BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.1.Definisi Komunikasi Sebagai mahluk sosial, komunikasi merupakan hal yang sangat fundamental bagi manusia. Hal tersebut dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia membutuhkan orang lain. Dan untuk bisa berinteraksi dengan orang lain, kita memerlukan alat sebagai perantaranya, yaitu komunikasi. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan katakata yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Selain itu dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi yang baik sangat penting untuk berinteraksi antarpersonal maupun antar masyarakat agar terjadi keserasian dan mencegah konflik dalam lingkungan masyarakat. Dalam hubungan bilateral antar negara diperlukan juga komunikasi yang baik agar hubungan tersebut dapat berjalan dengan baik dan lancar.
1.1.1. Definisi Komunikasi
Komunikasi menurut William I. Gorden, Colin Cherry, Onong Uchjana Effendy, dan Judy C. Pearson yang dikutip oleh Dedy Mulyana
9
10
”Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin Communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama, (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagaiasal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama.”1
Banyak ahli mengemukakan definisi komunikasi menurut sudut pandang mereka masing-masing. Komunikasi menurut Richard West dan Lynn H. Turner yang dikutip oleh Wiryanto, “Komunikasi adalah proses sosial dimana individu-individu menggunakan
simbol-simbol
untuk
menciptakan
dan
menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka.” 2
Sarah Treholm dan Arthur Jensen (1996:4) yang dikutip oleh Wiryanto mendefinisikan komunikasi sebagai berikut: “A process by which a source transmits a message to a receiver through some channel.” (Komunikasi adalah suatu proses dimana
1
Dedy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2005 hal 41 Richard West. Introducing Communication Theory: Analysis and Aplication,3rd ed. Jakarta: Salemba Humanika. 2008 hal 5 2
11
sumber menstransmisikan
pesan
kepada
penerima
melalui
beragam saluran.)” 3 Hoveland (1948:371) yang dikutip oleh wiryanto mendefinisikan komunikasi, demikian: “The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify, the behaviour of other individu”.
(
Komunikasi
adalah
proses
dimana
individu
mentransmisikan stimulus untuk mengubah perilaku individu yang lain. )4
Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid (1981:18) seperti yang dikutip oleh Wiryanto menyatakan bahwa “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam”.5
Komunikasi menurut Harold D. Laswell sebagaimana dikutip oleh Sendjaja (1999:7) merupakan “Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan berikut: Who Says what In Which
3
Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo. 2004 hal 6 Ibid Wiryanto hal: 6 5 Ibid Wiryanto hal: 6 4
12
Channel to Whom With What Effect? (Siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan efek bagaimana?)”6
Dari teori yang dikemukakan oleh Laswell tersebut maka didapatlah lima unsur komunikasi, yaitu komunikan, komunikator, pesan, media, umpan balik. Pada penelitian kali ini judul penelitian berada dalam posisi pesan. Pesan adalah setiap pemberitahuan, kata, atau komunikasi baik lisan maupun tertulis yang dikirim dari satu orang ke orang lain. Pesan menjadi inti dari proses komunikasi yang terjalin. Agar pesan dapat diterima dari komunikator pada komunikan, proses pengiriman pesan memerlukan sebuah media perantara agar pesan yang dikirimkan oleh komunikator dapat diterima dengan baik oleh penerima. Dalam proses pengiriman tersebut, pesan harus dikemas sebaik mungkin untuk mengatasi gangguan yang muncul dalam transmisi pesan, agar tidak mengakibatkan perbedaan makna yang diterima oleh komunikannya. Secara umum ada dua jenis pesan, yakni pesan verbal dan pesan non-verbal.
6
Wiryanto, op.cit.,7.
13
a. Pesan Verbal Pesan yang penyampaiannya menggunakan kata-kata, dan dapat dipahami isinya oleh komunikan berdasar apa yang didengar maupun ditulisnya. b. Pesan Non-verbal Pesan non-verbal adalah jenis pesan yang penyampaiannya tidak menggunakan kata-kata secara langsung, dan dapat dipahami isinya oleh penerima berdasarkan gerak-gerik, tingkah laku, mimik wajahatau ekspresi muka komunikator. Pada pesan non-verbal mengandalkan indera penglihatan sebagai penangkap stimuli yang timbul.
Begitu banyak definisi tentang komunikasi, dan apa yang tercantum diatas belum mewakili semua definisi yang telah dibuat oleh para ahli. Namun setidaknya kita telah memperoleh gambaran tentang apa yang dimaksud komunikasi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Shanon dan Weaver (1949) seperti yang dikutip oleh Wiryanto, bahwa “Komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi.”7
7
Wiryanto, op.cit.,7.
14
Melihat begitu banyaknya definisi komunikasi tersebut, bila dikaitkan
dengan
komunikasi
pendidikan
terlebih
pada
proses
pembentukan kepercayaan diri yang merupakan bagian dari pembentukan karakter maka komunikasi juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk interaksi manusia baik verbal maupun non verbal untuk mengubah perilaku seseorang baik secara afektif, kognitif, dan konatif.
1.1.2. Konteks-Konteks Komunikasi Secara luas konteks disini berarti semua factor diluar orang-orang yang berkomunikasi, yang terdiri dari: Pertama, aspek bersifat fisik seperti iklim, cuaca, suhu udara, bentuk ruangan, warna dinding, penataan tempat duduk, jumlah peserta komunikasi, dan alat yang tersedia untuk menyampaikan
pesan:
Kedua,
aspek
psikolog,
seperti:
sikap,
kecendrungan, prasangka, dan emosi para peserta komunikasi: Ketiga, aspek social, seperti: norma kelompok, nilai social dan karakteristik budaya: dan Keempat, aspek waktu, yakni kapan berkomunikasi (hari apa, jam berapa, pagi, siang, sore, malam). Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteks atau tingkatnya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam
komunikasi.
Maka
dikenalah:
komunikasi
intrapribadi
(intrapersonal), komunikasi antarpribadi (interpersonal), komunikasi kelompok, komunikasi massa. Salah satu pendekatan untuk pendekatan
15
untuk membedakan konteks-konteks komunikasi adalah pendekatan situasional (situational approach) yang dikemukakan G. R. Miller. Komunikasi intrapribadi (interpersonal) menurut Onong Uchjana Effendi adalah “Komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang. Orang itu berperan baik sebagai komunikator maupun komunikan. Dia berbicara kepada dirinya sendiri, dia berdialog dengan dirinya sendiri dan dijawab oleh dirinya sendiri.”8
Sehingga dalam konteks komunikasi intrapribadi ini hanya ada satu pelaku komunikasi yaitu diri kita sendiri yang berperan sebagai komunikator/pengirim pesan, dan sekaligus komunikannya/penerima pesan. Komunikasi intrapribadi ini diperlukan untuk mengenal diri kita secara pribadi. Agar kita lebih mengerti mengenai diri kita sendiri. Sehingga tidak ada salahnya kita melakukan komunikasi ini, walaupun beberapa orang menganggap komunikasi intrapribadi ini sebagai melamun. Konteks komunikasi yang lain adalah komunikasi antar pribadi. Komunikasi antarpribadi menurut Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book”. (Devito, 1989:4) seperti yang dikutip ileh Onong Uchjana Effendi adalah sebagai
8
Onong Uchjana Effendi. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2003, 57
16
“ Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efekdan beberapa umpan balik seketika”. (the process of sending and receiving messages between two persons, or among a small group of persons, with some effect and some immediate feedback).9
Komunikasi ini berlangsung secara dialogis. Berbeda dengan komunikasi intrappersonal yang berlangsung secara monolog, komunikasi dialogis ini melibatkan dua orang, sehingga disinilah memungkinkan untuk terjadinya sebuah interaksi. Komunikasi kelompok menurut Unong Uchjana Effendi berarti “Komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang”.10 Komunikasi ini adalah bentuk komunikasi dialogis yang lebih luas, dengan beberapa orang didalamnya. Komunikasi massa yang dimaksud menurut Unong Uchjana Effendi adalah “Komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan 9
Onong Uchjana Effendi, op.cit., 60 Unong Uchjana Effendi. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2003, 75 10
17
televisi
yang
ditujukan
kepada
umum,
dan
film
yang
dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop”.11 Komunikasi massa ini menggunakan media massa dan mencakup khalayak sasaran yang sangat luas. Dalam sebuah kegiatan belajar mengajar di dalam kelas terjadi sebentuk interaksi komunikasi antarpersonal antara guru dengan muridnya komunikasi dialogis tersebut biasa dilakukan secara tatap muka dan berkaitan dengan pendidikan karakter dan kemampuan anak misalnya saat menasehati anak secara pribadi, maupun mendengarkan cerita anak dalam curahan hatinya, dan juga komunikasi kelompok yaitu saat seorang guru memberikan penjelasan dan pengajaran kepada murid-muridnya. Dalam pembelajaran TK guru akan membentuk sebuah kelompok kecil untuk memberikan penjelasan dan mempermudah dalam menejemen kelas. 1.1.3. Proses Komunikasi Proses merupakan suatu peristiwa
yang berlangsung secara
kontinyu. Dalam operasionalnya proses memerlukan berbagai komponen yaitu bagian-bagian terpenting
dan mutlak harus ada pada suatu
keseluruhan atau kesatuan. Menurut Tommy Suprapto, “Proses komunikasi adalah setiap langkah mulai dari saat menciptakan
11
Effendi, op.cit., 79.
informasi
sampai
dipahami
oleh
komunikan.
18
Komunikasi adalah sebuah proses, sebuah kegiatan yang berlangsung kontinyu. Joseph De Vito (1996) seperti yang dikutip oleh
Tommy
Suprapto,
mengemukakan
komunikasi adalah
transaksi. Hal tersebut dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses, dimana komponen-komponen saling terkait. Bahwa para pelaku komunikasi beraksi dan bereaksi sebagai satu kesatuan dan keseluruhan.”12
Seperti yang
dikemukakan oleh Tommy Suprapto
dalam
aplikasinya langkah-langkah proses komunikasi dimulai dari munculnya ide atau gagasan oleh komunikan yang kemudian dialih bentukkan menjadi lambang-lambang komunikasi yang mempunyai makna dan dapat dikirimkan, karena sebelumnya ide adalah sesuatu yang abstrak. Pesan yang telah di-encoding tersebut selanjutnya dikirimkan melalui saluran yang sesuai dengan karakteristik lambang-lambang komunikasi ditujukan kepada komunikan. Dan selanjutnya penerima menafsirkan pesan sesuai dengan persepsinya untuk mengartikan maksud pesan tersebut. Apabila pesan tersebut berhasil di-decoding, khalayak akan mengirim kembali pesan tersebut ke komunikator. 13 Sejak ide muncul di benak komunikan sampai ide dalam bentuk pesan tersebut sampai kepada komunikan telah melalui 5 tahapan proses komunikasi. 12
Tommy Suprapto. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi. Yogyakarta: Medpress, 2009, 7 Tommy Suprapto. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi. Yogyakarta: Media Pressindo.2009 hal 8 13
19
1.2.Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi
antarpribadi
(interpersonal
communication)
adalah
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru murid, dan sebagainya.
1.2.1. Keampuhan komunikasi Antarpribadi Komunikasi dinilai memiliki kekuatan tersendiri dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Seperti yang dikemukakan oleh Unong Uchjana Effendi, alasannya adalah: “Komunikasi berlangsung secara tatap muka. Komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka (face-toface). Oleh karena anda dengan komunikan anda itu saling bertatap muka, maka terjadilah kontak pribadi (personal contact); pribadi anda menyentuh pribadi komunikan anda. Ketika anda menyampaikan pesan anda, umpan balik berlangsung seketika (immediate feedback); anda mengetahui pada saat itu tanggapan komunikan terhadap pesan yang anda lontarkan, ekspresi wajah anda, dan gaya bicara anda. Apabila umpan baliknya positif,
20
artinya tanggapan komunikan anda itu menyenangkan anda, anda sudah tentu akan mempertahankan gaya komunikasi anda; sebaliknya jika tanggapan komunikan anda negatif, anda harus mengubah gaya komunikasi anda sampai komunikasi anda berhasil.”14
Komunikasi berlangsung secara tatap muka. Hal inilah yang membuat komunikasi antarpribadi dinilai ampuh dalam mengubah sikap dan perilaku seseorang, karena umpanbaliknya dapat kita lihat secara langsung. Oleh karena itu juga komunikasi antar pribadi sering digunakan sebagai komunikasi persuasif.
1.2.2. Jenis-Jenis Komunikasi Antarpribadi Menurut sifatnya, komunikasi digolongkan menjadi dua jenis komunikasi antarpribadi, yaitu: 1. Komunikasi diadik ”Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara dua orang yakni yang seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan yang seorang adalah komunikan yang menerima pesan. Oleh karena perilaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi 14
berlangsung
secara
intens.
Komunikator
Unong Uchjana Effendi. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2003, hal 63
21
memusatkan perhatiannya kepada diri komunikan seorang itu.”15 2. Komunikasi triadik “Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang,
yakni seorang
komunikator dan dua orang komunikan. Jika misalnya A yang
menjadi komunikator,
maka
ia
pertama-tama
menyampaikan kepada komunikan B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi, beralih kepada komunikan C, juga secara berdialogis.”16 Bila dibandingkan dengan komunikasi triadik, komunikasi diadik dinilai lebih efektif karena komunikasi diadik lebih berfokus pada satu orang saja dan umpan baliknya diterima secara langsung. Namun walaupun begitu komunikasi triadik ini masih dinilai lebih efektif juga bila dibandingkan dengan model komunikasi lainnya.
1.3.Komunikasi Pendidikan/ Komunikasi Instruksional 2.3.1. Pengertian Pembelajaran Sardiman AM (2005) dalam bukunya yang berjudul “Interaksi dan Motivasi dalam Belajar Mengajar” menyebut istilah pembelajaran dengan interaksi edukatif. Menurut beliau, yang dianggap interaksi edukatif adalah
15 16
Effendi, op.cit., 62 Effendi, op.cit., 63
22
“Interaksi yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan untuk mendidik, dalam rangka mengantar peserta didik ke arah kedewasaannya. Pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing para peserta didik di dalam kehidupannya, yakni membimbing
mengembangkan
diri
sesuai
dengan
tugas
perkembangan yang harus dijalani.17 Proses edukatif memiliki ciri-ciri : a. Ada tujuan yang ingin dicapai b. Ada pesan yang akan ditransfer c. Ada pelajar d. Ada guru e. Ada metode f. Ada situasi ada penilaian. Terdapat beberapa faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap proses pembelajaran, yaitu pengajar, siswa, sumber belajar, alat belajar, dan kurikulum. Association for Educational Communication and Technology (AECT) menegaskan bahwa pembelajaran (instructional) merupakan bagian dari pendidikan. Pembelajaran merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari komponen-komponen sistem instruksional, yaitu komponen pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan latar atau lingkungan.
17
Sadirman AM. Interaksi dan motivasi dalam belajar mengajar. Jakarta. Radjawali Press. 2005
23
Suatu sistem instruksional diartikan sebagai kombinasi komponen sistem instruksional dan pola pengelolaan tertentu yang disusun sebelumnya di saat mendesain atau mengadakan pemilihan, dan di saat menggunakan, untuk mewujudkan terjadinya proses belajar yang berarah tujuan dan terkontrol, dan yang : a.
Didesain untuk mencapai kompetensi tertentu atau tingkah laku akhir dari suatu pembelajaran;
b.
Meliputi metodologi instruksional, format, dan urutan sesuai desain;
c.
Mengelola kondisi tingkah laku;
d.
Meliputi keseluruhan prosedur pengelolaan;
e.
Dapat diulangi dan diproduksi lagi;
f.
Telah dikembangkan mengikuti prosedur; dan
g.
Telah divalidasi secara empirik. 18 Dengan demikian pembelajaran dapat dimaknai sebagai interaksi
antara pendidik dengan peserta didik yang dilakukan secara sengaja dan terencana serta memiliki tujuan yang positif. Keberhasilan pembelajaran harus didukung oleh komponen-komponen instuksional yang terdiri dari pesan berupa materi belajar, penyampai pesan yaitu pengajar, bahan untuk menuangkan pesan, peralatan yang mendukung kegiatan belajar, teknik atau metode yang sesuai, serta latar atau situasi yang kondusif bagi proses pembelajaran.
18
Yusufhardi Miarso. Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta. Rajawali Press, 1986
24
1.3.2. Pengajaran Konstruktivisme Berbagai macam penelitian dan teori tentang pengajaran konstruktivisme telah banyak membantu kita untuk memahami seberapa besar pengaruh dari berbagai hubungan tersebut pada motivasi murid. Menurut Schunk, Pintrich, dan Meece (2012) dalam bukunya Motivasi dalam Pendidikan mengungkapkan bahwa, “Pengajaran konstruktivisme,
konstruktivisme
didasarkan
yang berpendapat bahwa
pada
individu-individu
membentuk atau membangun sebagian besar dari apa yang mereka pelajari dan pahami.”19
Dalam bukunya tersebut, mereka juga mengungkapkan mengenai prinsip-prinsip umum perancangan pengajaran konstruktivisme yaitu, a. Menciptakan agensi (perasaan menyebabkan) pemelajaran. b. Menyediakan kesempatan untuk melakukan refleksi (pemikiran saksama). c. Mengorganisasikan situasi kelas untuk mengadakan kolaborasi dan kooperasi diantara para murid, para guru, dan pihak lainnya. d. Menggunakan tugas, soal, dan tes yang autentik.
19
Dale H. Schunk, Paul R. Pintrich, dan Judith L. Meece. Motivasi dalam Pendidikan. Jakarta. Indeks, 2012.hal 453
25
e. Menciptakan dan mempertahankan diskusi kelas tentang pemelajaran dan pengetahuan. f. Memberikan kesempatan untuk berlatih cara berpikir dan cara belajar. g. Menyediakan
alat-alat
bantu
belajar
yang
mendukung
pemelajaran murid ketika mengerjakan tugas-tugas yang menantang. h. Meminta para murid menciptakan dan menggunakan berbagai artefak. i. Memberikan
perancah
(bantuan)
untuk
mendukung
pemelajaran murid. j. Menciptakan budaya belajar dan menghormati individu lain. 20
1.3.3. Desain Pesan dalam Pembelajaran Pembelajaran sebagai proses komunikasi dilakukan secara sengaja dan terencana, karena memiliki tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Agar pesan pembelajaran yang ingin ditransformasikan dapat sampai dengan baik, maka Malcolm sebagaimana disampaikan oleh Abdul Gaffur dalam handout kuliah Teknologi Pendidikan PPs UNY (2006) menyarankan agar pengajar perlu mendesain pesan pembelajaran tersebut dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Kesiapan dan motivasi. 20
Dale H. Schunk, Paul R. Pintrich, dan Judith L. Meece. Motivasi dalam Pendidikan. Jakarta. Indeks, 2012.hal 455
26
Kesiapan disini mencakup kesiapan mental dan fisik. Untuk mengetahui kesiapan siswa dalam menerima belajar dapat dilakukan dengan mendiagnosa dan memperhatikan minat anak didik. Motivasi terdiri dari motivasi internal dan eksternal, yang dapat ditumbuhkan dengan pemberian penghargaan, hukuman, serta deskripsi mengenai keuntungan dan kerugian dari pembelajaran yang akan dilakukan.
b. Alat Penarik Perhatian Perhatian dan konsentrasi manusian sering berubah-ubah dan berpindah-pindah (tidak focus). Sehingga dalam mendesain pesan belajar, pengajar harus membuat daya tarik, untuk mengendalikan perhatian siswa pada saat belajar. Terlebih lagi anak usia dini yang memiliki tingkat konsentrasi yang masih sangat pendek. Waktu fokus mereka tidak lama, sehingga pengajar perlu lebih banyak dan lebih variatif dalam membuat desain pelajaran yang menyenangkan sesuai tingkat usia siswanya. Pengendali perhatian yang dimaksud dapat berupa : warna, efek musik, pergerakan/perubahan, humor, kejutan, ilustrasi verbal dan visual, serta sesuatu yang mereka anggap aneh. c.
Partisipasi Aktif Siswa Pengajar harus berusaha membuat peserta didik aktif dalam proses
pembelajaran. Untuk menumbuhkan keaktifan siswa harus dimunculkan rangsangan-rangsangan, dapat berupa : tanya jawab, praktik dan latihan,
27
drill, membuat ringkasan, kritik dan komentar, serta pemberian proyek (tugas). Dalam pembelajaran anak usia dini, anak-anak akan lebih mudah untuk menangkap dan menerima suatu pelajaran apabila mereka mengalaminya
secara
pribadi,
sehingga
metode
praktek
yang
mengikutsertakan peserta didik tersebut akan lebih efektif untuk anak TK. Anak usia dini akan lebih antusias untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang pendidik lontarkan secara lisan ataupun mengikuti gerakan gurunya daripada harus duduk diam dan mendengarkan saja. Partisipasi aktif siswa sangat diperlukan dalam proses pendidikan anak usia dini. d. Pengulangan Agar peserta didik dapat menerima dan memahami materi dengan baik, maka penyampaian materi sebaiknya dilakukan berulang kali. Pengulangan dapat berupa : pengulangan dengan metode dan media yang sama, pengulangan dengan metode dan media yang berbeda, preview, overview, atau penggunaan isyarat. Anak-anak pada usia 0-6 tahun belum memiliki memori yang cukup baik untuk merekam suatu peristiwa maupun merekam pelajaran yang mereka terima dengan baik. Sehingga diperlukan pengulangan yang lebih banyak daripada usia-usia diatasnya. Dan karena anak dalam usia tersebut memiliki kecenderungan untuk lebih cepat bosan, maka pengajar harus mengemas pengulangan tersebut menjadi lebih variatif, menarik dan
28
yang paling penting adalah memiliki kesan berbeda namun tetap mengandung makna yang sama. e.
Umpan Balik Dalam proses pembelajaran, sebagaimana yang terjadi pada
komunikasi, adanya feedback merupakan hal yang penting. Umpan balik yang tepat dari pengajar dapat menjadi pemicu semangat bagi siswa. Umpan balik yang diberikan dapat berupa : informasi kemajuan belajar siswa, penguatan terhadap jawaban benar, meluruskan jawaban yang keliru, memberi komentar terhadap pekerjaan siswa, dan dapat pula memberi umpan balik yang menyeluruh terhadap performansi siswa. Terdapat berbagai jenis umpan balik dari guru yang dirangkum oleh Schunk, Pintrich, dan Meece dalam bukunya
motivasi dalam
pendidikan 466.21 Tabel 1. Motivasi dalam Pendidikan Jenis
Deskripsi
Terkait Kinerja
Memberikan tentang
Contoh informasi “Itu benar.”
akurasi
hasil “Bagian pertama benar,
kerja;mungkin mencakup namun informasi korektif
kamu
mengurangkan
perlu angka
berikutnya.” Terkait Motivasi
21
Memberikan
informasi “Kamu
sudah
Dale H. Schunk, Paul R. Pintrich, dan Judith L. Meece. Motivasi dalam Pendidikan. Jakarta. Indeks, 2012. Hal 466
29
tentang
kemajuan
dan mengerjakannya dengan
kompetensi;mungkin
jauh lebih baik. Kamu
mencakup pembandingan melakukan sosial dan persuasi
pekerjaan
yang bagus.” “Saya tahu kamu dapat mengerjakan tugas ini.”
Terkait
Persepsi Menghubungkan kinerja “Kamu
Penyebab
berkemampuan
murid dengan satu atau baik pada matapelajaran lebih persepsi penyebab
ini.” “Kamu telah bekerja keras
dan
kamu
berkinerja baik.” Terkait Strategi
Menginformasikan kepada tentang
para seberapa
“Kamu mengerjakannya murid dengan
benar
karena
baik kamu telah menggunakan
mereka mengaplikasikan langkah-langkah sebuah bagaimana strategi
strategi
dan pengerjaan
penggunaan urutan
ini
yang
dengan tepat.”
meningkatkan “Metode lima langkah ini
hasil kerja mereka
membantumu mengerjakannya dengan lebih baik.”
30
f. Menghindari Materi yang Tidak Relevan Agar materi pelajaran yang diterima peserta belajar tidak menimbulkan kebingungan atau bias dalam pemahaman, maka sedapat mungkin harus dihindari materi-materi yang tidak relevan dengan topik yang dibicarakan. Untuk itu dalam mendesain pesan perlu memperhatikan bahwa yang disajikan hanyalah informasi yang penting, dan kesesuaian dengan taraf perkembangan anak tersebut. Hal yang seringkali membuat tidak relevan adalah sebagai orangtua maupun pengajar, kita memasukkan materi yang belum saatnya disampaikan pada taraf usia mereka, hal inilah yang kemudian dapat menimbulkan kebingungan dan sukarnya anak memahami materi tersebut. Bahkan bagi anak-anak yang memiliki kemampuan yang cepat dalam menerima materi, mereka akan mengalami apa yang dikatakan sebagai dewasa sebelum waktunya, mereka hanya sebatas tahu saja dan belum bisa memahami secara tepat. Menangani anak usia dini lebih susah bila dibandingkan dengan anak usia remaja, maupun yang sudah mahasiswa, karena dalam menangani anak usia dini kitalah yang harus jeli dalam memilah materi yang akan kita berikan, karena mereka akan menerima mentah-mentah apa yang kita sampaikan. Hal tersebut dikarenakan tingkat pemahaman anak usia dini belum mencapai taraf kompleks dalam pemilihan antara yang baik dengan yang buruk.
31
Desain pesan pembelajaran merupakan tahapan yang penting untuk dilakukan oleh pengajar, agar proses belajar mengajar dapat berlangung secara efektif. Dengan mendesain materi pembelajaran terlebih dahulu, akan memudahkan pengajar dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Hal-hal yang tidak diinginkanpun dapat lebih diminimalisir.
1.3.4. Komunikasi Efektif dalam Pembelajaran Komunikasi dikatakan efektif apabila terdapat aliran informasi dua arah antara komunikator dan komunikan dan informasi tersebut samasama direspon sesuai dengan harapan kedua pelaku komunikasi tersebut. Setidaknya terdapat lima aspek yang perlu dipahami dalam membangun komunikasi yang efektif, yaitu : a.
Kejelasan Hal
ini
dimaksudkan
bahwa
dalam
komunikasi
harus
menggunakan bahasa dan mengemas informasi secara jelas, sehingga mudah diterima dan dipahami oleh komunikan. Anak usia dini masih memiliki pemahaman yang terbatas sehingga kita
perlu
mengemas
informasi/materi
pelajaran
dengan
tingkat
pemahaman dan cara pikir mereka. b. Ketepatan Ketepatan atau akurasi ini menyangkut penggunaan bahasa yang benar dan kebenaran informasi yang disampaikan.
32
Anak usia dini memiliki kosakata yang belum terlalu banyak. Seorang pengajar anak usia dini lebih baik untuk menggunakan kalimat yang sederhana dan disesuaikan dengan gaya hidup dan kebiasaan mereka sehingga mereka akan lebih mudah memahami apa yang kita sampaikan kepada mereka. Apa yang disampaikan oleh seorang pengajar kepada anak usia dini secara tidak sadar akan mereka serap dan mereka tanamkan dalam benak dan pikiran mereka maka sebagai pengajar perlu hati-hati dalam memilih kalimat karena hal tersebut akan mereka copy dan mereka tanam menjadi bekal pemikiran mereka. c.
Konteks Konteks atau sering disebut dengan situasi, maksudnya adalah
bahwa bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu terjadi. d. Alur Bahasa dan informasi yang akan disajikan harus disusun dengan alur atau sistematika yang jelas, sehingga pihak yang menerima informasi cepat tanggap. Penjelasan yang bertele-tele dan terkesan berputar-putar cenderung membuat anak-anak peserta didik menjadi bingung dan menjadi susah mengerti apa yang sebenarnya kita maksudkan. Hal tersebut terjadi karena anak-anak masih memiliki tingkat pemahaman yang rendah dan juga keterbatasan kosakata yang dia kuasai. Mereka belum mampu memahami
33
sesuatu secara global dan menyeluruh. Maka dari itu, bila kita mengharapkan anak didik kita memahami apa yang kita sampaikan, kita harus dapat menyampaikannya dalam alur bahasa yang runut dan langsung pada titik permasalahan yang kita harapkan. e. Budaya Aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga berkaitan dengan tatakrama dan etika. Artinya dalam berkomunikasi harus menyesuaikan dengan budaya orang yang diajak berkomunikasi, baik dalam penggunaan bahasa verbal maupun nonverbal, agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi, dan perlu diingat bahwa anak usia dini merupakan peniru ulung. Hal yang tidak sesuai dengan etika dan kebudayaan di sekitarnya akan mereka telan mentah-mentah dan apabila hal tersebut mereka teruskan pada orang lain, hal tersebut tentunya akan mempengaruhi perkembangan mereka selanjutnya.
22
Menurut Santoso Sastropoetro “Berkomunkasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan, atau sering disebut dengan “the communication is in tune””. 23
Agar komunikasi dapat berjalan secara efektif, harus dipenuhi beberapa syarat : a. Menciptakan suasana komunikasi yang menguntungkan 22 23
Endang Lestari G. Komunikasi yang Efektif. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. 2003.hal 25 Riyono Pratikno. Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1987.hal 34
34
b. Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti c. Pesan yang disampaikan dapat menarik minat komunikan d. Pesan dapat menggugah kepentingan komunikan yang dapat menguntungkan e. Pesan dapat menumbuhkan suatu penghargaan bagi pihak komunikan
Terkait dengan proses pembelajaran, komunikasi dikatakan efektif jika pesan yang dalam hal ini adalah materi pelajaran dapat diterima dan dipahami, serta menimbulkan umpan balik yang positif oleh siswa. Komunikasi efektif dalam pembelajaran harus didukung dengan keterampilan komunikasi antar pribadi yang harus dimiliki oleh seorang pengajar. Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang berlangsung secara informal antara dua orang individu. Komunikasi ini berlangsung dari hati ke hati, karena diantara keduabelah pihak terdapat hubungan
saling
mempercayai.
Komunikasi
antar
pribadi
akan
berlangsung efektif apabila pihak yang berkomunikasi menguasai keterampilan komunikasi antar pribadi.
Dalam kegiatan belajar mengajar, komunikasi antar pribadi merupakan suatu keharusan, agar terjadi hubungan yang harmonis antara pengajar dengan peserta belajar. Keefektifan komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar ini sangat tergantung dari kedua belah pihak. Akan tetapi karena pengajar yang memegang kendali kelas, maka tanggung jawab
35
terjadinya komunikasi dalam kelas yang sehat dan efektif terletak pada tangan pengajar. Keberhasilan pengajar dalam mengemban tanggung jawab tersebut dipengaruhi oleh keterampilannya dalam melakukan komunikasi ini.
Sokolove dan Sadker seperti dikutip IGAK Wardani dalam bukunya,membagi keterampilan antar pribadi dalam pembelajaran menjadi tiga kelompok, yaitu : a.
Kemampuan untuk Mengungkapkan Perasaan Siswa. Kemampuan ini berkaitan dengan penciptaan suasana yang positif
dalam proses belajar mengajar, yang memungkinkan peserta didik mau mengungkapkan perasaan atau masalah yang dihadapinya tanpa merasa dipaksa atau dipojokkan. Suasana semacam ini dapat ditumbuhkan oleh pengajar dengan dua cara, yaitu menunjukkan sikap memperhatikan dan mendengarkan dengan aktif. Untuk menumbuhkan suasana semacam ini, pendidik harus bersikap: 1. memberi dorongan positif 2. bertanya yang tidak memojokkan 3. fleksibel. b. Kemampuan Menjelaskan Perasaan yang Diungkapkan Siswa. Apabila siswa telah bebas mengungkapkan problem yang dihadapinya, selanjutnya tugas pengajar adalah membantu mengklarifikasi ungkapan perasaan mereka tersebut. Untuk kepentingan ini, pengajar perlu menguasai dua jenis keterampilan, yaitu merefleksikan dan mengajukan
36
pertanyaan inventori. Pertanyaan inventori adalah pertanyaan yang menyebabkan orang melacak pikiran, perasaan, dan perbuatannya sendiri, serta menilai kefektifan dari perbuatan tersebut. Pertanyaan inventori dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu pertanyaan yang menuntut siswa untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya, pertanyaan yang menggiring siswa untuk mengidentifikasi pola-pola perasaan, pikiran, dan perbuatannya,
dan
mengidentifikasi
pertanyaan
yang
konsekuensi/akibat
dari
menggiring perasaan,
siswa
untuk
pikiran,
dan
perbuatannya. Agar dapat merefleksikan ungkapan perasaan anak didik secara efektif, pengajar perlu mengingat hal-hal berikut : 1.
Hindari prasangka terhadap anak atau topik yang dibicarakan.
2. Perhatikan dengan cermat semua pesan verbal maupun nonverbal dari anak. 3. Lihat, dengarkan, dan rekam dalam hati, kata-kata/perilaku khas yang diperlihatkan anak. 4.
Bedakan/simpulkan kata-kata/pesan yang bersifat emosional.
5. Beri tanggapan dengan cara memparaphrase kata-kata yang diucapkan, menggambarkan perilaku khusus yang diperlihatkan, dan tanggapan mengenai kedua hal tersebut. 6. Jaga nada suara, jangan sampai berteriak, menghakimi, atau seperti memusuhi.
37
7. Meminta klarifikasi terhadap pertanyaan atau pernyataan yang disampaikan. c. Mendorong anak didik untuk memilih perilaku alternatif. Untuk keperluan ini, guru harus memiliki kemampuan : 1.
Mencari/mengembangkan berbagai perilaku alternatif yang sesuai.
2. Melatih perilaku alternatif serta merasakan apa yang dihayati siswa dengan perilaku tersebut. 3. Menerima balikan dari orang lain tentang keefektifan setiap perilaku alternatif. 4. Meramalkan konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari setiap perilaku alternatif. 5. Memilih perilaku alternatif yang paling sesuai dengan kebutuhan pribadi siswa.24
1.4. Perkembangan Anak Usia Dini Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon rangsangan yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini
24
Igak Wardani. Dasar-dasar Komunikasi dan Ketrampilan Dasar Mengajar. Jakarta: PAU-DIKTI DIKNAS. 2005.hal 23
38
juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangakan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio emosional, agama, dan moral.
1.4.1. Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia Dini
Dalam perkembangan anak usia dini dikenal terdapat beberapa aspek perkembangan yang akan terjadi dalam diri anak-anak. Aspek-aspek perkembangan tersebut adalah:
1. Perkembangan Kognitif Teori perkembangan kognisi Piaget menyetakan bahwa kecerdasan
atau
kemampuan
kognisi
anak
mengalami
kemajuan melalui empat tahap yang jelas. Masing-masing tahap dicirikan oleh kemunculan kemampuan dan cara mengolah informasi yang baru. Tahapan perkembangan kognitif sesuai dengan teori Piaget adalah tahap sensomotor (0-2 tahun) yang terbatas pada gerak-gerak refleks, bahas awal,waktu sekarang, dan ruang dekat saja. Tahap berikutnya adalah pra operasional (2-7 tahun) dimana anak mulai menerima rangsangan yang terbatas, anak mulai
berkembang
kemampuan
bahasanya,
walaupun
kemampuan pemikirannya masih statis, persepsi waktu dan tempat masih terbatas. Tahap konkret operasional (7-11 tahun) diamana anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas
39
menggabungkan,
memisahkan,
menderetkan,
melipat,
membagi. Tahap formal operasional (11-15 tahun) dimana anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi dan mampu berfikir abstrak.25 Perkembangan kognisi cukup banyak diteliti oleh peneliti perkembangan anak. Selain Piaget adapula Vygotsky yang memiliki beberapa pandangan yang sedikit berbeda dengan Piaget. Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan kognisi sangat terkait dengan masukan orang lain. Namun sama dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa perolehan sistem tanda terjadi berdasar urutan tahap-tahap tetap yang sama untuk semua anak. Vygotsky memandang perkembangan kognisi sebagai kelanjutan perkembangan sosial melalui interaksi dengan orang lain
dan
lingkungan.
Pembelajaran
dengan
bantuan
berlangsung pada zona perkembangan proksimal anak-anak, yang pada zona itu mereka dapat melakukan tugas-tugas baru yang berada dalam kemampuan mereka hanya dengan bantuan guru
atau
teman
sebayanya.
Anak-anak
menghayati
pembelajaran mengembangkan kemandirian, dan memecahkan masalah melalui percakapan pribadi yang lantang atau dalam
25
Robert E. Slavin.Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik.Jakarta:Indeks.2011.hal 77
40
hati. Guru menyediakan konteks interaksi, seperti kelompok belajar bersama, dan pentanggaan (scaffolding.26)
2. Perkembangan Fisik Perkembangan fisik merupakan perkembangan yang berhubungan dengan kemampuan anak dalam mengendalikan syaraf dan otot yang terkoordinasi biasa dikenal juga dengan kemampuan motorik. Keterampilan motorik anak terdiri atas keterampilan motorik kasar dan keterampilan motorik halus. Keterampilan motorik anak usia
4-5 tahun lebih banyak
berkembang pada motorik kasar, setelah usia 5 tahun baru terjadi perkembangan motorik halus. Pada usia 4 tahun anak-anak masih suka jenis gerakan sederhana seperti berjingkrak-jingkrak, melompat, dan berlari kesana kemari, hanya demi kegiatan itu sendiri tapi mereka sudah berani mengambil resiko. Walaupun mereka sudah dapat memanjat tangga dengan satu kaki pada setiap tiang anak tangga untuk beberapa lama, mereka baru saja mulai dapat turun dengan cara yang sama. Pada usia 5 tahun, anak-anak bahkan lebih berani mengambil resiko dibandingkan ketika mereka berusia 4 tahun. Mereka lebih percaya diri melakukan ketangkasan yang
26
Slavin,op.cit. hal 80
41
mengerikan seperti memanjat suatu obyek, berlari kencang dan suka berlomba dengan teman sebayanya bahkan orangtuanya. 3. Perkembangan Bahasa Kemampuan berbahasa anak akan meningkat secara bertahap, hal tersebut bergantung pada interaksi dengan orangorang disekitarnya, apabila orang-orang disekitarnya aktif untuk berbicara, maka anak akan merekam dan menyimpannya sebagai
perbendaharaan
kata.
Membaca
dan
menulis
merupakan bagian dari belajar bahasa. Untuk bisa membaca dan menulis, anak perlu mengenal beberapa kata dan beranjak memahami kalimat. Dengan membaca anak juga semakin banyak menambah kosakata. Anak dapat belajar bahasa melalaui membaca buku cerita dengan nyaring. Hal ini dilakukan untuk mengajarkan anak tentang bunyi bahasa. 4. Perkembangan Sosio Emosional Masa TK merupakan masa kanak-kanak awal. Pola perilaku sosial sosial yang terlihat pada masa kanak-kanak awal, seperti yang diungkap oleh Hurlock yaitu: kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empat, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru, perilaku kelekatan. 27
27
Elizabeth B Hurlock. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 1998 hal 252
42
Ketika anak-anak meningkat kemampuan kognisinya, mereka juga mengembangkan konsep diri, cara berinteraksi dengan orang lain, dan sikap terhadap dunia ini. Pemahaman tentang perkembangan pribadi dan sosial ini sangat penting bagi kemampuan guru memotivasi, mengajar, dan berhasil berinteraksi dengan siswa dalam berbagai usia. Pandangan Erikson tentang perkembangan pribadi dan sosial seperti yang telah dirangkum oleh Slavin dalam bukunya Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik mengatakan bahwa Erikson mengajukan delapan tahap perkembangan psikososial, yang masing-masing di dominasi oleh krisis psikososial tertentuyang dipercepat melalui interaksi dengan lingkungan sosial. Dalam Tingkat I (usia 0-17 bulan), kepercayaan versus ketidak percayaan, tujuannya ialah mengembangkan rasa kepercayaan melalui interaksi dengan orangtua maupun pengasuh. Dalam Tahap II (usia 18 bulan-3 tahun), otonomi versus keraguan, anak-anak mempunyai keinginan ganda untuk mempertahankan dan untuk melepaskan. Dalam Tahap III (usia 3 tahun-6 tahun), anak-anak memperjelas
pemahaman
tentang
diri
mereka
melalui
penjajakan lingkungan. Selama periode ini kemampuan
43
motorik dan bahasa anak yang terus mengalami kematangan memungkinkan mereka makin agresif dan kreatif untuk penjajakan lingkungan sosial maupun fisik mereka. Anak-anak yang berusia tiga tahun memiliki inisiatif yang besar yang dapat didorong oleh orang tua, anggota keluarga lain, dan pengasuh
lain
yang
memungkinkan
anak-anak
berlari,
melompat, dan melempar. Karena benar-benar yakin bahwa dia adalah orang pada dirinya, anak itu sekarang harus mengalami menjadi orang seperti apa dia. Orang tua yang dengan kejam menghukum upaya-upaya inisiatif anak akan menjadikan anak tersebut merasa bersalah akan dorongan alami mereka salama tahap ini maupun kemudian hari dalam kehidupannya. Anak-anak
memasuki
sekolah
selama
tahap
IV,
kemegahan versus inferioritas (usia 6 tahun-12 tahun), ketika keberhasilan atau kegagalan akademis menjadi sesuatu yang pokok. Dalam Tahap V (usia 12 tahun-18 tahun), remaja makin berpaling ke kelompok sebaya mereka dan memulai pencarian makna terkait mitra dan karier.
44
Masa dewasa membawa Tahap VI, keintiman versus keterasingan. Tahap VII, daya regenerasi versus penyibukan diri. Dan Tahap VIII, integritas versus keputusasaan.28 Demikianlah delapan tahap pengembangan diri yang diungkapkan oleh Erikson dalam teorinya perkembangan pribadi dan sosial. Anak
telah
dapat
melaksanakan
tugas-tugas
perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki masa dewasa. Perlu memiliki suatu keterampilan tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu keterampilan tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil, sebaliknya bila tidak menguasai, menimbulkan rasa rendah diri.
1.4.2. Perkembangan Anak TK-B (5-6 tahun) Anak-anak normal akan mengalami tumbuh kembang mulai dari bayi hingga masa produktif usai. Pada anak usia 5-6 tahun seperti pada umumnya akan mengalami perkembangan dari fisik hingga pemahaman dan keterampilan. Pada usia lima tahun anak-anak sudah mulai lebih mudah memahami sesuatu. Anak-anak akan memiliki kemampuan berbahasa yang lebih baik, karena perkembangan bahasanya akan berkembang cepat. Beberapa perkembangan yang terjadi pada usia lima tahun diantaranya adalah:
28
Slavin.op.cit.hal 88
45
1. Memiliki perbendaharaan kata hingga 15.000 kata dan telah mampu berbicara jelas. 2. Mampu mengikuti sebuah percakapan, menggambarkan peristiwa dan pengalaman, menanyakan arti sebuah kata, dan bahkan mengingat serta mengutarakan lelucon. 3. Lebih sering menggunakan kata “karena” di saat ia mulai mengembangkan
kekuatan
berpikirnya
dan
keterampilan
bernegosiasi serta berargumentasinya. 4. Secara yakin mengingat detail pribadi serta mampu mengingat dan mengulang cerita yang telah dibacakan kepadanya. 29
1.5. Perubahan Sikap Setiap orang yang melakukan aktivitas komunikasi akan selalu memberikan sebuah umpan balik. Umpan balik tersebut dapat berupa verbal seperti jawaban verbal, maupun non verbal yang salah satunya adalah perubahan sikap. Dengan berlangsungnya peroses komunikasi, seseorang dapat mengalami perubahan sikap baik ke arah yang positif maupun negatif. Perubahan sikap menurut Morissan, diawali dengan menentukan seberapa jauh atau dekat posisi pesan dari jangkar sikap yang dimiliki seseorang. Kemudian dapat dilanjutkan dengan mengubah jangkar sikap sebagai hasil tanggapan terhadap pesan.30
29 30
Carol Cooper. Ensiklopedi Perkembangan Anak. Jakarta: Esensi Erlangga Group. 2009 hal 87 Morissan. Psikologi Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010 hal 25
46
Perubahan sikap komunikan sangat erat hubungannya dengan penilaian komunikan terhadap pesan yang diterimanya. Saat komunikan menerima sebuah pesan yang berada dalam wilayah penerimaan maupun penolakannnya maka komunikan tersebut akan menyesuaikan sikap dengan pesan tersebut. Jika pesan yang diterima berada dalam wilayah penerimaannya maka perubahan sikap akan menuju ke arah yang positif, menerima gagasan komunikator, dan apabila pesan yang diterima berada dalam wilayah penolakannya
maka
perubahan
sikap
akan menuju
ke
arah
yang
negatif,menolak/menjauhi gagasan komunikator. Morissan dalam bukunya Psikologi Komunikasi mengatakan, “Orang dengan keterlibatan ego tinggi memiliki wilayah penolakan yang lebar, maka kebanyakan pesan yang bertujuan untuk membujuk mereka justru mengakibatkan mereka semakin menolak gagasan yang disampaikan. Dengan demikian, pesan persuasif yang ditujukan bagi individu dengan keterlibatan ego tinggi akan menghasilkan efek yang berbalik arah”31
Pembagian pernyataan ke dalam kelompok-kelompok pernyataan yang bisa diterima, ditolakdan netral akan menentukan sikap seseorang terhadap keselamatan penerbangan dan struktur sikap lainnya yang terkaitdengan isu-isu lainnya. Dalam hal ini terdapat empat hal yang pelu diperhatikan, yaitu:
31
Ibid Morrisan hal 26
47
1. Suatu argumen yang masuk dalam wilayah penerimaan akan lebih mampumembujuk dibandingkan dengan argumen yang berada di luar wilayah penerimaan. Contoh: anak-anak berpandangan sebaiknya tidak berbicara di kelas sebagai upaya menjaga ketertiban kelas maka anak-anak mungkin masih bisa berubah pandangan dengan argumen yang menyatakan bahwa berbicara di kelas tetap tidak masalah asalkan tidak terlalu keras atau saat interaksi dengan guru, maka argumen ini masuk dalam wilayah penerimaan anak-anak. 2. Jika kita menilai suatu argumen atau pesan dalam wilayah penolakan maka perubahan sikap akan berkurang atau bahkan tidak ada. Contoh: Jika anak-anak mendengar saat guru marah karena anak-anak ramai di kelas maka hal itu malah memperkuat pandangan bahwa di dalam kelas memang harus diam. 3. Jika berbagai argumen yang diterima berada diantara wilayah penerimaan dan wilayah pandangan netral maka kemungkinan perubahan sikap akan dapat terjadi walaupun berbagai argumen itu berbeda dengan argumen sendiri. Suatu argumen yang berbeda jauh dengan sikap sendiri kemungkinan akan dapat menyebabkan perubahan sikap dibandingkan dengan argumen yang tidak berbeda jauh dengan pandangan sendiri selama ia berada di antara kedua wilayah tersebut. Namun sekali argumen itu menyentuh wilayah penolakan, maka perubahan sikap tidak akan terjadi.
48
4. Semakin besar keterlibatan ego dalam suatu isu, semakin luas wilayah penolakan, semakin kecil wilayah netral maka akan semakin kecil perubahan sikap. Anak-anak dengan keterlibatan ego yang tinggi sangat sulit untuk diubah pandangannya. Mereka cenderung akan menolak segala bentuk pernyataan dalam skala yang lebih luas dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki keterlibatan ego dalam suatu isu. Secara umum dapat dikatakan perubahan sikap jauh lebih mudah dilakukan terhadap individu yang tidak memiliki keterlibatan ego dalam suatu isu dibandingkan dengan mereka yang memiliki keterlibatan ego di dalamnya.32
Menurut teori penilaian sosial terdapat tiga faktor yang berperan sangat menentukan apakah suatu argumen akan masuk dalam wilayah penerimaan atau peolakan, yaitu sebagai berikut:
1. Kredibilitas Narasumber Pernyataan narasumber dengan tingkat kredibilitas yang tinggi akan mampu memperluas wilayah penerimaan pihak penerima pesan dibandingkan argumen yang dikatakan oleh narasumber biasa. 2. Ambiguitas Pesan Pesan yang samar-samar (ambigu) dan tidak jelas namun diterima sebagai pesan yang bagus dan menarik sering memberikan efek yang lebih positif dibandingkan dengan pesan yang jelas dan lugas.
32
Ibid Morrisan hal 26
49
3. Pemikiran Dogmatis Orang berpikiran dogmatis memiliki wilayah penolakan yang tinggi pada isu-isu yang berbeda dengan apa yang dipahami sebagai apa yang benar selama ini. Mereka memiliki pemikiran yang kaku sehingga sulit untuk diubah sikapnya. 33
33
Ibid Morrisan hal 28