada lansia mengandung pengertian yaitu kemampuan yang dimiliki oleh lansia untuk tidak bergantung pada orang lain dalam melakukan aktivitasnya, semuanya dilakukan sendiri dengan keputusan sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhannya (Alimul, 2004). Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas hidup. Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas Kehidupan Seharihari (AKS) menurut Setiati (2000) dikutip oleh Ratna (2004) ada 2 yaitu AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar meliputi kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil,dan mandi. Sedangkan AKS instrumental meliputi aktivitas yang komplek seperti memasak, mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan uang. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian orang lanjut usia Meliputi faktor kondisi kesehatan, faktor kondisi ekonomi, dan faktor kondisi sosial :
16
a) Kondisi Kesehatan Lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah mereka yang secara fisik dan psikis memiliki kesehatan yang cukup prima. Prosentase yang paling tinggi adalah mereka yang mempunyai kesehatan baik. Dengan kesehatan yang baik mereka bisa melakukan aktivitas apa saja dalam kehidupannya sehari-hari seperti : mengurus dirinya sendiri, bekerja dan rekreasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Setiati (2000) bahwa kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan sehingga dapat melakukan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS). AKS ada 2 yaitu AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar meliputi kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil,dan mandi. Sedangkan AKS instrumental meliputi aktivitas yang komplek seperti memasak, mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan uang. Sedangkan pada lanjut usia dengan kesehatan sedang cenderung tidak mandiri. Hal ini disebabkan karena kondisi kesehatan mereka baik fisik maupun psikis yang kadang-kadang sakit atau mengalami gangguan, sehingga aktivitas sehari-hari tidak semuanya dapat dilakukan sendiri. Pada beberapa kegiatan mereka memerlukan bantuan orang lain, misalnya mengerjakan pekerjaan yang berat atau mengambil keputusan. Orang lanjut usia dengan kondisi kesehatan baik dapat melakukan aktivitas apa saja sedangkan yang memiliki kondisi kesehatan sedang cenderung memilih aktivitas yang memerlukan sedikit kegiatan fisik. Untuk mengerjakan beberapa aktivitas fisik dan psikis yang berat mereka memerlukan pertongan dari orang lain.. Dampak dari menurunnya kondisi kesehatan seseorang secara bertahap dalam ketidak mampuan secara fisik mereka hanya tertarik pada kegiatan yang memerlukan sedikit tenaga dan kegiatan fisik (Hurlock, 1994).
17
b) Kondisi Ekonomi Lanjut usia yang mandiri pada kondisi ekonomi sedang karena mereka dapat menyesuaikan kembali dengan kondisi yang mereka alami
sekarang.
Misalnya
perubahan
gaya
hidup.
Dengan
berkurangnya pendapatan setelah pensiun , mereka dengan terpaksa harus menghentikan atau mengurangi kegiatan yang dianggap menghamburkan uang (Hurlock, 2002). Pekerjaan jasa yang mereka lakukan misalnya mengurus surat-surat, menyampaikan undangan orang yang punya hajatan, baik undangan secara lisan maupun berupa surat undangan. Walaupun upah yang mereka terima sedikit, tetapi mereka merasa puas yang luar biasa. Karena ternyata dirinya masih berguna bagi orang lain Lanjut usia yang tidak mandiri juga berada pada ekonomi sedang. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka tidak bekerja, tetapi mendapat bantuan dari anak-anak atau keluarga. Bantuan tersebut berupa uang atau kebutuhan-kebutuhan lain seperti makan, pakaian, kesehatan atau kebutuhan untuk acara sosial. Sikap anak yang telah dewasa terhadap orangtua yang sudah berusia lanjut dan sering berhubungan dengan mereka dapat menciptakan penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi orangorang berusia lanjut (Hurlock, 2002). c) Kondisi Sosial Kondisi penting yang menunjang kebahagiaan bagi orang lanjut usia adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga dan teman-teman (Hurlock, 2002). Hubungan sosial antara orang lanjut usia dengan anak yang telah dewasa adalah menyangkut keeratan hubungan mereka dan tanggung jawab anak terhadap orangtua yang menyebabkan orang lanjut usia menjadi mandiri. Tanggung jawab anak yang telah dewasa baik yang telah berumah tangga maupun yang belum, atau yang tinggal satu rumah, tidak tinggal satu rumah tetapi berdekatan tempat tinggal atau yang
18
tinggal berjauhan ( tinggal di luar kota ) masih memiliki kewajiban bertanggungjawab terhadap kebutuhan hidup orang lanjut usia seperti kebutuhan sandang, pangan, kesehatan dan sosial. Hal ini merupakan kewajiban anak untuk menyantuni orang tua mereka sebagai tanda terimakasih atas jerih payah orangtua yang telah membesarkan mereka. Anak-anak lanjut usia juga bersikap adil dan berperikemanusiaan (sesuai dengan sila ke 2 dari Pancasila) dalam merawat dan mendampingi orangtuanya yang sudah lanjut usia. Sebagaimana pendapat Hurlock (2002) yang menjelaskan bahwa sikap anak yang telah dewasa terhadap orangtua yang sudah berusia lanjut dan sering berhubungan dengan mereka dapat menciptakan penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi orang-orang berusia lanjut. Selain itu menurut Parker dalam Adilasari (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia adalah sebagai berikut : a. Tanggung jawab Tanggung jawab berarti memiliki tugas untuk menyelesaikan sesuatu dan diminta pertanggung jawaban atas hasil kerjanya. Misalnya lansia diberi tanggung jawab yang dimulai dengan tanggung jawab untuk mengurus dirinya sendiri. Lansia yang diberi tanggung jawab sesuai dengan kondisinya akan merasa dipercaya, berkompeten dan dihargai. b. Mandiri Percaya diri dan mandiri adalah dua hal yang saling menguatkan. Semakin lansia dapat mandiri, dia akan semakin mampu mengelola kemandirian, kemudian mengembangkan kemandirian. Keluarga harus memberikan kesempatan dan waktu agar lansia bisa memiliki tugas-tugas yang praktis, mereka harus memahami metode atau cara bagaimana cara menyelesaikannya dan bagaimana menghadapi frustasi yang tidak bisa dihindarkan.
19
c. Pengalaman praktis dan akal sehat yang relevan Akal yang sehat berkembang melalui pengalaman yang praktis dan relevan. Seseorang yang memiliki kemandirian akan memahami diantaranya mampu untuk: 1) Memenuhi kebutuhan makan untuk dirinya sendiri. 2) Membuat keputusan rasional bagaimana membelanjakan uang sesuai kebutuhan. 3) Menggunakan sarana transportasi umum dan menyebrang jalan 4) Kreasi secara cepat dan tepat dalam berbagai situasi darurat d. Otonom Merupakan kemampuan untuk menentukan arah sendiri (self determination) yang berarti mampu mengendalikan atau mengetahui atau mempengaruhi apa yang terjadi pada dirinya. e. Kemampuan memecahkan masalah Dengan adanya dukungan dan arahan yang memadai, lansia akan terdorong untuk mecari jalan keluar bagi persoalan-persoalan yang mereka alami. f. Kebutuhan akan kesehatan yang baik Olah raga dan berbagai aktifitas fisik adalah penting untuk mengembangkan atau meningkatkan proses koordinasi yang baik dan kebugaran. Kita semua tahu bahwa latihan dapat memberi keuntungan
dan
berpengaruh
terhadap
kesehatan
kita
dan
kebahagiaan secara umum. Latihan dapat memberi energi yang baru dan dianggap dapat meingkatkan sikap dan motivasi kita, maka jika tubuh kita bugar, kita akan memiliki stamina yang labih baik. g. Support sosial Support sosial bagi lansia terdiri dari tiga komponen yaitu : 1) Jaringan-jaringan informal meliputi keluarga dan kawankawannya.
20
2) Sistem pendukung formal meliputi tim keamanan sosial setempat, program-program medikasi dan kesejahteraan sosial. 3) Dukungan-dukungan semiformal meliputi bantuan-bantuan dan interaksi sosial yang disediakan oleh organisasi lingkungan sekitar. 3. Tingkat Kemandirian Menurut pendapat Lovinger dikutip oleh Yuliana (2009), tingkat kemandirian adalah sebagai berikut : a. Tingkat impulsif dan melindungi Adalah sikap cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati dan mencari keadaan yang mengamankan diri. Ciri-ciri tingkatan pertama ini adalah : 1) Peduli kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain. 2) Mengikuti
aturan
oportunistik
(orang
yang
suka
memanfaatkan orang lain) dan hedonistik (orang yang suka hidupnya untuk senang-senang tanpa tujuan yang jelas) 3) Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu 4) Cenderung melihat kehidupan sebagai zero sum game 5) Cenderung mmenyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya. b.
Tingkat komformistik Ciri tingkatan kedua ini adalah : 1) Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial 2) Cenderung berpikir stereotif (angggapan) dan klise (tidak nyata) 3) Peduli akan komformitas (orang yang ahti-hati dalam mengamb keputusan) terhadap aturan eksternal
21
4) Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian. 5) Menyamarkan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya intropeksi 6) Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal 7) Takut tidak diterima kelompok 8) Tidak sensitif terhadap ke individu 9) Merasa berdosa jika melanggar aturan c. Tingkat sadar diri Adalah merasa tahu dan ingat pada keadaan diri sebenarnya. Ciriciri tingkatan ketiga adalah : 1) Mampu berpikir alternatif dan memikirkan cara hidup 2) Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada 3) Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi 4) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah 5) Penyesuaian terhadap situasi dan peranan d. Tingkat seksama (conscientious) Seksama berarti cermat, teliti. Ciri-ciri tingkatan keempat ini adalah : 1) Bertindak atas dasar nilai-nilai internal 2) Mampu melihat dari berbagai pembuatan pilihan dan pelaku tindakan 3) Mampu melihat keragaman emosi, motif dan perpestik diri sendiri maupun orang lain. 4) Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik dan penilaian diri. 5) Peduli akan hubungan mutualistik (hubungan saling menguntungkan). 6) Memiliki tujuan jangka panjang
22
7) Cenderung meilhat peristiwa dalam konteks sosial 8) Berfikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis. e. Tingkat individualistik Adalah keadaan atau sifat-sifat khusus sebagai individu dari semua ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang membedakannya dari orang lain. Ciri-ciri tingkatan kelima adalah : 1) Peningkatan kesadaran individualistik 2) Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan ketergantungan. 3) Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain. 4) Mengenal eksistensi perbedaan individual 5) Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan 6) Mampu
membedakan
kehidupan
internal
dengan
eksternal dirinya. f. Tingkat mandiri Adalah suatu sikap mampu berdiri sendiri. Ciri-ciri tingkatan keenam ini adalah : 1) Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan 2) Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun orang lain 3) Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosisal. 4) Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertetangan. 5) Toleran terhadap ambiguitas (keadaan yang sama atau mirip dalam seseorang) 6) Peduli terhadap pemenuhan diri. 7) Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal. 8) Respon positif terhadap kemandirian orang lain.
23
4. Mengukur kemandirian lansia dengan Indeks Barthel Tahun 1965, Mahoney dan Barthel diterbitkan skala weightted untuk mengukur ADL dasar dengan pasien kronis cacat. Digambarkan sebagai "indeks sederhana kemerdekaan untuk mencetak kemampuan pasien dengan gangguan neuromuskuler atau muskuloskeletal untuk merawat dirinya sendiri," termasuk indeks Barthel 10 item, termasuk makan, transfer, perawatan pribadi dan kebersihan, mandi, toileting, berjalan, bernegosiasi tangga dan mengendalikan usus dan kandung kemih. Item yang mencetak diferensial sesuai dengan sistem penilaian tertimbang yang memberikan poin berdasarkan kinerja independen atau dibantu. Misalnya, seseorang yang membutuhkan bantuan dalam makan akan mendapatkan lima poin, sedangkan kemerdekaan dalam makan akan diberikan 10 poin. pasien dengan skor maksimum dari 100 poin didefinisikan sebagai benua, bisa makan dan berpakaian secara mandiri, berjalan setidaknya satu blok, dan naik dan turun tangga. Penulis berhati-hati untuk dicatat bahwa skor maksimum tidak selalu menandakan kemerdekaan, karena ADL berperan seperti memasak, menjaga rumah, dan sosialisasi tidak dinilai (Jeal A. Delisa, 2005). Tabel 2.1 Indeks Barthel No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aktivitas Makan (bila makanan harus dipotong-potong dulu=dibantu) Transfer dari kursi roda ke tepat tidur dan kembali (termasuk duduk di tempat tidur) Higiene personal (cuci muka, menyisir, bercukur jenggot, gosok gigi) Naik dan turun toilet/WC (melepas/memakai pakaian, membersihkan kemaluan,menyiram WC) Mandi Berjalan di permukaan datar (bila tidak dapat berjalan, dapat mengayuh kursi roda sendiri) Naik dan turun tangga Berpakaian (termasuk memakai tali sepatu, menutup retsleting) Mengontrol BAB Mengontrol kandung kemih
Dibantu 5 5 – 10
Mahoney (1965) dalam Jeal A. Delisa (2005)
Mandiri 10 15
0
5
5
10
0 10
5 15
5 5
10 10
5 5
10 10
24
D. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain. Pembentukan konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh asuhan orang tua dan lingkungan (Tarwoto & Wartonah, 2006). Konsep diri tidak terbentuk sejak lahir, tapi dipelajari sejalan dengan kehidupan seseorang, sebagai hasil pengalaman hidup dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia (Potter & Perry, 2005). Konsep diri ini dapat berubah akibat kondisi sakit, yang berhubungan dengan perubahan gambaran diri selama sakit serta perubahan peran sosial di masyarakat (Potter & Perry, 2005). Konsep diri didefinisikan semua ide, pikiran, perasaan keyakinan dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart, 2006). Menurut Sulistiyawati ( 2005) dalam Diah (2011) ide-ide, pikiran dan perasaan dan keyakinannya ini merupakan persepsi yang bersangkutan dengan karakterististik dan kemampuan karakteristik dengan orang lain dan lingkungan, nilai yang dikaitkan dengan pengalaman dan objek sekitarnya serta tujuan idealismenya. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya, dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia. Konsep diri juga diartikan cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual (Sunaryo, 2004). Konsep diri pada lansia adalah cara pandang lansia melihat dirinya dan lingkungan di sekitarnya yang terbentuk dari lahir dan pengalaman lansia itu sendiri.
25
2. Komponen konsep diri Menurut Stuart (2006) komponen konsep diri antara lain : a. Citra tubuh Kumpulan sikap individu yang didasari dan tidak disadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi. Citra tubuh dimodifikasi
secara
berkesinambungan
dengan
persepsi
dan
pengalaman baru. b. Ideal diri Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu. Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri, maka hendaknya ideal dirin ditetapkan tidak terlalu tinggi, masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai. c. Harga diri Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga. d. Peran diri Serangkaian pada perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. peran yang ditetapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan. e. Identitas diri Prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan otonomi dan mencakup persepsi seksualitas seseorang.
26
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri menurut Stuart & Sudden (1991) dalam Diah (2011) antara lain: a. Teori perkembangan Konsep diri belum ada waktu lahir kemudian berkembang secara
bertahap sejak lahir
seperti
mulai
mengenal
dan
membedakan dirinya dengan orang lain. Melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan perkembangan Kemampuan
melalui pada
area
kegiatan tertentu
eksplorasi yang
dinilai
lingkungan. oleh
diri
sendiri/masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasikan potensi yang nyata. b. Significant Other (orang yang terpenting /terdekat) Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan intepretasi dari pandangan orang lain terhadap diri. Misalnya anak sangat dipengaruhi oleh orang terdekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat /orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi. c. Self Perseption (persepsi diri sendiri) Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat
dilihat
dari
kemampuan interpersonal,
kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu. Menurut Stuart & Sundeen
penilaian
tentang konsep diri dapat dilihat berdasarkan rentang-rentang respon konsep diri yaitu :
27
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Konsep Diri positif
Aktualisasi Diri Sks
Harga Diri Rendah
Kekacauan Identitas
Depersonalisasi
Skema 2.1 Rentang Respon Konsep Diri Stuart and Sundeen (1991)
4. Faktor-faktor pembentukan konsep diri a. Usia Konsep diri terbentuk seiring bertambahnya usia, dimana perbedaan ini lebih banya berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang menyangkut hal-hal disekitar diri dan keluarganya. Masa remaja, konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya. Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada masa usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun sosial. b. Intelegensi Intelegensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intelegensinya semakin baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya.
28
c. Pendidikan Seseorang akan mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep dirinya akan berubah. d. Status sosial dan Ekonomi Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaaruhi konsep diri seseorang cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingka dengan individu yang status sosialnya rendah. e. Hubungan keluarga Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasi diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya. f. Orang lain Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Menurut Stuart (1991) dalam Adhi Andre (2010), menjelaskan bahwa individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, individu akan cenderung menghormati dan menerima dirinya. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahkan dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi dirinya. Stuart mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala lima angka dari yang paling jelek sampai yang paling baik. Dinilai adalah kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik fisik, dan kesukaan orang lain terhadap dirinya. Dengan skala yang sama mereka juga menilai orang lain. Ternyata, orang-orang yang dinilai baik oleh orang lain cenderung meberikan skor yang tinggi
29
juga dalam menilai dirinya. Artinya, harga diri sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya. g. Kelompok Rujukan (Reference Group) Yaitu kelompok yang secara emosional mengikat individu, dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya. Menurut Stuart (1991) dalam Andre (2010), ciri orang yang memiliki konsep diri yang negatif ialah peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap pujian, mempunyai sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenangi orang lain, merasa tidak diperhatikan, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi. 5. Pembagian konsep diri Menurut keliat (1992) dalam Diah (2011) konsep diri di bagi menjadi dua bagian yaitu : a. Konsep diri positif Dasar perilaku individu yang lebih efektif terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan dan menunjukkan individu akan sukses dalam hidupnya. b. Konsep diri negatif Kebalikan dari konsep diri posotif yang dilihat dari hubungan individu dan sosial yang cenderung memiliki harga diri rendah, dan kekacauan identitas.
E. Hubungan Dukungan Keluarga dan Kemandirian Lansia dengan Konsep Diri Lansia Perubahan lansia baik fisik, mental, maupun emosional memerlukan dukungan keluarga, karena dukungan keluarga membantu masalah lansia. Agar lanjut usia dapat menikmati kehidupan di hari tua sehingga dapat bergembira atau merasa bahagia, diperlukan dukungan dari orang-orang yang dekat dengan mereka. Dukungan tersebut bertujuan agar lansia tetap dapat
30
menjalankan kegiatan sehari-hari secara teratur dan tidak berlebihan (Rahayu, 2010). Dukungan dari keluarga terdekat dapat saja berupa anjuran yang bersifat mengingatkan lansia untuk tidak bekerja secara berlebihan (jika lansia masih bekerja), memberikan kesempatan kepada lansia untuk melakukan aktivitas yang menjadi
hobinya, memberi
kesempatan kepada lansia
untuk
menjalankan ibadah dengan baik, dan memberikan waktu istirahat yang cukup sehingga lanjut usia tidak mudah stress dan cemas (Ismayadi, 2004). Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga dengan penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Rahayu, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan Santoso, A (2008) para lansia mengungkapkan bahwa keluarganya sangat memperhatikan jika sedang menghadapi masalah. Diungkapkan kalau keluarganya merupakan tempat dia mengadu jika ada masalah. Peran keluarga disini adalah membantu lansia memecahkan masalah yang dihadapinya. Keluarga harus dapat meluangkan waktu untuk berbagi cerita, mendengarkan, memperhatikan, memberikan masukan atau solusi jika lansia sedang menghadapi masalah. Dukungan keluarga mampu meningkatkan semangat lansia menghadapi masa tuanya dengan baik dan dapat pula membentuk konsep diri yang baik. Selain dukungan keluarga,kemandirian lansia juga mempengaruhi konsep diri lansia. Menurut Saparinah (1991) dalam Ratna (2004) penurunan kondisi fisik lanjut usia juga berpengaruh pada kondisi psikis. Berubahnya penampilan fisik, menurunnya fungsi panca indra menyebabkan lanjut usia merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Dari segi inilah lanjut usia sering mengalami masalah psikologis, yang banyak mempengaruhi kesehatan psikis, sehingga menyebabkan orang lanjut usia kurang mandiri. Adanya gangguan tersebut, menyebabkan lanjut usia menjadi
31
tidak mandiri dan membutuhkan orang lain untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari (Hurlock, 2002). Selain itu perubahan atau kemunduran yang dialami lansia akan mengakibatkan tidak stabilnya konsep diri. Penilaian terhadap diri sendiri merupakan suatu konsep yang ada pada setiap individu yang disebut dengan konsep diri. Konsep diri berkembang dengan bertambahnya usia, konsep diri pada lansia sangat berhubungan dengan apa yang mereka rasakan dengan menjadi tua. Masyarakat yang bertempat tinggal di kota-kota besar memberikan stres tersendiri pada lansia, masyarakat telah mendudukkan lanisa dengan gambaran yang negatif, seperti tua berarti sakit-sakitan, lemah, membosankan, buruk rupa, dan julukan-julukan negatif lainnya. Anggapan semacam ini tentu saja akan menurunkan konsep diri pada lansia (Hurlock, 2002).
32
F. Kerangka teori Faktor-faktor yang membentuk konsep diri : Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
dukungan keluarga :
Usia ; teori perkembangan
Intelegensi
Dukungan Emosional
Pendidikan
Dukungan Penghargaan
Status sosial ekonomi
Dukungan Instrumental
Hubungan
Dukungan Informatif
keluarga;
dukungan
keluarga
Orang lain; Significant other
Kelompok rujukan
Selft perseption (persepsi diri sendiri)
Kondisi kesehatan
Kondisi Ekonomi
Kemandirian Lansia
Konsep Diri
Kondisi Sosial
Faktor yang mempengaruhi kemandirian: Tanggung jawab Mandiri Pengalaman praktis dan akal relevan Otonom Kemampuan memecahkan masalah Kebutuhan kesehatan yang baik Support sosial
Bagan 2.1 Kerangka Teori Kerangka teori hubungan dukungan keluarga dan kemandirian lansia dengan konsep diri pada lansia (Nugroho, 2000), (Friedman, 2003), (Hurlock, 2002), (Stuart and Sundeen, 1991).
33
G. Kerangka Konsep Variabel Terikat
Variabel Bebas Dukungan Keluarga
Konsep Diri Lansia Kemandirian Lansia
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
H. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat : 1. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga dan kemandirian pada lansia. 2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalan konsep diri pada lansia.
I.
Hipotesis a. Ada hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Konsep Diri Lansia. b. Ada hubungan antara Kemandirian Lansia dengan Konsep Diri Lansia.